merasa terjamin untuk mengkonsumsi air dari depot air minum isi ulang, sebagaimana yang tertuang dalam tujuan manajemen pengawasan kualitas air, yaitu
melindungi masyarakat dari penyakit atau gangguan kesehatan yang berasal dari air minum atau air bersih yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan melalui surveilans
kualitas air secara berkesinambungan Depkes, 2003. Sebagian kecil saja pengelola depot air minum isi ulang telah melakukan
manajemen pengawasan secara mandiri untuk menjaga kualitas hasil produksinya, dan asosiasi pengusaha depot air minum isi ulang ASPADA selama ini belum
melakukan manajemen pengawasan terhadap depot air minum isi ulang yang terdaftar menjadi anggota ASPADA. Dan walaupun manajemen pengawasan tidak ada tetapi
peralatan produksi depot air minum isi ulang mahal dan selalu diperhatikan itu yang lebih baik.
5.2. Hubungan Kondisi Sanitasi Lingkungan dengan Kualitas Bakteriologis
Pada tabel 4.4 dapat dilihat bahwa pada kondisi sanitasi lingkungan depot air minum isi ulang dengan kategori baik 28 depot 73,7, dengan memenuhi syarat
kesehatan, sedangkan dengan kategori buruk 10 depot 26,3 dengan tidak
memenuhi syarat kesehatan 4 depot 10,5.
Kondisi sanitasi lingkungan sebagaimana yang dikemukakan oleh Entjang 2000 yaitu pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi
kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan. Pembinaan kondisi sanitasi
Firdaus Yustisia Sembiring: Manajemen Pengawasan Sanitasi Lingkungan Dan Kualitas Bakteriologis Pada Depot Air Minum Isi Ulang kota Batam, 2008.
USU e-Repository © 2008
lingkungan dimaksudkan untuk mengetahui kualitas lingkungan, seperti kebersihan lingkungan yang baik merupakan suatu indikasi bahwa kondisi sanitasi lingkungan
baik. Antara kondisi sanitasi lingkungan dengan kualitas bakteriologis dalam
penelitian ini secara statistik terdapat hubungan yang sangat signifikan.
Sebagaimana halnya penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Siswanto 2003 didaerah Jabotabek yang mengatakan bahwa 20 depot air minum isi ulang
yang beroperasi di daerah tersebut, kualitas air hasil produksinya tidak memenuhi syarat kesehatan, lebih lanjut dijelaskan bahwa kemungkinan penyebabnya adalah
kondisi sanitasi lingkungan yang tidak baik. Demikian pula hasil penelitian Hastaryo 2005 yang dilakukan di wilayah Kabupaten Sleman menyatakan bahwa faktor
hygiene dan kondisi sanitasi lingkungan dengan kualitas air hasil produksinya mempunyai hubungan yang signifikan.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi kualitas air hasil produksi adalah air baku, jenis peralatan yang digunakan, pemeliharaan peralatan dan penanganan
pengolahan dan pendistribusian air, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Athena et.al, 2004 tentang kandungan bakteri total Coli form dan E. Coli air
minum dari depot air minum isi ulang di Jakarta, Tangerang dan Bekasi. Hal ini dapat di jelaskan bahwa kondisi sanitasi buruk dengan tidak memenuhi
syarat kesehatan sehingga adanya kualitas bakteriologis dimungkinkan karena pencucian gallon yang tidak bersih dan steril, bangunan depot air minum isi ulang
bergabung dengan tempat jualan dan kebersihan lingkungan yang kotor dengan debu dan sampah, serta pengawasan dan pembinaan baik kepada pengelola, karyawan
Firdaus Yustisia Sembiring: Manajemen Pengawasan Sanitasi Lingkungan Dan Kualitas Bakteriologis Pada Depot Air Minum Isi Ulang kota Batam, 2008.
USU e-Repository © 2008
depot air minum isi ulang belum seluruhnya berjalan dengan baik yang dilakukan Dinas Kesehatan Kota Batam.
5.3. Hubungan Sumber Air Baku dengan Kualitas Bakteriologis