13 Dalam pengawasan pidana bersyarat tersebut adakalanya mengalami
hambatan-hambatan antara lain karena terpidana bersyarat sudah pindah tempat tinggal tanpa memberitahukan kepada aparat desakelurahan. Untuk pengawasan
tersebut lembaga Kejaksaan selaku eksekutor putusan pidana bersyarat mempersiapkan formulir P-51 yaitu formulir pemberitahuan pemidanaan bersyarat
yang berisi tentang identitas terpidana, waktu mulainya pelaksanaan eksekusi pidana bersyarat, nama eksekutornya, syarat khusus yang ditetapkan dalam putusan hakim
dan lain sebagainya. Tembusan surat ini dikirimkan kepada BAPAS, Penyidik Polisi, Kepala DesaLurah dimana si terpidana bertempat tinggal.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dirumuskan beberapa masalah pokok di dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaruh penilaian hakim secara tercatat terhadap peranan petugas
Balai Pemasyarakatan BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat?
2. Bagaimana pengaruh penilaian hakim secara tidak tercatat terhadap peranan
petugas Balai Pemasyarakatan BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat?
3. Bagaimana pengaruh penilaian hakim terhadap peranan petugas Balai
Pemasyarakatan BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat?
Universitas Sumatera Utara
14
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pengaruh Penilaian Hakim atas Peranan Petugas Balai
Pemasyarakatan BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang dominan penilaian hakim yang tercatat dan yang tidak tercatat Peranan Petugas Balai Pemasyarakatan BAPAS Dalam
Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk: 1.
Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi Pengadilan Negeri Medan dan BAPAS Klas I Medan dalam hal pelaksanaan pengawasan dan pembinaan pidana bersyarat.
2. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian di Sekolah Pascasarjana Universitas khususnya program studi Magister Ilmu Manajemen.
3. Sebagai menambah pengetahuan dan wawasan peneliti khususnya dalam hal penilaian hakim atas peranan petugas Balai Pemasyarakatan BAPAS dalam
pelaksanaan pengawasan dan pembinaan pidana bersyarat. 4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah
yang sama akan datang.
1.5. Kerangka Berpikir
Universitas Sumatera Utara
15 Hukum pidana Indonesia merupakan hukum pidana peninggalan jaman
Hindia Belanda yang mengalami banyak perubahan dan tambahan karena disesuaikan dengan jiwa bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang
Dasar 1945. Di dalam hukum pidana sejak lama telah dilakukan usaha-usaha untuk
memperbaharui hukum pidana materil, yang harus dilakukan bersama-sama dengan hukum pidana formil hukum acara pidana. Semuanya ini di dalam suatu kerangka
untuk mewujudkan satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.
Muladi 1985 menyatakan pembaharuan hukum pidana tersebut akan mencakup persoalan-persoalan utama yang berkaitan dengan tiga permasalahan
pokok di dalam hukum pidana yaitu tentang perbuatan yang dilarang, orang yang melakukan perbuatan yang dilarang dan pidana. Dalam hal masalah pidana, terdapat
suatu malsalah yang sekarang ini secara universal terus dicarikan pemecahannya. Masalah tersebut adalah ketidakpuasan masyarkat terhadap pidana perampasan
kemerdekaan yang di berbagai negara termasuk Indonesia terus diusahakan untuk mencari alternatif-alternatif dari pidana perampasan kemerdekaan, antara lain berupa
peningkatan pemidanaan yang bersifat non-institusional dalam bentuk pidana bersyarat voorwaardelijke veroordeling, dan pidana harta vermogenstrat misalnya
denda. Pidana dalam segala bentuk dan manifestasinya pada dasarnya merupakan
upaya yang dilakukan oleh negara terhadap pelanggar hukum untuk mencegah dan
Universitas Sumatera Utara
16 memberantas kejahatan, baik dalam arti bentuk, sifat maupun tujuannya. Hal tersebut
sejalan dengan perkembangan pandangan dan pemikiran manusia terhadap kejahatan dan penjahat. Tujuan pemidanaan yang terakhir ini lebih diarahkan sebagai sarana
pembinaan bagi narapidana. Gagasan untuk memperlakukan narapidana lebih manusiawi lagi antara lain
nampak dalam ide pemasyarakatan, hal ini sesuai dengan gagasan dari Saharjo, yang diucapkan di dalam pidato penerimaan gelar doktor honoris causanya dalam ilmu
hukum dari Universitas Indonesia pada tanggal 5 Juli 1963, di dalam pidatonya mengemukakan rumusan dari tujuan pidana penjara yaitu : disamping menimbulkan
rasa derita nestapa pada terpidana karena dihilangkan kemerdekaan bergerak, membimbing terpidana agar supaya is menjadi seorang anggota masyarakat sosialis
Indonesia yang berguna.” Saharjo, 1963. Dengan perkataan lain tujuan dari pidana penjara adalah pemasyarakatan yang
mengandung makna bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulanginya perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang telah tersesat diayomi
dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga negara yang berguna di dalam masyarakat. Ini berarti dalam sistem pemasyarakatan, narapidana tidak
dipandang sebagai manusia jahat, akan tetapi narapidana tetap dianggap sebagai manusia biasa seperti halnya manusia-manusia lainnya hanya karena narapidana
melanggar hukum diputus oleh hakim untuk menjalankan pidana. Narapidana selain sebagai individu juga sebagai anggota masyarakat yang di dalam pembinaannya tidak
boleh diasingkan dari masyarakat, akan tetapi justru harus diintegrasikan kedalamnya.
Universitas Sumatera Utara
17 Jadi pembinaan terhadap narapidana tidak cukup apabila hanya dilakukan di dalam
lembaga pemasyarakatan saja akan tetapi terhadapnya juga perlu diberikan pembinaan di luar lembaga pemasyarakatan.
Gambar 1.1 Kerangka Berpikir Penelitian 1.6. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dihipotesiskan sebagai berikut:
1. Penilaian hakim secara tercatat berpengaruh terhadap peranan petugas Balai
Pemasyarakatan BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat.
2. Penilaian hakim secara tidak tercatat berpengaruh terhadap peranan petugas
Balai Pemasyarakatan BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat.
3. Penilaian hakim berpengaruh terhadap peranan petugas Balai Pemasyarakatan
BAPAS Dalam Pelaksanaan Pengawasan dan Pembinaan Pidana Bersyarat.
Peranan BAPAS Penilaian Hakim yang
Penilaian Hakim yang secara Tidak Tercatat
Universitas Sumatera Utara
18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA