1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa  merupakan  alat  yang  digunakan  manusia  untuk  berkomunikasi  dan berinteraksi  dengan  manusia  lainnya.  Di  dalam  bermasyarakat  kita  sering
mengucapkan perkatan  yang belum sesuai dengan kaidah bahasa itu sendiri. Karena tidak semua masyarakat mengenal kaidah berbahasa yang baik, hal ini menyebabkan
terjadinya  fenomena  ketimpangan  dalam  berkomunikasi  antara  kelas  atas  dengan kelas bawah.
Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-
pola  yang  dibentuk  mencakup  tata  bunyi,  tata  bentuk  dan  tata  kalimat.  Agar komunikasi  yang  dilakukan  berjalan  lancar  dengan  baik,  penerima  dan  pengirim
bahasa harus  menguasai bahasanya.
Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi  arbitrer  yang dihasilkan oleh alat  ucap  manusia  dan  dipakai  oleh  masyarakat  komunikasi,  kerja  sama  dan
identifikasi  diri.  Bahasa  lisan  merupakan  bahasa  primer,  sedangkan  bahasa  tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi
2
dengan  bendanya.  Seiring  dengan  berkembangnya  waktu  sehingga  bahasa  itu  dapat berubah dengan sendirinya.
Bahasa menjadi suatu kajian tersendiri yang disebut ilmu linguistik, dibidang ilmu  linguistik  terdiri  ilmu  penunjang  lainnya  antara  lain  morfologi,  fonologi,
sintaksis, semantik, dan pragmatik.
Sintaksis  menurut  Chaer  adalah  studi  mengenai  hubungan  kata  dengan  kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat.
1
Sintaksis  menurut  Verhaar  adalah  cabang  tata  bahasa  yang  membahas hubungan antar kata dalam ucapan.
2
Dari  beberapa  pendapat  ahli  dapat  kita  simpulkan  bahwa  bahasa  bertujuan mengkaji  hubungan  antar  kata  dalam  suatu  kontruksi.  Sintaksis  mengkaji  hubungan
kata  yang  satu  dengan  kata  yang  lainnya  pada  suatu  kontruksi.  Baik  kontruksi  yang dimaksud  berbentuk  kalimat,  klausa,  atau  hanya  sekedar  frasa.  Kajian  tentang
hubungan antar kata di dalamnya disebut sintaksis.
Subsistem  sintaksis  membicarakan  penataan  dan  pengaturan  kata-kata  itu kedalam  satuan-satuan  yang  lebih  besar,  yang  disebut  satuan-satuan  sintaksis,  yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
1
Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, Jakarta: Rineka cipta, 2009 hal. 8
2
Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, Malang: Miskat, 2004, hal.38
3
Sistem  gramatikal biasanya dibagi  atas subsistem gramatikal  biasanya dibagi atas subsistem morfologi dan subsisten sintaksis. Subsistem morfologi membicarakan
pembentukan  kata  dari  satu-satuan  yang  lebih  terkecil,  yang  lazim  disebut  morfem menjadi  satuan  yang  satuannya  lebih  tinggi  yang  siap  digunakan  dalam  subsistem
sintaksis.  Subsistem  sintaksis  membicarakan  penataan  dan  pengaturan  kata-kata  itu kedalam  satuan-satuan  yang  lebih  besar,  yang  disebut  satuan-satuan  sintaksis,  yakni
kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.
3
Sintaksis  merupakan  cabang  ilmu  yang  mengkaji  hubungan  antar  kata kalimah,  frasatarkib,  dan  kalimat  jumlah.  Namun,  setidaknya  sintaksis  dalam
bahasa Arab yaitu ilmu nahu yaitu menentukan hubungan antar kata kalimah dalam suatu kontruksi kalam dan jumlah.
Dengan  adanya  acuan  tentang  sintaksis  seorang  pembaca  menjadi  tertarik untuk  mengerti  betapa  pentingnya  artian  sebuah  kata,  yang  kemudian  berubah
menjadi sebuah kata yang kaya dalam artian sebuah bahasa.
Preposisi  dalam  bahasa  Arab  itu  berupa  jar  pada  asalnya  ditandai  dengan kasrah.  Tapi  diganti  oleh  ya  pada  isim  musanna,  jama  mudzakkar  salim  dan
asma’ khamsah. Dan diganti dengan fathah pada isim-isim yang tidak menerima tanwin jika
tidak dimasuki „al’  ا dan tidak idhafat.
3
Abdul Chaer , Sintaksis Bahasa Indonesia, hal. 3
4
Jar dan majrurnya itu berhubungan dengan mut a’ aliq kata atau keterangan
sebelumnya.  Muta’  liq  zharaf  atau  jar  majrur  adalah  fi’il  atau  yang  berarti  fi’  il seperti  masdar,  isim
fai’  il,  isim  maf’  ul,  sifat  musyabbahat  dan  isim  tafdhil. Muta’aliq  tersebut  harus  dibuang  apabila  merupakan  sifat  yang  umum,  yaitu  yang
dapat dipahami tanpa menyebutkannya.
4
Merupakan  salah  satu  unsur  bahasa  yang  dapat  dijumpai  pada  hampir  setiap bahasa.  Preposisi  digolongkan  ke  dalam  kelompok  partikel  karena  memiliki  ciri-ciri
yang sama dengan partikel, yaitu unsur  yang relatif, tidak mengalami perubahan dan tidak  menerima  unsur  lain  dalam  bentuknya.  Selain  itu,  preposisi  juga  tidak  pernah
berfungsi sebagai subjek, partikel, objek atau keterangan dalam kalimat. Preposisi  tersebut  dapat  dibentuk  frase  preposisional.  Unsur  yang  mengikuti
preposisi  akan  menduduki  fungsi  tertentu  dalam  kalimat  setelah  bergabung  dengan kata lain atau kelompok  kata membentuk  frase eksosentris.  Frasa eksosentris  adalah
frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan salah satu unsurnya.
5
Frasa eksosentris biasanya dibedakan atas frasa eksosentris  yang direktif dan frasa  eksosentris  yang  non-direktif.  Frasa  eksosentris  yang  direktif  komponen
pertamanya berupa preposisi,  seperti sehingga,  bahkan, dan akibatnya,   berupa kata atau  kelompok  kata,  yang  biasanya  berkatagori  nomina.  Karena  komponen
pertamanya  berupa  preposisi,  maka  frasa  eksosentrik  yang  direktif  ini  lazim  juga disebut frase preposisional.
4
Mustofa  Tomum  Mahmud  Afandi  Umar    Sulthon  Bek  Muhammad,  Terj.    Kaidah  Tata Bahasa Arab,  Jakarta:  Daruul Ulum Press. Hal  288
5
Imam Asrori, Sintaksis Bahasa Arab, hal.38
5
Frasa  eksosentrik  yang  non-direktif  komponen  pertamanya  berupa  artikulus, seperti  si dan sang atau  kata lain seperti  yang, para, dan  kum sedangkan komponen
keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba.
6
Preposisi merupakan unsur bahasa yang tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal. Preposisi adalah frase yang penghubungnya menduduki
posisi di bagian depan.
7
Antara  preposisi  dalam  bahasa  Indonesia  dan  bahasa  Arab  tidak  ada perbedaan  dalam  menyusun  sebuah  kalimat  tetapi,  kalau  preposisi  bahasa  Arab
meliputi  pada  kata  sebelumnya  dan  kata  yang  sesudahnya.  Pembahasan  yang  akan dibahas apakah preposisi
hatta ىتح
dalam bahasa Arab selalu diartikan sehingga, dan apakah hatta
ىتح juga bisa diartikan sampai.
Preposisi  dalam  bahasa  Arab  dikenal  dengan  istilah  harf  al-jarr.  Preposisi bahasa  Arab  sangat  menarik  untuk  dianalisis,  karena  memiliki  keunikan-keunikan.
Preposisi  yang hanya terdiri dari satu  huruf,  yaitu  ka „seperti’, li „untuk’, ta „demi’,
„hatta’ „sehingga’ dan  bi „dengan’,. Selain itu preposisi  bahasa  Arab menyebabkan
kata yang mengikutinya berkasus majrur dan genetif.
Sepanjang  sejarah,  terjemahan  telah  membuat  komunikasi,  seseorang  dapat mempertimbangkan terjemahan ilmu; praktis, tampaknya rasional untuk menganggap
seni.  Namun,  terlepas dari apakah orang menganggap terjemahan sebagai  seni,  ilmu
6
Abdul Chaer, Linguistik Umum Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994, h.226.
7
Henry Guntur Tariga, Pengajaran Sintaksis Bandung:Angkasa, tt, h. 94.
6
pengetahuan,  atau  kerajinan,  orang  harus  ingat  bahwa  terjemahan  yang  baik  harus memenuhi fungsi yang sama.
Penerjemahan adalah suatu proses transfer, yang bertujuan pada transformasi teks  ditulis  ke  dalam  sebuah  teks  optimal  setara,  dan  yang  memerlukan  sintaksis,
semantik dan pemahaman pragmatis dan pengolahan analitis. Dengan  adanya  berbagai  macam  terjemahan  pada  ayat  Al-Q
ur’  an  sehingga ada  pula  perbedaan  kosakata  pada  ayat  tersebut  sehingga  muncullah  perbedaan  arti
kata  dalam  ayat  Al- Qur’  an,  dengan  meningkatnya  ilmu  kajian  bahasa  seseorang
dapat mengartikan suatu bahasa pada landasan ilmu tentang tata bahasa. Al-Qu
r’an  diturunkan  dengan  bahasa  Arab,  untuk  itu  setiap  muslim mempunyai  keinginan  untuk  dapat  membaca  dan  memahami  Al-
Qur’  an  dalam bahasanya yang asli. Tetapi, Karena tiap orang itu tidak mempunyai kemampuan atau
kesempatan yang sama, maka diperlukan terjemahan Al- Qur’ an dari bahasa Arab ke
bahasa  Indonesia.  Terjemahan  ini  merupakan  salah  satu  cara  untuk  masyarakat muslim non Arab yang belum memahami Al-
Qur’ an, disebabkan kesulitan bahasa. Masyarakat  muslim  non  Arab  dapat  memahami  Al-
Qur’  an  dengan  baik apabila  dapat  memahami  partikel  dalam  kaidah  bahasa.  Partikel  hatta  memiliki  tiga
perbedaan,  yaitu hatta dapat menjelaskan isim zhair, menjelaskan  masdar mua’ wal
dan harfu athaf.
8
8
Muhammad Ali-Sultan, Al-Adawat An-Nahwiyah, Suria: Dasar Ash-Shamani, 2000, h. 42
7
ره اظلا مْسال  ر اجْلا :
لزْنمب يه ىلا
امع  ىنْعم
„’Mengjarkan ismi zhahir yaitu posisi makna dan kerjaannya sama seperti ila.
9
Contoh:
 
 
Artinya:’’ sampai kamu masuk ke dalam kubur.’’
Contoh  preposisi  hatta ىتح
menurut  Al-Imam  Yahya  Al-Imrani  seperti dalam buku “Deskripsi Salat dan Qada” disebutkan :
ىَتح ا ِلّي ْملف  اَّلا هْيلع ْت ج  ْنم خ
اهءاضق هْيلع بج  ا تْق  جر
Artinya:  Barangsiapa  yang  diwajibkan  shalat,  maka  ia  tidak  melakukan  sampai
keluar habis waktunya, maka wajib atasnya mengqada salatnya.
10
Contoh  preposisi  hatta ىتح
lainnya  yang  diriwayatkan  oleh  Ibnu  Umar seperti yang dikutip dalam buku “Deskripsi Salat dan Qada” yaitu:
رْقي ّاك مَلس  هْيلع ها ىَلص َي َنلا َّا أ
رْقيف ّاْرقْلا أ
ام ىَتح هعم دجْسن  دجْسيف  دْجس ا ْيف  رْ س هت ْج ّا مل اعضْ م انضْعب دجي
Artinya: „’Sesungguhnya  Nabi  SAW,  sedang  membaca  Al-Qur’an,  maka  beliau
membacakan  surat  yang  di  dalamnya  terdapat  ayat  sajadah,  beliau  dan  kami bersujud  bersama  beliau,  sehingga  tidak  mendapatkan  sebagian  dari  kami  suatu
tempat untuk dahinya,’’
11
Jadi, partikel hatta juga berfungsi sebagai harfu nasb, yaitu menasabkan fi’ il
mudari dengan an yang di simpan, dengan syarat fi’ il mudari tersebut menunjukkan
9
Muhammad Ali-Sultan,  Al-Adawat An-Nahwiyah, hal. 42
10
Syarif  Mursal  Al-Batawi,  Deskripsi  Salat  dan  Qada,  Bogor:  Persilaan  Assafinah,  2010, Cet-1, h. 128
11
Syarif Mursal Al-Batawi, Deskripsi Salat dan Qada,  .h. 105
8
zaman  istiqbal  masa  yang  akan  datang.  Disamping  itu  pula  partikel  hatta  dapat berfungsi sebagai harfu jar dan harfu nasab, hatta juga berfungsi sebagai huruf athaf,
yang  mana  posisi  ma,  tuf  harus  mengikuti ma’  tuf  ilaih.  Baik  dalam  bentuk
merafakan, menasabkan. Dari ketiga fungsi di atas kita dapat melihat adanya perbedaan makna partikel
hatta dalam padanan bahasa Indonesia. Hal ini menandakan banyaknya makna dalam mengartikan  partikel  hatta,  sesuai  dengan  maksud  kalimat  itu  sendiri. Partikel  hatta
mempunyai  banyak  makna  yang  mana  hal  ini  juga  sangat  berpengaruh  dalam penerjemahan bahasa Indonesia.
Dari contoh-contoh dan uraian di atas jelas bahwa harfu hatta berfungsi dapat menjarkan isim, dapat menashabkan
fi’il mudhari dan dapat sebagai harfu  ’athaf. Dilatar  belakangi  uraian  di  atas,  maka  Penulis  ingin  mengangkatnya  dalam
sebuah judul:
PREPOSISI HATTA
ىتح
DALAM  TERJEMAHAN  SURAH  ALI- IMRAN  DAN  SURAH  AN-NISA:  STUDI  KOMPARASI  TERJEMAHAN  AL-
QUR’AN VERSI  MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN
9
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah