Kondisi Lingkungan Kerja WABAH DAN PENYEBARAN PENYAKIT TERHADAP KULI KONTRAK

46

BAB III WABAH DAN PENYEBARAN PENYAKIT TERHADAP KULI KONTRAK

DI PERKEBUNAN SENEMBAH MAATSCHAPPIJ

3.1 Kondisi Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja kuli kontrak dalam perkebunan erat kaitannya dengan wabah dan penyebaran penyakit yang melanda wilayah perkebunan Sumatera Timur pada akhir abad ke XIX hingga awal abad ke XX. Masalah kebersihan lingkungan kerja merupakan persoalan utama yang menyebabkan penyebaran wabah penyakit. Penyakit seperti dysentri, kolera, malaria, typhus adalah penyakit yang disebabkan oleh kondisi lingkungan dan sanitasi yang buruk dan kotor. Selain itu kondisi iklim yang ada di perkebunan, serta kondisi tubuh yang rentan terhadap penyakit merupakan faktor penyumbang terjadinya wabah dan penyebaran penyakit pada saat itu. Faktor lainnya yaitu pemondokan tempat tinggal kuli yang buruk pada masa perintisan perkebunan menyebabkan berbagai penyakit menular semakin mewabah pada akhir abad XIX. Tembakau adalah komoditas tanaman yang pembudidayaannya menggunakan sistem ladang berpindah. Tanah yang telah ditanami tembakau biasanya dibiarkan selama 8 sampai 12 tahun. Setiap tahun hanya 1 10 dari seluruh luas perkebunan yang ditanami tembakau. Pada peralihan abad XX, penanaman tembakau di Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij luasnya adalah sekitar 1.800 ha. Dalam setiap perkebunan, luas lahan yang ditanami adalah sekitar 300 ha. Dalam perkebunan terdiri dari Universitas Sumatera Utara 47 seorang administratur dan 4 sampai 6 orang asisten muda. Perkebunan tersebut dipecah lagi menjadi 4 sampai 5 wilayah atau yang disebut a fdeling. Dalam satu a fdeling terdiri dari 100 ladang yang luasnya sekitar 60 ha. Kuli yang dibutuhkan dalam a fdeling adalah sekitar 100 sampai 200. 90 Pekerjaan yang dilakukan kuli dibagi berdasarkan ras. Pekerjaan menyiapkan ladang diserahkan terutama kepada regu kuli Jawa. Pekerja lainnya yaitu kuli India dan masyarakat yang dikerahkan dari sekitar perkebunan yang jumlahnya tidak memperlihatkan angka yang berarti dibandingkan dengan kuli Jawa. Pekerjaan mereka di antaranya pembabatan hutan, menyiapkan lahan untuk tanaman baru, mencangkul dan meratakan tanah, menggali parit pembuangan air, membangun lumbung pengeringan tembakau dan barak untuk kuli. 91 Kuli Cina yang pada peralihan abad masih merupakan mayoritas mempunyai regu atau kelompok kerja tersendiri. Pekerjaan mereka antara lain menyemai benih, menanam, merawat dan memanen tembakau. Pada regu kuli Cina sebelum peralihan abad pengorganisasian pekerjaannya dikenal dengan sistem tanggung 92 . Setelah pemanenan tembakau, pekerjaan kuli masuk pada masa lumbung. Pada masa ini ada 90 W. A. P. Schuffner dan W. A. Kuenen, De Gezondheidstoestand van de Arbeiders, Verbonden aan de Senembah-Maatschappij op Sumatra, Gedurende de Jaren 1897 tot 1907, Amsterdam: De Bussy, 1910, hal. 8. 91 Jan Bremen, Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 97-99. 92 Proses sistem ini yaitu kuli lama atau yang sudah berpengalaman mengambil alih peran dan tanggung jawab tuan kebun dengan mempekerjakan satu atau dua kuli baru kuli baru yang disebut kuli pembantu atau kongsikang . Kuli lama mengambil alih utang kuli yang baru, dengan begitu dialah yang nanti menerima keuntungan dari kuli yang baru. Ada juga kuli yang memanjari pendapatan kuli lain dengan harapan pendapatan itu akan lebih besar. Untuk itu dia bersedia menanggung utang kuli tersebut kepada perkebunan. Lihat C. W. Janssen dan H. J. Bool, Senembah Maatschappij 1889-1939 , Amsterdam: Boek- en kunstdrukkerij vh Roeloffzen-Hübner en Van Santen, 1939, hal 22. Universitas Sumatera Utara 48 regu khusus yang bekerja, regu-regu tersebut terutama terdiri dari berbagai campuran kuli Cina, kuli Jawa dan terutama kuli perempuan. Pekerjaan mereka antara lain menyortir dan mengikat tembakau. 93 Lingkungan kerja kuli sebagian besar berada di ladang-ladang tembakau, namun ada juga tempat pekerjaan kuli yang berada di dalam bangsal-bangsal tempat pengeringan dan peragian tembakau. Pembagian kerja tersebut dibagi menjadi dua musim yang disebut dengan masa ladang dan masa lumbung. Masa ladang berlangsung selama 8 bulan atau lebih. Dimulai dari penyiapan ladang tembakau biasanya dimulai dari bulan Agustus hingga Januari, kemudian proses pembajakan dan persiapan tanah serta penyiapan petak-petak persemaian dan penyebaran benih selama 6 sampai 8 minggu Maret-April. Kemudian, tanaman tembakau muda dipindahkan ke ladang-ladang tembakau dan panen dimulai setelah 6 sampai 8 minggu sesudah benih dipindahkan biasanya akhir Agustus seluruh ladang telah selesai dipanen. 94 Masa lumbung memakan waktu 3 sampai 4 bulan, biasanya dilakukan pada musim hujan yaitu dari September hingga Desember. Tembakau yang telah dipanen digantung untuk dikeringkan di bangsal pengeringan yang dibangun pada setiap lima atau enam ladang tembakau. Setelah itu hasil panen dibawa ke bangsal peragian yang terletak di emplasemen perkebunan. Di sini dilakukan proses penyortiran dan 93 Jan Bremen, op.cit., hal. 106-108. 94 Ibid., hal. 106-107. Universitas Sumatera Utara 49 pengikatan daun tembakau. Dalam proses ini kuli bekerja sambil terus duduk hingga 10 jam di dalam bangsal peragian yang ventilasi udaranya pengap dan sempit. 95 Pekerjaan yang berat dan tanpa henti sepanjang tahun yang dialami oleh kuli kontrak berpengaruh terhadap kondisi tubuh dan kesehatannya. Kuli kontrak juga harus menyediakan makanannya sendiri. Kuli kontrak tidak diperkenankan menanam sendiri padi atau sayuran. Pihak perkebunan beralasan bahwa hal tersebut akan menguras tenaga yang dimiliki kuli kontrak tersebut. 96 Tunjangan dan jatah beras dua kali sebulan yang diperoleh oleh kuli yang bekerja di ladang yang pada sebelum pergantian abad didominasi oleh kuli Cina dihabiskan untuk kebutuhan makan yang paling pokok yaitu makan siang dan malam. 97 Akibatnya tubuh kuli yang telah bekerja seharian sepanjang tahun rentan terhadap penyakit. Kondisi tersebut dipengaruhi dengan lingkungan kerja yang buruk membuat wabah dan penyebaran penyakit semakin meluas dan tingkat kematian kuli kontrak yang tinggi.

3.2 Wabah Penyakit dan Tingkat Kematian Kuli Kontrak