Proses Mediasi dalam Perkara Perceraian

36 perceraian itu dibedakan antara cerai talak diatur dalam Pasal 66 sampai dengan Pasal 72, dan cerai gugat diatur dalam Pasal 73 sampai dengan Pasal 86. Dalam cerai talak, ketentuan yang mengatur soal penguasaan anak, nafkah anak, dan nafkah isteri, terdapat dalam Pasal 66 ayat 5 yang dapat dipahami bahwa andaikan dalam kasus cerai talak, dimana isteri berkeinginan untuk memelihara anaknya dan sekaligus pula hendak menuntut biaya hidup bagi anaknya itu dari suaminya, karena mungkin suami menguasai anaknya pada saat gugatan cerai diajukan, maka dalam hal ini isteri dapat mengajukan hal itu sebagai gugatan rekonvensi, demikian juga halnya dengan nafkah untuk dirinya, isteri dapat menempuh cara yang sama.

C. Proses Mediasi dalam Perkara Perceraian

1. Pengertian dan Maksud Mediasi dalam Perkara Perceraian Pengertian mediasi dalam Peraturan Mahkamah Agung Perma RI No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah “cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator” Pasal 1 butir 7. Pengertian ini menekankan pada satu aspek penting yang mana mediator proaktif mencari berbagai kemungkinan penyelesaiain sengketa. Mediator harus mampu menemukan alternatif - alternatif penyelesaian sengketa. Ia tidak hanya terikat dan terfokus pada apa yang dimiliki oleh para pihak dalam penyelesaian sengketa mereka. 37 Upaya damai wajib dilakukan disetiap persidangan, akan tetapi proses mediasi cukup sekali saja pada saat diawal pada saat para pihak hadir di persidangan, mediasi dianjurkan seterusnya setelah di awal persidangan tetapi tidak diwajibkan. Untuk perkara perceraian umumnya sekali dilakukan mediasi, namun untuk perkara selain perceraian misalnya perkara waris, harta bersama, pembatalan wakaf, bisa lebih dari sekali. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang kemudian diamandemen dengan UU No. 32006 tentang Peradilan Agama, membawa sejumlah aturan dalam bidang hukum acara, khususnya bagi Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama. Diantara aturan itu ialah seperti yang termuat dalam Pasal 66 ayat 5 dan Pasal 86 ayat 1, yang pada dasarnya mengatur tentang kemungkinan diadakannya penggabungan permohonan cerai talak atau cerai gugat dengan sengketa penguasaan anak, nafkah anak, nafkah istri, dan harta bersama. 29 Ketentuan pasal 82 ayat 4 UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama jis Pasal 31 ayat 2 dan Pasal 21 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974 dan KHI Pasal 143 bahwa upaya damai dalam perkara perceraian adalah berlanjut selama proses pemeriksaan berlangsung dan mulai dari sidang pertama sampai tahap putusan belum 29 Abdul Manaf, Refleksi Beberapa Materi Cara Beracara di Lingkungan Peradilan Agama, h.127 38 dijatuhkan. Oleh karena itu, pada setiap kali pemeriksaan sidang berlangsung, hakim tetap dibebani fungsi mengupayakan perdamaian. 2. Dasar Hukum Mediasi Dalam Pasal 4 Ayat 2 dan Pasal 5 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan “peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat, dan biaya ringan”. Pengadilan membantu pencari keadilan dan berusaha mengatasi segala hambatan dan rintangan untuk tercapainya peradilan sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam kaitan dengan penyelesaian sengketa dengan upaya damai ditegaskan dalam UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal 56 disebutkan “pengadilan tidak boleh menolak untuk memutus atau memeriksa suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib memeriksa dan memutuskannya”. Keputusan yang diambil hakim tidak menutup kemungkinan usaha penyelesaian perkara secara damai. Prinsip-prinsip umum tatacara upaya perdamaian di pengadilan tercantum dalam Pasal 65 UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang isinya persis sama dengan rumusan Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 30 Pasal 115, 131, 143, dan 144 KHI, serta Pasal 31 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU No.1 Tahun 1974. Ketentuan yang 30 Jaih Mubarok, dan Nurlailatul Musyafalah dkk, Peradilan Agama di Indonesia, Bandung : Pustaka Bani Quiraisy, 2004, h,138 39 termuat dalam pasal-pasal ini meminta hakim untuk berusaha mendamaikan para pihak sebelum perkara mereka diputuskan. Upaya hakim tidak hanya dilakukan hakim pada saat permulaan sidang, tetapi juga pada setiap proses pemeriksaan perkara. Hakim dituntut selalu menawarkan upaya damai dalam setiap proses peradilan, karena penyelesaian perkara melalui kesepakatan damai jauh lebih baik. 31 Pada sidang pertama atau sebelum proses mediasi dilakukan, hakim wajib memberikan penjelasan kepada para pihak mengenai prosedur dan biaya mediasi. Hal ini penting agar para pihak dapat mengetahui mekanisme, prosedur dan biaya mediasi yang harus dikeluarkan dalam proses mediasi. Dasar hukum mediasi terdapat dalam dasar hukum Negara Indonesia yaitu Pancasila, dimana dalam filosofinya tersiratkan bahwa penyelesaian sengketa adalah musyawarah mufakat, hal tersebut juga tersirat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Dinyatakan pula dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang kekuasaan Kehakiman. Pasal 3 ayat 2 menyatakan “Peradilan Negara menerapkan dan menegakan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila”. Dalam Pasal 130 HIR maupun Pasal 154 Rbg mengenal dan menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai. Pasal 130 ayat 1 HIR berbunyi: “Jika pada hari yang ditentukan itu kedua belah pihak datang, maka 31 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h.293 40 pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba akan memperdamaikan mereka ”. 32 jadi dari hukum acara yang berlaku ini mengatur agar para pihak menempuh proses perdamaian yang dapat di intensifkan dengan cara mengintegrasikan proses perdamain ini. Selain itu terdapat pula ketentuan dalam pasal 130 HIR maupun pasal 154 RBG yang menghendaki penyelesaian sengketa melalui cara damai dan Peraturan Mahkamah Agung Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan pasal 2 yang disebutkan bahwa: “Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”. Peraturan tentang mediasi ini terdapat pada Surat Edaran Mahkamah Agung Sema Nomor 1 Tahun 2002, kemudian direvisi dengan Perma Nomor 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, terakhir disempurnakan lagi dengan lahirnya Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Sebagaimana dalam Pasal 4 Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang menyatakan bahwa semua perkara perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib lebih dahulu di upayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan mediator. 32 Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan, h. 238 41 3. Prosedur dan Tahapan Mediasi Prosedur dan tahapan mediasi di pengadilan diatur dalam Pasal 3 sampai Pasal 14 Peraturan Mahkamah Agung RI No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Mediasi di pengadilan dibagi dalam dua tahap yaitu tahap pra mediasi dan tahapan pelaksanaan mediasi. Tahap pramediasi adalah tahap dimana para pihak mendapatkan tawaran dari hakim untuk menggunakan jalur mediasi dan para pihak menunjuk mediator sebagai pihak ketiga yang akan membantu menyelesaikan sengketa mereka. 33 Dalam pramediasi, hakim memberikan waktu untuk memilih mediator 2 dua hari kerja sejak hari pertama sidang. Dalam Pasal 11 Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa para pihak diwajibkan oleh hakim pada sidang pertama Para pihak segera menyampaikan mediator terpilih kepada ketua majelis hakim, dan ketua majelis hakim memberitahukan mediator untuk melaksanakan tugas tugasnya. Bila dalam masa 2 dua hari sejak sidang pertama, para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator, maka para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada majelis hakim, dan ketua majelis hakim segera menunjuk hakim bukan pemeriksa pokok perkara yang bersertifikat pada pengadilan yang sama untuk menjalankan fungsi mediator. 33 Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2006, h.322 42 Proses mediasi dapat berlangsung selama 40 empat puluh hari sejak mediator dipilih oleh para pihak atau ditunjuk oleh ketua majelis hakim, sebagaiamana tercantum dalam Pasal 13 ayat 3 Perma No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Atas dasar kesepakatan para pihak, masa proses mediasi dapat diperpanjang selama 14 empat belas hari sejak berakhirnya masa 40 empat puluh hari. Selama proses mediasi berlangsung sebagaimana terdapat dalam Pasal 13 ayat 4 Perma No.1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, mediator berkewajiban menyiapkan jadwal mediasi, mendorong para pihak secara langsung berperan dalam proses mediasi, dan bila dianggap perlu dapat melakukan kaukus. 34 “Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak lain”Pasal 1 ayat 4 Perma No. 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Bila para pihak tidak mencapai kesepakatan dalam masa 40 empat puluh hari sejak para pihak memilih mediator wajib menyampaikan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal, dan memberitahukan kegagalan mediasi kepada hakim, segera setelah menerima pemberitahuan tersebut, maka hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku. 35 34 Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 314 35 Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 315 43 Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, maka para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang ditanda tangani oleh para pihak. Kesepakatan tersebut memuat antara lain, nama lengkap dan tempat tinggal para pihak, nama lengkap dan tempat tinggal mediator, uraian singkat masalah yang dipersengketakan, pendirian para pihak, pertimbangan dan kesimpulan dari mediator, pernyataan kesediaan melaksanakan kesepakatan, pernyataan kesediaan dari salah satu pihak atau kedua belah pihak bersedia menanggung semua biaya mediasi bila mediator berasal dari luar pengadilan, larangan pengungkapan danatau pernyataan yang menyinggung atau menyerang pribadi, kehadiran pengamat atau tenaga ahli bila ada, larangan pengungkapan catatan dari proses serta hasil kesepakatan, tempat para pihak melaksanakan perundingan kesepakatan, batas waktu pelaksanaan isi kesepakatan dan klausul pencabutan perkara atau pernyataan perkara telah selesai. 36 Proses mediasi di pengadilan baik yang mencapai kesepakatan maupun yang tidak mencapai kesepakatan gagal, mediator tetap harus memberitahukan kepada hakim dalam masa waktu 22 hari kerja sejak pemilihan atau penunjukan mediator. Pemberitahuan dimaksudkan agar hakim dapat mengetahui apakah sidang terhadap perkara yang sedang dimediasi dilanjutkan atau sudah dapat ditutup. Bila kesepakatan diperoleh, maka hakim 36 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.325 44 akan mengakhiri proses sidang di pengadilan, sebaliknya bila mediasi tidak tercapai kesepakatan, maka sidang akan terus dilanjutkan di mana hakim akan melanjutkan pemeriksaan perkara berdasarkan hukum acara yang berlaku. 37 Dalam Pasal 13 Perma No. 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa “jika para pihak gagal mencapai kesepakatan, pernyataan dan pengakuan para pihak dalam proses mediasi tidak dapat digunakan sebagai alat bukti dalam proses persidangan perkara bersangkutan atau perkara lainnya”. Ketentuan Pasal 13 menggambarkan bahwa proses mediasi adalah proses rahasia dan tertutup, dimana publik tidak dapat mengetahui pokok persengketaan yang terjadi diantara pihak. Kerahasiaan inilah yang membedakan proses mediasi dengan proses penyelesaian sengketa melalui pengadilan. Proses penyelesaian perkara di pengadilan menganut asas terbuka untuk umum. 38 4. Peran Mediator dalam Proses Mediasi Dari ketentuan Pasal 1 Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan dapat dipahami bahwa esensi dari mediasi adalah perundingan antara para pihak bersengketa yang dipandu oleh pihak ketiga mediator. Perundingan akan menghasilkan sejumlah kesepakatan yang dapat mengakhiri persengketaan. Mediator dalam memediasi para pihak bertindak 37 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h. 328 38 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.329 45 netral dan tidak memihak kepada salah satu pihak. Dengan bekal berbagai kemampuan yang dimiliki mediator diharapkan mampu melaksanakan perannya untuk menganalisis dan mendiagnosis suatu sengketa tertentu kemudian mendesain serta mengendalikan proses mediasi untuk menuntun para pihak mencapai suatu kesepakatan yang sehat. Mediator yang bertugas di pengadilan dapat saja berasal dari hakim pengadilan atau dari mediator luar pengadilan. Hakim mediator adalah hakim yang menjalankan tugas mediasi setelah ada penunjukan dari ketua majelis hakim. Hakim yang bertindak sebagai mediator bukanlah hakim yang menangani perkara yang sedang dimediasi, tetapi hakim lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan perkara yang sedang diperiksa. Disamping itu, mediator di pengadilan dapat pula berasal dari pihak luar, yang ditunjuk oleh para pihak. Pihak luar yang bertindak sebagai mediator di pengadilan harus memiliki keterampilan mediasi yang bersertifikat sebagai mediator. Dalam pasal 6 perma 02 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan disebutkan bahwa “mediator pada setiap pengadilan berasal dari kalangan hakim dan bukan hakim yang telah memiliki sertifikat mediator”. Setiap pengadilan memiliki sekurang-kurangnya dua orang mediator, dan pengadilan juga wajib memiliki daftar mediator beserta riwayat hidupnya dan pengalaman kerja mediator serta mengevaluasi daftar tersebut setiap tahun. Mediasi yang dilakukan oleh hakim hakim mediator cukup penting 46 mengingat hakim diwajibkan oleh undang-undang untuk mengupayakan damai antara para pihak yang bersengketa. Hakim tidak dibenarkan melakukan proses acara dengan mengabaikan upaya damai. Upaya damai melalui proses mediasi dapat dilakukan hakim pada setiap proses beracara, pada tingkat pertama. Hakim melakukan upaya damai secara terus-menerus dalam setiap proses pemeriksaan perkara yang ia tangani. 39 Hakim harus bersedia menjadi mediator, bila ia diminta para pihak untuk menyelesaikan perkara mereka melalui jalur mediasi. Dalam praktik, beberapa peranan penting yang harus dilakukan mediator antara lain adalah sebagai berikut: a. Melakukan diagnosis konflik; b. Mengidentifikasi masalah serta kepentingan-kepentingan kritis para pihak; c. Menyusun agenda; d. Memperlancar dan mengendalikan komunikasi; e. Mengajar para pihak dalam proses dan keterampilam tawar-menawar; dan f. Membantu para pihak mengumpulkan informasi penting, dan menciptakan pilihan-pilihan untuk memudahkan penyelesaian problem. 39 Abbas, Mediasi Dalam Perspektif Hukum Syariah, Hukum Adat, dan Hukum Nasional, h.318 47 g. Sebagai pihak netral yang melayani kedua belah pihak, mediator berperan melakukan interaksi dengan para pihak, baik secara bersama atau secara individu, dan membawa mereka pada tiga tahap sebagai berikut: Memfokuskan pada upaya membuka komunikasi di antara para pihak; Memanfaatkan komunikasi tersebut untuk menjembatani atau menciptakan saling pengertian di antara para pihak berdasarkan persepsi mereka atas perselisihan tersebut dan kekuatan serta kelemahan masing-masing; dan Memfokuskan pada munculnya penyelesaian sengketa. 40 Dalam kaitan itu, tugas mediator adalah mengarahkan dan memfasilitasi lancarnya komunikasi dan membantu para pihak agar memperoleh pengertian tentang perselisihan secara keseluruhan sehingga memungkinkan setiap pihak membuat penilaian yang objektif. Dengan bantuan dan bimbingan mediator, para pihak bergerak ke arah negosiasi penyelesaian sengketa mereka. Meskipun salah satu atau kedua belah pihak sudah mengetahui cara kerja mediasi dan peran yang harus dilakukan mediator, akan sangat bermanfaat apabila mediator menjelaskan semua di hadapan kedua belah pihak dalam sebuah pertemuan. Penjelasan itu terutama berkaitan dengan identitas dan pengalaman mediator, sifat netral mediator, proses mediasi, mekanisme pelaksanaannya, kerahasiaannya, dan hasil-hasil dari mediasi. 41 40 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.137 41 Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, h.137 48

D. Proses Perkara Rekonvensi