67
BAB IV ANALISA TERHADAP PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN
RUMAH MENURUT HUKUM PIDANA ISLAM DAN HUKUM PIDANA POSITIF NEGARA
A. Faktor Penyebab Terjadinya Penyimpangan Pengadaan Rumah Milik
Negara
Terhadap kasus-kasus penyimpangan yang terjadi dalam pengadaan rumah negara dapat dikategorikan ke dalam jenis penyimpangan secara perdata dan
pidana. Penyimpangan secara perdata yang kerap terjadi, pada umumnya berupa perselisihan mengenai hak penguasaan, penggunaan dan kepemilikan dari rumah
negara oleh pejabat yang sudah tidak berhak menempati rumah negara karena pensiun, meninggal ataupun hal lainnya seperti ahli waris masih menempati,
keluarga dari pejabat atau pegawai negeri yang sebelumnya menempati rumah negara atau merasa berhak untuk memiliki rumah negara sebagai penghargaan dari
negara atas jasa-jasa yang telah dilakukan pada saat dinas. Penyimpangan secara perdata dalam pengadaan rumah negara ini mengakibatkan kerugian bagi negara,
dikarenakan para penghuni rumah negara tersebut nyata-nyata tidak membayar sewa atas penempatan rumah dimaksud melalui kas negara. Sedangkan
peyimpangan dalam pengadaan rumah negara bila ditinjau dari aspek hukum pidana pelakunya adalah oknum pejabat pengelola rumah negara Panitia
Pengadaan barang dan jasa pada berbagai unit lembaga pemerintahan baik pusat,
maupun daerah dan oknum penghuni rumah negara serta rekananpenyedia barang dan jasakontraktor. Hal ini disebabkan oleh kelalaian dan inkompetensi
pelaksanaan serta peserta pengadaan. Namun tak jarang penyimpangan ini juga merupakan tindakan yang disengaja pelaksana danatau peserta pengadaan dalam
rangka kolusi dan korupsi
51
. Modus korupsi dalam pengadaan sebagaimana dimaksud meliputi
penggelembungan harga mark-up, perbuatan curang, penyuapan, penggelapan, pengadaan fiktif, pemberian komisi, penyalahgunaan wewenang, nepotisme, dan
pemalsuan
52
.Menurut indeks pembayaran suap TI, Kasus penyimpangan yang berkaitan dengan perumahan adalah berjumlah 11 dari keseluruhan korupsi
dalam pengadaan barang dan jasa
53
. Data BPK Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2010 juga mengungkapkan indikasi terjadinya korupsi paling banyak
mencuat pada proyek pengadaan. Hal itu terutama disebabkan proses pengadaan barangjasa tidak dilakukan melalui mekanisme lelang terbuka tender,
melainkan dengan penunjukan langsung. Padahal melalui penunjukan langsung, pelaksanaan proyek dapat menimbulkan konsekuensi pelanggaran hukum.
Dari sisi persaingan usaha sebagaimana telah diatur UU No. 5 tahun 1999, penunjukan langsung menutup peluang terjadinya kompetisi berkualitas. Oleh
51
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal 125
52
Ibid, 125
53
Transparency International Indonesia, Buku Panduan Mencegah Korupsi dalam Pengadaan Barang dan Jasa, hal. 109.
karena itu, para pelakunya dapat dikategorikan melanggar persaingan usaha yang sehat. Pentingnya lelang terbuka karena diasumsikan adanya kontestansi akan
mendorong tercapainya efektivitas dan efisiensi anggaran belanja. Negara diuntungkan karena memperoleh barangjasa yang bagus dengan nilai proyek
yang kompetitif. Penunjukan langsung juga dapat dianggap melanggar Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
BarangJasa Pemerintah tentang Pedoman Pengadaan BarangJasa di Instansi Pemerintah, selain itu penunjukan langsung rawan penyimpangan karena
mayoritas dilakukan bukan atas dasar profesionalisme dan integritas, tetapi berdasarkan adanya faktor kedekatan, seperti hubungan kekeluargaan antara
pemimpin lembaga dan pegawai yang bersangkutan, atau pemilihan itu karena pegawai menyanggupi untuk memenuhi beban yang diberikan kepadanya sebagai
pimpro atau penitia pengadaan barangjasa
54
. Terutama jika syarat-syarat penunjukan langsungnya tidak terpenuhi. Disamping itu, pelanggaran terhadap
Peraturan Presiden tersebut akan semakin nyata jika dalam praktik penunjukan langsung, negara dirugikan karena penggelembungan harga. Apalagi jika
ditemukan unsur penyuapan dan bid rigging, yakni pemberian uang pelicin oleh peserta lelang kepada panitia lelang. Meskipun demikian, penunjukan langsung
tetap bisa dilakukan asal semua syarat wajib yang tertera dalam Peraturan Presiden tersebut dipenuhi, termasuk pemenuhan prinsip-prinsip efektif dan
54
Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal 120
efisien. Oleh karenanya, mengacu kepada Peraturan Presiden No. 80 Tahun 2003, dapat diberikan catatan khusus bahwa penunjukan langsung tidak berarti selalu
dianggap salah atau melanggar hukum. Hal ini penting diperhatikan mengingat persepsi publik yang terbangun, jika ada proyek penunjukan langsung, berarti
telah terjadi korupsi. Penunjukan langsung dapat menjadi persoalan dalam ranah pidana khusus korupsi seandainya pejabat publik yang melakukannya memiliki
motif korupsi. Indikasinya dapat dilihat pada penetapan nilai proyek yang tidak wajar, rekayasa alasan penunjukan langsung, rencana lelang yang sudah
diarahkan, penentuan jadwal lelang yang tidak realistik dan lain sebagainya. Nilai proyek yang berlipat ganda besarnya dibandingkan harga normal menunjukan
bukti kuat bahwa telah terjadinya korupsi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa selisih harga proyek dengan harga pasar merupakan ongkos korupsi yang harus
dibayar. Tanpa penggelembungan harga, rekanan sulit memperbesar keuntungan karena sudah menjadi hal jamak jika 30 hingga 40 persen nilai kontrak harus
dibagi-bagikan untuk panitia proyek dan pejabat yang bertanggungjawab. Sehingga untuk meminimalisir kejadian ini perlu digalakkan sistem e-
procurement dan e-announcement
55
Terdapat beberapa hal yang bisa menjelaskan kerapnya penyimpangan terjadi dalam proses pengadaan barangjasa di instansi pemerintah. Saat ini, secara
berjenjang, Pengadaan pengadaan dikendalikan oleh Pimpinan Proyek, badan
55
Vincentia Hanni, Ruwet, Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, dalam http:www.kpk.go.id diakses tanggal 20 Agustus 2011
pelaksana yang sifatnya “ad-hoc” dan memiliki posisi tawar rendah. Kondisi ini akan sangat menyulitkan adanya panitia lelang yang kredibel, mandiri dan
objektif dalam menilai proses pelelangan karena mereka sendiri adalah kelompok yang rentan atas tekanan internal dan eksternal.
Buruknya performance panitia pengadaan juga diakibatkan oleh tiadanya mekanisme insentif bagi yang memiliki prestasi, khususnya para panitia lelang
yang secara sungguh-sungguh telah mempraktikkan proses pelelangan yang efektif dan efisien; atau sudah tertanamnya pemikiran di kalangan panitia
pengadaan bahwa melakukan korupsi jauh lebih menguntungkan bagi panitia lelang dan pejabat yang bertanggungjawab daripada insentif
56
. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tidak mampu mengakomodasi
pemberian sanksi terhadap pelanggar, karena kekuatan hukumnya jauh di bawah undang-undang, apalagi Peraturan Presiden dapat setiap saat diperbaharui.
Pengadaan barang dan jasa pemerintah merupakan pengeluaran belanja tertinggi yang mencapai 60 enam puluh persen dari total anggaran belanja pemerintah.
Di samping menjadi pengeluaran tertinggi dalam belanja Negara, pengadaan barang dan jasa ini juga menjadi yang tertinggi dalam hal kebocoran dana akibat
longgarnya ruang mark up sehingga menimbulkan kerugian kuangan
56
Pencarian lewat internet www.google.com
kata pencaharian : Sisi Lemah Pengadaan Barang dan Jasa, artikel di akses pada 18 April 2011
Negaraperekonomian Negara dan masyarakat
57
. Modus utama angka kebocoran diakibatkan pola penunjukkan langsung dari pemerintah terhadap salah satu
rekanan kerja dalam hal pengadaan proyek, sehingga berdampak pada kebocoran karena sudah dilakukan mark up terlebih dahulu saat menunjuk pemenang
tersebut dengan tujuan wajib memberikan kompensasi kepada lembaga yang menggolkan salah satu rekanan itu. Selain hal tersebut sebab terjadinya
penyimpangan juga karena kontroversi Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010, hal ini karena timbul pertanyaan apakah BUMN terikat dengan Peraturan
Presiden ini atau tidak, karena BUMN sudah punya aturan tersendiri yang mengacu kepada Undang-Undang No.19 Tahun 2003,yang kedudukannya lebih
tinggi dari Peraturan Presiden.
B. Modus Operandi