Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah negara, tujuan pendidikan merupakan hal krusial yang harus diperhatikan. Tujuan pendidikan begitu penting karena tujuan pendidikan menentukan arah gerak, langkah, serta perbuatan manusia dalam suatu negara. Pendidikan memiliki sifat membentuk, yaitu membentuk sifat dan karakter manusia. Tipe manusia atau masyarakat seperti apa yang dibutuhkan dalam suatu negara dapat dibentuk melalui pendidikan. Dengan kata lain, perkembangan sebuah negara didasarkan pada pendidikannya. Untuk itu, tujuan pendidikan sangat perlu untuk dirumuskan secara jelas. Tindak lanjut dari perumusan tujuan tersebut adalah pengorganisasian kurikulum yang disesuaikan dengan apa yang dibutuhkan. Organisasi kurikulum memiliki kaitan yang sangat erat dengan tujuan pendidikan yang hendak dicapai karena pola-pola yang berbeda akan mengakibatkan isi dan cara penyampaian pelajaran berbeda pula Nasution, 2008: 176. Proses mendidik adalah proses sosial-psikologis yang dinamis karena mencakup kegiatan membangun anak manusia yang bersifat dinamis. Proses mendidik merupakan aktivitas membimbing-menuntun yang selalu bisa direvisi dan disempurnakan Kartono, 1997: 14. Di Indonesia, pelaksanaan pendidikan tidak lepas dari revisi dan penyempurnaan demi menyesuaikan diri dengan perkembangan yang terjadi baik dalam skala nasional maupun global. Dalam perkembangannya, kurikulum pendidikan di Indonesia pasca kemerdekaan telah mengalami beberapa kali perubahan, dimulai dari kurikulum 1952 yang dikenal dengan Rencana Pelajaran Terurai 1952, kurikulum 1964 atau Rencana Pendidikan 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum periode 1984, kurikulum periode 1994, kurikulum 2004 atau dikenal dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, Kurikulum 2006 atau Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, hingga Kurikulum 2013. Hingga tahun 2015, Kurikulum 2013 merupakan kurikulum terbaru yang pernah diterapkan di Indonesia. Pengembangan kurikulum ini dikaitkan dengan tuntutan pendidikan yang mengacu kepada delapan Standar Nasional Pendidikan yang meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam Kurikulum 2013 terdapat banyak perubahan dari kurikulum sebelumnya. Perubahan-perubahan tersebut antara lain perubahan pola pembelajaran dari yang berpusat pada guru diubah menjadi berpusat pada peserta didik, pola pembelajaran satu arah dari guru ke peserta didik menjadi pembelajaran interaktif interaktif guru-peserta didik-masyarakat- lingkungan alam, sumbermedia lainnya, pola pembelajaran terisolasi menjadi pembelajaran secara jejaring peserta didik dapat menimba ilmu dari siapa saja dan dari mana saja yang dapat dihubungi serta diperoleh melalui internet, pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran aktif- mencari pembelajaran siswa aktif mencari semakin diperkuat dengan model pembelajaran pendekatan sains, pola belajar sendiri menjadi belajar kelompok, pola pembelajaran alat tunggal menjadi pembelajaran berbasis alat multimedia, pola pembelajaran berbasis massal menjadi kebutuhan pelanggan users dengan memperkuat pengembangan potensi khusus yang dimiliki setiap peserta didik, pola pembelajaran ilmu pengetahuan tunggal monodiscipline menjadi pembelajaran ilmu pengetahuan jamak multidisciplines, dan pola pembelajaran pasif menjadi pembelajaran kritis Permendikbud No. 69 tahun 2013. Dari pembaharuan tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga tercetak manusia yang memiliki kompetensi dan keterampilan yang berguna bagi kehidupannya. Selain itu, tantangan perkembangan zaman juga diharapkan dapat teratasi melalui pendidikan. Berbeda dari apa yang diharapkan, pelaksanaan Kurikulum 2013 ini menuai banyak kendala. Sebagian besar kendala berkaitan dengan faktor kesiapan. Seperti kurang siapnya sebagian guru dan siswa dalam melaksanakan Kurikulum 2013, distribusi buku yang belum merata, kurang tercukupinya sarana dan prasarana, dan lain-lain. Menanggapi hal tersebut, pada tanggal 5 Desember 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia mengeluarkan keputusan terkait pelaksanaan Kurikulum 2013. Dalam surat keputusan tersebut, menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan, mengumumkan hasil evaluasi Kurikulum 2013 setelah melakukan proses pengkajian. Keputusan dari hasil pengkajian tersebut antara lain penghentian Kurikulum 2013 untuk sekolah yang baru menyelenggarakannya selama satu semester dan kembali menggunakan KTSP 2006, melanjutkan Kurikulum 2013 bagi sekolah yang telah melaksanakanya selama dua atau tiga semester sebagai sekolah percontohan, dan penyerahan Kurikulum 2013 pada Pusat Kurikulum dan Perbukuan Puskurbuk serta Unit Implementasi Kurikulum UIK. Keputusan tersebut memunculkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Dalam republika.co.id diunduh pada tanggal 15 Januari 2014 pukul 16.02 WIB diberitakan bahwa Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebelum Anies Baswedan, M. Nuh, menyatakan bahwa pemberlakuan Kurikulum 2013 telah melalui evaluasi terhadap Kurikulum 2006. Menurut beliau, hasil evaluasi mendasar KTSP 2006 adalah ketidaksesuaian dengan UU Sisdiknas, lalu evaluasi teknis terkait kesalahan materi, kesalahan keterampilan, kesalahan metode dan sistem pembelajaran, dan kesalahan sistem penilaian. Kesalahan materi yang dimaksudkan ialah terkait kemampuan nalar dan analisa data yang lemah pada pelajar Indonesia sesuai hasil survei PISA Program for International Student Assessment dan TIMSS Trends in International Mathematics and Science Study , oleh sebab itu sistem hafalan diubah menjadi sistem kreatif melalui tematik integratif. Selain itu, materi sejarah untuk SMK tidak terdapat dalam KTSP 2006, serta materi budi pekerti dan karakter. Materi Bahasa Indonesia hanya dua jam pelajaran setiap minggu, sedangkan Bahasa Inggris empat jam pelajaran, dan sebagainya. Sementara itu, keterampilan hanya terbatas pada prakarya, padahal ketrampilan itu juga menyangkut ketrampilan berpikir. Pergantian kurikulum yang sangat mendadak pada pertengahan tahun pelajaran 20142015 ini memposisikan sekolah-sekolah terutama guru dan peserta didik sebagai penerima kebijakan menjadi pihak yang paling merasakan dampaknya. Berdasarkan beberapa artikel dan berita yang terdapat di media massa, pergantian kurikulum ini menyulitkan guru beberapa mata pelajaran dalam memenuhi beban wajib minimal 24 jam yang dikarenakan perbedaan jumlah tiap jam mata pelajaran dalam Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Sementara bagi siswa kelas X sepuluh yang telah dibagi program penjurusan akan kembali pada program umum. Artinya siswa harus mampu mengikuti mata pelajaran di semester II meski pada semester I tidak dipelajari. Sebaliknya ada mata pelajaran yang hilang, karena mata pelajaran tersebut hanya ada pada Kurikulum 2013. Kabupaten Blora, sebagai lokasi yang dipilih untuk menjadi tempat penelitian dalam penyusunan skripsi ini, memiliki kondisi yang berbeda dari daerah-daerah lain dalam menanggapi kebijakan pemerintah mengenai pergantian kurikulum. Di Kabupaten Blora, seluruh Sekolah Menengah Atas SMA baik SMA sasaran implementasi Kurikulum 2013 maupun SMA bukan sasaran implementasi Kurikulum 2013, memutuskan untuk tetap melanjutkan menerapkan kurikulum 2013. Keputusan ini diambil dari keputusan bersama dalam rapat yang dihadiri seluruh kepala SMA di Kabupaten Blora dengan Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Blora, Drs. A. Wardoyo, M.Pd. Sebelum keptusan ini diambil, SMA di Kabupaten Blora dengan jumlah 22 sekolah sudah melaksanakan Kurikulum 2013 selama 3 semester, dimulai dari tahun pelajaran 20132014. Keputusan yang telah disepakati tersebut diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pembelajaran di tingkat SMA di kabupaten Blora, serta menghindari kerancuan materi dan perangkat pembelajaran yang diperkirakan akan menyulitkan peserta didik maupun guru akibat pengembalian kurikulum 2006 setelah diterapkan Kurikulum 2013, pada pertengahan tahun pelajaran 20142015. Namun demikian, dampak lain muncul seiring dengan dilanjutkannya penerapan Kurikulum 2013 bagi seluruh SMA. Berdasarkan hasil observasi awal dan wawancara singkat dengan beberapa guru sejarah, permasalahan yang muncul berkaitan dengan sarana dan prasarana yang kurang memadahi, kekurangan atau keterlambatan buku teks kurikulum 2013 terutama di SMA yang bukan menjadi sasaran implementasi kurikulum 2013, serta kurangnya kesiapan guru. Berangkat dari fenomena tersebut, penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai potret sesungguhnya yang terjadi di Kabupaten Blora mengenai implementasi Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 dari sudut pandang guru sejarah berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang mereka peroleh, yang kemudian dirumuskan dalam sebuah judul penelitian “Persepsi Guru Sejarah SMA di Kabupaten Blora Terhadap Pembelajaran Sejarah Berbasis Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013 ”.

B. Rumusan Masalah