Preposisi hatta hadalm terjemahan surah ali-imran dan surah an-nisa : studi komparasi terjemahan al-qur'an versi mahmud yunus dan H.B.Jassin

(1)

TERJEMAHAN AL-

QUR’ AN

VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN

Oleh: ABDUL ROZAK NIM: 107024001163

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

TERJEMAHAN AL-

QUR’ AN

VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN

Oleh: ABDUL ROZAK NIM: 107024001163

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

i


(3)

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berupa pencabutan gelar.

Jakarta, 09 Juni 2011

Abdul Rozak

NIM: 107024001163


(4)

STUDI KOMPARASI TERJEMAHAN AL-QUR’ AN VERSI MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN

Diajukan kepada Fakultas Adab dan Humaniora Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Sastra

Oleh: ABDUL ROZAK NIM: 107024001163

Di bawah bimbingan:

Drs. HD Sirojuddin AR, M. Ag

NIP: 19570715 198803 1001

JURUSAN TARJAMAH

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011

iii


(5)

Skripsi berjudul “.Preposisi Hatta) ىتح) Dalam Terjemahan Surah Ali- -Imran Dan Surah An-Nisa: Studi Komparatif Terjemahan Al-qur’an Versi Mahmud Yunus Dan H. B. Jassin. Telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Kamis, 09 Juni 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sastra (S.S.) pada Program Studi Tarjamah.

Jakarta, Kamis, 09 Juni 2011

Sidang Munaqasyah

Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Penguji,

Dr. H. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag. Moch. Syarif Hidayatullah, M.Hum NIP: 1970 0505 200003 1001 NIP: 1979 1229 2005011004

Pembimbing, Penguji,

Drs. HD Sirojuddin AR, M. Ag Drs. Ahmad Syatibi, M.Ag

NIP: 19570715 198803 1001 NIP: 1957 0816 199403 1001 iV


(6)

rahmatNya, Penulis dapat menyelesaikan skipsi ini. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sastra pada Jurusan Tarjamah Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah.

Penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi Penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Drs. HD Sirojuddin AR,M. Ag atas segala bantuan, koreksian, masukan-masukan, bimbingan, serta waktu luang yang diberikan sehingga skripsi ini dapat selesai pada waktunya. Penghargaan serupa kepada Karlina Helmanita, M.Ag sebagai dosen yang pertama kali mengajarkan tentang penelitian.

Selanjutnya, ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ketua Jurusan Tarjamah, Dr. Ahmad Syaekhuddin, M.Ag., yang telah banyak memberikan bantuan dan motivasi selama studi saya di jurusan Tarjamah. Begitu juga kepada Drs. Ikhwan Azizi, M.Ag, mantan Ketua Jurusan Tarjamah, yang telah memberikan arahan dan ilmu yang sangat berharga bagi Penulis.

Terima kasih juga saya sampaikan kepada para dosen Jurusan Tarjamah yang selalu sabar mengajarkan dan mendidik saya selama perkuliahan atau pun di


(7)

Keluarga tercinta, terutama kedua orang tua Penulis, Ayahanda Mardani dan Ibunda tercinta Fatimah terima kasih atas segala doa, dukungan dan semangat yang selalu diberikan tiada henti yang selalu memotivasi Penulis. Adik-adik dan kakak-kakak saya terima kasih atas segala bantuan dan semangatnya.

Teman seperjuangan dan satu bimbingan, Hilman Ridha, yang selalu memberikan semangat dan berbagi di kala suka dan duka selama pengerjaan skripsi ini. Untuk teman-teman terhebat Penulis, Rahma, Diah Restu Fani, Aisyah, Ismy, Sifa, Nur Ahdiani, Reza, Anas, Syukran, dan Umar, atas segala kerjasama, pengertian dan semangatnya.

Teman-teman angkatan 2007 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah sama-sama berjuang dan saling memberikan motivasi dan juga adik-adik jurusan Tarjamah. Dan kepada pihak-pihak lain yang terkait dalam Penulisan skripsi ini yang belum disebutkan namanya. Hanya Allah sang pembalas keikhlasan dan ketulusan.

Akhir kata, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis maupun pembaca. Penulis juga menyadari akan banyaknya kekurangan pada penyusunan skripsi ini, karena itu saran dan kritik yang membangun sangat Penulis harapkan

Jakarta, 20 Juni 2011


(8)

vii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING...iii

LEMBAR PENGESAHAN...iv

KATA PENGANTAR...v

DAFTAR ISI...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 9

D. Metodologi Penelitian... 10

E. Sistematika Penulis... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Penerjemahan...12

1. Pengertian Penerjemahan...12

2. Metode Penerjemahan Al-Qur’an...13

3. Cara menerjemahkan Al-Qur’an...14

B. Sintaksis……......18

1. Pengertian...18

2. Penggunaan kata………..19

a. Adverbia ………19

b. Konjungsi………22

c. Preposisi………..23

C. Pembagian kelas kata dari morfologi………..24

1. Fonem………24

2. Leksem………...24

3. Kata………25

4. Frase………...25


(9)

viii

1. Sehingga...24

2. Sampai...24

3. Bahkan...26

4. Supaya...26

5. Agar/supaya...26

6. Kecuali...26

7. Sebelum...28

BAB III GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENERJEMAHAN AL-QUR’ AN MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN A. Penerjemahan Al-Qur’ an Mahmud Yunus...30

1. Riwayat Hidup Mahmud Yunus...30

2. Karya Tulis Mahmud Yunus ...31

3. Metode Tafsir Mahmud Yunus...34

4. Corak Tafsir Mahmud Yunus...35

B. Penerjemahan Al-Qur’an H.B.Jassin...37

1. Riwayat Hidup H.B.Jassin...37

2. Karya Tulis H.B.Jassin...38

3. Cara kerja H.B.Jassin dalam menerjemahkan Al-Quran...40

4. Hambatan-hambatan dan Tanggapan Tokoh Penerjemah Al-Quran Terhadap Terjemahan Al-Quran... 40

BAB IV ANALISIS PREPOSISI MENURUT MAHMUD YUNUS DAN H.B. JASSIN DALAM SURAH ALI-IMRAN DAN AN-NISA..43

Ayat yang mengandung preposisi ىتح dalam Al-Qur’an terjemahan Mahmud Yunus dan H.B Jassin...43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...63

DAFTAR PUSTAKA...67 LAMPIRAN


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan alat yang digunakan manusia untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Di dalam bermasyarakat kita sering mengucapkan perkatan yang belum sesuai dengan kaidah bahasa itu sendiri. Karena tidak semua masyarakat mengenal kaidah berbahasa yang baik, hal ini menyebabkan terjadinya fenomena ketimpangan dalam berkomunikasi antara kelas atas dengan kelas bawah.

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus menguasai bahasanya.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi


(11)

dengan bendanya. Seiring dengan berkembangnya waktu sehingga bahasa itu dapat berubah dengan sendirinya.

Bahasa menjadi suatu kajian tersendiri yang disebut ilmu linguistik, dibidang ilmu linguistik terdiri ilmu penunjang lainnya antara lain morfologi, fonologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik.

Sintaksis menurut Chaer adalah studi mengenai hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yaitu frase, klausa, dan kalimat.1

Sintaksis menurut Verhaar adalah cabang tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam ucapan.2

Dari beberapa pendapat ahli dapat kita simpulkan bahwa bahasa bertujuan mengkaji hubungan antar kata dalam suatu kontruksi. Sintaksis mengkaji hubungan kata yang satu dengan kata yang lainnya pada suatu kontruksi. Baik kontruksi yang dimaksud berbentuk kalimat, klausa, atau hanya sekedar frasa. Kajian tentang hubungan antar kata di dalamnya disebut sintaksis.

Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.

1

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka cipta, 2009) hal. 8 2


(12)

Sistem gramatikal biasanya dibagi atas subsistem gramatikal biasanya dibagi atas subsistem morfologi dan subsisten sintaksis. Subsistem morfologi membicarakan pembentukan kata dari satu-satuan yang lebih terkecil, yang lazim disebut morfem menjadi satuan yang satuannya lebih tinggi yang siap digunakan dalam subsistem sintaksis. Subsistem sintaksis membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata itu kedalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana.3

Sintaksis merupakan cabang ilmu yang mengkaji hubungan antar kata (kalimah), frasa(tarkib), dan kalimat (jumlah). Namun, setidaknya sintaksis dalam bahasa Arab yaitu ilmu nahu yaitu menentukan hubungan antar kata (kalimah) dalam suatu kontruksi (kalam dan jumlah).

Dengan adanya acuan tentang sintaksis seorang pembaca menjadi tertarik untuk mengerti betapa pentingnya artian sebuah kata, yang kemudian berubah menjadi sebuah kata yang kaya dalam artian sebuah bahasa.

Preposisi dalam bahasa Arab itu berupa jar pada asalnya ditandai dengan kasrah. Tapi diganti oleh ya pada isim musanna, jama mudzakkar salim dan asma’ khamsah. Dan diganti dengan fathah pada isim-isim yang tidak menerima tanwin jika

tidak dimasuki „al’ ا dan tidak idhafat.

3


(13)

Jar dan majrurnya itu berhubungan dengan muta’ aliq (kata atau keterangan

sebelumnya). Muta’ liq zharaf atau jar majrur adalah fi’il atau yang berarti fi’ il seperti masdar, isim fai’ il, isim maf’ ul, sifat musyabbahat dan isim tafdhil.

Muta’aliq tersebut harus dibuang apabila merupakan sifat yang umum, yaitu yang dapat dipahami tanpa menyebutkannya.4

Merupakan salah satu unsur bahasa yang dapat dijumpai pada hampir setiap bahasa. Preposisi digolongkan ke dalam kelompok partikel karena memiliki ciri-ciri yang sama dengan partikel, yaitu unsur yang relatif, tidak mengalami perubahan dan tidak menerima unsur lain dalam bentuknya. Selain itu, preposisi juga tidak pernah berfungsi sebagai subjek, partikel, objek atau keterangan dalam kalimat.

Preposisi tersebut dapat dibentuk frase preposisional. Unsur yang mengikuti preposisi akan menduduki fungsi tertentu dalam kalimat setelah bergabung dengan kata lain atau kelompok kata membentuk frase eksosentris. Frasa eksosentris adalah frasa yang tidak mempunyai persamaan distribusi dengan salah satu unsurnya.5

Frasa eksosentris biasanya dibedakan atas frasa eksosentris yang direktif dan frasa eksosentris yang non-direktif. Frasa eksosentris yang direktif komponen pertamanya berupa preposisi, seperti sehingga, bahkan, dan akibatnya, berupa kata atau kelompok kata, yang biasanya berkatagori nomina. Karena komponen pertamanya berupa preposisi, maka frasa eksosentrik yang direktif ini lazim juga disebut frase preposisional.

4

Mustofa Tomum Mahmud Afandi Umar Sulthon Bek Muhammad, Terj. Kaidah Tata Bahasa Arab, (Jakarta: Daruul Ulum Press). Hal 288

5


(14)

Frasa eksosentrik yang non-direktif komponen pertamanya berupa artikulus, seperti si dan sang atau kata lain seperti yang, para, dan kum sedangkan komponen keduanya berupa kata atau kelompok kata berkategori nomina, ajektifa, atau verba.6

Preposisi merupakan unsur bahasa yang tidak memiliki makna leksikal, tetapi memiliki makna gramatikal. Preposisi adalah frase yang penghubungnya menduduki posisi di bagian depan.7

Antara preposisi dalam bahasa Indonesia dan bahasa Arab tidak ada perbedaan dalam menyusun sebuah kalimat tetapi, kalau preposisi bahasa Arab meliputi pada kata sebelumnya dan kata yang sesudahnya. Pembahasan yang akan dibahas apakah preposisi hatta ) ىتح) dalam bahasa Arab selalu diartikan sehingga, dan apakah hatta) ىتح) juga bisa diartikan sampai.

Preposisi dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah harf al-jarr. Preposisi bahasa Arab sangat menarik untuk dianalisis, karena memiliki keunikan-keunikan. Preposisi yang hanya terdiri dari satu huruf, yaitu ka „seperti’, li „untuk’, ta „demi’,

hatta’ „sehingga’ dan bi „dengan’,. Selain itu preposisi bahasa Arab menyebabkan kata yang mengikutinya berkasus majrur dan genetif.

Sepanjang sejarah, terjemahan telah membuat komunikasi, seseorang dapat mempertimbangkan terjemahan ilmu; praktis, tampaknya rasional untuk menganggap seni. Namun, terlepas dari apakah orang menganggap terjemahan sebagai seni, ilmu

6

Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1994), h.226. 7


(15)

pengetahuan, atau kerajinan, orang harus ingat bahwa terjemahan yang baik harus memenuhi fungsi yang sama.

Penerjemahan adalah suatu proses transfer, yang bertujuan pada transformasi teks ditulis ke dalam sebuah teks optimal setara, dan yang memerlukan sintaksis, semantik dan pemahaman pragmatis dan pengolahan analitis.

Dengan adanya berbagai macam terjemahan pada ayat Al-Qur’ an sehingga ada pula perbedaan kosakata pada ayat tersebut sehingga muncullah perbedaan arti kata dalam ayat Al-Qur’ an, dengan meningkatnya ilmu kajian bahasa seseorang dapat mengartikan suatu bahasa pada landasan ilmu tentang tata bahasa.

Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab, untuk itu setiap muslim mempunyai keinginan untuk dapat membaca dan memahami Al-Qur’ an dalam bahasanya yang asli. Tetapi, Karena tiap orang itu tidak mempunyai kemampuan atau kesempatan yang sama, maka diperlukan terjemahan Al-Qur’ an dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Terjemahan ini merupakan salah satu cara untuk masyarakat muslim non Arab yang belum memahami Al-Qur’ an, disebabkan kesulitan bahasa.

Masyarakat muslim non Arab dapat memahami Al-Qur’ an dengan baik apabila dapat memahami partikel dalam kaidah bahasa. Partikel hatta memiliki tiga perbedaan, yaitu hatta dapat menjelaskan isim zhair, menjelaskan masdar mua’wal dan harfuathaf.8

8


(16)

ره اظلا مْسال ر اجْلا

:

لزْنمب يه

(

ىلا

)

امع ىنْعم

„’Mengjarkan ismi zhahir yaitu posisi makna dan kerjaannya sama seperti ila.9 Contoh:













Artinya:’’ sampai kamu masuk ke dalam kubur.’’

Contoh preposisi hatta ) ىتح) menurut Al-Imam Yahya Al-Imrani seperti

dalam buku “Deskripsi Salat dan Qada” disebutkan :

ىَتح ا ِلّي ْملف اَّلا هْيلع ْت ج ْنم

خ

اهءاضق هْيلع بج ا تْق جر

Artinya: Barangsiapa yang diwajibkan shalat, maka ia tidak melakukan sampai keluar (habis) waktunya, maka wajib atasnya mengqada salatnya.10

Contoh preposisi hatta ) ىتح) lainnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar

seperti yang dikutip dalam buku “Deskripsi Salat dan Qada” yaitu:

رْقي ّاك مَلس هْيلع ها ىَلص َي َنلا َّا

أ

رْقيف ّاْرقْلا

أ

ام ىَتح هعم دجْسن دجْسيف دْجس ا ْيف رْ س

هت ْج ّا مل اعضْ م انضْعب دجي

Artinya: „’Sesungguhnya Nabi SAW, sedang membaca Al-Qur’an, maka beliau membacakan surat yang di dalamnya terdapat ayat sajadah, beliau dan kami bersujud bersama beliau, sehingga tidak mendapatkan sebagian dari kami suatu tempat untuk dahinya,’’11

Jadi, partikel hatta juga berfungsi sebagai harfunasb, yaitu menasabkan fi’il mudari dengan an yang di simpan, dengan syarat fi’ ilmudari tersebut menunjukkan

9

Muhammad Ali-Sultan, Al-Adawat An-Nahwiyah, hal. 42 10

Syarif Mursal Al-Batawi, Deskripsi Salat dan Qada, Bogor: Persilaan Assafinah, 2010, Cet-1, h. 128

11


(17)

zaman istiqbal (masa yang akan datang). Disamping itu pula partikel hatta dapat berfungsi sebagai harfujar dan harfunasab, hatta juga berfungsi sebagai huruf athaf, yang mana posisi ma, tuf harus mengikuti ma’ tuf ilaih. Baik dalam bentuk merafakan, menasabkan.

Dari ketiga fungsi di atas kita dapat melihat adanya perbedaan makna partikel hatta dalam padanan bahasa Indonesia. Hal ini menandakan banyaknya makna dalam mengartikan partikel hatta, sesuai dengan maksud kalimat itu sendiri. Partikel hatta mempunyai banyak makna yang mana hal ini juga sangat berpengaruh dalam penerjemahan bahasa Indonesia.

Dari contoh-contoh dan uraian di atas jelas bahwa harfuhatta berfungsi dapat menjarkan isim, dapat menashabkanfi’ilmudhari dan dapat sebagai harfu ’athaf.

Dilatar belakangi uraian di atas, maka Penulis ingin mengangkatnya dalam sebuah judul:

PREPOSISI HATTA ) ىتح) DALAM TERJEMAHAN SURAH ALI-IMRAN DAN SURAH AN-NISA: STUDI KOMPARASI TERJEMAHAN


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini lebih terarah, maka Penulis membatasi masalah pada penerjemahan kata hatta ) ىتح) versi Mahmud Yunus dan penerjemahan kata hatta) ىتح) versi H.B. Jassin pada surah Ali-Imran dan Surah An-Nisa.

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah di atas, maka perumusan masalah yang akan dikaji adalah sebagai berikut:

a. Ada berapakah jumlah kata preposisi ) ىتح ) dalam surah Ali Imran dan surah An-Nisa?

b. Ada berapa bentuk atau arti penerjemahan hatta ) ىتح) dalam Al-Qur’an terjemahan Mahmud Yunus dan H. B. Jassin?

c. Dari kedua terjemahan dua surah tersebut, mana yang penerjemahan hatta ىتح

) ) paling tepat dengan sesuai tuturan Bsa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penulis skripsi ini adalah:

1. Mengetahui tentang penerjemahan padanan preposisi hatta ) ىتح) dalam penerjemahan Al-Qur’an surah Ali Imran dan An-Nisa versi Mahmud Yunus dan H. B. Jassin.


(19)

Sedangkan manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi: 1. Manfaat Bagi Akademisi

Skripsi ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran, ide atau gagasan untuk menambah literatur atau bahan, referensi pada perpustakaan fakultas adab dan humaniora

2. Bagi Penulis

Dengan kajian ini Penulis dapat menambah wawasan keilmuan dan memperkaya khazanah mengenai padanan preposisi hatta) ىتح) dalam bahasa Indonesia

3. Bagi Praktisi

Kajian ini diharapkan dapat menjadi saran dalam mengembangkan tentang kaidah dalam berbahasa agar mudah dipahami oleh masyarakat umum.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Pengumpulan Data

Pada penulisan skripsi ini, Penulis memilih metode kualitatif dan metode deskripsi analisis, yakni dengan menggunakan dan menjelaskan permasalahan yang didasari oleh sumber-sumber yang terkumpul. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka. Dalam metodologi ini akan mempermudah penulis dalam mengkaji sebuah bahasa dan akan timbul pengalaman yang sangat luas dalam bidang penerjemahan.


(20)

2. Metode Pembahasan

Penulis melakukan analisa data-data tersebut, selanjutnya mengadakan perbandingan atas penerjemahan yang satu dengan yang lain, lalu Penulis menentukan sikap atau pendapat sebagai kesimpulan.

Sementara teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi). Yang diterbitkan oleh CeQDA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

F. Sistematika Penulisan

Merunjuk pada semua yang dituliskan di atas dan metode yang digunakan, serta untuk mempermudah Penulisa skripsi, agar memudahkan pembahasan penulis skripsi ini. Dibagi menjadi lima bab yang di susun sebagai berikut:

Bab I. Berisi latar belakang masalah permasalahn, tujuan dan kegunaan penelitian, sumber dan data prosedur kerja.

Bab II. Berisi tinjauan pustaka yang berkaitan dengan preposisi hatta) ىتح) Bab III. Berisi kerangka teori yang terdiri dari wawasan sintaksis preposisi

dalam bahasa Indonesia-Arab dan pembagian kelas kata dalam morfologi

Bab IV. Berisi tentang analisis data-data padanan preposisi hatta ىتحdalam bahasa Indonesia.

Bab V. Berisi kesimpulan dan saran-saran dari Penulis.

Terakhir sekali Penulis akan mencantumkan daftar pustaka yang digunakan sebagai bahan rujukan dari penulisan skripsi ini.


(21)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Penerjemahan

1. Pengertian Terjemahan

Kata terjemahan berasal dari kata „’terjemah’’ dapat diartikan sebagai

kegiatan manusia dalam mengalihkan seperangkat informasi atau pesan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata terjemah berarti alih bahasa dari satu bahasa ke bahasa yang lain.12

Secarah harfiah, terjemah berarti menyalin atau memindahkan sesuatu pembicaraan dari suatu bahasa ke bahasa yang lain.13

Menurut Muhammad Husain al-Dzahabi, kata terjemah digunakan untuk dua macam pengertian, yaitu:

1. Mengalih atau memindahkan suatu pembicaraan dari satu bahasa ke bahasa lain, tanpa menerangkan makna asal yang diterjemahkan.

2. Menafsirkan suatu pembicaraan dengan menerangkan maksud yang terkandung dalamnya, dengan menggunakan bahasa lain.14

Secara etimologis, istilah terjemah menurut Az-Zarqani memiliki empat makna, yakni:

a. Menyampaikan tuturan kepada orang yang tidak menerima tuturan itu.

12

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 1492

13

Tim Penyusun Kamus, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pusat Pembinaan Bahasa Indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan, 1989), h. 938

14


(22)

b. Menjelaskan tuturan dengan bahasa yang sama misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Arab atau bahasa Indonesia dijelaskan dengan bahasa Indonesia pula.

c. Menafsirkan tuturan dengan bahasa yang berbeda, misalnya bahasa Arab dijelaskan dengan bahasa Indonesia atau sebaliknya.

d. Memindahkan tuturan dari suatu bahasa ke bahasa lain seperti mengalihkan bahasa Arab ke bahasa Indonesia. Karena itu, penerjemah disebut pula pengalih bahasa.

Adapun secara terminologis, menerjemah didefinisikan sebagai mengungkapkan makna tuturan suatu bahasa di dalam bahasa lain dengan memenuhi seluruh makna dan maksud tuturan itu.15

Jadi, dapat disimpulkan bahwa terjemah adalah memindahkan Bahasa Sumber ke Bahasa Sasaran dengan memperhatikan maksud yang terkandung di dalam Bahasa Sumber atau dengan kata lain mengalih suatu serangkaian pembicaraan dari bahasa satu ke bahasa lain, dengan tujuan memahami maksud yang terkandung di dalam bahasa asal. Terjemahan dapat diartikan sebagai mengganti teks dari suatu bahasa ke bahasa lain dengan tetap menjaga keutuhan makna.

2. Metode Penerjemahan Al-Quran

Metode penerjemahan berarti cara penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam mengungkapkan makna nas sumber secara keseluruhan di dalam

15

Syihabuddin, Penerjemahan Arab- Indonesia (Teori dan praktek), (Bandung: Humaniora, 2005), h. 8


(23)

bahasa penerima.16 Sehingga merupakan usaha untuk mengganti suatu pesan atau pernyataan yang tertulis dalam satu bahasa dengan berupa pesan atau pernyataan yang sama dengan bahasa lain".

Metode penerjemahan bisa diartikan cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.17

Metode penerjemahan adalah cara melakukan penerjemahan dan rencana dalam pelaksanaan penerjemahan.18 Oleh karena itu, dalam melakukan suatu kegiatan menerjemahkan diperlukan kehati-hatian, karena kesalahan dalam satu tahap akan menimbulkan kesalahan dalam tahap lainnya. Apabila hal ini terjadi, maka terjemahan yang dihasilkan akan mengandung kesalahan-kesalahan.

3. Cara penerjemahan Al-Quran

Cara menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Indonesia yang baik yaitu dengan melalui beberapa tahapan.19

Terjemahan terbagi dalam tiga kelompok besar, yaitu (1) terjemahan harfiah, ialah terjemahan yang dilakukan kata demi kata dengan tujuan tidak menyimpang sedikit pun dari bentuk lahiriah Bahasa Sumber, (2) terjemahan bahasa, yaitu terjemahan yang bentuk bahasanya tidak terikat pada naskah sumbernya, tetapi tujuannya adalah mengungkapkan sari ide atau maksud yang terkandung dalam

16

Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia (teori dan Praktek), h. 68 17

Frans Sayogi, Teori dan Praktek Penerjemahan Bahasa Inggris ke dalam Bahasa Indonesia,

(Tanggerang: Pustaka Anak Negri, 2009), h. 89 18

Frans Sayogie, Penerjemahan Bahasa Inggris Ke Dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2008), h. 83

19

Alam Datuk Tombak, Metode Menerjemahkan Al-quran karim 100 kali pandai, (Jakarta: Rineka cipta, 1992), h. 5


(24)

naskah asli, dan (3) terjemahan idiomatik, yaitu terjemahan yang mengarah pada kesepadanan anatara Bahasa Sumber dan Bahasa Sasaran.

Kata “terjemah” dapat dipergunakan pada dua arti kata: (1) Terjemah Harfiah, yaitu mengalihkan lafaz-lafaz dari satu bahasa ke dalam lafaz-lafaz yang serupa dari bahasa lain sedemikian rupa sehingga susunan dan tertib bahasa kedua sesuai dengan susunan dan tertib bahasa pertama, (2) Terjemahan Tafsiriyah atau Terjemahan Maknawiyah, yaitu menjelaskan makna pembicaraan dengan bahasa lain tanpa terikat dengan tertib kata-kata bahasa asal atau memperhatikan susunan kalimatnya.20

Jadi, metode penerjemahan adalah cara memindahkan makna dari satu unit bahasa ke bahasa yang lain.

Ada beberapa metode dan jenis terjemahan yang diterapkan dalam praktik menerjemahkan. Hal ini disebabkan adannya beberapa faktor:

1. Adanya perbedaan beberapa sistem antara Bahasa Sumber dengan Bahasa Sasaran.

2. Adanya perbedaan jenis materi teks yang diterjemahkan. 3. Adanya anggapan bahwa terjemahan adalah alat komunikasi. 4. Adanya perbedaan tujuan dalam menerjemahkan suatu teks.

Dalam proses menerjemahkan yang sesungguhnya, keempat faktor tersebut tidak selalu berdiri sendiri, dalam artian bahwa ada kemungkinan seorang penerjemah

20

Manna Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-Ilmu al-Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2001), h. 443


(25)

menetapkan dua atau tiga jenis penerjemahan sekaligus dalam proses penerjemahan sebuah teks.21

Adapun beberapa metode atau cara penerjemahan itu yakni: a. Penejemahan Kata Demi Kata

Dalam penerjemahan kata per kata, sering disebut Interlinear Translation, yaitu susunan kata Bahasa Sumber (BSu) dipertahankan dan kata-kata diterjemahkan satu per satu dengan makna yang paling umum, di luar konteks. Kata-kata kultural diterjemahkan secara harfiah.

b. Penerjemahan Harfiah

Dengan menggunakan metode harfiah ini, kontruksi gramatikal Bahasa Sumber dikonversikan ke padanan bahasa sasaran yang paling dekat tetapi kata-kata leksikal masih diterjemahkan kata perkata, di luar konteks

c. Penerjemahan Setia

Penerjemahan setia ini berupaya menghasilkan kembali makna kontekstual Bahasa Sumber yang tepat dalam melaksanakan hal itu, penerjemahan akan berhadapan dengan kendala struktur gramatikal Bahasa Sasaran. Dengan menggunakan metode ini penerjemah mentransfer kata-kata kultural dan mempertahankan tingkat ketidakwajaran gramatikal dan leksikal (penyimpangan dari norma-norma Bahasa Sumber) dalam penerjemahan.

21

M. Rudolf, Teori Menerjemahkan Bahasa Inggris ,(Yoyakarta: Pustaka Pelajar, 1994), cet ke 1, h. 29


(26)

d. Penerjemahan Semantik

Berbeda antara penerjemahan setia dan penerjemahan semantik adalah bahwa metode setia lebih kaku dan tidak berkompromi dengan kaidah, sedangkan metode semantik lebih luas.

e. Saduran

Metode ini merupakan bentuk penerjemahan “paling bebas”. Pada umumnya

jenis ini dipakai dalam penerjemahan drama atau puisi yang dimana tema, karakter, dan alur dipertahankan.

f. Penerjemahan Bebas

Metode ini merupakan penerjemahan yang mengutamakan isi dan mengorbankan bentuk teks Bahasa Sumber. Biasanya metode ini berbentuk paraphrase yang dapat lebih pendek atau lebih panjang dari teks aslinya dan biasa dipakai di kalangan media massa.

g. Penerjemahan Idiomatik

Metode ini bertujuan memproduksi pesan dalam teks Bahasa Sumber, tetapi sering dengan menggunakan kesan keakraban dan ungkapan idiomatik yang tidak didapati pada versi aslinya.


(27)

h. Penerjemahan Komunikasi

Berupaya memberikan makna kontekstual Bahasa Sumber yang tepat sedemikian rupa sehingga isinya dan bahasanya dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.22

Jadi, penerjemahan adalah merupakan usaha untuk menyatakan kembali ide dari satu bahasa ke bahasa lain. Penerjemahan mengimplikasikan adanya dua bahasa, yakni Bahasa Sumber dan Bahasa Sasaran. Bahasa Sumber adalah bahasa teks yang diterjemahkan dan Bahasa Sasaran adalah bahasa teks hasil terjemahan. Jadi, kita menerjemahkan teks Arab ke dalam bahasa Indonesia, maka bahasa Arab adalah Bahasa Sumber dan bahasa Indonesia merupakan Bahasa Sasarannya.

B. Sintaksis

1. Pengertian Sintaksis

Sintaksis dalam bahasa Yunani: Sun + Tattern = mengatur bersama-sama adalah bagian dari tatabahasa yang mempelajari dasar-dasar dan proses-proses pembentukan kalimat dalam suatu bahasa.23

Istilah sintaksis secara langsung terambil dari bahasa Belanda syntaxis. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah syntax. Sintaksis adalah bagian atau cabang dari ilmu bahasa yang membicarakan seluk-beluk wacana, kalimat, klausa, dan frase.24

22

Moch. Syarif Hidayatullah, Diktat Teori dan Permasalahan Penerjemah, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h.14-17

23


(28)

Sintaksis adalah kata sifat yang berasal dari kata benda.25 Sintaksis membicarakan seluk-beluk frase dan kalimat.26 Sintaksis bisa diartikan ilmu tata kalimat. Dalam sintaksis dibahas hubungan antara kata, frase, dan klausa.27 Sintaksis menelaah struktur satuan bahasa yang lebih besar dari kata, mulai dari frasa hingga kalimat.28

Jadi sintaksis itu ilmu yang membicarakan penataan dan pengaturan kata-kata dalam satuan-satuan yang lebih besar, yang disebut satuan-satuan sintaksis, yakni kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana. Sintaksis adalah bagian dari tata bahasa yang mempelajari proses pembentukan kalimat, atau yang menganalisis kalimat atas bagian-bagiannya.

2. Penggunaan Kata a. Adverbia

Adverbia adalah unsur bahasa yang menerangkan verba pada umumya, sebagai adjektiva, dan adverbia itu sendiri.29 Kata keterangan adalah kategori yang

24

M.Ramlan, Ilmu bahasa Indonesia “Sintaksis”, (Yogyakarta: CV.Karyono,) Cet. Ke-3, h.17

25

J, W. M. Verhaar, Pengantar Lingustik, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995), h. 9

26

Ruswan Suwani M. S. Dkk, Struk Bahasa Bonai,. (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan ,1985), h. 49

27

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , h. 131 28

Kushartanti, dkk, Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Lingustik, (Jakarta: Gramedia, 2007), h. 123

29

Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, (Bandung: PT Refika Aditama:, 2006), cet ke-2, h.45


(29)

dapat mendamping adjektifa, numeralia, atau proposisi dalam kontruksi sintaksis, adverbia adalah kata yang memberi keterangan pada verba, adjektiva, atau kalimat.30

Adverbia dapat diartikan juga sebagai kata yang secara sintaksis berfungsi memberikan penjelasan kepada verba, atau adjektifa31

Adverbia dapat terdiri atas suatu morfem dan dapat terdiri atas dua morfem atau lebih.32

Berdasarkan perilaku semantisnya, adverbia dapat dibedakan atas delapan bagian, yaitu sebagai berikut:

1. Adverbia kualitatif adalah adverbial yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat, derajat, atau mutu. Yang termasuk adverbia ini adalah kata-kata, seperti paling, sangat,lebih dan kurang.

2. Adverbia kuantitatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan jumlah. Yang termasuk adverbia ini antara lain, kata banyak, sedikit, kira-kira dan cukup.

3. Adverbia limitative adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan pembatasan. Kata-kata, seperti hanya, saja dan sekadar termasuk contoh adverbia ini.

30

Abdul Muthalib,dkk, Tata Bahasa Mandar, (Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1992), cet. ke-1, h. 148

31

Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, (Jakarta: Pusat Pembinaaan dan Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992, h.. 62

32

Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pusat, 1988), h. 223


(30)

4. Adverbia frekuentatif adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan tingkat kekerapan terjadinya sesuatu yang diterangkan adverbia itu. Kata-kata yang tergolong dalam adverbia ini adalah selalu, sering, jarang dan kadang-kadang.

5. Adverbia kewaktuan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan saat terjadinya peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu. Yang termasuk adverbia ini ialah bentu, seperti baru dan segera

6. Adverbia kecaraan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan bagaimana peristiwa yang diterangkan oleh adverbia itu berlangsung atau terjadi. Yang termasuk adverbia kecaraan ini adalah bentuk-bentuk, seperti diam-diam, secepatnya, dan pelan-pelan.

7. Adverbia konstraktif adalah adverbia yang menggambarkan pertentangan dengan makna kata atau hal yang dinyatakan sebelumnya. Yang termasuk adverbia konstraktif adalah bahkan, malahan dan justru.

8. Adverbia keniscayaan adalah adverbia yang menggambarkan makna yang berhubungan dengan kepastian tentang keberlangsungan atau terjadinya hal/peristiwa yang dijelaskan adverbia keniscayaan adalah niscaya, pasti dan tentu.

Ada 4 macam posisi adverbia yaitu :

a. Yang mendahului kata yang diterangkan. b. Yang mengikuti kata yang diterangkan.


(31)

c. Yang mendahului atau mengikuti kata yang diterangkan. d. Yang mendahului dan mengikuti kata yang diterangkan.

Dari segi bentuknya, adverbia dapat dibedakan atas adverbia tunggal dan adverbia gabungan, yaitu:

a. Adverbia tunggal dapat dirinci menjadi adverbia yang berupa

(1) Kata dasar, seperti baru, hanya, lebih, hampir, saja, sangat, segera, selalu, senantia

(2) Kata berafiks, seperti sebaiknya, sebenarnya, sesungguhnya, agaknya, biasanya, rupanya, dan

(3) Kata ulang, seperti diam-diam, lekas-lekas, pelan-pelan, tinggi-tinggi b. Adverbia gabungan terdiri atas dua adverbia yang berupa kata dasar. Kedua

kata dasar yang merupakan adverbia gabungan ada yang berdampingan dan ada pula yang tidak berdampingan.33

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa adverbia adalah unsur bahasa yang memberikan keterangan pada verba adjektiva atau kalimat.

b. Konjungsi

Konjungsi adalah kata tugas yang berfungsi sebagai pemarkah hubungan antara kata, frasa, klausa, atau kalimat34

33

Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), PT. Refika Aditama,: Bandung, 2007, h.83-85


(32)

Konjungsi dapat diartikan pula sebagai kategori yang menghubungkan kata dengan kata, klausa, atau kalimat dengan kalimat; bisa juga antara paragraf dengan paragraf.35

Menurut Fatimah Djajasudarma, Konjungsi adalah kata sambung yang berfungsi menghubungkan dua unsur atau lebih pada tataran sintaksis (frase, klausa, dan kalimat).36

Dalam buku lain, kojungsi atau kata sambung adalah kata tugas yang menghubungkan dua klausa atau lebih.37

Jadi dapat disimpulkan, konjungsi adalah kata atau ungkapan yang menghubungkan dua satuan bahasa yang sederajat: kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, serta kalimat dengan kalimat.

c. Preposisi

Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak dibagian awal frasa dan unsur yang mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba.38

Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk frasa preposisional.39

34

Tarno Wakidi S.J, dkk, Tata Bahasa Dawan, h.66 35

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, (Jakarta: Rineka cipta, 2009) hal. 81 36

Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, h.51 37

Abdul Mutholib, Tata Bahasa Mandar, h. 235 38

Abdul Mutholib, Tata Bahasa Mandar, h.154


(33)

Preposisi adalah kategori yang terletak di depan kategori lainnya, terutama nomina sehingga berbentuk frase eksosentris direktif.40

Preposisi dapat diartikan sebagai kategori yang terletak di sebelah kiri nomina sehingga terbentuk sebuah frase eksosentrik untuk mengisi fungsi keterangan dalam sebuah klausa atau kaliamat.41

Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang berfungsi sebagai unsur pembentuk frasa preposisional. Preposisi terletak dibagian awal frasa dan unsur yang mengikutinya dapat berupa nomina, adjektiva, atau verba.42

Preposisi atau kata depan adalah kata tugas yang bertugas sebagai unsur pembentuk frasa preposisional.43

Jadi, preposisi adalah kata yang merangkaikan kata-kata atau bagian kalimat dan biasanya diikuti oleh kata kerja. Preposisi bisa berbentuk kata, misalnya di dan untuk, atau gabungan kata, misalnya bersama atau sampai dengan.

C. Pembagian kelas kata dari morfologi

1. Fonem

Fonem adalah suatu bunyi terkecil yang mampu menunjukkan kontras makna.44 Fonem merupakan satuan hasil penyarian atau abstraksi dari bunyi-bunyi ujaran yang diucapkan oleh para penutur.45

40

Fatimah Djajasudarma, Metode Linguistik Ancangan Metode Penelitian dan Kajian, h. 49 41

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 108 42

Abdul Mutholib, dkk, Tata Bahasa Mandar, h. 154

43Anton M. Moeliono, Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia, hal.223 44


(34)

Jadi, fonem dapat diartikan sebagai bunyi makna yang bermakna satuan. 2. Leksem

Leksem adalah morfem yang mempunyai makna dasar. Leksem merupakan satuan terkecil dari leksikon. Leksem adalah unsur terkecil yang memiliki makna leksikal. Leksem secara gramatikal adalah penyesuaian jenis pada kasusnya.

Leksem adalah satuan leksikal dasar yang abstrak yang mendasari pelbagai bentuk inflektif suatu kata atau satuan bermakna yang membentuk kata dan satuan terkecil dari leksikon. Leksem dapat diartikan sebagai suatu kata yang terkecil dalam kamus yang berbentuk abstrak. Jadi, leksem adalah satuan dasar dari leksikon dan dibedakan dari kata sebagai satuan gramatikal. Leksem ini merupakan bahasa dasar yang setelah mengalami proses gramatikal.

3. Kata

Kata secara gramatikal kata mempunyai dua status. Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, dan sebagai satuan terkecil dalam tataran sintaksis. Kata adalah unsur terkecil yang memiliki makna yang utuh dan memiliki kelas dan fungsi.46

Sebagai satuan terbesar dalam tataran morfologi, kata dibentuk dari bentuk dasar (yang dapat berupa morfem dasar terikat maupun bebas, atau gabungan morfem) melalui proses morfologi afiksasi, reduplikasi atau komposisi.

45

Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, Jakarta: PT. Gramedia pustaka utama, 2007, h. 161

46


(35)

Kata adalah kata dapat digolongkan atas dua jenis besar, yaitu partikel dan kata penuh. Partikel adalah kata yang jumlahnya terbatas, biasanya tidak mengalami proses morfologi. Kata penuh adalah kata yang mempunyai ciri yang berlawanan dengan partikel, yang terutama adalah maknanya bersifat leksikal.47

Jadi, kata adalah unsur terkecil yang masih berdiri sendiri. Satuan kata yang terbesar dalam morfologi dan satuan kata yang terkecil dalam sintaksis.

4. Frase

Frase adalah satuan lingustik yang secara potensial merupakan gabungan dua kata atau lebih yang tidak mempunyai ciri-ciri klausa (cook, 1971:91; elson dan pickett, 1969:73). Ramlan (1996:151) mengatakan, bahwa frase adalah satuan gramatikal yang terdiri atas dua kata atau lebih yang tidak melampui batas fungsi unsur klausa.48

Frasa dapat digolongkan berdasarkan macam strukturnya, yaitu frasa eksosentris yaitu frasa yang salah satu pembentuknya berbentuk preposisi dan frasa endosentris yaitu frasa yang mempunyai induk.49

Jadi, frasa adalah rangkaian kata yang tidak mengandung unsur predifikasi. Frasa juga sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat atau bersifat non-predikatif.

47

Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, h. 130

48

Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), h. 2 49

Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, h. 131


(36)

5. Klausa

Klausa adalah kelompok kata yang hanya mengandung satu predikat Cook, 1971:65; Elson dan pickett, 1969:162). Ramlan (1996:89) dan Kridalaksana (1985:151) mengemukakan, bahwa klausa adalah satuan gramatikal berupa gabungan kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat, dapat pula dikatakan, bahwa klausa adalah kalimat atau kalimat-kalimat yang menjadi bagian dari kaliamt majemuk.50

Klausa merupakan satuan sintaksis yang berada di atas satuan frase dan di bawah satuan kalimat, berupa runtunan kata-kata berkontruksi predikat.51 Klausa dapat digolongkan berdasarkan distribusi satuannya yaitu klausa bebas adalah kalusa yang dapat berdiri sendiri menjadi kalimat. Dan klausa terikat yakni klausa yang tidak dapat bersendiri sebagai kalimat.52

Jadi, klausa adalah rangkaian dua kata atau lebih yang menganndung predifikasi.

6. Kalimat

Kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks (wacana) yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara ketatabahasaan.53

Kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif dapat berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi akhir dan terdiri atas klausa (Cook, 1971:39-40;

50

Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), h. 2 51

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 41 52

Kushartanti Untung Yuwono Multamia, Pesona Bahasa Langkah awal Memahami linguistic, h. 131

53

Anton M. Moeliono dan Soenjono Dardjowidjojo Tata bahasa baku bahasa Indonesia


(37)

Elson dan Pickett 1969:82) Ramlan (1996:27) mengatakan bahwa, kalimat adalah satuan gramatikal yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada turun atau naik.54

Kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final.55

Jadi, kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konsituen dasar yang biasanya berupa klausa, dilengkapi konjungsi bila diperlukan serta disertai dengan intonasi final karena kalimat merupakan satuan bahasa yang langsung digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang hanya dilakukan oleh manusia.

D. Makna Konjungsi dalam Bahasa Indonesia

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ada beberapa konjungsi, yaitu:56

1. Sehingga

Sehingga artinya kata penghubung untuk menandai akibat.

2. Sampai

1)Sampai artinya mencapai; datang; tiba.

Contoh: Akhirnya perahu kami sampai di pantai dengan selamat Kami sampai di Bandung malam hari

54

Ida Bagus Putrayasa, Analilis Kalimat (Fungsi, Kategori dan Peran), h. 2 55

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h.44 56

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), h. 890


(38)

2)Sampai artinya mencapai; terlaksana.

Contoh: Mudah-mudahan cita-citamu sampai 3)Sampai artinya cukup

Contoh: Gaji kami tidak sampai untuk hidup satu bulan57

3. Bahkan

Bahkan artinya kata penghubung kalimat dengan kalimat untuk menyatakan penguatan.

Contoh: Serangannya bukan bekurang bahkan lebih genjar58 4. Supaya

Supaya artinya kata penghubung untuk menandai tujuan atau harapan. Contoh: Ia minum obat supaya lekas sembuh59

5. Agar/supaya Agar

Agar artinya kata pnghubung untuk menandai harapan, supaya. Contoh: Kita sebaiknya banyak makan sayuran agar selalu sehat60 Supaya

Supaya artinya kata penghubung untuk menandai tujuan atau harapan , maksudnya, hendaknya.

Contoh: Ia minum obat supaya lekas sembuh61

57

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 871-872

58

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 78 59

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 977 60


(39)

6. Kecuali

a. Kecuali artinya tidak termasuk (di golongan, aturan, dsb yang umum) yang selain dari yang lain dari pada tidak ada yang menghiraukannya. Contoh: kecuali keluarganya sendiri

b. Kecuali artinya hanya melainkan (hanya) yang lain tidak perlu di garap sekarang.

Contoh: kecuali yang perlu-perlu saja62 7. Sebelum

Sebelum artinya ketika belum terjadi; lebih dahulu dari (suatu pekerjaan, keadaan) semasih belum.

Contoh: Sebelum tidur periksalah pintu dan jendela63

61

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 977 62

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia. h. 460 63


(40)

BAB III

GAMBARAN SINGKAT TENTANG PENERJEMAHAN AL-QUR’ AN

MAHMUD YUNUS DAN H. B. JASSIN

A. Penerjemahan Al-Qur’an Mahmud Yunus

1. Riwayat Hidup Mahmud Yunus

Mahmud Yunus lahir pada hari Sabtu 10 Febuari 1899 M di desa Surigayang, Batusangkar, dan Sumatra Barat. Pendidikan Mahmud Yunus dimulai sejak kecil ketika berumur 7 tahun. Beliau mulai belajar membaca Al Qur’an di bawah bimbingan kakeknya M. Thahir (Engku Gandang). Kemudian setelah menamatkan Al-Qur’an ia menggantikan kakeknya sebagai guru. Dua tahun berikutnya ia melanjutkan studi ke Sekolah Desa dan kemudian meneruskan ke madras school dan mulai memperbaharui sistem kegiatan belajar mengajar dengan menambah sistem halaqoh.

Di samping sebagi guru, Mamud Yunus juga melakukan kegiatan-kegiatan penting lainnya seperti mewakili Syekh HM. Thalib (pemimpin madrasah) menghadiri rapat akbar alim ulama seluruh Minagkabau (tahun 1919). Selain itu beliau juga mendirikan Perkumpulan Pelajar-pelajar Islam Batu Sangkat dengan

nama „’Sumatra Thawalib’’, dan pada tahun 1920 perkumpulan ini telah

menerbitkan Majalah Islam al-Basyir di bawah asuhan Mamud Yunus. Dari semua kegiatan tersebut timbul semangat untuk belajar ke Mesir, namun gagal


(41)

karena tidak memperoleh visa dari konsul Inggris, tetapi pada bulan Maret 1923 Mahmud Yunus menunaikan ibadah haji lewat Penang, Malaysia.

Ketika berusia 25 tahun beliau melanjutkan studinya ke Universitas Kairo dan berhasil memperoleh Syahadah Alamiyah. Kemudian pada tahun 1926 sampai 1930 belajar di madrasah Darul Ulum Ulya. Sebagia orang Indonesia yang pertama kali memasuki Madrasah ini beliau harus bersusah payah untuk dapat bersekolah di Madrasah ini. Beliau mengambil takhashush (spesialis) tadris sampai memperoleh ijasah tadris.64

Setelah di Mesir dan Kairo beliau kembali ke Indonesia untuk memperbarui madrasah yang pernah dipimpinnya di Sungayang dengan nama

al-Jam’iyah al-Islamiyah, kemudian beliau mendirikan sebuah sekolah yang mendahulukan ilmu pengetahuan agama dan umum yakni Normal Islam. Madrasah inilah yang pertama kali memiliki laboratorium untuk fisika dan kimia di Sumatera Barat. Selain itu, Mahmud juga berkecimpung di bidang jurnalistik, yakni mempelopori berdirinya berbagai majalah di Sumatra Barat, seperti al-Basyir.

2. Karya Tulis Mahmud Yunus

Selain sebagai seorang mufassir, Mahmud Yunus juga banyak menulis buku, terutama buku pelajaran agama Islam untuk anak-anak, termasuk pula tafsir dan terjemah Al-Qur’an, di antaranya yaitu:

64


(42)

1. Tafsir Al-Qur’an tamat 30 juzz, tahun 1938.

2. Terjemahan Al-Qur’an Tanpa Tafsir, untuk memudahkan membaca Al-Qur’an.

3. Marilah Sembahyang, pelajaran solat untuk anak-anak SD, 4 jilid. 4. Puasa dan Zakat untuk anak-anak SD.

5. Haji ke Mekkah, cara mengerjakan haji untuk anak-anak SD. 6. Keimanan dan Akhlak, untuk anak-anak SD 4 jilid.

7. Beberapa Kisah Pendek, untuk anak SD.

8. Riwayat Rasul Dua Puluh Lima, bersama Rasyidin dan Zubair Usman. 9. Lagu-lagu Baru/Not Angka-angka, bersama Kasim st M.Syah

10.Beriman dan Berbudi Pekerti, untuk anak SD.

11.Pemimpin Pelajaran Agama, 3 jilid, untuk murid-murid SMP. 12.Hukum Warisan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.

13.Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah. 14.Kumpulan Doa, untuk tingkat Aliyah

15.Doa-doa Rasulullah, untuk tingkat Aliyah.

16.Marilah ke Al-Qur’an, untuk tingkat Tsanawiyah, bersama H. Ilyas M. Ali 17.Moral pembangunan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.

18.Akhlak (Bahasa Indonesia), untuk tingkat Aliyah.

19.Pelajaran Sembahyang (Sholat), untuk Aliyah, Mahasiswa dan Umum. 20.Hukum Perkawinan dalam Islam, 4 mazhab.


(43)

22.Ilmu Mustholah Hadits, bersama H. Mahmud Aziz. 23.Sejarah Islam di Minangkabau, dalam penyelidikan baru. 24.Kesimpulan isi Al-Qur’an, untuk mubaligh dan umum. 25.Allah dan Makhluk-Nya, Ilmu Tauhid, menurut Al-Qur’an. 26.Pengetahuan Umum Ilmu Mendidik, bersama st.M.Said. 27.Pokok-pokok Pendidikan atau Pengajaran Fakultas Tarbiyah. 28.Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fakultas Tarbiyah.

29.Metodik Khusus Bahasa Arab (bahasa Al-Qur’an), Fakultas Tarbiyah. 30.Sejarah Pendidikan Islam Indonesia.

31.Sejarah Pendidikan Islam (umum).

32.Pendidikan Modern di Negara-negara Islam atau Pendidikan Barat. 33.Ilmu Jiwa Kanak-kanak, kuliah untuk kursus-kursus.

34.Pedoman Dakwah Islamiyah, kuliah untuk dakwah. 35.Dasar-dasar Negara Islam.

36.Juz’Amma dan Terjemahannya.

37.Pokok-pokok Pemikiran dan Pengajaran.

38.Pelajaran Bahasa Arab (Durusa al-Lughotil „arabiyah) 39.Tafsir Ayati Al-Akhlak

40.Metodik Khusus Pendidikan, Metode Mengajarkan Agama SD. 41.Kitab Pemimpin Pengajaran Agama di SD.

42.Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari Pendidikan Barat.


(44)

Dan 27 judul buku lainnya dalam Bahasa Arab, di antaranya, yaitu: 1. Kitabu al-Tarbiyah wa al-Ta’lim

2. Fiqhu al-Wadih, dan lain sebagainya.65 3. Metode yang digunakan oleh Mahmud Yunus

Metode pemikiran penafsiran Mahmud Yunus cenderung ke arah penafsiran model bil riwayah, yakni metode penafsiran yang menggunakan riwayah-riwayah para sahabat dan para tabi’in sebagai dasar pijakan. Metode ini kurang memberikan porsi yang besar terhadap akal dan lebih banyak berpegang pada artian harfiah.

Metode penulisan Mahmud Yunus ditinjau dari segi cara penafsiran, ayat demi ayat surat demi surat, sesuai dengan urutan dalam mushaf, dan dilakukan secara singkat dan global, tanpa urutan yang panjang lebar. Maka penafsiran yang dilakukan Mahmud Yunus adalah tergolong ijmali. Yang dimaksud dengan tafsir ijmali adalah penafsiran Al-Qur’an berdasarkan urutan-urutan ayat dengan suatu uraian yang di ringkas tapi jelas dan dengan bahasa yang sederhana sehingga dapat dikonsumsi baik oleh masyarakat awam maupun intelektual.

Teknik penafsiaran yang digunakan Mahmud Yunus sebagian besar masih bersifat sederhana. Hal ini terlihat pada penyajian tafsirnya. Penafsiran dilakukan pertama kali dengan memberi arti dari ayat-ayat Al-Qur’an, kemudian langsung memberi penafsiran global, tanpa mengawali dengan penjelasan arti kata. Padahal

65


(45)

memberi penjelasan terlebih dahulu tentang arti kata amat bermanfaat bagi pemahaman Al-Qur’an sebab satu kata pada suatu ayat, seiring pula di jumpai al-Munir, al-Manar di Padang Panjang, al-Bayan di Bukit Tinggi, dan al-Itqan di Maninjau.

4. Corak Tafsir Mahmud Yunus

Berdasarkan pernyataan Mahmud Yunus dalam muqadimah tafsir

Qur’annya, yang menyatakan bahwa: “………tafsir serta kesimpulan isi Qur’an

bukan terjemahan dari kitab bahasa Arab, tapi hasil penyelidikan pengarang lebih

kurang selama 20 tahun sampai berusia 73 tahun…….”, maka Penulis

mengkategorikan tafsir tersebut menggunakan tafsir ra’yi, yaitu penafsiran Al -Qur’an dimana seorang mufassir menafsirkan Al-Qur’an dengan kekuatan penalaran dan unsur-unsur keilmuan yang berkembang di dunia Islam yang berkaitan dengan Al-Qur’an. Dikatakan tafsir ra’yi karena yang lebih dominan adalah penalaran atau ijtihad mufassir itu sendiri.66

Tafsir ra’yi muncul di kalangan ulama-ulama muta’akhirin sekitar abad ke-3 H, sehingga di abad modern akhir lahir lagi tafsir menurut tinjauan sosiologi dan sastra arab tafsir Al-Manar; dan dalam bidang sains muncul pula karya Jawahir Tanthawi dengan judul Tafsir Al-Jawahir. Melihat perkembangan tafsir bi al-Ra’yi yang demikian pesat, maka tepatlah apa yang dikatakan Manna

66


(46)

Qathan bahwa tafsir bi al-Ra’yi mengalahkan perkembangan tafsir bi

al-Ma’tsur.67

Meskipun tafsir bi al-Ra’yi berkembang dengan pesat, namun dalam menerimanya para ulama terbagi dua dan ada pula yang melarangnya. Tapi setelah diteliti, ternyata kedua pendapat yang bertentangan itu hanya bersifat lafzhi, maksudnya kedua belah pihak sama-sama mencela penafsiran yang berdasarkan pemikiran (ra’yi) semata tanpa memindahkan kaidah-kaidah yang

mu’tabarat (diakui sah secara bersama-sama).68

Begitu pula yang dialami oleh Mahmud Yunus, beliau pernah beberapa kali mendapat kecaman dari beberapa ulama, seperti ulama dari Yogyakarta dan Ulama dari Jatinegara yang menyatakan bahwa tafsir Qur’annya dinyatakan haram untuk dicetak dan disebarluaskan kepada masyarakat. Namun dengan gigih

beliau menentang keras pendapat para Ulama’ tersebut dan tetap terus berkiprah

meneruskan usaha penerjemahan Al-Qur’an sampai selesai.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan, meskipun tafsir Qur’ an Mahmud Yunus termasuk dalam kategori tafsir bi al-Ra’yi, namun beliau tetap memindahkan kaidah-kaidah dan kriteria yang berlaku sebagimana yang dikatakan dalam Mukadimah Tafsirnya yaitu, berdasarkan Al-Qur’ an dan Hadits.

Dua penekanan dalam pembaruan Mahmud Yunus di lembaga pendidikannya yakni pengenalan pengetahuan umum dan pengajaran umum di

67

Manna al-Qathan, Mabahis fii Ulumil Quran Masyurat Al-Asr, (Al-Hadits, 1973), h. 342 68


(47)

sekolahnya sebenarnyah tidaklah baru. Tahun 1909, Abdullah Ahmad sudah mengajarkan berhitung dan bahasa Eropa di Adabiyah School. Sementara Mahmud Yunus menambah beberapa pelajaran umum semisal, ilmu alam, hitung dagang, dan tata buku.

B. Penerjemahan Al-Qur’an H.B. Jassin 1. Riwayat Hidup H.B. Jassin

Jassin memulai dan meneruskan karirnya dari banyak membaca. Lahir 31 Juli 1917 di Gorontalo, Sulawesi Utara, anak kedua dari enam bersaudara ini

berayahkan seorang bekas kerani BPM yang “kutu buku”. Jassin mulai gemar membaca tidak lama setelah duduk di bangku HIS (SD). ''Waktu itu, cara membangkitkan minat baca murid sangat bagus,'' tuturnya tentang sekolah yang mengajarkannya teknik mengarang dan memahami puisi. Teknik mengarang dan memahami posisi sudah dipelajarinya sejak masih duduk di HIS (SD). Di HBS Medan -- saat ikut ayahnya yang pindah ke BPM Pangkalanbrandan, Sumatera Utara -- ia mulai menulis kritik sastra, dan dimuat di beberapa majalah.

Bekerja di kantor Asisten Residen Gorontalo seusai HBS -- tanpa gaji-memberinya kesempatan mempelajari dokumentasi secara baik. Tetapi, belakangan Jassin menerima tawaran Sutan Takdir Alisjahbana, waktu itu redaktur Balai Poestaka, bekerja di badan penerbitan Belanda itu, 1940. Di sana ia juga berkarya sebagai penulis cerpen dan sajak.

Tak lama kemudian ia beralih ke bidang kritik serta dokumentasi sastra. Adalah Armijn Pane yang mengajarinya membuat timbangan buku dengan lebih


(48)

baik. Inilah awal jabatannya sebagai redaktur berbagai majalah sastra dan budaya, seperti Pandji Poestaka dan Pantja Raja, lalu setelah Indonesia merdeka, di Mimbar Indonesia, Zenith, Kisah,Sastra, Bahasa dan Budaya, Buku Kita, Medan Ilmu Pengetahuan, dan Horison.

Bekas Lektor Sastra Indonesia Modern Fakultas Sastra UI ini tetap belajar sambil mengajar. Gelar sarjana sastra diraihnya pada 1957, dan doktor honoris causa, delapan belas tahun kemudian -- keduanya di FS UI. Ia juga sempat mendalami ilmu perbandingan sastra di Universitas Yale, AS. Ia menguasai bahasa Inggris, Belanda, Prancis, dan Jerman.

Nama lengkap Jassin adalah Hans Bague Jassin, lahir 31 juli 1917 di Gorontalo (Sulawesi Utara), dan wafat pada tanggal 11 Maret tahun 2000. Berpendidikan Guovernements. H.I.S. Gorontalo (tamat 1932), H.B.S-B 5 tahun di Medan (tamat 1939), Fakultas Sastra Universitas Indonesia (tamat 1957), kemudian memperdalam pengetahuaan dalam bidang Ilmu perbandingan Kesusataraan di Universitas Yale, Amerika Serikat (1953-1959), dan terkhir menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Indonesia (1957).69

2. Karya Tulis H.B. Jassin

Dalam opini umum yang berkembang saat ini, salah satu unsur penting yang dapat dijadikan tolak ukur dalam menilai kualitas keilmuan seorang tokoh

69

Pamusuk Eneste, Leksikon Kesusastaraan Indonesia Modern, (Jakarta: PT. Jambatan, 1990), edisi baru, h. 73-75


(49)

adalah berupa banyaknya jumlah dan sejauh mana bobot karya tulis yang dihasilkannya.

Di antara berbagai karya hasil terjemahannya antara lain saat ini telah terkumpul di Pusat Dokumentasi Sastra H.B. jassin adalah: Chushingura karya Sakat Syioya, Renungan Indonesia karya Syahrasad (1947), Terbang Malam Karya A. De St Exupery, Kisah-kisah dari Rumania, Api Islam karya Syed Ameer Ali, Cerita Panji dalam Perbandingan, bersama Zuber Usman karya R.M.Ng.Poerbatjaraka, Max Havelar karya Multatuli (1972), Kian Kemari Indonesia dan Belanda dalam Sastra, The Complette Poems of Chairil Anwar dikerjakan bersama Liau Yoek fang, Al-Qur’an Bacaan Mulia yang telah di terbitkan beberapa kali (1978, 1982, dan 1990).

Dan beberapa karya di mana ia betindak sebagian editor karya-karya tersebut di antaranya, adalah: Pancaran Cita (1946), Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948), Amir Hamzah Raja Penyair Pujangga Baru (1962), Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963), Angkatan 66; Prosa dan puisi (1968), Kontroversi Al-Qur’an Berwajah puisi (1995).

Di tengah berbagai kesibukan dan aktifitasnya sebagai seorang penulis akademis dan lain sebagainya, ternyata Jassin memiliki beberapa catatan menarik, selain untuk kegiatan dalam dunia pendidikan seperti pada tahun 1939 ia bekerja di Kantor Asisten Gorontalo, kemudian di Balai Pustaka ia bergelut cukup lama,


(50)

sekitar tujuh tahun (1940-1947), dan terakhir pada Lenbaga Bahasa dan Budaya pada tahun 1953-1975.70

3. Cara kerja H.B. Jassin dalam menerjemahkan Al-Qur’an

a. Dengan cara mempelajari berbagi terjemahan dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Asing.

b. Cara menyusun baris-baris sajak dipertimbangkan. Dari sudut irama yang bertalian dengan pengaturan nafas, dari sudut keteraturan bunyi demi kenikmatan pendengaran dan juga dari sudut kesatuan isi kalimat atau bagian-bagian kalimat.

c. Adakalanya demi irama persajakan ia menerjemahkan menurut akibat dari apa yang diterbitkan oleh kata.

d. Dengan mempergunakan berbagai kamus Arab dengan keterangan dalam Bahasa Asing, daftar kata, dan buku-buku ilmu bantu untuk menyokong pengertian, sebagimana dinyatakan sendiri oleh HB. Jasiin.71

4. Hambatan-hambatan dan Tanggapan Tokoh Penerjemah Al-Qur’an Terhadap Terjemahan Al-Qur’an HB. Jassin

Usaha-usaha menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam Bahasa Indonesia bukanlah tugas mudah dan tanpa hambatan. Berbagai tanggapan dan respon

70

Kusman K dan Mahmud SU, Sastra Indonesia dan Daerah (Sejumlah masalah), (Bandung : CV. Angkasa, 1997), h.17

71


(51)

datang dari berbagi pihak yang disampaikan melalui berbagi media dan instansi pada waktu itu.

Apa yang menjadi kekhawatiran H.B. Jassin mengenai isi terjemahannya benar-benar menjadi kenyataan, meski H.A. Mukti Ali dan Hamka, masing-masing sebagai Menteri Agama dan ketua Majelis Ulama Indonesia, telah memberikan sambutan atas terbitnya terjemahan Al-Qur’an tersebut.

Di antara hambatan yang paling bermasalah menurut H.B. Jassin adalah: 1) Kekakuan terjemahan

Kekakuan dalam terjemahan mungkin timbul karena terlalu dipengaruhi oleh susunan kalimat dalam Bahasa Arab dengan tidak memperhatikan susunan menurut rasa Bahasa Indonesia atau pengambilan suatu ungkapan dalam kontruksi kalimat Bahasa Arab tanpa menggantinya dengan ungkapan Bahasa Indonesia.

2) Tidak adanya tanda-tanda baca yang jelas, sehingga masing-masing orang dapat menggunakan tanda baca yang beda, akibatnya akan menimbulkan pengertian yang berbeda pula.

3) Jenis kata sambung yang terbatas dan masing-masing mempunyai fungsi yang dapat berbeda-beda.

Apabila diperhatikan reaksi masyarakat atas terjemahan H.B. Jassin yang pada umumnya disampaikan melalui surat kepada Menteri Agama, Ketua Majelis Ulama Indonesia, Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, atau ditulis dalam berbagai media cetak seperti surat kabar, sudah selayaknya penerbitan karya


(52)

tersebut ditangguhkan. Kenyataannya tetap diterbitkan sebagaimana diharapkan oleh H.B. Jassin dan sebagian masyarakat yang cara pandangnya terhadap karya tersebut berbeda dengan mereka yang bereaksi.

Ketika hal izin penerbitan ini ditanyakan ke Departemen Agama, secara tegas dijawab bahwa selain naskah itu sudah dikoreksi oleh tim, tetap saja penyempurnaan-penyempurnaan di kemudian hari seperti yang dialami oleh terjemahan-terjemahan Al-Qur’an lainnya. Jadi, dapat dikatakan selalu ada permasalahan-permasalahan yang akan muncul sesuai dengan perkembangan pemikiran para pembaca dan perkembangan bahasa penerima sebagai konsekuensi dari karya terjemahan yang mengandung nilai subyektif.


(53)

BAB IV

ANALISIS PREPOSISI ىتح MENURUT MAHMUD YUNUS DAN H.B. JASSIN DALAM SURAH ALI-IMRAN DAN AN-NISA

Ayat yang mengandung preposisi ىتح dalam Al-Qur’an terjemahan Mahmud Yunus dan H.B Jassin

Dalam penelitian ini penulis menemukan 11 ayat yang mengandung preposisi hatta, yaitu:

1. Q.S. Ali-Imran 92

                         Terjemahan M.Yunus:

“Kamu tiada akan mendapatkan kebajikan, kecuali kalau kamu nafkahkan sebagian barang yang kamu kasihi. Barang sesuatu yang kamu nafkahkan, sungguh Allah maha mengetahui”.

Terjemahan HB Jassin:

Tiadalah kamu menyampaikan kebaktian (yang sempurna), sebelum menafkahkan sebagian yang kamu cintai . dan apapu yang kamu nafkahkan sungguh Allah mengetahui”.

Dalam dua terjemahan yang Penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam menerjemahkan hatta. M. Yunus menggunakan konjungsi kecuali, sedangkan


(54)

H.B. Jassin menggunakan konjungsi sebelum,. Menurut Abdul Chaer yang Penulis

kutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki

perbedaan yang signifikan dalam penggunaannya.

Kecuali merupakan konjungsi pembatasan, konjungsi pembatasan adalah konjungsi yang menghubungkan membatasi. Selain itu juga konjungsi kecuali juga berlaku sebagai adverbia pembatasan.

Sebelum, merupakan konjungsi pengurutan yaitu, konjungsi yang digunakan untuk menghubungkan klausa dengan klausa dalam urutan beberapa kejadian atau peristiwa secara kronologis. Yang termasuk konjungsi pengurutan ini, adalah kata-kata sesudah, sebelum, lalu, mula-mula, kemudian, selanjutnya, dan setelah itu. Contohnya:

Sebelum makan, dia mencuci tangan dulu, Sesudah sarapan, kami berangkat ke sekolah.

Konjungsi sebelum juga bisa digunakan sebagai konjungsi antarkalimat. Konjungsi antarkalimat anatara lain adalah konjungsi sebelum itu, setelah itu, selanjutnya, seterusnya, kemudian dari itu, dan sesaat kemudian.

Contohnya:

Mula-mula dai mengambil selembar kertas dan sebuah pensil lalu ditulisnya beberapa catatan. Setelah itu disimaknya kembali catatan itu.


(55)

Setelah makan, kami mencuci piring dan gelas-gelas kotor. Sesaat kemudian kami mendengar suara ketukan di pintu depan. 72

Dari penjelasan di atas terlihat jelas bahwa dua konjungsi ini tidak dapat saling menggantikan dalam sebuah kalimat. Sebelum bukanlah, sinonim dari kecuali. Penerjemahan hanya dapat dilakukan dengan kata yang saling sepadan dengan kata asalnya. Jadi, dalam hal ini si penerjemah harus menentukan terjemahan dari hatta

ىتح tersebut dengan mengetahui tipe hatta ىتح tersebut terlebih dahulu dan menetukan diksi yang tepat yang akan digunakannya.

Dalam kamus Al-Munawir, hattaىتح dapat diterjemahkan sebagai berikut: hatta

ىتح = نا ىلا

diartikan hingga atau sampai م اتح

=

ىتم ىلا diartikan sampai kapan

ىتح =

اضيا diartikan bahkan juga

يكي يك = ىتح diartikan agar, supaya

Dalam kamus Al-Munawwir ternyata tidak ditemukan penerjemahan hatta dengan sebelum ataupun kecuali. Menimbang hal tersebut kita perlu menganalisa jenis kalimat yang terdapat dalam ayat di atas. Dan menentukan konjungsi yang tepat. 73

Ayat di atas berbentuk kalimat pembatasan, konjungsi yang tepat digunakan adalah: kecuali. Tidak dapat digunakan sebelum karena merupakan konjungsi

72

Abdul Chaer, Sintaksis Bahasa Indonesia, h. 92 73

Ahmad Warson Munawir, Al-Munawir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997) h. 236


(56)

kesewaktuan. Tidak dapat digunakan dalam kalimat pembatasan sebagimana ayat di atas.

Jika dievaluasi secara sintaksis maka diksi yang tepat yang seharusnya digunakan adalah kecuali, yaitu terjemahan dari Mahmud Yunus.

.

2. Q.S. Ali-Imran 152















































Terjemahan M. Yunus:

“Sesungguhnya Allah telah menepati janjiNya kepadamu, ketika kamu membunuh oarng-orang kafir (dipertempuran Uhud) dengan izinNya, sehingga apabila kamu gagal (kalah) dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai.”

Terjemahan HB. Jassin:

“Dan sungguh Allah memenuhi janji-Nya kepadamu , ketika kamu membunuh (musuh-musuhmu) dengan seizing-Nya sampai kamu menjadi lemah dan mendurhakai perintah (Rasul) sesudah Allah memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai.”


(57)

Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam menerjemahkan ىتح HB. Jassin menggunakan konjungsi sampai, sedangkan M. Yunus menggunakan konjungsi sehingga. Menurut Abdul Chaer yang dikutip dari

bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan yang

signifikan dalam penggunaannya.

Sampai merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.

Contohnya:

Pencuri naas itu dipukulin orang banyak sampai, mukanya babak belur.

Selain sampai, kojungsi jenis yang lain adalah akibatnya. Perbedaan antara keduanya. Bedanya akibatnya untuk menghubungkan dua buah kalimat yang berturutan.

Sedangkan konjungsi sehingga, sama dengan konjungsi sampai.

Dalam dua tejemahan yang penulis temukan di atas terdapat perbedaan dalam menerjemahkan ىتح HB. Jassin menggunakan konjungsi sampai, sedangkan M. Yunus menggunakan konjungsi sehingga. Menurut Abdul Chaer yang dikutip dari bukunya “Sintaksis Bahasa Indonesia” dua konjungsi ini memiliki perbedaan yang signifika dalam penggunaannya.

Sampai merupakan konjungsi pengakibatan, konjungsi pengakibatan adalah konjungsi untuk menghubungkan menyatakan akibat atas terjadinya, peristiwa, atau keadaan yang terjadi pada klausa bawahan.


(1)

Syihabuddin,

Penerjemahan Arab- Indonesia (Teori dan praktek),

Bandung:

Humaniora, 2005

Tariga, Henry Guntur,

Pengajaran Sintaksis

Bandung: Angkasa, tt

Tarno Wakidi S.J, dkk,

Tata Bahasa Dawan

, (Jakarta: Pusat Pembinaaan dan

Pengembangan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1992

Tim Penyusun Kamus,

Kamus Besar Bahasa Indonesia

, Jakarta: Balai Pusat

Pembinaan Bahasa Indonesia departemen pendidikan dan kebudayaan, 1989

Verhaar, J, W. M.

Pengantar Lingustik

, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,

1995

Yunus, Mahmud,

Tafsir Quran Karim

, (Jakarta: Hida Karya Agung), cet.ke-72

Yuwono, Kushartanti Untung, Langkah awal Memahami linguistic penerbit pt

gramedia pustaka utama Jakarta, 2007


(2)

Lampiran

Perbandingan Terjemahan

ىتح

dalam Al-

Qur’an

Surah Ali Imran dan An-Nisa

Terjemahan H.B Jassin dan Mahmud Yunus

No. Surat

Ayat

Terjemahan

H.B. Jassin

Mahmud Yunus

1

Ali-Imran



































Tiadalah kamu

menyampaikan kebaktian

(yang sempurna), sebelum

menafkahkan sebagian yang kamu cintai . dan apapun yang kamu nafkahkan sungguh Allah mengetahui.

Kamu tiada akan

mendapatkan kebajikan,

kecuali kalau kamu

nafkahkan sebagian

barang yang kamu kasihi. Barang sesuatu yang kamu nafkahkan, sungguh Allah maha mengetahui.

2

Ali-Imran





















Dan sungguh Allah

memenuhi janji-Nya

kepadamu , ketika kamu

membunuh

(musuh-musuhmu) dengan

seizing-Nya sampai kamu

Sesungguhnya Allah telah

menepati janjiNya

kepadamu, ketika kamu

membunuh oarng-orang

kafir (dipertempuran


(3)



menjadi lemah. sehingga apabila kamu

gagal (kalah).

3

Ali-Imran







































Allah tiada hendak

membiarkan orang-orang mukmin dalam keadaan

kamu sekarang. Sampai ia

memisahkan yang jahat dari yang baik

Allah tiada membiarkan orang-orang yang beriman menurut keadaan kamu (sekarang), sehingga ia membedakan orang yang jahat dari orang yang baik.

4

Ali-Imran

      

 

  

 

Dan terhadap mereka yang berkata, Allah telah memerintahkan kepada

kami, jangan beriman kepada seorang Rasul sebelum ia membawa kami korban yang

dimakan api

(Yaitu) orang-orang

yang berkata:

Sesungguhnya Allah

telah menjanjikan

kepada kami, bahwa

kami tiada akan beriman

kepada Rasul, kecuali

jika Rasul itu

mendatngkan kepada

kami kurban yang


(4)

dimakan api

5

An-Nissa

     

Dan ujilah anak yatim sampai mereka mencapai (usia) untuk kawin

Ujilah olehmu anak-anak

yatim itu, sehingga

sampai umurnya (baliq)

6

An-Nissa

   



  

  

 

Dan jika mereka ini memberikan kesaksiaan kurunglah (istri-istrimu

itu) dalam rumah, sampai

maut menagambil nyawanya, atau Allah menentukan jalan baginya.

Kalau mereka itu mempersaksikan ,

penjarakanlah perempuan itu dalam rumahmu, sampai mereka mati atau Allah mengadakan jalan yang lain bagi meraka (ganti hukuman itu)

7

An-Nissa

   

 

  



Tapi tiada taubat bagi orang yang (terus) melakukan kejahatan, sampai, bila maut datang kepada salah seorang dari mereka

Tiadalah (diterima) taubat mereka yang mengerjakan

kejahatan, sehingga

apabila seorang diantara mereka hampir mati.


(5)

8

An-Nissa





   

  

 

 

   

 

Hai orang yang beriman,

jangan kamu lakukan

salat, sedang kamu dalam

keadaan mabuk, sampai

kamu mengerti apa yang kamu katakan. (jangan pula hampiri tempat salat

dalam keadaan junub

kecuali jika kamu (hanya)

lewat di jalan sampai

kamu bersuci diri.

Hai orang-orang yang beriaman, janganlah kamu kerjakan sembayang, ketika kamu sedang

mabuk, kecuali jika kamu

telah mengetahui apa-apa yang kamu katakana dan jangan pula sedang junud (sudah campur dengan

isterimu), sehingga kamu

mandi lebih dahulu.

9

An-Nissa

    

 

 

Tapi tidak, demi Tuhanmu, mereka tiada beriman, kecuali jika mereka (rela) menjadikan

Tidak, demi Tuhanmu, mereka tiada juga beriman (kepada engkau),


(6)

kau hakim dalam segala perselisihan di antara mereka.

mengatakan engkau menjadi hakim, untuk mengurus perselisihan antara mereka

10

An-Nissa

  

  

  

Maka janganlah ambil

mereka sebagai sahabat, sampai mereka hijrah di jalan Allah.

Sebab itu janganlah kamu anggkat mereka jadi wali, kecuali jika mereka telah berhijrah pada jalan Allah.

11

An-Nissa

  

 



 

Sebelum mereka beralih

kepada pembicara yang

lain (jika kamu tetap

duduk bersama mereka)

Sehingga mereka masuk dalam perkataan yang lain (jika kamu duduk bersama mereka), niscaya kamu seumpama mereka.