Pengertian Utang Pajak Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak

32 c. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan. d. Surat Ketetapan Pembetulan adalah adalah surat keputusan yang membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung dan atau kekeliruan penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang – undangan perpajakan yang terdapat dalam Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Keberatan, Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak yang tidak benar, atau Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak. e. Surat Ketetapan Keberatan adalah surat keputusan atas keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak. f. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib Pajak.

C. Pengertian Utang Pajak

Utang pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam Surat Ketetapan Pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Marihot, 2010 : 127 Universitas Sumatera Utara 33

D. Timbulnya Utang Pajak

Utang pajak timbul jika undang – undang yang menjadi dasar untuk pengenaan dan pemungutannya telah ada, dan telah dipenuhi syarat – syarat subjektif dan syarat objektif yang ditentukan oleh undang – undang pajak secara bersamaan simultan. Syarat objektif dipenuhi apabila terdapat taatbestand keadaan yang nyata sebagaimana ditentukan dalam undang – undang pajak. Taatbestand berasal dari bahasa Jerman, yang dapat berupa : perbuatan, keadaan, atau peristiwa. Pada pajak subjektif, utang pajak timbul selain setelah terpenuhinya syarat subjektif, yaitu syarat mutlak mengenai orangnya sebagai titik pertautan utama, maka keadaan objek juga harus terpenuhi, yaitu adanya keadaan atau peristiwa atau perbuatan yang ditentukan sebagai objek pajak. Sebaliknya pada pajak objektif, walaupun telah ada syarat objektif adanya objek pajak sesuai dengan ketentuan undang – undang, maka haruslah tetap terpenuhi syarat subjektif, yaitu ada subjek pajak yang dikenakan kewajiban pajak. Marihot, 2010 : 128 Peningkatan jumlah utang pajak yang menyebabkan tunggakan pajak. Adanya tunggakan pajak sebagai akibat tidak dilunasinya utang pajak sampai tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang – undangan perpajakan.

1. Timbulnya Utang Pajak Menurut Ajaran Material

Menurut ajaran material utang pajak timbul karena adanya undang – undang pajak dan peristiwa keadaan perbuatan tertentu taatbestand, serta tidak menunggu dari tindakan pihak fiskus pemerintah. Timbulnya utang Universitas Sumatera Utara 34 pajak adalah karena bunyi undang – undang saja, tanpa diperlukan perbuatan manusia. Jadi sekalipun tidak dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak oleh fiskus asalkan terdapat suatu taatbestand sesuai dengan ketentuan dalam undang – undang pajak maka telah timbul utang pajak. Dengan demikian utang pajak timbul dengan sendirinya karena undang – undang dengan kekuatan berlaku sebatas di wilayah Negara tersebut, dan sudah menjadi utang pajak pada permulaan tahun pajak atau akhir tahun pajak, tergantung pada ketentuan dalam undang – undang pajak yang bersangkutan. Surat Ketetapan Pajak dalam ajaran material tidak menimbulkan utang pajak, tetapi hanya diperlukan untuk mentapkan besarnya utang pajak dan untuk memberitahukan besarnya utang pajak kepada Wajib Pajak. Diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak hanya formalitas semata, dimana tanpa adanya Surat Ketetapan Pajak pun utang pajak telah timbul asalkan taatbestand sudah menjadi fakta yuridis fiskal. Dengan demikian meskipun Surat Ketetapan Pajak belum diterima dan belum diketahui besarnya pajak yang terutang, sesorang yang sudah memenuhi taatbestand dianggap telah memenuhi syarat objektif dan subjektif sehingga telah memiliki utang pajak dan berkewajiban membayar pajak yang terutang tersebut. Ketentuan suatu utang pajak timbul bukan karena ketetapan fiskus melainkan karena undang – undang berguna dalam praktik pemungutan pajak. Salah satunya berkaitan dengan penagihan pajak terutang kepada Wajib Pajak yang meninggal dunia. Dalam ajaran material jika sebelum keluarnya Surat Ketetapan Pajak seorang Wajib Pajak meninggal dunia maka utang pajaknya Universitas Sumatera Utara 35 beralih kepada ahli waris. Hal ini didasari pada pengertian bahwa ahli waris secara hukum merupakan pihak yang ditentukan untuk menggantikan Wajib Pajak untuk melunasi semua kewajiban yang timbul terhadap Wajib Pajak yang telah meninggal dunia. Setiap ahli waris selain mewarisi kekayaan dari pewaris juga mendapat tanggung jawab untuk melunasi utang – utanpewaris, termasuk utang pajak yang telah timbul pada permulaan tahun pajak, sesuai dengan ketentuan undang – undang pajak. Marihot, 2010 : 129

2. Timbulnya Utang Pajak Menurut Ajaran Formal

Ajaran kedua terkait dengan timbulnya utang pajak adalah ajaran formal, yang tidak melihat tentang adanya taatbestand sebagai dasar yang menimbulkan utang pajak tetapi menggantungkan pada adanya suatu Surat Ketetapan Pajak. Dengan demikian utang pajak timbul pada saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak. Menurut ajaran ini utang pajak timbul karena ada ketetapan dari pihak pemungut pajak, yaitu pemerintah atau aparatur pajak fiskus, sehingga pajak terutang pada saat diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak. Tanpa adanya Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus maka tidak ada utang pajak yang harus dibayar oleh Wajib Pajak. Atau dengan kata lain walaupun taatbestand telah dipenuhi akan tetapi apabila belum dikeluarkan Surat Ketetapan Pajak maka belum ada suatu utang pajak. Menurut ajaran formal apabila seorang Wajib Pajak meninggal dunia sebelum dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak maka orang tersebut luput dari pengenaan pajak, dan kewajiban pembayaran pajak dengan sendirinya tidak dapat berpindah kepada ahli warisnya. Hal ini didasari pada pendapat yang Universitas Sumatera Utara 36 menyatakan bahwa utang pajak belum pernah timbul karena belum pernah dikeluarkan Surat Ketetapan Pajaknya. Marihot, 2010 : 129

E. Surat Ketetapan Pajak dan Timbulnya Utang Pajak

Dari uraian tentang saat timbulnya utang pajak tampak bahwa ada perbedaan yang mendasar tentang kedudukan Surat Ketetapan Pajak dalam penentuan timbulnya utang pajak. Ajaran material sangat bertolak belakang dengan ajaran formal. Menurut ajaran material Surat Ketetapan Pajak tidak menimbulkan utang pajak, sebab utang pajak telah timbul karena undang – undang pada saat dipenuhinya taatbestand. Dengan demikian menurut ajaran material Surat Ketetapan Pajak hanya mempunyai fungsi untuk : a. Memberitahukan besarnya pajak terutang, dan b. Menetapkan besarnya utang pajak. Kedua fungsi diatas membuat Surat Ketetapan Pajak menurut ajaran material hanya bersifat deklaratur atau pemberitahuan. Surat Ketetapan Pajak yang dikeluarkan oleh fiskus hanya berfungsi sebagai pemberitahuan kepada Wajib Pajak mengenai besarnya pajak terutang dan kapan jatuh tempo pembayaran pajak harus dilakukan oleh Wajib Pajak. Sedangkan dalam ajaran formal, Surat Ketetapan Pajak mempunyai tiga fungsi sekaligus, yaitu : a. Menimbulkan utang pajak b. Menetapkan besarnya jumlah utang pajak bersamaan saatnya dengan fungsi menimbulkan utang pajak; dan Universitas Sumatera Utara 37 c. Memberitahukan besarnya pajak terutang kepada Wajib Pajak. Bila dibandingkan dengan fungsi Surat Ketetapan Pajak menurut ajaran material maka pada ajaran formal ada satu fungsi yang ditambahkan, yaitu menimbulkan utang pajak. Adanya fungsi ini membuat dalam ajaran formal sifat Surat Ketetapan Pajak adalah konstitutif atau penetapan hukum. Dari uraian ini tampak bahwa apabila pada ajaran material timbulnya utang pajak dan ketetapan pajak yang menentukan besarnya pajak terutang terjadi pada saat yang berbeda, maka pada ajaran formal kedua hal tersebut terjadi pada saat yang bersamaan. Marihot, 2010 : 130

F. Berakhirnya Utang Pajak