Setting Sosial Setting Novel Catatan Ichiyo

2.3.2 Tempat

Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang digunakan mungkin berupa tempat- tempat dengan nama tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama jelas. Dekripsi tempat secara teliti dan realistis penting untuk mengesani pembaca seolah-olah hal yang diceritakan itu sungguh ada dan terjadi yaitu tempat dan waktu yang diceritakan. Dalam novel “Catatan Ichiyo” mengambil latar tempat di beberapa tempat di Jepang, seperti di kota Edo, Jimbocho, Awajicho, Hongo, Ryusenji, dan sebagainya. Tempat-tempat tersebut merupakan tempat dimana perjuangan Ichiyo dalam mendapatkan pengakuan dari masyarakat yaitu ketika Ichiyo berpindah-pindah untuk mencari nafkah karena keadaan ekonomi yang buruk dan tempat-tempat tersebut juga memberikan inspirasi bagi Ichiyo dalam berkarya.

2.3.3 Setting Sosial

Setting sosial atau latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang kompleks, dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap. Di samping itu, latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan. Sama halnya juga dalam novel “Catatan Ichiyo” ini terdapat ruang lingkup tempat dan waktu sebagai wahana para tokohnya mengalami berbagai pengalaman Universitas Sumatera Utara dalam hidupnya. Peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam novel ini seluruhnya terjadi di Jepang dan berlangsung pada tahun 1857-1896. Pada zaman ini masih dipengaruhi oleh ajaran Konfusianisme yaitu konsep ryousai kenbou yang mengatakan bahwa seorang perempuan harus menjadi istri yang baik dan ibu yang bijaksana. Oleh karena itu, bagi perempuan pada zaman Meiji seperti Ichiyo Higuchi dalam novel ini untuk berkarya dan menjadi sastrawan merupakan hal yang hampir mustahil. Setelah keagungan zaman Heian, perempuan berangsur-angsur kehilangan banyak dari hak-hak mereka ketika zaman feodal Jepang yang panjang. Secara resmi memakai ajaran Konfusianisme pada masa Tokugawa menegaskan posisi kepatuhan mereka. Status mereka tidak meningkat dengan politik dan perubahan undang-undang zaman Meiji. Penyusun UUD Meiji mengabaikan hak wanita untuk bergabung dalam partai politik atau mengambil peran aktif apapun dalam kegiatan politik, bahkan untuk menghadiri pertemuan politik. Peranan mereka dalam masyarakat disimpulkan dalam ungkapan Ryousai Kenbou, “Istri yang baik dan ibu yang bijaksana”. Meskipun demikian, ada wanita-wanita yang terang-terangan tidak puas dengan keadaan ini, dan lembaga pendidikan yang lebih tinggi untuk wanita mulai dibentuk. Perguruan tinggi perempuan Tsuda yang terkenal didirikan pada tahun 1900 dan segera diikuti oleh yang lainnya. Dapat dikatakan bahwa murid-muridnya hampir semuanya berasal dari keluarga yang mapan, tapi mereka menganjurkan penyebaran pendidikan wanita ke segala tingkat. Demikian dibuat jumlah pembaca yang potensial untuk majalah perempuan dan beberapa diterbitkan antara tahun 1905 dan 1910. Universitas Sumatera Utara Tidak peduli bagaimanapun terdidiknya perempuan kelas menengah tapi mereka tidak ada peluang di dalam masyarakat untuk menggunakan pendidikan mereka dalam berbagai cara yang efektif. Kesusasteraan tampaknya menawarkan kesempatan satu-satunya untuk wanita dalam memenuhi diri mereka dalam cara yang kelihatannya lebih berarti. Setelah akhir dasawarsa pertama dari abad ke -20 dua penulis wanita membuat diri mereka terkenal dalam dunia sastra - Higuchi Ichiyou dan Yosano Akiko Beasley,1988:141. Jadi dengan adanya setting sosial seperti ini, Rei Kimura mengekspresikan dalam karyanya yaitu Catatan Ichiyo.

2.4 Sosiologi Sastra