tersembunyi dan lainnya dengan terang-terangan menyebar gossip dan lelucon tentangnya.
Analisis:
Dari cuplikan yang digarisbawahi di atas, menunjukkan indeksikal diskriminasi dari kaum laki-laki yang kurang menghargai status kaum perempuan
pada zaman Meiji dengan anggapan bahwa perpustakaan merupakan daerah kekuasaan laki-laki dan bagi mereka yang melihat Ichiyo yang merupakan seorang
perempuan berada di sana segera menjadi pusat perhatian, kemudian beberapa kelompok mulai merendahkan Ichiyo dengan menyebar gosip dan lelucon.
2. Cuplikan hal.134
Aku benar-benar putus asa karena keluargaku terjatuh ke dalam jurang kehancuran finansial dan kebangkrutan, dan aku harus mendapatkan uang secepatnya.
Malam ini aku mengatakan pada Kuniko bahwa aku tidak lapar agar ia mengambil jatah makananku. Ia membutuhkan kekuatan untuk pekerjaan rumah tangga yang
harus dilakukannya. Aku sangat lapar hingga rasanya ada lubang besar di perutku dan aku menghilangkan rasa lapar dengan memakan nasi putih setiap malam.
“Aku tahu ini berdampak pada kesehatanku, Buku Harianku,” tulis Ichiyo, “tetapi aku tidak akan makan hingga berhasil menjual novel pertamaku”
Analisis:
Cuplikan yang digarisbawahi di atas menunjukkan indeksikal perjuangan Ichiyo dalam berkarya agar mendapatkan hak dan dihargai oleh masyarakat sehingga
Universitas Sumatera Utara
agar novel pertamanya dapat dijual, Ichiyo sampai mengabaikan kesehatannya sendiri dengan tidak memakan apapun walau tahu itu tidak berdampak baik bagi dirinya.
3. Cuplikan hal.173-174
Ia memikirkan pertengkarannya beberapa hari yang lalu dengan Goro Hayashi, salah satu penulis pria pendatang baru paling berpengaruh di lingkaran sastra yang
berpidato merendahkan para penulis wanita dengan menyebut mereka aneh dan tidak lebih dari sekadar “sampah merah muda”.
Analisis:
Dari cuplikan yang digarisbawahi di atas menunjukkan indeksikal diskriminasi yang dilakukan oleh Goro Hayashi sebagai kaum pria yang tidak
menghargai dan merendahkan status kaum wanita pada zaman Meiji dengan menyebut para penulis wanita itu aneh dan tak lebih dari sekadar “sampah merah
muda”.
4. Cuplikan hal.216
“Aku harus jujur padamu, Kusaka san, aku ke sini untuk mencari bantuan dan bimbingan darimu. Setelah ayahku meninggal sekitar enam tahun lalu, aku telah
terpuruk dalam penderitaan mendalam bersama ibuku yang sudah tua dan adikku. Kami telah berjuang mencari nafkah dari hasil menjahit dan mencuci pakaian namun
hidup kami selalu serba kekurangan dan tak ada tanda-tanda semua ini akan berakhir.”
Universitas Sumatera Utara
Analisis:
Pada cuplikan yang digarisbawahi di atas, menunjukkan betapa berat perjuangan yang dihadapi oleh Ichiyo dalam perjalanan panjang berkarya agar
mendapatkan hak dan dihargai masyarakat. Sejak meninggalnya ayah Ichiyo yang merupakan orang yang paling mendukung bakatnya dan selalu memberi semangat,
Ichiyo pun melakukan pekerjaan yang berat dan terus berkarya.
5. Cuplikan hal.227