mata pelajaran sejarah harus mempunyai latar belakang pendidikan tinggi sesuai mata pelajaran yang diajarkan. Latar belakang tersebut
adalah D-IV atau S1 program studi pendidikan sejarah.
4. Pembelajaran Sejarah
Pembelajaran sejarah adalah dua konsep yang sama-sama memiliki arti masing-masing. Istilah sejarah bagi para ahli diartikan
berbeda-beda. Perbedaan dalam literatur tentang istilah sejarah pada dasarnya terdiri dari dua konsep, yaitu sejarah sebagai peristiwa masa
lalu past event, res gestae; dan sejarah peristiwa sebagaimana diceritakan historia rerum gestarum Sjamsuddin, 2007: 9. Sejarah
dalam arti pertama, sebagaimana dikemukakan oleh Taufik Abdullah dalam Wicaksono
http:dirgantarawicaksono.blogspot.com , diunduh
pada 20 Januari 2015 pukul 06.55 WIB diceritakan atau tidak, peristiwa itu terjadi. Menurut Kuntowijoyo 1999: 9, sejarah seperti itu sebagai
peristiwa masa lalu yang terjadi di luar pengetahuan manusia, disebut sejarah objektif. Sejarah sebagaimana diceritakan adalah peristiwa masa
lalu yang diceritakan, memiliki pengertian yang sama sebagai peristiwa yang terjadi atas sepengetahuan manusia disebut sejarah subyektif.
Sejarah subjektif adalah sejarah sebagai pelaksanaan riset yang dilakukan
oleh sejarawan,
menghasilkan pernyataan-pernyataan
peristiwa-peristiwa masa lalu. Sejarah dalam arti subjektif adalah terminologi sejarah sebagai
disiplin ilmiah. Beberapa ahli, sejarawan, dan filsuf mengartikan sejarah
secara beragam. Ada yang mengartikan sejarah sebagai catatan sebagaimana arti sejarah yang dikemukakan oleh Burckhardt dalam
Kochhar 2008: 2, yang menyatakan bahwa sejarah merupakan catatan tentang suatu masa yang ditemukan dan dipandang oleh generasi dari
zaman yang lain. Sejarah juga diartikan sebagai ilmu. Sebagai ilmu sejarah
memiliki metodologi
penelitian ilmiah
yang dapat
dipertanggungjawabkan, seperti dikemukakan oleh Richard E. Evans dalam Sjamsuddin 2007: 9 bahwa sejarah adalah batang tubuh
pengetahuan yang terorganisasi yang diperoleh melalui penelitian yang dilaksanakan sesuai dengan metode-metode yang disepakati umum,
dipresentasikan dalam laporan-laporan yang dipublikasikan. Dari pendapat para ahli tentang definisi sejarah dapat disimpulkan bahwa
sejarah adalah peristiwa masa lalu tentang manusia baik individu maupun masyarakat yang dihadirkan pada masa kini baik diceritakan
maupun hasil dari penelitian sejarawan. Kenyataan menunjukkan bahwa sejarah terus diteliti, ditulis, dan
dipelajari membuktikan bahwa sejarah itu memiliki kegunaan Kuntowijoyo, 1999:19. Menurut Kuntowijoyo sejarah berguna secara
intrinsik dan ekstrinsik. Secara intrinsik sejarah berguna untuk mengetahui masa lampau. Manusia ingin mempelajari masa lampau
karena manusia ingin memecahkan misteri, ingin mengetahui tentang apa yang terjadi di masa lampau. Secara esktrinsik sejarah berguna
sebagai sarana pendidikan. Menurut Sjamsuddin 2007: 278, guna
ekstrinsik sejarah sebagai sarana pendidikan berpangkal dari kebutuhan kehidupan modern dari masyarakat industrialis akan pendidikan non-
teknis untuk kembali ke pengetahuan tradisional agar dapat menuntut pada masyarakat yang demokratis.
Kegunaan sejarah
sebagai media
pendidikan banyak
dikemukakan oleh para ahli. Posisi sejarah memiliki peran sangat strategis sebagai sarana bagi pendidikan. Conal Furay dan Michael J.
Salevouris seperti yang dikutip oleh Peters N. Stearns 2011 dalam artikelnya “The Uses of History”, menyatakan bahwa pembelajaran
sejarah mengajarkan kemampuan analisis yang sangat bermanfaat dalam bidang akademik dan memelihara rasa identitas. Tanpa pengetahuan
sejarah, hari ini akan menjadi tanpa tujuan dan besok tanpa makna. Sejarah berfungsi sebagai memori kolektif. Tanpa memori kolektif
masyarakat akan sama tanpa akar dan hancur sebagai sebuah individu dengan amnesia, sejarah berkontribusi pada makna, tujuan dan kohesi
masyarakat. Sejarah dapat memberikan inspirasi kepada kita tentang gagasan
dan konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan persoalan- persoalan masa kini, sebagaimana dikemukakan oleh Taufik Abdullah
dalam makalahnya yang berjudul “Sejarah Menentukan Masa Depan”, bahwa dengan mempelajari sejarah orang dapat menghindari kegagalan
dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya serta menemukan sumber-sumber baru untuk merumuskan visi masa depan. Dari pendapat
para ahli dapat disimpulkan bahwa kegunaan sejarah dari segi pendidikan adalah dapat menjadi sumber pengetahuan yang dari sumber
itu seseorang dapat mengambil makna dari pengalaman di masa lalu dan menjadi bijak.
Istilah pembelajaran menurut Reigeluth 2009: 6 saat ini semakin mengarah pada konstruksi construction dan meninggalkan
pengajaran instruction, yang berimplikasi pada peran siswa dalam proses belajar. Pengajaran merujuk apa yang harus dikerjakan oleh
siswa, siswa berperan pasif dalam proses belajar. Sedangkan kontruksi merujuk apa yang diselesaikan oleh siswa, siswa berperan aktif dalam
proses belajar. Pembelajaran yang mengarah pada konstruktivis yaitu jika dalam pengajaran mengarah pada apa yang siswa lakukan dan
apapun yang dilakukan oleh guru yang bertujuan untuk memfasilitasi proses belajar siswa.
Belajar sendiri menurut Santrock 2010: 265 adalah pengaruh yang relatif permanen pada pengetahuan, perilaku dan keterampilan
berfikir yang diperoleh melalui pengalaman. Berdasarkan pengertian tersebut belajar sama dengan pengalaman, tetapi pengalaman yang
membawa perubahan pada pengetahuan, perilaku dan keterampilan berfikir seseorang. Seseorang yang dikatakan belajar berarti orang yang
telah memiliki dan bertambah pada aspek pengetahuan, perilaku, dan keterampilan yang sebelumnya tidak dimiliki atau sebelumnya sedikit.
Pada pembelajaran dalam arti konstrusi, peran guru terjadi ketika guru membantu siswa memperoleh informasi, gagasan, keterampilan,
nilai, cara berfikir dan tujuan mengekspresikan diri mereka sendiri. Peran guru dalam pembelajaran adalah melibatkan siswa dalam tugas-
tugas yang sarat muatan kognitif dan sosial, mengajari bagaimana mengerjakan tugas-tugas secara produktif, mengajari bagaimana
siswa menyerap dan menguasai informasi. Sedangkan peran murid dalam pembelajaran adalah mampu menggambarkan informasi dan
gagasan dengan menggunakan sumber-sumber belajar Joyce dkk, 2009: 7. Pembelajaran yang efektif akan terjadi apabila guru dan siswa sama-
sama memainkan peran masing-masing. Dalam kaitannya dengan pembelajaran sejarah, menurut Stearn
2011: 2, pembelajaran sejarah bertujuan untuk membantu siswa memahami bagaimana dunia bekerja dan bagaimana manusia
berperilaku, pengetahuan tentang masa lalu diperlukan untuk memahami kenyataan hari ini. Agar pembelajaran sejarah dapat memberikan
dampak pada siswa, Stearn menyarankan pembelajaran sejarah harus mengembangkan keterampilan untuk menilai bukti, keterampilan untuk
berinterpretasi, dan keterampilan untuk menilai contoh perubahan. Lebih luas, Kochhar 2008: 27-38 mengatakan bahwa
pembelajaran sejarah di sekolah harus mencapai sasaran-sasaran yang mencakup dimensi kognitif, afektif dan psikomotor. Termasuk dalam
dimensi kognitif, yaitu: 1 mengembangkan pemahaman tentang diri
sendiri; 2 memberikan gambaran yang tepat tentang konsep waktu, ruang dan masyarakat; 3 membuat masyarakat mampu mengevaluasi
nilai-nilai dan hasil yang telah dicapai oleh generasinya; 4 memperluas cakrawala intelektualisme; 5 memberikan pelatihan mental; 6 melatih
siswa menangani
isu-isu kontroversial.
Dimensi afektif dari
pembelajaran sejarah, yaitu 1 mengajarkan toleransi; 2 menanamkan sikap intelektual; 3 mengajarkan prinsip-prinsip moral; 4 menanamkan
orientasi ke masa depan; 5 membantu mencarikan jalan keluar bagi masalah sosial dan perseorangan; 6 memperkokoh rasa nasionalisme,
dan; 7 mengembangkan pemahaman internasional. Dimensi psikomotor adalah mengembangkan keterampilan yang berguna seperti keterampilan
membaca, menyatakan pendapat, menggunakan peta, diagram, timeline dan sebagainya.
5. Kurikulum