Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
moncong, dan disepanjang filamen sirip dorsal, bersifat soliter, berpasangan atau mengelompok, makanan biasanya terdapat di bunga karang, berlindung pada karang-
karang di daerah pinggir laut dan sebelah luar karang-karang tersebut pada kedalaman hingga 180 m gambar 16.
Sumber: Allen, et al. 2003.
Gambar 16: Zanclus cornutus
4.2 Nilai Kepadatan Individu indm
2
, Kepadatan Relatif KR dan Frekuensi Kehadiran FK Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian di setiap transek diperoleh Nilai Kepadatan Individu indm
2
, Kepadatan Relatif KR dan Frekuensi Kehadiran FK ikan seperti pada tabel 4.2.
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai K, KR dan FK tertinggi terdapat pada Pomacentrus spilotoceps, dengan nilai masing-masing sebesar 0,985 indm
2
dan 19,818 dan 100 pada Stasiun 1. Tingginya nilai K dan KR pada stasiun tersebut
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik, kimia, dan biologis sebagai faktor pembatas yang mendukung pertumbuhan dari ikan jenis Pomacentrus
spilotoceps seperti faktor temperatur perairan pada stasiun penelitian dalam keadaan sangat baik yaitu berkisar antara 29
o
C, hal ini dapat mendukung pembentukan coral reef dengan baik pula, dimana terumbu karang merupakan tempat berlindung utama
bagi ikan karang termasuk jenis Pomacentrus spilotoceps tersebut.
Tabel 4.2 Nilai Kepadatan Individu indm
2
, Kepadatan Relatif KR dan Frekuensi Kehadiran FK Ikan pada setiap Stasiun Penelitian
NO Stasiun 1
Stasiun 2
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Spesies
K KR
FK K
KR FK
1 Abudefduf notatus
0.005 0.1006
33.333 -
- -
2 Acanthurus auranticavus
0.43 8.651
100 0.335
12.159 100
3 Acanthurus blochii
0.01 0.201
33.333 0.1
3.629 100
4 Acanthurus flowleri
- -
- 0.02
0.725 33.333
5 Acanthurus grammoptilus
- -
- 0.595
21.597 100
6 Acanthurus leucocheilus
0.025 0.503
33.333 -
- -
7 Acanthurus leucosternon
0.255 5.130
100 0.1
3.629 66.667
8 Acanthurus lineatus
- -
- 0.005
0.181 33.333
9 Acanthurus triostegus
0.085 1.710
33.333 -
- -
10 Acanthurus xanthopterus
0.01 0.201
33.333 -
- 11
Amblypomacentrus clarus 0.01
0.201 66.667
- -
- 12
Amphiprion clarkia 0.03
0.603 100
0.03 1.088
33.333 13
Amphiprion percula -
- -
0.015 0.544
66.667 14
Calotomus spinidens 0.015
0.301 66.667
- -
- 15
Canthigaster amboinensis -
- -
0.005 0.181
33.333 16
Cantropyge flavipectoralis -
- -
0.005 0.181
33.333 17
Chaetodon collare -
- -
0.07 2.540
33.333 18
Chaetodon falcula -
- -
0.01 0.362
66.667 19
Chaetodon flavissimus 0.085
1.710 66.667
- -
- 20
Chaetodon kleinii -
- -
0.01 0.362
33.333 21
Chaetodon meyeri 0.01
0.201 33.333
- -
- 22
Chaetodon smithii 0.01
0.201 66.667
- -
- 23
Chaetodon triangulum 0.015
0.301 66.667
- -
- 24
Chaetodon trifascialis 0.01
0.201 66.667
- -
- 25
Chaetodon trifasciatus 0.03
0.603 66.667
- -
- 26
Chaetodontoplus septentrionalis 0.015
0.301 66.667
- -
- 27
Chlorurus sp. 0.485
9.758 100
- -
- 28
Chromis actipectoralis 0.015
0.301 33.333
- -
- 29
Chromis dimidiate -
- -
0.085 3.085
33.333 30
Ctenochaetus striatus 0.33
6.639 100
- -
- 31
Dascyllus aruanus 0.035
0.704 100
- -
- 32
Diplogrammus goramensis 0.005
0.1006 33.333
- -
- 33
Dischistodus fasciatus 0.36
7.243 100
- -
- 34
Forcipiger longirostris 0.04
0.804 33.333
0.035 1.270
66.667 35
Genicanthus gellus 0.585
11.770 100
- -
- 36
Genicanthus melanospilos 0.095
1.911 100
- -
- 37
Hemitaurichthys zoster 0.005
0.1006 33.333
- -
- 38
Hyporhamphus dussumieri 0.095
1.911 66.667
- -
- 39
Myripristis pralinia -
- -
0.525 19.056
100 40
Plectorhincus polytaenia 0.005
0.1006 33.333
- -
- 41
Pomacentrus spilotoceps 0.985
19.818 100
0.615 22.323
100 42
Priacanthus hamrur 0.005
0.1006 33.333
- -
- 43
Pseudanthias squamipinnis 0.825
16.599 100
- -
- 44
Scarus altipinnis 0.01
0.201 66.667
- -
- 45
Salarias guttatus -
- -
0.005 0.181
33.333 46
Scarus niger 0.005
0.1006 33.333
0.005 0.181
33.333 47
Scarus oviceps -
- -
0.015 0.544
66.667 48
Thalassoma lunare 0.005
0.1006 33.333
- -
- 49
Toxotes jaculatrix -
- -
0.14 5.081
100 50
Zanclus cornutus 0.03
0.603 100
- -
- 51
Zebrasoma rostratum -
- -
0.03 1.088
66.667 Total
4,97 100
2333,3 2,755
100 133,32
Keterangan: a. Stasiun 1
: Kontrol b. Stasiun 2
: Pemukiman, Pariwisata, Pertambakan Ikan, dan Aktivitas manusia.
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Menurut Nontji, 1993, hal: 255 Ikan giru Pomacentrus spilotoceps hidup bersama dengan hewan anemun sea anemones; Coelenterata; Actiniaria. Antara Ikan
Giru dan anemun terdapat hubungan simbiosis yang saling menguntungkan. Sang ikan mendapatkan keuntungan dari anemun karena mendapatkan tempat berlindung dari
musuh-musuhnya bila berada di sela-sela tentakel. Tentakel anemun mempunyai sel- sel jelatang yang dapat menyengat ikan lain, tetapi tidak terhadap giru, karena giru
mempunyai kekebalan. Sebaliknya sang anemun pun memperoleh pula keuntungan karena giru yang selalu bergerak di antara tentakel-tentakel itu menimbulkan gerakan
air yang membawa oksigen bagi anemun, disamping itu produk-produk sisa dari sang anemun dapat segera disingkirkan atau dimakan oleh ikan giru.
Nilai K dan KR terendah terdapat pada 7 spesies ikan karang yaitu Abudefduf notatus,
Diplogrammus goramensis, Hemitaurichthys zoster,
Plectorhincus polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare yaitu masing-
masing 0,005 indm
2
dan 0.1006 . Hal ini disebabkan oleh kondisi lingkungan atau faktor fisik kimia yang tidak mendukung pertumbuhan ke-7 jenis ikan ini secara tidak
langsung yaitu dengan mempengaruhi tempat habitat utama ikan karang tersebut yaitu terumbu karang, seperti pH air yang berkisar 6,5-7,4. Selain itu data K, KR yang
rendah juga dapat disebabkan pada saat pengambilan data di lapangan yang terbatas waktu pengamatan dan peralatan yang digunakan.
Frekuensi Kumulatif FK terendah pada stasiun 1 terdapat pada Abudefduf notatus, Acanthurus blochii, Acanthurus leucocheilus, Acanthurus triostegus,
Acanthurus xanthopterus, Chaetodon meyeri, Chromis actipectoralis, Diplogrammus goramensis, Forcipiger longirostris, Hemitaurichthys zoster, Plectorhincus
polytaenia, Priacanthus hamrur, Scarus niger, dan Thalassoma lunare sedangkan pada jenis Acanthurus flowleri, Acanthurus lineatus, Amphiprion clarkii, Canthigaster
amboinensis, Cantropyge flavipectoralis, Chaetodon collare, Chaetodon kleinii, Chromis dimidiate, Salarias guttatus dan Scarus niger pada stasiun 2 yaitu berkisar
33,333 . Rendahnya nilai FK disebabkan faktor lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dan keberadaan ikan karang seperti pH yang berkisar 6,5-7,4,
ketersediaan nutrisi, dan terganggunya tempat habitat utama yaitu terumbu karang
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
akibat dari aktivitas anthropogen yang merusak seperti snorkelingdiving, transportasi, pemukiman, dan pariwisata.
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa Acanthurus auranticavus, Acanthurus blochii, Acanthurus leucostemon, Amphiprion clarkii, Forcipiger longirostris,
Pomacentrus spilotoceps, dan Scarus niger terdapat pada setiap stasiun penelitian. Hal tersebut dapat disebabkan karena adanya kemampuan ikan tersebut dalam beradaptasi
terhadap perubahan-perubahan lingkungan perairan yang terjadi dan kisaran toleransi yang luas terhadap faktor-faktor fisik-kimia seperti nilai kelarutan oksigen sebesar 6,2
mgl, intensitas cahaya yang cukup tinggi 1383 candella, nilai BOD
5
yang rendah yaitu 1,2 mgl dan salinitas air 35 yang cukup mendukung pembentukan terumbu
karang sebagai tempat utama habitat ikan karang tersebut.
Jenis Pomacentrus spilotoceps merupakan jenis ikan hias yang sering dijumpai di area penelitian dengan nilai K, KR dan FK yang tinggi. Menurut Budiyanto, 2000,
Hlm: 29 Jenis ikan hias yang mudah dan paling umum di jumpai di terumbu karang adalah dari kelompok Pomacentridae, termasuk “anemonfish” dan “angelfish” yang
memiliki warna sangat indah. Disamping itu juga dari kelompok Chaetodontidae, Zanclidae, Lethrinidae dan Haemulidae.
Dari data diatas dapat diketahui bahwa pada stasiun 1 indeks keanekaragaman sangat baik sedangkan pada stasiun 2 kurang baik. Hal ini dapat disebabkan karena
pengaruh faktor fisik kimia yang secara tidak langsung merusak habitat utama dari ikan karang yaitu terumbu karang. Seperti Intesitas Cahaya pada stasiun 1 sebesar
1383 candela dan stasiun 2 berkisar 1047 candela, dan pada setiap stasiun Penetrasi Cahayanya pada kedalaman 4 m dan 3 m, yang menunjukkan keadaan faktor
pembatas mendukung sangat baik terdapat pada stasiun 1.
Pengambilan data pada saat dilapangan dan waktu yang ditentukan untuk melakukan penelitian juga dapat mempengaruhi hasil data yang telah diperoleh.
Seperti halnya penambahan dan pengurangan data spesies ikan karang pada stasiun 1 dan 2 yang sangat berbeda yang telah peneliti peroleh diatas, dimana pada saat
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
pengambilan data spesies tertentu ditemukan pada stasiun 1 sedangkan pada stasiun 2 tidak ditemukan begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dikarenakan pada saat
pengambilan data, spesies tertentu tidak berada pada transek, sehingga tidak tercatat, terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang, dan
adanya migrasi ikan keluar atau masuk di daerah pengamatan.
4.3 Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E dan Indeks Persen Tutupan Karang r pada setiap Stasiun Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada masing-masing stasiun penelitian diperoleh Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E dan Inde
ks Persen Tutupan Karang r pada setiap stasiun penelitian pada Tabel 4.3. Dimana Indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 2,3 dan terendah pada
stasiun 2 yaitu 1,76. Sedangkan nilai keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun 1 yaitu 0,66 dan terendah pada stasiun 2 yaitu 0,65. Tinggi rendahnya nilai
keanekaragaman dan keseragaman pada setiap stasiun penelitian ini dapat disebabkan faktor fisik-kimia perairan dan ketersediaan nutrisi yang sangat mempengaruhi
keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang. Selain itu tinggi rendahnya nilai indeks keanekaragaman dan keseragaman dari ikan karang juga dapat dipengaruhi
oleh pengambilan data ikan pada saat pengamatan dilapangan. Menurut Brojo setiawan, 2004 Penambahan dan pengurangan jumlah spesies ikan karang dapat
disebabkan oleh: a.
Spesies tertentu tidak berada di daerah transek, sehingga tidak tercatat b.
Terjadinya booming reproduksi spesies pada bulan pengambilan data ikan karang
c. Adanya migrasi ikan keluar atau masuk didaerah pengamatan.
Tabel 4.3 Indeks Keanekaragaman H’, Indeks Keseragaman E dan Indeks Persen Tutupan Karang r pada Setiap Stasiun Penelitian
Indeks Stasiun 1
Stasiun 2 Keanekaragaman H
2.3 1.76
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
Persen Tutupan Karang r
50,82 16,28
Keseragaman E 0.66
0.65 Dari data diatas juga dapat diketahui bahwa indeks keanekaragaman pada
stasiun 2 setiap transeknya termasuk rendah karena nilai H’ hanya berkisar 1,951- 2,176 atau dapat dikatakan berada pada 0 H’ 2,30. Menurut Barus 2004, hal:
121 suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang
relatif merata. Maka, bila suatu komunitas hanya terdiri dari sedikit spesies dengan jumlah individu yang tidak merata, komunitas tersebut tidak dapat dikatakan memiliki
keanekaragaman yang tinggi. Menurut Begon et al., 1986, nilai diversitas berdasarkan indeks shanon-wiener dihubungkan dengan tingkat pencemaran yaitu
apabila H’ 1 maka tercemar berat, apabila nilai 1 H’ 3 tercemar sedang, dan apabila nilai H’ 3 tidak tercemar. Dari data dapat diketahui stasiun 1 dan 2 tercemar
sedang.
Hasil penelitian Fitria M. 2009 di Pulau Rubiah bagian Barat diperoleh persen tutupan terumbu karang yang tertinggi diperoleh pada stasiun 1 sebesar 50,82
dan terendah pada stasiun 2 sebesar 16,28 . Dari hasil penelitian diatas dapat dilihat hubungan keanekagaman Ikan Karang dengan persen tutupan Terumbu
Karang. Persen tutupan karang yang tinggi akan memiliki keanekaragaman Ikan Karang yang tinggi seperti pada stasiun 1. Pada stasiun 2 memiliki persen terumbu
karang yang rendah kategori buruk, sehingga memiliki keanekaragaman biota air yang sedikit seperti halnya pada ikan karang. Kondisi faktor fisik kimia perairan ini
tergolong baik dan cocok untuk pertumbuhan terumbu karang, misalnya suhu, pH, penetrasi cahaya, salinitas dan lain sebagainya Tabel 4.6. Rusaknya terumbu karang
di daerah penelitian pada stasiun 2 karena pengaruh dari aktifitas masyarakat. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, terumbu karang di
kategorikan; buruk 0-24,9 , sedang 25-49,9 , baik 50-74,9 dan baik sekali 75- 100 .
Sarah Liliana Pandiangan : Studi Keanekaragaman Ikan Karang Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau Rubiah Nanggroe Aceh Darussalam, 2010.
4.4 Faktor Fisik Kimia Perairan