52
2.3.3. Pembinaan Terpidana di Luar Lembaga Pemasyarakatan
Di dalam Pasal 1 angka 32 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana KUHAP dan Pasal 1 angka 6 Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dinyatakan pengertian terpidana adalah “seorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap. Sedangkan di dalam Pasal 1 angka 7 Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan dinyatakan pengertian
narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga Pemasyarakatan.
Istilah narapidana tidak identik dengan istilah terpidana. Terpidana meliputi tidak hanya seorang yang dipidana hilang kemerdekaan narapidana tetapi juga
meliputi seorang yang dipidana bukan hilang kemerdekaan seperti seorang yang dipidana denda. Seorang narapidana secara otomatis juga merupakan seorang
terpidana tetapi seorang terpidana belum tentu merupakan seorang narapidana. Dengan diterimanya konsep pemasyarakatan Saharjo 1963, maka sejak
tahun 1964 sistem kepenjaraan dihumanisasikan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem pemasyarakatan lahir pada tanggal 27 April 1964 sebagai hasil dari
konferensi Dinas Direktorat Pemasyarakatan di Lembang, Jawa Barat. Dengan lahirnya sistem pemasyarakatan maka proses pembinaan narapidana dan anak didik
mendapat pengayoman dan pembinaan demi pemasyarakatan narapidana yang mantap. Ini berarti bahwa narapidana dan anak didik dapat dibina, dibimbing dan
dituntun menjadi warga masyarakat yang berguna.
Universitas Sumatera Utara
53 Reksodiputro 1997 menyatakan, lahirnya konsepsi tentang sistem
pemasyarakatan ini dianggap sebagai suatu perubahan yang menyeluruh dan mendasar dari falsafah penghukuman yang antara lain ditandai oleh penderitaan
seperti penggunaan pakaian penjara, kepala gundul dan rantai kaki menjadi falsafah pembinaan yang antara lain ditandai oleh pengakuan martabat terpidana sebagai
manusia, mengembalikan harga diri terpidana dan mempersiapkannya kembali ke masyarakat.
Sistem pemasyarakatan barn diwujudkan dalam undang-undang yakni dengan lahirnya Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Menurut
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan
warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembaaaan dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.
Pasal 1 angka 2 menentukan pengertian sistem pemasyarakatan adalah : Suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan
Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas
Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh
lingkungan masyarakat, agar aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.
Universitas Sumatera Utara
54 Pokok-pokok pikiran Saharjo tersebut akhirnya dijadikan prinsip-prinsip dari
konsepsi pemasyarakatan sehingga bukan semata-mata sebagai tujuan dari pidana penjara melainkan merupakan sistem pembinaan narapidana. Adapun tujuan utama
dari sistem pemasyarakatan menurut Pengabdian Hukum UI adalah : 1. Memasukkan bekas narapidana ke dalam masyarakat sebagai warga negara yang
baik. 2. Melindungi masyarakat dari timbulnya kejahatan bekas narapidana ke dalam
masyarakat karena tidak mendapatkan pekerjaan. Proses pemasyarakatan adaiah menggambarkan tahap-tahap sistem pembinaan
narapidana yang bertujuan mencapai sasaran utama dari sistem pemasyarakatan Indonesia.
Dalam sistem pemasyarakatan ini proses pemasyarakatan resosialisasi narapidana dilaksanakan lewat 2 dua jalur. Pembinaan di dalam lembaga
pemasyarakatan ditangani oleh Direktorat Pemasyarakatan dan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan BAPAS.
Bentuk pembinaan narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan yaitu meliputi : program perawatan, program pendidikan, program keamanan dan
ketertiban serta program rekreasi. Berdasarkan Keputusan Presiden No. 183 Tahun 1968 yang disempurnakan
oleh Keputusan Presiden No. 44 dan No. 45 Tahun 1974 jo. Keputusan Menteri Kehakiman R.I No. Y.5.4371975 ditentukan bahwa pembinaan narapidana di luar
lembaga pemasyarakatan berwujud kegiatan bimbingan yang meliputi :
Universitas Sumatera Utara
55 1.
Pidana bersyarat 2.
Pelepasan bersyarat 3.
Bimbingan lebih lanjut, 4.
Proses asimilasiintegrasi, 5.
Pengentasan anak dengan cara pemasyarakatan untuk terpidana anak, 6.
Pengentasan anak yang diserahkan negara dengan keputusan hakim atau orang tuawali. Poernomo, 1986
Narapidana dapat diberikan lepas bersyarat menurut Pasal 15 Kitab Undang- undang Hukum Pidana KUHP yaitu jika terpidana telah menjalani masa pidananya
23 duapertiga dari lamanya pidana penjara yang dijatuhkan kepadanya, dan yang paling sedikit telah menjalani 9 sembilan bulan pidana penjara.
Pelepasan bersyarat ini sifatnya fakultatif, dapat diadakan jika menurut pertimbangan seorang narapidana itu patut diberikan Pelepasan bersyarat. Adapun
faktor-faktor yang dapat dijadikan pertimbangan dalam mengusulkan dan memberikan pelepasan bersyarat antara lain, yaitu :
1. Sifat delik yang telah dilakukan,
2. Pribadi dan riwayat hidup terpidana,
3. Kelakuan terpidana selama dalam lembaga pemasyarakatan,
4. Kemungkinan-kemungkinan pekerjaantempat yang akan diperoleh terpidana
setelah diberi pelepasan bersyarat.
Universitas Sumatera Utara
56 Bimbingan lebih lanjut adaiah sangat perlu, oleh karena bukan saja dengan
maksud mempermudah asimilasi dengan masyarakat, tetapi juga apabila ternyata perhitungan hakim waktu menerapkan pidana tidak cocok dengan kenyataan, yang
maksudnya lamanya masa pidana yang diterapkan ternyata tidakbelum cukup membentuk narapidana menjadi manusia yang seratus persen bersih dan baik, maka
narapidana dibina dalam proses lanjutan ini. Dipandang dari unsur bimbinganbantuan yang perlu diberikan, maka
pembinaan lanjutan ini menyerupai pelepasan bersyarat, yaitu kedua pelanggar hukum tersebut telah lama-sama pernah dibina di dalam lembaga yang kemudian juga
sama-sama memerlukan bantuan dan bimbingan dalam proses kembalinya ke dalam masyarakat yang telah terpaksa dipisahkan darinya.
Asimilasi yaitu proses pembinaan narapidana di luar lembaga pemasyarakatan apabila telah menjalani setengah dari masa pidana sebenarnya.
Menurut Pasal 1 Peraturan Menteri Kehakiman R.I No. M.01.PK.04.10 Tahun 1989 yang dimaksud dengan asimilasi adaiah proses pembinaan narapidana yang
dilakukan dengan membaurkan narapidana ke dalam kehidupan masyarakat. Wujud dari kegiatan assimilasi ini dapat berupa : memberikan kesempatan
kepada narapidana untuk beribadah di luar lembaga pemasyarakatan bersama masyarakat luar, bekerja di luar lembaga pemasyarakatan ataupun rnengikut sertakan
narapidana ke dalam berbagai bentuk kegiatan cuti.
Universitas Sumatera Utara
57 Peraturan Menteri Kehakiman R.I No. M.01.PK.04.10 Tahun 1989 mengenai
cuti yang berkaitan dengan kegiatan assimilasi ini ada 2 dua bentuk yaitu : 1.
Cuti biasa, adalah cuti yang diberikan kepada narapidana melalui syarat- syarat tertentu untuk keperluan mengunjungi keluarga atas alasan-alasan
seperti menjadi wali dalam pernikahan, menghadiri kematian, atau karena ada keluarganya yang sakit keras.
Cuti ini dilaksanakan selama 2 x 24 jam, dengan mendapat pengawalan dari petugas lembaga pemasyarakatan, dan diberikan kepada narapidana
dengan ketentuan sebagai berikut : a.
Narapidana yang dipidana 1 satu tahun ke bawah, tidak memperoleh cuti ;
b. Narapidana yang dipidana 1 satu tahun sampai dengan 5 lima
tahun c.
memperoleh cuti 1 kali dalam 1 satu tahun d.
Narapidana yang dipidana 5 lima tahun sampai dengan 10 sepuluh tahun memperoleh cuti 1 kali dalam 2 dua tahun ;
e. Narapidana yang dipidana 10 sepuluh tahun sampai dengan 20
dua puluh tahun memperoleh cuti 1 kali dalam 3 tiga tahun f.
Narapidana yang dipidana seumur hidup, setelah pidana berubah menjadi pidana sementara melalui syarat-syarat tertentu sebelum
is memperoleh kebebasannya, dengan syarat bahwa narapidana yang bersangkutan telah menjalani setenaah dari masa pidana yang
Universitas Sumatera Utara
58 sebenarnya harus dijalani sesuai dengan remisi terakhir selama-
lamanya 1 satu tahun tidak boleh lebih dari 6 enam bulan. 2. Cuti menjelang lepas mutlak cuti pre-release ialah cuti yang diberikan
kepada narapidana melalui syarat-syarat tertentu sebelum is memperoleh kebebasannya, dengan syarat bahwa narapidana yang bersangkutan telah
menjalani setengah dari masa pidana yang sebenarnya harus dijalani sesuai dengan remisi terakhir selama-lamanya 1 satu tahun tidak boieh lebih dari
6 enam bulan. Balai Pemasyarakatan BAPAS selaku pembimbing dan pembina terpidana
di luar lembaga pemasyarakatan rnemiliki tugas yang sangat renting bagi tercapainya keberhasilan pembinaan diri terpidana. Selain Balai Pemasyarakatan BAPAS yang
memiliki tugas membimbing terpidana di luar embaga pemasyarakatan maka unsur yang tidak kalah pentingnya dalam turut serta mensukseskan program pembinaan itu
sendiri adalah peran serta Masyarakat. Masyarakat diharapkan pengertiannya, bantuannya dan bahkan rasa tanggung
jawabnya dalam penyelenggaraan program pembinaan narapidana karena pada dasarnya program pemasyarakatan itu justru diiakukan demi kepentinaan masyarakat
itu sendiri. Tanpa adanya rasa pengertian dari masyarakat maka mustahil program pembinaan narapidana yang bertujuan untuk memasyarakatkan kembali narapidana
sehingga dapat menjadi warga masyarakat yang baik dan berguna akan dapat dicapai dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
59
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di BAPAS Klas-I Medan, selama 3 bulan mulai dari bulan Pebruari 2009 sampai bulan April 2009.
3.2. Metode Penelitian
Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kasus yang didukung dengan survey. Adapun jenis penelitian adalah deskriptif kuantitatif. Nazir 2005
menyatakan bahwa : “Penelitian deskriptif adalah metode dalam penelitian status kelompok manusia, suatu pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa
sekarang yang bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran, atau lukisan secara sistematis, factual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar
fenomena yang diselidik. Sedangkan Arikunto 2002 menyatakan bahwa , “penelitian kuantitatif
memiliki kejelasan unsur yang rinci sejak awal, langkah penelitian yang sistematis, populasi, memiliki hipotesis jika perlu, memiliki desain jelas dengan langkah-langkah
penelitian dan hasil yang diharapkan, memerlukan pengumpulan data yang dapat mewakili, serta ada analisa data yang dilakukan setelah semua data terkumpul “.
Universitas Sumatera Utara