96 pengaruh makanan adalah faktor yang paling penting terhadap mewabahnya penyakit
ini. Makanan  yang  terutama  dikonsumsi  oleh  kuli  adalah  beras.  Beras  tersebut
adalah  beras  giling  yang terutama diimpor  dari  Siam Thailand.  Selain itu juga ada tambahan makanan yaitu ikan kering. Perkebunan Senemba h Ma a tscha ppij mencoba
mencegah  terjadinya  beri-beri  pada  kuli-kuli  Cina  yang  makan  beras  giling,  dengan memberi  makanan  tambahan,  seperti  daging  babi,  kapri,  buncis,  dan  sayuran,  tetapi
penyakit  beri-beri  tetap  kembali.  Beri-beri  baru  dapat  diberantas  dengan  mengganti seluruh beras dengan beras setengah giling zilvervlies. Satu-satunya kasus beri-beri
yang  masih  ditemukan  adalah  seorang  mandor  kuli  Cina  yang  merasa  beras zilvervlies
kurang  halus  dan  tidak  sesuai  dengan  kedudukan  sosialnya  sehingga  dia makan  beras  giling  Siam  Thailand  yang  putih.
181
Ada  kalanya  kuli  juga  dapat makan  daging  yaitu  pada  waktu  pemimpin  Perkebunan  Senembah  Ma atscha ppij
menyembelih  lembu  untuk  personel  perusahaan.  Pengawas  sering  memborongkan pekerjaan  menyiapkan  makanan  tersebut  kepada  regu-regu  kerja  tersendiri.
182
Biasanya  yang  diserahi  tugas  memasak  adalah  pemilik  kedai,  istri  pengawas,  atau juru  masak  yang  ada  di  bangsal-bangsal.  Jika  yang  memasak  adalah  juru  masak
tersebut maka upah memasak akan dibebankan kepada kuli.
183
4.2.3  Pemeliharaan Kebersihan dan Sanitasi
181
A.  A.  Loedin,
Sejarah  Kedokteran  di  Bumi  Indonesia.,
Jakarta:  Pustaka  Utama  Grafiti, 2010, hal. 57-58.
182
C. W. Janssen dan H. J. Bool,
op.cit.,
hal. 22.
183
Jan Bremen,
Menjinakkan Sang Kuli: Politik Kolonial, Tuan Kebun, dan Kuli di Sumatra Timur pada Awal Abad Ke-20,
Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti, 1997, hal. 124.
Universitas Sumatera Utara
97 Merebaknya  wabah,  infeksi  dan  penyebaran  penyakit  di  perkebunan  pada
akhir abad XIX banyak terjadi karena kebersihan yang buruk di kalangan kuli. Tinja dan urin kuli yang terdapat banyak  ba sil atau kuman  pembawa  penyakit  merupakan
sumber penyakit yang utama. Pada akhir abad XIX tingkat kematian kuli kontrak bisa dikatakan tinggi karena masalah sistem kebersihan dan sanitasi di perkebunan belum
terpola dengan baik. Masalah kebersihan juga terkait dari kebiasaan kuli kontrak yang bekerja  di  Perkebunan  Senemba h  Ma a tscha ppij.  Selain  itu  penduduk  Melayu  yang
tinggal  di  pinggiran  sungai  juga  menyumbang  masalah  cemarnya  air  sungai  akibat dari  pembuangan  kotoran  tinja  di  sungai.  Kuli  Jawa  terbiasa  membuang  kotorannya
di  sungai  seperti  orang  Melayu  yang  tinggal  di  sungai.  Ada  kalanya  beberapa kelompok  kuli  Jawa  membuang  kotorannya  di  lapangan  atau  hutan.  Kuli  Cina
biasanya  membuat  lubang-lubang  penampungan  untuk  kotorannya  dan  dibatasi dengan  papan.  Tempat  pembuangan  kotoran  biasanya  tidak  memperhatikan
kebersihan yang baik.
184
Upaya  pemeliharaan  kebersihan  dilakukan  dengan  kerjasama  Perkebunan Senemba h  Ma a tschappij
,  Dinas  Kesehatan  di  daerah  dan  Inspektorat  Tenaga  Kerja. Dalam  hal  ini  dibangun  jamban-jamban  yang  memperhatikan  aspek  kebersihan  dan
pembangunan  dilakukan  dengan  batu  bata  dan  semen  dengan  persediaan  air  yang cukup.  Hal  ini  dilakukan  untuk  memberantas  penyakit-penyakit  seperti  kolera,
dysentri,  thypus dan  a nkylostomia sis.  Jamban  dibangun  agak  jauh  dari  sumur
persediaan air untuk minum agar tidak tercemar. Pembangunan jamban yang higienis
184
W. A. P. Schuffner dan W. A. Kuenen, 1910,
op.cit.,
hal. 84.
Universitas Sumatera Utara
98 juga  dilakukan  di  gudang-gudang  penyortiran  tembakau  di  setiap  perkebunan.  Di
dalam  gudang-gudang  penyortiran  biasanya  terdapat  hampir  800  kuli  yang  bekerja sehingga dibutuhkan sistem sanitasi yang baik agar penyebaran penyakit menular bisa
diantisipasi.
185
Rumah  Sakit  Pusat  Tanjung  Morawa  juga  memiliki  sistem  drainase  dan sanitasi  yang  baik.  Pemeliharaan  kebersihan  dilakukan  dengan  rutin  dengan
membersihkan  ruangan  dengan  desinfektan  terutama  ruangan  bagi  penyakit  seperti kolera,  dysentri  dan  typhus.  Rumah  Sakit  juga  membangun  saluran-saluran
pembuangan  air  dan  jamban-jamban  dengan  menggunakan  sistem  penyiraman  air. Lubang-lubang  pembuangan  kotoran  juga  diusahakan  tidak  mencemari  tanah  dan
aliran sungai yang terletak di belakang rumah sakit.
186
Pembangunan barak dan pondok memperhatikan jumlah  ventilasi cahaya dan udara  agar  ruangan  di  dalam  tidak  pengap  sehingga  dapat  menekan  penyebaran
penyakit menular. Penyakit menular dapat berkembang dengan baik di ruangan yang minim cahaya  dan udara yang pengap. Ruangan  yang minim cahaya dan udara yang
pengap  biasanya  tingkat  kebersihannya  buruk.  Perkebunan  Senemba h  Ma a tscha ppij juga  berusaha  menerapkan  pola  hidup  higienis  dan  sehat  kepada  kuli  kontrak
terutama kuli Jawa dengan membangun pondok-pondok yang asri seperti di pedesaan Jawa.
187
185
Ibid.,
hal. 85-86.
186
Ibid.,
hal. 86.
187
Ibid.,
hal. 78-82.
Universitas Sumatera Utara
99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pembahasan  pada  skripsi  ini  telah  menunjukkan  tentang  wabah  dan penyebaran  penyakit  beserta  penanganan  kesehatan  terhadap  kuli  kontrak  di
Perkebunan  Senemba h  Ma a tschappij  tahun  1882-1942.  Perkebunan  Senemba h Ma a tscha ppij
adalah salah satu perkebunan di Sumatera Timur yang memperhatikan penanganan  kesehatan  terhadap  kuli  kontrak.  Pada  masa  perintisan  perkebunan
hingga akhir abad  XIX  begitu  marak wabah-wabah dan  penyebaran  penyakit terjadi di perkebunan. Kondisi ini menyebabkan tingkat kematian kuli kontrak sangat tinggi
sejalan dengan pertumbuhan ekonomi perkebunan yang bisa dikatakan abnormal. Pada  awalnya  Perkebunan  Senemba h  Ma a tschappij  merupakan  usaha
perkongsian kebun tembakau yang didirikan oleh Herma nn Na eher  seorang pedagang di  Sicilie,  berkebangsaan  Jerman  dan  Ka rl  Furchtegott  Grob  pendiri  onderneming
Helvetia berkebangsaan  Swiss.  Usaha  kongsi  mereka  berbentuk  firma  yang  disebut
firma Na eher   Grob. Pada awalnya firma ini mengalami perkembangan yang pesat namun karena situasi produksi dan ekonomi tembakau yang tidak menentu ditambah
dengan  kesehatan  Ka rl  Furchtegott  Grob  yang  tidak  baik  akhirnya  mereka  menjual saham  firma  mereka  untuk  dijadikan  perusahaan  perkebunan  yang  terbentuk  pada
tahun 1889 dan dinamakan Perkebunan Senemba h Ma a tschappij.
Universitas Sumatera Utara