9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka Penulis membatasi masalah pada penerjemahan kata hatta
ىتح versi Mahmud Yunus dan penerjemahan kata
hatta ىتح
versi H.B. Jassin pada surah Ali-Imran dan Surah An-Nisa.
2. Perumusan Masalah
Dari pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
a. Ada berapakah jumlah kata preposisi ىتح
dalam surah Ali Imran dan surah An-Nisa?
b. Ada berapa bentuk atau arti penerjemahan hatta ىتح
dalam Al- Qur’an
terjemahan Mahmud Yunus dan H. B. Jassin? c.
Dari kedua terjemahan dua surah tersebut, mana yang penerjemahan hatta ىتح
paling tepat dengan sesuai tuturan Bsa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penulis skripsi ini adalah: 1.
Mengetahui tentang penerjemahan padanan preposisi hatta ىتح dalam
penerjemahan Al- Qur’an surah Ali Imran dan An-Nisa versi Mahmud Yunus
dan H. B. Jassin. 2.
Sebagai usaha menjaga dan memelihara penerjemahan dalam Al-Qur’an.
10
Sedangkan manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi: 1.
Manfaat Bagi Akademisi Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, ide atau
gagasan untuk menambah literatur atau bahan, referensi pada perpustakaan fakultas adab dan humaniora
2. Bagi Penulis
Dengan kajian ini Penulis dapat menambah wawasan keilmuan dan memperkaya khazanah mengenai padanan preposisi hatta
ىتح dalam bahasa
Indonesia 3.
Bagi Praktisi Kajian ini diharapkan dapat menjadi saran dalam mengembangkan tentang
kaidah dalam berbahasa agar mudah dipahami oleh masyarakat umum.
D. Metodologi Penelitian 1. Metode Pengumpulan Data
Pada penulisan skripsi ini, Penulis memilih metode kualitatif dan metode deskripsi analisis, yakni dengan menggunakan dan menjelaskan permasalahan
yang didasari oleh sumber-sumber yang terkumpul. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka. Dalam metodologi ini akan mempermudah
penulis dalam mengkaji sebuah bahasa dan akan timbul pengalaman yang sangat luas dalam bidang penerjemahan.
11
2. Metode Pembahasan
Penulis melakukan analisa data-data tersebut, selanjutnya mengadakan perbandingan atas penerjemahan yang satu dengan yang lain, lalu Penulis
menentukan sikap atau pendapat sebagai kesimpulan. Sementara teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Merunjuk pada semua yang dituliskan di atas dan metode yang digunakan, serta untuk mempermudah Penulisa skripsi, agar memudahkan pembahasan penulis
skripsi ini. Dibagi menjadi lima bab yang di susun sebagai berikut: Bab I.
Berisi latar belakang masalah permasalahn, tujuan dan kegunaan penelitian, sumber dan data prosedur kerja.
Bab II. Berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan preposisi hatta ىتح
Bab III. Berisi kerangka teori yang terdiri dari wawasan sintaksis preposisi dalam bahasa Indonesia-Arab dan pembagian kelas kata dalam
morfologi Bab IV.
Berisi tentang analisis data-data padanan preposisi hatta ىتح
dalam bahasa Indonesia.
Bab V. Berisi kesimpulan dan saran-saran dari Penulis.
Terakhir sekali Penulis akan mencantumkan daftar pustaka yang digunakan sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi ini.
12
BAB II KAJIAN TEORI
A. Penerjemahan
1. Pengertian Terjemahan
Kata terjemahan berasal dari kata „’terjemah’’ dapat diartikan sebagai kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan. Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata terjemah berarti alih bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain.
12
Secarah harfiah, terjemah berarti menyalin atau memindahkan sesuatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.
13
Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, kata terjemah digunakan untuk dua macam pengertian, yaitu:
1. Mengalih atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa
lain, tanpa menerangkan makna asal yang diterjemahkan. 2.
Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung dalamnya, dengan menggunakan bahasa lain.
14
Secara etimologis, istilah terjemah menurut Az-Zarqani memiliki empat makna, yakni:
a.
Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.
12
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2001, h. 1492
13
Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan, 1989, h. 938
14
Muhammad Husayn al-Dzahabi, Al-Tafsir Wa Al-Mufassirun, t, k; t, p, 1976, h. 23
13
b. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama misalnya bahasa Arab
dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan dengan
bahasa Indonesia pula.
c. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Arab
dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya.
d. Memindahkan tuturan dari suatu bahasa ke bahasa lain seperti mengalihkan
bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Karena itu, penerjemah disebut pula
pengalih bahasa.
Adapun secara
terminologis, menerjemah
didefinisikan sebagai
mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu.
15
Jadi, dapat disimpulkan bahwa terjemah adalah memindahkan Bahasa Sumber ke Bahasa Sasaran dengan memperhatikan maksud yang terkandung di dalam Bahasa
Sumber atau dengan kata lain mengalih suatu serangkaian pembicaraan dari bahasa satu ke bahasa lain, dengan tujuan memahami maksud yang terkandung di dalam
bahasa asal. Terjemahan dapat diartikan sebagai mengganti teks dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan tetap menjaga keutuhan makna.
2. Metode Penerjemahan Al-Quran
Metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam mengungkapkan makna nas sumber secara keseluruhan di dalam
15
Syihabuddin, Penerjemahan Arab- Indonesia Teori dan praktek, Bandung: Humaniora, 2005, h. 8
14
bahasa penerima.
16
Sehingga merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan yang tertulis dalam satu bahasa dengan berupa pesan atau pernyataan
yang sama dengan bahasa lain. Metode penerjemahan bisa diartikan cara melakukan penerjemahan dan
rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.
17
Metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.
18
Oleh karena itu, dalam melakukan suatu kegiatan menerjemahkan diperlukan kehati-hatian, karena kesalahan dalam satu tahap akan
menimbulkan kesalahan dalam tahap lainnya. Apabila hal ini terjadi, maka terjemahan yang dihasilkan akan mengandung kesalahan-kesalahan.
3. Cara penerjemahan Al-Quran
Cara menerjemahkan Al-Qur ’an ke dalam bahasa Indonesia yang baik yaitu
dengan melalui beberapa tahapan.
19
Terjemahan terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu 1 terjemahan harfiah, ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata dengan tujuan tidak menyimpang
sedikit pun dari bentuk lahiriah Bahasa Sumber, 2 terjemahan bahasa, yaitu terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi
tujuannya adalah mengungkapkan sari ide atau maksud yang terkandung dalam
16
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia teori dan Praktek, h. 68
17
Frans Sayogi, Teori dan Praktek Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia, Tanggerang: Pustaka Anak Negri, 2009, h. 89
18
Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008, h. 83
19
Alam Datuk Tombak, Metode Menerjemahkan Al-quran karim 100 kali pandai, Jakarta: Rineka cipta, 1992, h. 5
15
naskah asli, dan 3 terjemahan idiomatik, yaitu terjemahan yang mengarah pada kesepadanan anatara Bahasa Sumber dan Bahasa Sasaran.
Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti kata: 1 Terjemah Harfiah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari
bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama, 2 Terjemahan Tafsiriyah atau Terjemahan
Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.
20
Jadi, metode penerjemahan adalah cara memindahkan makna dari satu unit bahasa ke bahasa yang lain.
Ada beberapa metode dan jenis terjemahan yang diterapkan dalam praktik menerjemahkan. Hal ini disebabkan adannya beberapa faktor:
1. Adanya perbedaan beberapa sistem antara Bahasa Sumber dengan Bahasa
Sasaran. 2.
Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan. 3.
Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi. 4.
Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks. Dalam proses menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor tersebut
tidak selalu berdiri sendiri, dalam artian bahwa ada kemungkinan seorang penerjemah
20
Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al- Qur’an, Bogor: Pustaka Litera AntarNusa,
2001, h. 443
16
menetapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam proses penerjemahan sebuah teks.
21
Adapun beberapa metode atau cara penerjemahan itu yakni: a.
Penejemahan Kata Demi Kata Dalam penerjemahan kata per kata, sering disebut Interlinear Translation,
yaitu susunan kata Bahasa Sumber BSu dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu per satu dengan makna yang paling umum, di luar konteks.
Kata-kata kultural diterjemahkan secara harfiah. b.
Penerjemahan Harfiah Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal Bahasa
Sumber dikonversikan ke padanan bahasa sasaran yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata perkata, di luar konteks
c. Penerjemahan Setia
Penerjemahan setia ini berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual Bahasa Sumber yang tepat dalam melaksanakan hal itu, penerjemahan akan
berhadapan dengan kendala struktur gramatikal Bahasa Sasaran. Dengan menggunakan metode ini penerjemah mentransfer kata-kata kultural dan
mempertahankan tingkat
ketidakwajaran gramatikal
dan leksikal
penyimpangan dari norma-norma Bahasa Sumber dalam penerjemahan.
21
M. Rudolf, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris ,Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 1994, cet ke 1, h. 29
17
d. Penerjemahan Semantik
Berbeda antara penerjemahan setia dan penerjemahan semantik adalah bahwa metode setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan
metode semantik lebih luas. e.
Saduran Metode ini merupakan bentuk penerjemahan “paling bebas”. Pada umumnya
jenis ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi yang dimana tema, karakter, dan alur dipertahankan.
f. Penerjemahan Bebas
Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bahasa Sumber. Biasanya metode ini berbentuk
paraphrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media massa.
g. Penerjemahan Idiomatik
Metode ini bertujuan memproduksi pesan dalam teks Bahasa Sumber, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang
tidak didapati pada versi aslinya.
18
h. Penerjemahan Komunikasi
Berupaya memberikan makna kontekstual Bahasa Sumber yang tepat sedemikian rupa sehingga isinya dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti
oleh pembaca.
22
Jadi, penerjemahan adalah merupakan usaha untuk menyatakan kembali ide dari satu bahasa ke bahasa lain. Penerjemahan mengimplikasikan adanya dua bahasa,
yakni Bahasa Sumber dan Bahasa Sasaran. Bahasa Sumber adalah bahasa teks yang diterjemahkan dan Bahasa Sasaran adalah bahasa teks hasil terjemahan. Jadi, kita
menerjemahkan teks Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka bahasa Arab adalah Bahasa Sumber dan bahasa Indonesia merupakan Bahasa Sasarannya.
B. Sintaksis
1. Pengertian Sintaksis
Sintaksis dalam bahasa Yunani: Sun + Tattern = mengatur bersama-sama adalah bagian dari tatabahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses
pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.
23
Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari
ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.
24
22
Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007, h.14-17
23
Gorys keraf, Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Nusa Indah, 1969, h. 137
19
Sintaksis adalah kata sifat yang berasal dari kata benda.
25
Sintaksis membicarakan seluk-beluk frase dan kalimat.
26
Sintaksis bisa diartikan ilmu tata kalimat. Dalam sintaksis dibahas hubungan antara kata, frase, dan klausa.
27
Sintaksis menelaah struktur satuan bahasa yang lebih besar dari kata, mulai dari frasa hingga
kalimat.
28
Jadi sintaksis itu ilmu yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas
bagian-bagiannya.
2. Penggunaan Kata
a. Adverbia
Adverbia adalah unsur bahasa yang menerangkan verba pada umumya, sebagai adjektiva, dan adverbia itu sendiri.
29
Kata keterangan adalah kategori yang
24
M.Ramlan, Ilmu bahasa Indonesia “Sintaksis”, Yogyakarta: CV.Karyono, Cet. Ke-3,
h.17
25
J, W. M. Verhaar, Pengantar Lingustik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995, h. 9
26
Ruswan Suwani M. S. Dkk, Struk Bahasa Bonai,. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,1985
, h. 49
27
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , h. 131
28
Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Lingustik, Jakarta: Gramedia, 2007, h. 123
29
Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, Bandung: PT Refika Aditama:, 2006, cet ke-2,
h.45
20
dapat mendamping adjektifa, numeralia, atau proposisi dalam kontruksi sintaksis,
adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, atau kalimat.
30
Adverbia dapat diartikan juga sebagai kata yang secara sintaksis berfungsi
memberikan penjelasan kepada verba, atau adjektifa
31
Adverbia dapat terdiri atas suatu morfem dan dapat terdiri atas dua morfem atau lebih.
32
Berdasarkan perilaku semantisnya, adverbia dapat dibedakan atas delapan bagian, yaitu sebagai berikut:
1. Adverbia kualitatif adalah adverbial yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata, seperti paling, sangat, lebih dan kurang.
2. Adverbia kuantitatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan jumlah. Yang termasuk adverbia ini antara lain, kata banyak, sedikit, kira-kira dan cukup.
3. Adverbia limitative adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan pembatasan. Kata-kata, seperti hanya, saja dan sekadar termasuk contoh adverbia ini.
30
Abdul Muthalib,dkk, Tata Bahasa Mandar, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1992, cet. ke-1, h. 148
31
Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, Jakarta: Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992, h.. 62
32
Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pusat, 1988, h. 223
21
4. Adverbia frekuentatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu. Kata-kata yang tergolong dalam adverbia ini adalah selalu,
sering, jarang dan kadang-kadang. 5.
Adverbia kewaktuan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbia
itu. Yang termasuk adverbia ini ialah bentu, seperti baru dan segera 6.
Adverbia kecaraan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan bagaimana peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu
berlangsung atau terjadi. Yang termasuk adverbia kecaraan ini adalah bentuk- bentuk, seperti diam-diam, secepatnya, dan pelan-pelan.
7. Adverbia konstraktif adalah adverbia yang menggambarkan pertentangan
dengan makna kata atau hal yang dinyatakan sebelumnya. Yang termasuk adverbia konstraktif adalah bahkan, malahan dan justru.
8. Adverbia keniscayaan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang
berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan atau terjadinya halperistiwa yang dijelaskan adverbia keniscayaan adalah niscaya, pasti dan
tentu. Ada 4 macam posisi adverbia yaitu :
a. Yang mendahului kata yang diterangkan.
b. Yang mengikuti kata yang diterangkan.
22
c. Yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan.
d. Yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan.
Dari segi bentuknya, adverbia dapat dibedakan atas adverbia tunggal dan adverbia gabungan, yaitu:
a. Adverbia tunggal dapat dirinci menjadi adverbia yang berupa
1 Kata dasar, seperti baru, hanya, lebih, hampir, saja, sangat, segera,
selalu, senantia 2
Kata berafiks, seperti sebaiknya, sebenarnya, sesungguhnya, agaknya, biasanya, rupanya, dan
3 Kata ulang, seperti diam-diam, lekas-lekas, pelan-pelan, tinggi-tinggi
b. Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar. Kedua
kata dasar yang merupakan adverbia gabungan ada yang berdampingan dan ada pula yang tidak berdampingan.
33
Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa adverbia adalah unsur bahasa yang memberikan keterangan pada verba adjektiva atau
kalimat.
b. Konjungsi
Konjungsi adalah kata tugas yang berfungsi sebagai pemarkah hubungan antara kata, frasa, klausa, atau kalimat
34
33
Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat Fungsi, Kategori dan Peran, PT. Refika Aditama,: Bandung, 2007, h.83-85
23
Konjungsi dapat diartikan pula sebagai kategori yang menghubungkan kata dengan kata, klausa, atau kalimat dengan kalimat; bisa juga antara paragraf dengan
paragraf.
35
Menurut Fatimah Djajasudarma, Konjungsi adalah kata sambung yang berfungsi menghubungkan dua unsur atau lebih pada tataran sintaksis frase, klausa,
dan kalimat.
36
Dalam buku lain, kojungsi atau kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih.
37
Jadi dapat disimpulkan, konjungsi adalah kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan
frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat.
c. Preposisi
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak dibagian awal frasa dan unsur yang
mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba.
38
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk frasa preposisional.
39
34
Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, h.66
35
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka cipta, 2009 hal. 81
36
Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, h.51
37
Abdul Mutholib, Tata Bahasa Mandar, h. 235
38
Abdul Mutholib, Tata Bahasa Mandar, h.154
39
Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, hal.223
24
Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lainnya, terutama nomina sehingga berbentuk frase eksosentris direktif.
40
Preposisi dapat diartikan sebagai kategori yang terletak di sebelah kiri nomina sehingga terbentuk sebuah frase eksosentrik untuk mengisi fungsi keterangan dalam
sebuah klausa atau kaliamat.
41
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak dibagian awal frasa dan unsur yang
mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba.
42
Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk frasa preposisional.
43
Jadi, preposisi adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau bagian kalimat dan biasanya diikuti oleh kata kerja. Preposisi bisa berbentuk kata, misalnya di dan
untuk, atau gabungan kata, misalnya bersama atau sampai dengan.
C. Pembagian kelas kata dari morfologi
1. Fonem
Fonem adalah suatu bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna.
44
Fonem merupakan satuan hasil penyarian atau abstraksi dari bunyi- bunyi ujaran yang diucapkan oleh para penutur.
45
40
Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, h. 49
41
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 108
42
Abdul Mutholib, dkk, Tata Bahasa Mandar, h. 154
43
Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, hal.223
44
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.205
25
Jadi, fonem dapat diartikan sebagai bunyi makna yang bermakna satuan. 2.
Leksem Leksem adalah morfem yang mempunyai makna dasar. Leksem merupakan
satuan terkecil dari leksikon. Leksem adalah unsur terkecil yang memiliki makna leksikal. Leksem secara gramatikal adalah penyesuaian jenis pada
kasusnya. Leksem adalah satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai
bentuk inflektif suatu kata atau satuan bermakna yang membentuk kata dan satuan terkecil dari leksikon. Leksem dapat diartikan sebagai suatu kata yang
terkecil dalam kamus yang berbentuk abstrak. Jadi, leksem adalah satuan dasar dari leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Leksem ini
merupakan bahasa dasar yang setelah mengalami proses gramatikal. 3.
Kata Kata secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar
dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis. Kata adalah unsur terkecil yang memiliki makna yang utuh dan memiliki kelas
dan fungsi.
46
Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar yang dapat berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan
morfem melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi atau komposisi.
45
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, Jakarta: PT. Gramedia pustaka utama, 2007, h. 161
46
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 38
26
Kata adalah kata dapat digolongkan atas dua jenis besar, yaitu partikel dan kata penuh. Partikel adalah kata yang jumlahnya terbatas, biasanya tidak mengalami
proses morfologi. Kata penuh adalah kata yang mempunyai ciri yang berlawanan dengan partikel, yang terutama adalah maknanya bersifat
leksikal.
47
Jadi, kata adalah unsur terkecil yang masih berdiri sendiri. Satuan kata yang terbesar dalam morfologi dan satuan kata yang terkecil dalam sintaksis.
4. Frase
Frase adalah satuan lingustik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa cook, 1971:91; elson
dan pickett, 1969:73. Ramlan 1996:151 mengatakan, bahwa frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampui
batas fungsi unsur klausa.
48
Frasa dapat digolongkan berdasarkan macam strukturnya, yaitu frasa eksosentris yaitu frasa yang salah satu pembentuknya berbentuk preposisi dan
frasa endosentris yaitu frasa yang mempunyai induk.
49
Jadi, frasa adalah rangkaian kata yang tidak mengandung unsur predifikasi. Frasa juga sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi
salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat atau bersifat non-predikatif.
47
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, h. 130
48
Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat Fungsi, Kategori dan Peran, h. 2
49
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, h. 131
27
5. Klausa
Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat Cook, 1971:65; Elson dan pickett, 1969:162. Ramlan 1996:89 dan Kridalaksana
1985:151 mengemukakan, bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dapat pula
dikatakan, bahwa klausa adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi bagian dari kaliamt majemuk.
50
Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikat.
51
Klausa dapat digolongkan berdasarkan distribusi satuannya yaitu klausa bebas adalah kalusa yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat. Dan klausa terikat
yakni klausa yang tidak dapat bersendiri sebagai kalimat.
52
Jadi, klausa adalah rangkaian dua kata atau lebih yang menganndung predifikasi.
6. Kalimat
Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks wacana yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.
53
Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa Cook, 1971:39-40;
50
Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat Fungsi, Kategori dan Peran, h. 2
51
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 41
52
Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, h. 131
53
Anton M. Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo Tata bahasa baku bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka dan Yogyakarta: Gajah mada, 1988 h. 254, cet.1
28
Elson dan Pickett 1969:82 Ramlan 1996:27 mengatakan bahwa, kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai
nada turun atau naik.
54
Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta
disertai dengan intonasi final.
55
Jadi, kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konsituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi bila diperlukan serta disertai
dengan intonasi final karena kalimat merupakan satuan bahasa yang langsung digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang hanya
dilakukan oleh manusia.
D. Makna Konjungsi dalam Bahasa Indonesia