Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam masa kolonial, Sumatera Timur merupakan wilayah yang penting dalam perkembangan perekonomian Hindia Belanda di pulau Sumatera. Dalam waktu kurang dari satu abad Sumatera Timur telah menjelma menjadi wilayah yang sebelumnya hutan belantara menjadi perkebunan yang makmur. Dalam perkembangan ekonomi perkebunan, Sumatera Timur mengalami eksploitasi secara besar-besaran. Eksploitasi tersebut diantaranya adalah pembukaan lahan-lahan hutan, penanaman tanaman komoditas, mengalirnya investasi swasta dalam jumlah besar, serta masuknya tenaga kerja dari luar wilayah ini semakin mendukung eksploitasi terhadap wilayah ini sehingga mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pembukaan wilayah Sumatera Timur untuk perkebunan diawali oleh seorang Belanda bernama Nienhuys dalam tahun 1863. Nienhuys sampai di Sumatera Timur tepatnya di Deli atas ajakan oleh seorang Arab yang mengaku pangeran Deli bernama Said Abdullah ibn Umar Bilsagih 1 . Said Abdullah menyatakan bahwa wilayah Deli sangat cocok untuk perkebunan tembakau. Nienhuys kemudian memperoleh konsesi tanah untuk kontrak selama 99 tahun oleh Sultan Deli untuk penanaman tembakau di 1 Muhammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe Dengan Derita dan Kemarahannya, Cetakan ke II, Medan: PT. Harian Waspada, 1990, hal, 24. Universitas Sumatera Utara 2 wilayah Deli. 2 Semenjak didapatkan konsesi tanah tersebut, mulailah eksploitasi tanah dan pekerja di Sumatera Timur. Perkebunan yang berkembang tidak hanya komoditas tembakau namun juga komoditas lainnya seperti karet, teh, kopi dan kelapa sawit. Perkembangan perkebunan yang begitu pesat membutuhkan tenaga kerja yang tidak sedikit. Hal ini menjadi masalah pada awal-awal perkembangan perkebunan karena penduduk lokal tidak mau menjadi pekerja di perkebunan tersebut. Pengusaha perkebunan kemudian mengambil langkah untuk mencari tenaga kerja yang berasal dari luar Sumatera Timur. Pada awalnya tenaga kerja tersebut didatangkan dari Stra its Setlements atau Semenanjung Malaya, yaitu tenaga kerja dari etnis Cina. Kemudian karena terjadi kesulitan untuk mendapatkan tenaga kerja etnis Cina di Semenanjung Malaya maka pihak perkebunan mendatangkan langsung tenaga kerja dari wilayah Cina dan Jawa. 3 Tenaga kerja ini kemudian disebut kuli kontrak. Seiring dengan eksploitasi wilayah yang terjadi di Sumatera Timur, terjadi pula eksploitasi terhadap tenaga kerja yang menjadi kuli kontrak di perkebunan. Dengan kondisi pekerjaan yang sangat berat dan lingkungan barak-barak permukiman yang kumuh menyebabkan kondisi kesehatan kuli kontrak sangat memprihatinkan. Tingkat kematian tinggi yang dialami oleh kuli kontrak di perkebunan menyebabkan nama Deli dan Sumatera Timur menjadi buruk di kalangan kuli Cina maupun Jawa, 2 Karl J. Pelzer, Toean Keboen dan Petani, Politik Kolonial dan Perjuangan Agraria, Jakarta: Sinar Harapan, 1985, hal. 55. 3 T. Keizerina Devi, Poenale Sanctie: Studi Tentang Globalisasi Ekonomi dan Perubahan Hukum di Sumatera Timur 1870-1950, Medan: Program Pasca Sarjana USU, 2004, hal. 2-3. Universitas Sumatera Utara 3 sehingga broker-broker kuli atau perantara melakukan berbagai penipuan dan kecurangan untuk merekrut pekerja ke perkebunan di Sumatera Timur. 4 Berbagai penyakit dan kematian sering menimpa kuli pada akhir abad ke XIX. 5 Penyakit yang diderita kuli-kuli diantaranya adalah kolera, dysentri, typhus, demam, luka koreng di tubuh, dan tuberkulosis akibat ventilasi udara yang buruk di dalam bangsal-bangsal dan gudang tembakau. 6 Penyakit-penyakit yang terjadi di iklim tropis juga terdapat di wilayah perkebunan Sumatera Timur yaitu malaria, beri- beri dan lepra atau kusta. Kuli kontrak juga menderita penyakit kelamin seperti syphili s yang disebabkan adanya kegiatan melacurkan diri oleh kuli-kuli perempuan karena tuntutan ekonomi akibat rendahnya upah yang diterima oleh kuli tersebut. Hal ini juga disebabkan hanya terdapat sedikit kuli perempuan di perkebunan dibanding dengan kuli lelaki. 7 Masalah kesehatan terhadap para kuli sebenarnya mendapat perhatian serius dari pemerintah Kolonial Belanda. Jika kesehatan kuli-kuli tidak baik akan menyebabkan berkurangnya kinerja kuli. Dalam peraturan Koeli Ordonna ntie yang ditetapkan oleh pemerintah Kolonial Belanda pada tahun 1880, disebutkan bahwa kuli kontrak menjadi tanggung jawab pengusaha perkebunan. Pengusaha perkebunan 4 Erwiza Erman, Kesenjangan Buruh Majikan Pengusaha, Koeli, dan Penguasa: Industri Timah Belitung, 1852-1940, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995, hal. 111. 5 Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 124. 6 Muhammad Said, op.cit., hal. 93. 7 Ann Laura Stoler, Kapitalisme dan Konfrontasi di Sabuk Perkebunan Sumatra 1870-1979, Yogyakarta: KARSA, 2005, hal 50-51. Universitas Sumatera Utara 4 diwajibkan untuk memberikan fasilitas perumahan, sanitasi dan perawatan kesehatan terhadap kuli kontrak. 8 Dari berbagai perkebunan yang ada di Sumatera Timur, Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij memberikan perhatian terhadap kondisi sosial dan kesehatan terhadap para kuli kontrak. 9 Pada masa awal perkembangannya kebun-kebun di Perkebunan Senemba h Ma a tschappij di antaranya terletak di Tanjung Morawa, Tanjung Morawa Kiri, Sei Bahasa, Batang Kuis, Gunung Rinteh dan Petumbak. 10 Dalam hal penanaman tembakau, kualitas tanah yang ada di perkebunan tersebut lebih rendah mutunya ketimbang tanah milik Perkebunan Deli Ma a tschappij tetapi masih lebih baik jika dibandingkan dengan perkebunan lain di Sumatera Timur. Namun demikian, perkebunan ini masih dapat melakukan pemeliharaan kesehatan terhadap kuli kontrak. Pemeliharaan kesehatan yang dilakukan terhadap kuli kontrak yang ada pada perkebunan ini membuat angka kematian kuli kontrak tersebut menurun. Dalam kaitannya dengan pemeliharan kesehatan tersebut, Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij melakukan penelitian tentang penyakit-penyakit tropis di rumah sakit perkebunan tersebut. Penelitian mengenai penyakit-penyakit tropis di perkebunan menemukan hubungan antara pengaruh lingkungan dengan penyebaran penyakit di perkebunan. Penanganan kesehatan yang dilakukan oleh Perkebunan Senemba h 8 T. Keizerina Devi, op. cit., hal. 112 dan 114. 9 Karl J. Pelzer, op. cit., hal. 60. 10 Tengku Lukman Sinar Basharshah II, Bangun dan Runtuhnya Kerajaan di Sumatera Timur, Medan: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun Terbit., hal. 315. Universitas Sumatera Utara 5 Ma a tscha ppij tersebut kemudian diikuti oleh perusahaan perkebunan lain di Sumatera Timur. 11 Penelitian ini memiliki bahasan pokok yakni menjelaskan mengenai terjadinya wabah dan penyebaran penyakit beserta upaya penanganan kesehatan yang dilakukan oleh Perkebunan Senemba h Ma a tscha pij. Namun sebelum itu dijelaskan pula mengenai kondisi kehidupan kuli kontrak di Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij agar diketahui faktor penyebab wabah dan penyebaran penyakit itu terjadi dan upaya penanganan yang dilakukan. Dari uraian tersebut, maka penelitian ini diberi judul “Sejarah Kesehatan Kuli Kontrak di Perkebunan Senembah Maatschappij 1882- 1942”. Penelitian ini mencakup kuli kontrak yang ada di Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij. Batasan awal dalam penelitian ini adalah pada tahun 1882 karena berkaitan dengan berdirinya Rumah Sakit Pusat Perkebunan Senemba h Ma a tschappij, yaitu Hospita a l te Ta ndjong Mora wa . Dengan adanya rumah sakit tersebut, penanganan kesehatan terhadap kuli kontrak di perkebunan tersebut menjadi lebih baik dan terpusat. Batasan akhir penelitian ini yaitu pada tahun 1942 yaitu ketika kekuasaan Kolonial Belanda sudah tidak ada lagi di Hindia Belanda khususnya di Sumatera Timur dan masuknya Jepang kemudian memporak-porandakan sistem yang ada dalam perkebunan, termasuk sistem dan peraturan mengenai kuli kontrak sehingga masalah mengenai kesehatan dan penanganan kesehatan terhadap kuli kontrak perkebunan di Sumatera Timur termasuk Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij tidak menjadi prioritas utama. 11 Ibid., hal. 61-62. Universitas Sumatera Utara 6

1.2 Rumusan Masalah