commit to user
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persamaan dan Perbedaan Wewenang dan Fungsi Pra Peradilan
Menurut Hukum  Acara Pidana Indonesia dengan Sistem Habeas
Corpus di Amerika Serikat
Lembaga  pra  peradilan  lahir  dari  inspirasi  yang  bersumber  pada adanya  hak  Habeas  Corpus  dalam  sistem  peradilan  Anglo  Saxon,  yang
memberikan  jaminan  fundamental  terhadap  hak  asasi  manusia  khususnya hak kemerdekaan http:www.legalitas.orgcontentpra-peradilan-vs-hakim-
komisaris-beberpa-pemikiran-mengenai-keberadaan-keduanya [25
November  2010].  Habeas  Corpus  Act  memberikan  hak  kepada  seseorang untuk  melalui  suatu  surat  perintah  pengadilan  menuntut  pejabat  yang
melakukan penahanan atas dirinya, membuktikan bahwa penahanan tersebut tidak  melanggar  hukum  atau  benar-benar  sah  sesuai  dengan  ketentuan
hukum  yang  berlaku.  Hal  ini  utuk  menjamin  bahwa  perampasan  ataupun pembatasan  kemerdekaan  terhadap  seorang  tersangka  atau  terdakwa  itu
benar-benar  telah  memenuhi  ketentuan-ketentuan  hukum  yang  berlaku maupun jaminan hak-hak asasi manusia.
Surat perintah Habeas Corpus ini dikeluarkan oleh pengadilan pada pihak  yang  sedang  menahan  polisi  atau  jaksa  melalui  prosedur  yang
sederhana  langsung  dan  terbuka  sehingga  dapat  dipergunakan  oleh siapapun. Bunyi surat perintah Habeas Corpus the writ of Habeas Corpus
adalah  sebagai  berikut  :  “Si  tahanan  berada  dalam  penguasaan  saudara. Saudara  wajib  membawa  orang  itu  di  depan  pengadilan  serta  wajib
menunjukan alasan yang menyebabkan penahanannya”. Surat  perintah  pengadilan  yang  berisikan  hak  Habeas  Corpus
tersebut tidak hanya ditujukan kepada penahanan yang terkait dalam proses peradilan  pidana  saja,  namun  juga  terhadap  segala  bentuk  penahanan  yang
dianggap  telah  melanggar  hak  kemerdekaan  pribadi  seseorang  yang  telah
commit to user
dijamin oleh
konstitusi http:one.indoskripsi.comnode10432
[25 November  2010].  Dalam  perkembanganya  surat  perintah  Habeas  Corpus
menjadi  saah  satu  alat  pengawasan  serta  perbaikan  terhadap  proses  pidana baik di tingkat federal maupun di negara bagian Amerika Serikat.
Prinsip  dasar  Habeas  Corpus  inilah  yang  memberikan  inspirasi untuk  menciptakan  suatu  forum  yang  memberikan  hak  dan  kesempatan
kepada  seseorang  yang  sedang  menderita  karena  dirampas  atau  dibatasi kemerdekaanya  untuk  mengadukan  nasibnya  sekaligus  menguji  kebenaran
dan  ketetaan  berupa  penggunaan  upaya  paksa,  baik  penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan maupun pembukaan surat-surat  yang
diberlakukan  oleh  pihak  kepolisian  ,  kejaksaan  atau  kekuasaan  lainnya. Prinsip dasar  Habeas Corpus memunculkan gagasan lembaga pra peradilan
yang  memberikan  perlindungan  kepada  tersangka  atau  terdakwa  terhadap upaya
paksa yang
dilakukan aparat
penegak hukum
http:kampus.okezone.comread2010189533371495perkuat-lembaga- praperadilan-daripada-konsep-hakim-komisaris, [5 September 2010].
Sistem  peradilan  menganut  asas  praduga  tak  bersalah,  namun  tetap pada  kenyataanya  dalam  mencari  pembuktian  terhadap  orang  yang  baru
disangka  atau  diduga  melakukan  tindak  pidana,  pihak  penyidik  atau penuntut  umum  seringkali  langsung  menggunakan  upaya  paksa  tanpa
dipenuhinya  syarat-syarat  formil  terutama  syarat-syarat  materiil  dalam  hal penangkapan maupun penahanan.
Lembaga pra peradilan muncul di dalam KUHAP pada Pasal 1 butir 10  jo  Pasal  77  KUHAP.  Ketentuan  yang  menjadi  dasar  pra  peradilan
tersebut  diatur  dalam  Pasal  9  UU  No.48  Tahun  2009  tentang  Kekuasaan Kehakiman, yaitu :
1.  Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan berdasarkan  undang-undang  atau  karena  kekeliranmengenai  orangnya
atau  hukum  yang  diterapkanya,  berhak  menuntut  ganti  kerugian  dan rehabilitasi.
commit to user
2.  Pejabat  yang  dengan  sengaja  melakukan  perbuatan  yang  sebagaimana dimaksud  pada  ayat  1  dipidana  sesuai  dengan  ketentuan  peraturan
perundang-undangan. 3.  Ketentuan mengenai tata cara penuntutan ganti kerugian, rehabilitasi dan
pembebanan ganti kerugian diatur dalam undang-undang. Penjabaran Pasal 9 UU No.48 Tahun 2009 ini diatur dalam Pasal 77
sampai  dengan  Pasal  83  KUHAP,  dan  dihubungkan  dengan  Pasal  95  ayat 2  sampai  5,  serta  Pasal  97  ayat  3  KUHAP.  Dalam  KUHAP,  pra
peradilan  diatur  dalam  Pasal  1  butir  10  KUHAP  yang  pokoknya  mengatur sebagai  berikut  :  pra  peradilan  adalah  wewenang  Pengadilan  Negeri  untuk
memeriksa  dan  memutus  menurut  cara  yang  diatur  dalam  undang-undang ini, tentang :
1.  Sah  atau  tidaknya  suatu  penangkapan  dan  atau  penahanan  atas permintaan  tersangka  atau  keluarganya  atau  pihak  lain  atas  kuasa
tersangka. 2.  Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan
atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan. 3.  Permintaan  ganti  kerugian  atau  rehabilitasi  oleh  tersangka  atau
keluarganya  atau  pihak  lain  atas  kuasanya  yang  perkaranya  tidak diajukan ke pengadilan.
Aturan Pra peradilan secara lengkap dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel. 1 Ketentuan KUHAP terkait Pra peradilan
No. Pasal
Bunyi Pasal 1.
Pasal 1 butir 10 Pra  peradilan  adalah  wewenang  Pengadilan
Negeri  untuk  memeriksa  dan  memutus menurut  cara  yang  diatur  dalam  undang-
undang ini, tentang: a.  Sah  atau  tidaknya  suatu  penangkapan
dan  atau  penahanan  atas  permintaan
commit to user
tersangka  atau  keluarganya  atau  pihak lain atas kuasa tersangka;
b.  Sah atau
tidaknya penghentian
penyidikan  atau  penghentian  penuntutan atas  permintaan  demi  tegaknya  hukum
dan keadilan; c.  Permintaan
ganti kerugian
atau rehabilitasi
oleh tersangka
atau keluarganya
atau pihak
lain atas
kuasanya yang
perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan 2.
Pasal 77 Pengadilan
Negeri berwenang
untuk memeriksa  dan  memutus,  sesuai  dengan
ketentuan  yangdiatur dalam undang-undang ini tentang:
a.  Sah atau
tidaknya penangkapan,
penahanan, penghentian  penyidikan atau penghentian penuntutan;
b.  Ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang
yang perkara
pidananya dihentikan  pada  tingkat  penyidikan  atau
penuntutan.
3. Pasal 78
1 Yang melaksanakan
wewenang Pengadilan
Negeri sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  77  adalah  pra peradilan.
2 Pra  peradilan  dipimpin  oleh  hakim tunggal  yang  ditunjuk  oleh  ketua
Pengadilan  Negeri  dan  dibantu  oleh
commit to user
seorang panitera. 4.
Pasal 79 Permintaan  pemeriksaan  tentang  sah  atau
tidaknya suatu penangkapan atau penahanan diajukan  oleh  tersangka,  keluarga  atau
kuasanya  kepada  ketua  Pengadilan  Negeri dengan menyebutkan alasannya.
5. Pasal 80
Permintaan  untuk  memeriksa  sah  atau tidaknya suatu penghentian penyidikan atau
penuntutan  dapat  diajukan  oleh  penyidik atau penuntut umum atau pihak ketiga yang
berkepentingan  kepada  ketua  Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya.
6. Pasal 81
Permintaan ganti
kerugian dan
atau rehabiitasi akibat tidak sahnya penangkapan
atau penahanan
atau akibat
sahnya penghentian  penyidikan  atau  penuntutan
diajukan  oleh  tersangka  atau  pihak  ketiga yang
berkepentingan kepada
ketua Pengadilan
Negeri dengan
menyebut alasannya.
7. Pasal 82
1  Acara  pemeriksaan  pra  peradilan  untuk hal  sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal
79,  Pasal  80  dan  Pasal  81  ditentukan sebagai berikut:
b.  dalam  waktu  tiga  hari  setelah diterimanya  permintaan,  hakim  yang
ditunjuk menetapkan hari sidang; c.  dalam  memeriksa  dan  memutus
tentang sah
atau tidaknya
penangkapan  atau  penahanan,  sah
commit to user
atau tidaknya
penghentian penyidikan
atau penuntutan;
permintaan  ganti  kerugian  dan  atau rehabilitasi  akibat  tidak  sahnya
penangkapan  atau  penahanan,  akibat sahnya  penghentian  penyidikan  atau
penuntutan dan ada benda yang disita yang tidak termasuk alat pembuktian,
hakim  mendengar  keterangan  baik dan tersangka atau pemohon maupun
dan pejabat yang berwenang; d.  permeriksaan tersebut dilakukan cara
cepat  dan  selambat-lambatnya  tujuh hari hakim harus sudah menjatuhkan
putusannya; e.  dalam hal suatu perkara sudah mulai
diperiksa  oleh  Pengadilan  Negeri sedangkan  pemeriksaan  mengenai
permintaan  kepada  pra  peradilan belum  selesai,  maka  permintaan
tersebut gugur; f.  putusan  pra  peradilan  pada  tingkat
penyidikan tidak
menutup kemungkinan  untuk  mengadakan
pemeriksaan  pra  peradilan  lagi  pada tingkat  pemeriksaan  oleh  penuntut
umum,  jika  untuk  itu  diajukan permintaan baru.
2  Putusan hakim dalam acara pemeriksaan pra peradilan mengenai hal sebagaimana
dimaksud  dalam  Pasal  79,  Pasal  80  dan
commit to user
Pasal  81,  harus  memuat  dengan  jelas dasar dan alasannya.
3  Isi  putusan  selain  memuat  ketentuan sebagaimana  dimaksud  dalam  ayat  2
juga memuat hal sebagai berikut : a.  dalam  hal  putusan  menetapkan
bahwa  sesuatu  penangkapan  atau penahanan tidak sah; maka penyidik
atau  jaksa  penuntut  umum  pada tingkat pemeriksaan masing- masing
harus segera
membebaskan tersangka;
b.  dalam  hal  putusan  menetapkan bahwa
sesuatu penghentian
penyidikan  atau  penuntutan  tidak sah,  penyidikan  atau  penuntutan
terhadap tersangka
wajib dilanjutkan;
c.  dalam  hal  putusan  menetapkan bahwa  suatu  penangkapan  atau
penahanan  tidak  sah,  maka  dalam putusan
dicantumkan jumlah
besarnya ganti
kerugian dan
rehabilitasi yang
diberikan, sedangkan
dalam hal
suatu penghentian
penyidikan atau
penuntutan adalah
sah dan
tersangkanya  tidak  ditahan,  maka dalam
putusan dicantumkan
rehabilitasinya; d.  dalam  hal  putusan  menetapkan
commit to user
bahwa  benda  yang  disita  ada  yang tidak  termasuk  alat  pembuktian,
maka  dalam  putusan  dicantumkan bahwa  benda  tersebut  harus  segera
dikembalikan  kepada  tersangka  atau dan siapa benda itu disita.
4  Ganti  kerugian  dapat  diminta,  yang meliputi  hal  sebagaimana  dimaksud
dalam Pasal 77 dan Pasal 95
8. Pasal 83
1  terhadap putusan pra peradilan dalam hal sebagaimana  dimaksud  dalam  Pasal  79,
Pasal  80,  dan  Pasal  81  tidak  dapat dimintakan banding.
2  Dikecualikan  dan  ketentuan  ayat  1 adalah  putusan  pra  peradilan  yang
menetapkan  tidak  sahnya  penghentian penyidikan  atau  penuntutan  yang  untuk
itu  dapat  dimintakan  putusan  akhir  ke Pengadilan  Tinggi  dalam  daerah  hukum
yang bersangkutan.
9. Pasal 95
1  Tersangka,  terdakwa  atau  terpidana berhak  menuntut  ganti  kerugian  karena
ditangkap,  ditahan,  dituntut  dan  diadili atau  dikenakan  tindakan  lain,  tanpa
alasan  yang  berdasarkan  undang-undang atau
karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan.
2  Tuntutan  ganti  kerugian  oleh  tersangka
commit to user
atau ahli warisnya atas penangkapan atau penahanan  serta  tindakan  lain  tanpa
alasan  yang  berdasarkan  undang-undang atau  karena  kekeliruan  mengenai  orang
atau hukum
yang diterapkan
sebagaimana  dimaksud  dalarn  ayat  1 yang  perkaranya  tidak  diajukan  ke
Pengadilan Negeri, diputus di sidang pra peradilan  sebagaimana  dimaksud  dalam
Pasal 77. 3  Tuntutan  ganti  kerugian  sebagaimana
dimaksud  dalam  ayat  1  diajukan  oleh tersangka,  terdakwa,  terpidana  atau  ahli
warisnya kapada
pengadilan yang
berwenang  mengadili  perkara  yang bersangkutan.
4  Untuk  memeriksa  dan  memutus  perkara tuntutan  ganti  kerugian  tersebut  pada
ayat  1  ketua  pengadilan  sejauh mungkin  menunjuk  hakim  yang  sama
yang  telah  mengadili  perkara  pidana yang bersangkutan.
5  Pemeriksaan  terhadap  ganti  kerugian sebagaimana  tersebut  pada  ayat  4
mengikuti acara pra peradilan. 10.  Pasal 97 ayat 3
Permintaan  rehabilitasi  oleh  tersangka  atas penangkapan  atau  penahanan  tanpa  alasan
yang  berdasarkan  undang-undang  atau kekeliruan  mengenai  orang  atau  hukum
yang  diterapkan  sebagaimana  dimaksud dalam  Pasal  95  ayat  1  yang  perkaranya
commit to user
tidak diajukan ke Pengadilan Negeri diputus oleh  hakim  pra  peradilan  yang  dimaksud
dalam Pasal 77
Bagi seorang tersangka atau terdakwa mengetahui dengan jelas hak- hak  mereka  dan  batas-batas  wewenang  aparat  penegak  hukum  dalam
melaksanakan upaya paksa yang dapat mengurangi hak asasinya. Ada  beberapa  perbedaan  mendasar  antara  Habeas  Corpus  dengan
lembaga pra peradilan, yaitu : 1.  Pada  pra  peradilan,  hakim  yang  mengadili  perkara  pra  peradilan
memeriksa  sebelum  sidang  biasa  di  pengadilan,  sedangkan  Habeas Corpus,  hakim  yang  memeriksa  adalah  hakim  di  pengadilan  dalam
sidang biasa. 2.  Dalam  pra  peradilan,  kewenanganya  terbatas  pada  menguji  keabsahan
suatu  penangkapan  dan  penahanan  yang  dilakukan  sehubungan  dengan upaya  paksa  dalam  hukum  acara  pidana,  sedangkan  Habeas  Corpus,
lebih  luas  dalam  arti  permohonan  dikeluarkanya  surat  perintah  Habeas Corpus  ditujukan  kepada  instansi  manapun  yang  melakukan
penangkapan dan penahanan Loeby Loqman, 1984 : 56. Secara  historis,  sebelum  berlakunya  Kitab  Undang-undang  Hukum
Acara  Pidana  KUHAP  pada  tanggal  31  Desember  1981,  maka  yang dijadikan  sebagai  pedoman  untuk  peradilan  umum  adalah  HIR  Herziene
Indische  Reglement  Stb.  Tahun  1941  Nomor  44  yang  merupakan  produk hukum  pada  masa  kolonial  Belanda  dengan  berbagai  multi  aspek  pada
zamanya,  yang  dalam  hal  ini  didalamnya  terdapat  beberapa  kendala, kelemahan,  kekurangan  serta  menguntungkan  pihak  penguasa,  bahkan
khususnya mengabaikan
perlindungan akan
hak asasi
manusia, ketidakpastian  hukum  dan  keadilan.  Misalnya,  ketidakpastian  tentang
tindakan  pendahuluan  dalam  proses  hukumnya  dalam  hal  penangkapan, penggeledahan,  penyitaan,  penahanan,  hak-hak  dan  status  tersangka,
commit to user
terdakwa,  bantuan  hukum,  lamanya  serta  ketidakpastian  dalam  proses penyelesaian perkara pada semua tingkat pemeriksan dan sebagainya.
HIR  diciptakan  pada  zaman  kolonial  Belanda,  yang  pada  dasarnya produk  hukum  serta  perangkat-perangkat  sarananya  dibentuk  sedemikian
rupa sehingga menguntungkan pihak yang berkuasa, dalam hal ini penjajah. Berhubungan  dengan  perkembangan  dan  kemajuan  zaman  yang  semakin
modern  serta  didasari  pada  perkembanan  era  kemerdekaan  Republik Indonesia, sistem yang dianut HIR dirasakan telah ketinggalan zaman, tidak
sesuai  lagi  dengan  cita-cita  hukum  nasional  dan  diganti  dengan  undang- undang  hukum  acara  pidana  baru  yang  mempunyai  cirri  kodifikasi  dan
unifikasi  berdasarkan  Pancasila  dan  Undang-Undang  Dasar  1945  P.A.F. Lamintang dan Theo Lamintang, 2010 : 7.
Pada  masa  HIR,  pengawasan  dan  penilaian  terhadap  proses penangkapan dan penuntutan sama sekali tidak ada. Pada masa itu yang ada
hanya  pengawasan  oleh  hakim,  dalam  hal  perpanjangan  waktu  penahanan sementara  yang  harus  disetujui  hakim.  Namun,  dalam  kenyataanya  kontrol
hakim  ini  kurang  dirasakan  manfaatnya,  karena  tidak  efektif  mengingat urusan perpanjangan penahanan oleh hakim itu bersifat tertutup dan semata-
mata dianggap urusan birokrasi. Selain hal tersebut di atas, ditinjau dari aspek historis yuridis, sejak
berdirinya Negara Hukum Republik Indonesia, perundang-undangan hukum acara pidana yang berlaku di Indonesia adalah hukum acara pidana warisan
pemerintah  kolonial  Belanda  yang  terkenal  dengan  nama  HIR  Herziene Indische Reglement.
Ketentuan  hukum  acara  pidana  yang  diatur  dalam  HIR  dirasakan tidak sesuai dengan jiwa dan cita-cita hukum yang terkandung dalam dasar
negara  Pancasila  yang  merupakan  sumber  dari  segala  sumber  hukum  dan penjabaran  telah  dituangkan  dalam  Pembukaan  dan  Batang  Tubuh  UUD
1945. Berdasarkan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara  hukum  rechtstaat  yang  menjunjung  tinggi  Hak  Asasi  Manusia
HAM serta menjamin segala warga negara bersama kedudukanya didalam
commit to user
hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Terhadap  ketentuan-ketentuan  hukum  acara  pidana  yang  dirasakan kurang  menghargai  hak  asasi  manusia  yang  diatur  dalam  HIR,  maka
pemerintah Republik Indonesia bersama-sama DPR-RI berupaya melakukan pembahuruan
hukum acara
pidana dengan
mncabut HIR
dan menggantikannya  dengan  Undang-Undang  Hukum  Acara  Pidana  dengan
perumusan  pasal-pasal  dan  ayat-ayat  yang  menjamin  pemberian perlindungan  terhadap  hak-hak  asasi  manusia.  Dengan  dmikian  Kitab
Undang-undang  Hukum  Acara  Pidana  KUHAP  hadir  menggantikan  HIR sebagai payung hukum acara di Indonesia.
Kehadiran  KUHAP  dimaksudkan  oleh  pembuat  undang-undang untuk  “mengoreksi”  pengalaman  praktek  peradilan  masa  lalu  yang  tidak
sejalan dengan penegakkan HAM di bawah aturan HIR, sekaligus memberi legalisasi  hak  asasi  kepada  tersangka  atau  terdakwa  untuk  membela
kepentinganya di
dalam proses
hukum http:anggara.org20061016praktik-penerapan-kuhap-dan-perlindungan-
ham [7 Juli 2010]. KUHAP  telah  menggariskan  aturan  yang  meletakkan  aturan  yang
melekatkan  integritas  harkat  harga  diri  kepada  tersangka  atau  terdakwa, dengan jalan member perisai hak-hak  yang sah kepada mereka. Pengakuan
hukum yang tegas dan hak asasi yang melekat pada diri mereka, yang dalam hal  ini  merupakan  jaminan  yang  menghindari  mereka  dari  perlakuan
sewenang-wenang. Misalnya KUHAP telah memberi hak kepada tersangka atau  terdakwa  untuk  segera  mendapat  “pemeriksaan”  pada  tingkat
penyidikan  maupun  putusan  yang  seadil-adilnya,  juga  memberi  hak memperoleh bantuan hukum dalam pemeriksaan pengadilan.
Terhadap  pembatasan  jangka  waktu  setiap  tingkat  pemeriksaan mulai  dari  tingkat  penyidikkan,  penuntutuan,  penangkapan  dan  penahanan
ditentukan  secara  limitatif  dalam  semua  instansi  dalam  setiap  tingkat pemeriksaan.  Bahkan  untuk  setiap  penangkapan  atau  penahanan  yang
commit to user
dikenakan  wajib  diberitahukan  kepada  keluarga  mereka.  Dengan  demikian tersangka atau terdakwa maupun keluarga mereka akan mendapat kepastian
akan  segala  bentuk  tindak  penegakkan  hukum.  Ini  sejalan  dengan  tujuan KUHAP  sebagai  sarana  pembaruan  hukum,  yang  bermaksud  melenyapkan
kesengsaraan masa lalu. Lahirnya  hukum  acara  pidana  nasional  yang  modern  sudah  lama
didambakan  oleh  semua  orang.  Masyarakat  menghendaki  hukum  acara pidana yang dapat memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang sesuai dan
selaras  dengan  Pancasila  dan  UUD  1945.  KUHAP  boleh  dikatakan  telah membangkitkan  optimise  harapan  yang  lebih  baik  dan  manusiawi  dalam
pelaksanaan penegakkan hukum. Upaya  untuk  menjamin  agar  ketentuan-ketentuan  dalam  KUHAP
tersebut  dapat  terlaksana  sebagaimana  yang  dicita-citakan,  maka  di  dalam KUHAP diatur lembaga baru dengan nama pra peradilan sebagai pemberian
wewenang  tambahan  kepada  Pengadilan  Negeri  untuk  melakukan pemeriksaan  terhadap  kasus-kasus  yang  berkaitan  dengan  penggunaan
upaya paksa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan dan lain- lain yang dilakukan oleh penyidik dan penuntut umum.
Lembaga  pra  peradilan  diperkenalkan  KUHAP  dalam  penegakkan hukum  dan  bukan  sebagai  lembaga  pengadilan  yang  berdiri  sendiri.  Serta
bukan  pula  sebagai  instansi  tingkat  peradilan  yang  mempunyai  wewenang memberi  putusan  akhir  atas  suatu  perkara  pidana.  Lembaga  pra  peradilan
hanya suatu lembaga yang ciri dan eksistensinya : 1.  Berada  dan  merupakan  kesatuan  yang  melekat  pada  setiap  Pengadilan
Negeri, yang dalam hal ini pra peradilan ini hanya dijumpai pada tingkat Pengadilan  Negeri  sebagai  saruan  tugas  yang  tidak  terpisah  dari  dan
dengan pengadilan yang bersangkutan. 2.  Pra  peradilan  bukan  berada  di  luar  maupun  disamping,  maupun  sejajar
dengan Pengadilan Negeri.
commit to user
3.  Administratif  yudisial, personal teknis, perlatan dan finansialnya takluk dan  bersatu  dengan  Pengadilan  Negeri,  dan  berada  di  bawah  pimpinan
serta  pengawasan  dan  pembinaan  ketua  Pengadilan  Negeri  yang bersangkutan.
4.  Tata  laksana  fungsi  yudisialnya  merupakan  bagian  dari  fungsi  yudisial Pengadilan Negeri itu sendiri M. Yahya Harahap, 2008 : 1.
Dengan  demkian,  eksistensi  atau  keberadaan  dan  kehadiran  pra peradilan  bukan  merupakan  lembaga  peradilan  tersendiri  tetapi  hanya
merupakan  pemberian  wewenang  baru  dan  fungsi  baru  yang  dilimpahkan KUHAP  kepada  setiap  Pengadilan  Negeri,  sebagai  wewenang  dan  fungsi
tambahan terhadap wewenang dan fungsi Pengadilan Negeri yang telah ada selama  ini.  Kalau  selama  ini  wewenang  dan  fungsi  Pengadilan  Negeri
mengadili  dan  memutus  perkara  pidana  dan  perkara  perdata  sebagai  tugas pokok,  maka  terhadap  tugas  pokok  tersebut  ditambahkan  tugas  sampingan
untuk  menilai  sah  atau  tidaknya  penahanan,  penyitaan  atau  penghentian penyidikan  atau  penghentian  penuntutan  yang  dilakukan  penyidik  atau
penuntut  umum,  yang  wewenang  pemeriksaanya  diberikan  kepada  pra peradilan.
Fungsi dan peran pra peradilan didalam KUHAP merupakan simbol pembaharuan  hukum  acara  pidana  model  HIR,  yang  tidak  mengatur
bagaimana  seorang  tersangka  seharusnya  dilindungi  dari  proses pemeriksaan  penyidik  ketika  ditetapkan  sebagai  tersangka.  Penyidik
menurut HIR harus dapat memperoleh pengakuan dari tersangka mengenai peristiwa yang melibatkan dirinya, yang dalam hal ini pengakuan tersangka
merupakan  salah  satu  alat  bukti  utama  dari  alat  bukti  lainnya  sehingga terbukti
sering terjadi
perlakuan yang
sewenang-wenang dan
penyalahgunaan wewenang pemeriksa dalam beberapa kasus tindak pidana. Secara  filosofi  pra  peradilan  ini  merupakan  suatu  bentuk
implementasi  respon  masyarakat  terhadap  langkah-langkah  yang  dilakukan oleh  negarapemerintah.  Dalam  hal  ini  sistem  peradilan  pidana  sebagai
commit to user
sarana  bagi  masyarakat  yang  dirugikan  hak-haknya  melakukan  upaya hukum untuk memperjuangkan keadilan.
Lembaga pra peradilan  yang terdapat di dalam KUHAP sebenarnya identik  dengan  lembaga  pre  trial  yang  terdapat  di  Amerika  Serikat  yang
menerapkan prinsip Habeas Corpus yang pada dasarnya menjelaskan bahwa didalam masyarakat  yang beradab maka pemerintah harus selalu menjamin
hak kemerdekaan seseorang. Menurut Adnan Buyung Nasution, terdapat beberapa kelebihan yang
berkenaan dengan keberadaan lembaga pra peradilan ini, yaitu : Pertama,  sidang  pra  peradilan  yang  diadakan  atas  permintaan
tersangka  atau  terdakwa  ataupun  keluarganya  maupun  atas  kuasanya merupakan  suatu  forum  yang  terbuka,  yang  dipimpin  oleh  seorang  hakim
atau lebih untuk memanggil pihak penyidik atau jaksa penuntut umum yang telah  melakukan  upaya  paksa  agar  mempertanggungjawabkan  tindakanya
dimuka  sidang,  apakah  benar-benar  beralasan  dan  berlandaskan  hukum. Dengan  sistem  pengujian  melalui  sidang  terbuka  ini,  maka  tersangka  atau
terdakwa  seperti  halnya  dalam  Habeas  Corpus  Act,  dijamin  hak  asasinya berupa hak dan upaya hukum untuk melawan perampasan atau pembatasan
kemerdekaan  yang  dilakukan  secara  sewenang-wenang  oleh  penyidik ataupun  penuntut  umum.  Dalam  forum  itu  penyidik  atau  penuntut  umum
wajib  membuktikan  bahwa  tindakanya  sah  dan  tidak  melanggar  hukum. Untuk keperluan tersebut tentu saja pihak penyidik ataupun penuntut umum
harus  membuktikan  bahwa  dia  memiliki  semua  syarat-syarat  yang diperlukan,  baik  berupa  syarat-syarat  formil  maupun  materiil,  seperti
misalnya surat perintah penangkapan atau penahanan, adanya dugaan keras telah  melakukan  tindak  pidana  yang  didukung  oleh  bukti  permulaan  yang
cukup, ataupun dalam hal penahanan dengan alasan yang nyata dan konkrit bahwa  si  pelaku  akan  melarikan  diri,  menghilangkan  barang  bukti  atau
mengulangi kejahatannya. Kedua,  melalui  forum  pra  peradilan  ini  juga  dipenuhi  syarat
keterbukaan  transparacy  dan  akuntabilitas  publik  public  accountability
commit to user
yang  merupakan  syarat-syarat  tegaknya  sistem  peradilan  yang  bebas  dan tidak memihak serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Dengan adanya
transparasi  dan  akuntabilitas  publik  ini  maka  dapat  dicegah  timbulnya praktek-praktek  birokrasi  yang  tertutup  dan  sewenang-wenang  dalam
menahan ataupun memperpanjang penahanan juga dapat dicegah terjadinya praktek  korupsi,  kolusi  dan  nepotisme  KKN  dalam  proses  membebaskan
penahanan.  Melalui  forum  terbuka  ini  masyarakat  dapat  ikut  mengontrol jalanya  proses  pemeriksaan  dan  pengujian  kebenaran  dan  ketetapan
tindakan  penyidik  maupun  penuntut  umum  dalam  menahan  seseorang ataupun dalam hal pembebasan, mengontrol alasan-alasan dan dasar hukum
hakim pra peradilan yang memerdekannya. Dengan  demikian,  keberadaan  lembaga  pra  peradilan  didalam
KUHAP  ini  bertujuan  untuk  memberikan  perlindungan  terhadap  hak  asasi manusia  yang  sekaligus  berfungsi  sebagai  sarana  pengawasan  secara
horizontal, atau dengan kata lain, pra peradilan mempunyai maksud sebagai sarana  pengawasan  horizontal  dengan  tujuan  memberikan  perlindungan
terhadap  HAM  terutama  hak  asasi  tersangka  atau  terdakwa.  Perlindungan dan  jaminan  terhadap  HAM  tersebut  sudah  merupakan  hal  yang  bersifat
universal  dalam  setiap  negara  hukum.  Karena  pengakuan,  jaminan  dan perlindungan  terhadap  hak  asasi  manusia  adalah  salah  satu  esensi  pokok
yang menjadi dasar legalitas suatu negara hukum. Pada  dasarnya,  asas-asas  yang  mengatur  tentang  perlindungan
terhadap  hak  asasi  atau  keluhuran  harkat  dan  martabat  manusia  telah dituangkan  dalam  UU  No.14  tahun  1970  jo  UU  No.35  tahun  1999  jo  UU
No.4  tahun  2004  jo  UU  No.  48  tahun  2009  tentang  Ketentuan-ketentuan Pokok  Kekuasaan  Kehakiman,  akan  tetapi  baru  setelah  sebelas  tahun
kemudian  asas-asas  tersebut  dapat  dituangkan  dalam  KUHAP  dan dijabarkan menjadi 10 asas yaitu :
1.  Asas equality before the law Perlakuan yang sama atas diri setiap orang di depan hukum dengan tidak
ada pembedaan perlakuan.
commit to user
2.  Asas legalitas dalam upaya paksa Penangkapan,  penahanan,  penggeledahan,  dan  penyitaan  hanya
dilakukan  berdasarkan  perintah  tertulis  oleh  pejabat  yang  diberi wewenang  oleh  undang-undang  dan  hanya  dalam  hal  dan  dengan  cara
yang diatur dengan undang-undang. 3.   Asas presumption of innocence
Setiap  orang  yang  disangka,  ditangkap,  ditahan,  dituntut  dihadapan muka  sidang  pengadilan,  wajib  dianggap  tidak  bersalah  sampai  adanya
putusan  pengadilan  yang  menyatakan  kesalahanya  dan  memperoleh kekuatan hukum tetap in kracht van gewijsde.
4.  Asas remedy and rehabilitation Kepada  seseorang  yang  ditangkap,  ditahan,  dituntut  ataupun  diadili
tanpa  alasan  yang  berdasarkan  undang-undang  danatau  karena kekeliuran mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan wajib diberi
ganti kerugian dan rehabilitasi sejak tingkat penyidikan, dan para pejabat penegak  hukum  yang  dengan  sengaja  atau  karena  kelalaiannya
menyebabkan  asas  hukum  tersebut  dilanggar,  maka  dapat  dituntut, dipidana danatau dikenakan hukuman administrasi.
5.  Asas fair, impartial, impersonal, and objective Peradilan  harus  dilakukan  dengan  cepat,  sederhana  dan  biaya  ringan
serta bebas, jujur dan tidak memihak, harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat peradilan.
6.  Asas legal assistance Setiap  orang  yang  tersangkut  perkara  wajib  diberi  kesempatan
memperoleh  bantuan  hukum  yang  semata-mata  diberikan  untuk melaksanakan kepentinan pembelaan atas dirinya.
7.  Miranda Rule Kepada  seorang  tersangka,  sejak  saat  dilakukan  penangkapan  dan  atau
penahanan selain wajib diberi tahu dakwaan dan dasar hukum apa yang didakwakan  kepadanya,  juga  wajib  diberitahukan  haknya  itu  termasuk
hak untuk menghubungi dan meminta bantuan penasihat hukum.
commit to user
8.  Asas presentasi Pengadilan memriksa perkara pidana dengan hadirnya terdakwa.
9.  Asas keterbukaan Sidang  pemeriksaan  pengadilan  adalah  terbuka  untuk  umum  kecuali
dalam hal yang diatur dalam undang-undang. 10. Asas pengawasan
Pengawasan  pelaksanaan  putusan  pengadilan  dalam  perkara  pidana dilakukan oleh ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.
Asas-asas  ini  dimaksudkan  untuk  melindungi  tindakan  sewenang- wenang  dari  aparat  penegak  hukum,  baik  pada  pemeriksaan  permulaan,
penuntutan  maupun  dipersidangan  pengadilan.  Sehingga  dapat  ditarik kesimpulan  bahwa  hukum  pidana  kita  hendaknya  menjunjung  tinggi  hak
asasi manusia, sekalipun terhadap seseorang yang telah didakwa melakukan suatu  tindak  pidana.  Bukan  berarti  terhadap  seseorang  yang  disangka
ataupun  didakwa  telah  melakukan  suatu  tindak  pidana  diberikan  haknya sedemikian rupa seperti halnya seseorang yang tidak tersangkut suatu tindak
pidana, akan tetapi meskipun didakwa telah melakukan suatu tindak pidana, hendaknya pelaksanaan tindakan-tindakan tersebut tidak sewenang-wenang,
akan tetapi sesuai dengan yang tercantum dalam undang-undang. Apabila  diperinci  maka  wewenang  hakim  dalam  pra  peradilan
adalah sebagai berikut : 1.  Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penangkapan.
Pada  pasal  1  butir  20  KUHAP,  yang  dimaksud  dengan penangkapan  adalah  suatu  tindakan  penyidik  berupa  pengekangan
sementara  waktu  kebebasan  tersangka  atau  terdakwa,  apabila  terdapat cukup  bukti  guna  kepentingan  penyidikan  atau  penuntutan  danatau
peradilan  dalam  hal  serta  menurut  cara  yang  diatur  dalam  undang- undang ini.
Sebagaimana  juga  tertera  dalam  Pasal  17  KUHAP,  maka penangkapan  terhadap  seorang  yang  diduga  keras  melakukan  suatu
tindak  pidana,  haruslah  berdasarkan  bukti  permulaan  yang  cukup.  Hal
commit to user
ini sesuai dengan bunyi penjelasan Pasal 17 KUHAP yang menyatakan bahwa  :  “yang  dimaksud  bukti  permulaan  yang  cukup  adalah  bukti
permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan Pasal 1 butir  14  KUHAP”.    Pada  pasal  ini  menunjukkan  bahwa  perintah
penangkapan  tidak  dapat  dilakukan  dengan  sewenang-wenang,  tetapi ditujukan kepada merekayang betul-betul melakukan tindak pidana.
Maka  berdasarkan  bunyi  pasal  tersebut,  syarat  materiil  dari suatu  penangkapan  adalah  adanya  suatu  bukti  permulaan  yang  cukup.
Jadi,  meskipun  hakim  pra  peradilan  hanya  berfungsi  sebagai examinating  judge  saja,  maka  dalam  mengeksaminasi  sahnya  suatu
penangkapan  haruslah  juga  dilihat  dasar  dilakukanya  suatu penangkapan, yakni adanya bukti permulaan yang cukup.
Dasar  dilakukanya  suatu  penangkapan  haruslah  mendapat perhatian  khusus,  karena  sesuai  dengan  penjelasan  dari  Pasal  17
KUHAP,  bahwa  perintah  penangkapan  tidak  dapat  dilakukan sewenang-wenang,  tetapi  ditujukan  kepada  mereka  yang  betul-betul
melakukan tindak pidana.
2.  Melakukan pengujian terhadap sah atau tidaknya suatu penahanan. Suatu  penahanan  dilakukan  apabila  ada  seorang  terdakwa  yang
diduga  keras  melakukan  tindak  pidana  berdasarkan  bukti  yang  cukup seperti yang termuat dalam Pasal 21 ayat 1 KUHAP yang menyatakan
:  “perintah  penahanan  atau  penahanan  lanjutan  dilakukan  terhadap seorang  tersangka  atau  terdakwa  yang  diduga  keras  melakukan  tindak
pidana  berdasarkan  bukti  yang  cukup,  dalam  hal  adanya  hal  yang menimbulkan  kekhawatiran  bahwa  tersangka  atau  terdakwa  akan
melarikan  diri,  merusak  atau  menghilangkan  barang  bukti  atau mengulangi tindak pidana.
Dalam  KUHAP  suatu  penahanan  dianggap  sah  apabila memenuhi syarat-syarat formil, yakni adanya surat perintah penahanan
dan  sebagainya,  akan  tetapi  di  dalam  KUHAP  juga  diatur  seseorang
commit to user
dapat  ditahan  yakni  apabila  ada  dugaan  keras  dia  melakukan  tindak pidana,  disamping  adanya  suatu  keadaan  yang  dikhawatirkan  bahwa
tersangka  akan  melarikan  diri,  merusak  atau  menghilangkan  barang bukti dan melakukan tindak pidana lagi. Jadi di samping syarat formil,
untuk  melakukan  penahanan  harus  dipenuhi  pula  adanya  keadaan dikhawatirkan akan terjadi pada si tersangka.
3.  Melakukan  pengujian  terhadap  sah  atau  tidaknya  suatu  penghentian penyidikan.
Pengajuan permintaan pra peradilan atas keabsahan  penyidikan dapat  diajukan  oleh  pegawai  penyidik  dan  pihak  ketiga  yang
berkepentingan. Di dalam KUHAP, penyidikan dilakukan oleh pegawai peyidik  sebagaimana  termuat  dalam  Pasal  1  butir  1  KUHAP  yang
menyatakan  :  “penyidik  adalah  pejabat  Kepolisian  Republik  Indonesia atau pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan”. Dalam  hal  melakukan  penyidikan  tentunya  tergantung  pada
banyak  faktor,  baik  faktor  yang  berasal  dari  diri  polisi  itu  sendiri, seperti  keterampilan,  kepakaan,  intelegensia  dan  sebagainya,  maupun
faktor yang berasal diluar polisi tersebut. Apabila  dilakukan  penghentian  penyidikan,  maka  akan  terjadi
suatu  keresahan  dalam  masyarakat,  maka  pihak  penyidik  sendiri  dapat memohon diperiksa penghentian penyidikan oleh pra peradilan, dengan
demikian  walaupun  diputuskan  bahwa  penghentian  penyidikan dianggap sah, maka hal tersebut akan dapat merupakan suatu kepastian
hukum bagi masyarakat. Putusan  pra  peradilan  mengenai  sah  atau  tidaknya  penghentian
penyidikan  dapat  dimintakan  banding,  tidak  seperti  halnya  dengan pemeriksaan  pra  peradilan  terhadap  keabsahan  penangkapan  maupun
penahanan.
commit to user
4.  Melakukan  pengujian  terhadap  sah  atau  tidaknya  suatu  penghentian penuntutan.
Sama  halnya  dengan  pemeriksaan  pra  peradilan  terhadap  sah atau tidaknya penghentian penyidikan, maka pemeriksaan pra peradilan
terhadap  sah  atau  tidaknya  suatu  penghentian  penuntutan  adalah sebagai suatu pengawasan horizontal, seperti dalam penjelasan Pasal 80
KUHAP  yang  berbunyi  :  “pasal  ini  bermaksud  untuk  menegakkan hukum,  keadilan  dan  kebenaran  melalui  sarana  pengawasan  secara
horizontal”. Apabila  terjadi  suatu  penghentian  penuntutan  maka  tidak  ada
upaya  hukum  lainnya  bagi  si  korban  atau  pihak  ketiga  untuk  meminta keadilan, oleh karena itu maka dengan adanya pra peradilan yang dalam
hal ini hakimnya diberikan wewenang untuk memeriksa keabsahan dari suatu  penghentian  penuntutan,  maka  hal  tersebut  juga  menjadi  suatu
upaya hukum bagi korban atau pihak ketiga. Apabila pra peradilan yang menetapkan  tidak  sahnya  penghentin  penuntutan,  maka  dapat
dimintakan putusan akhir di Pengadilan Tinggi.
5.  Memutuskan  ganti  kerugian  danatau  rehabilitasi  bagi  seseorang  yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Ganti  kerugian  di  dalam  KUHAP  adalah  ganti  kerugian  bagi mereka  yang  ditangkap  atau  ditahan  tanpa  sah,  yakni  ganti  kerugian
yang menjadi wewenang hakim pra peradilan. Prermintaan  ganti  kerugian  danatau  rehabilitasi  melalui  pra
peradilan  hanyalah  berkenaan  dengan  seseorang  yang  perkara pidananya dihentikan pada tingakat penyidikan atau penuntutan, dengan
kata  lain  tidak  diajukan  ke  pengadilan.  Adapun  alasan  untuk mengajukan permintaan ganti kerugian danatau rehabilitasi ini :
a.  Tidak sahnya penangkapan atau penahanan.
commit to user
b.  Telah  dikenakan  tindakan  lain,  tanpa  alasan  yang  berdaarkan undang-undang  atau  karena  kekeliruan  mengenai  orangnya  atau
hukum yang diterapkan. Apabila dicermati point di atas, jelas pra peradilan hanya dapat
dimintakan  terhadap  upaya  paksa  penangkapan  dan  penahanan,  tetapi dalam  Pasal  82  ayat  3  huruf  d  dapat  dilihat  bahwa  melalui  pra
peradilan dapat ditetapkan “benda  yang disita ada yang tidak termasuk alat  pembuktian  karena  benda  tersebut  harus  segera  dikembalikan
kepada  tersangka  atau  dari  siapa  benda  itu  disita”.  Dengan  demikian apabila  ditelaah  maka  pra  peradilan  tidak  terbatas  pada  sah  tidaknya
penangkapan  dan  penahanan  saja  tetapi  juga  mengenai  sah  tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian.
Sebagaimana  yang  telah  diutarakan,  maka  maksud  diadakan lembaga  pra  peradilan  ini  merupakan  kontrol  atau  pengawasan  atas
jalanya  hukum  acara  pidana  dalam  rangka  melindungi  hak-hak tersangka atau terdakwa. Kontrol tersebut dapat dilakukan dengan cara-
cara sebagai berikut : a.  Kontrol vertical, yakni kontrol dari atas ke bawah.
b.  Kontrol  horizontal,  yaitu  kontrol  kesamping,  antar  penyidik, penuntut  umum  timbal  balik  dan  tersangka,  keluarganya  atau  pihak
ketiga Moch. Faisal Salam, 2001 : 322. Dan  telah  dijelaskan  pula  bahwa  fungsi  pengawasan  horizontal
terhadap proses pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan oleh lembaga pra  peradilan  tersebut  juga  merupakan  bagian  dari  kerangka  sistem
hukum terpadu Loebby Loqman, 1984 : 20. Adapun  tujuan  yang  ingin  dicapai  dari  pengawasan  horizontal
dari lembaga pra peradilan tersebut adalah sesuai dengan tujuan umum dibentuknya KUHAP, yaitu untuk menciptakan suatu proses penegakan
hukum yang didasarkan pada kerangka due process of law. Due process of law pada dasarnya bukan semata-mata mengenai
rule  of  law,  akan  tetapi  merupakan  unsur  yang  essensial  dalam
commit to user
penyelenggaraan peradilan yang intinya adalah bahwa ia merupakan “... a  law  which  hears  before  it  condems,  which  proceeds  uppon  inquiry,
and renders judgement only after trial...”. Pada dasarnya yang menjadi titik  sentral  adalah  perlindungan  hak-hak  asasi  individu  terhadap
arbitrary action of the goverment. Dengan adanya lembaga pra peradilan dijamin bahwa seseorang
tidak ditangkap atau ditahan tanpa alasan yang sah. Penangkapan hanya dilakukan  atas  dasar  dugaan  yang  sah.  Penangkapannya  hanya
dilakukan atas dugaan yang kuat dengan landasan bukti permulaan yang cukup.  Sedangkan  ketentuan  bukti  permulaan  ini  diserahkan
penilaianya  kepada  penyidik.  Hal  ini  membuka  kemungkinan  sebagai alasan pengajuan pemeriksaan pra peradilan.
Mengenai  syarat  tentang  pengajuan  pemeriksaan  pra  peradilan ini  dapat  kita  jumpai  dalam  Pasal  79  KUHAP  yang  berbunyi:
Permintaan  pemeriksaan  tentang  sah  atau  tidaknya  suatu  penangkapan atau penahanan diajukan oleh tersangka, keluarga dan kuasanya kepada
ketua Pengadilan Negeri dengan menyebutkan alasannya. Alasan untuk mengajukan tuntutan pra peradilan diatur di dalam
pasal 77 KUHAP yaitu mengenai: a.  Sah
atau tidaknya
penangkapan, penahanan,
penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
b.  Ganti  kerugian  dan  atau  rehabilitasi  bagi  seseorang  yang  perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Dari Pasal 77 KUHAP diatas maka yang menjadi alasan untuk mengajukan suatu perkara sebagai perkara pra peradilan yaitu:
a.  Mengenai  sah  tidaknya  penangkapan,  penahanan  sebagaimana diatur dalam pasal 16 sampai dengan Pasal 31 KUHAP.
b.  Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penuntutan. Dalam hal ini penghentian penyidikan atau penuntutan terdiri dari:
commit to user
1  Penghentian  penyidikan  atau  penghentian  penuntutan  “demi kepentingan  umum”  yang  artinya  penghentian  itu  dilakukan
berturut-turut  oleh  penyidik  atau  penuntut  umum  perlu  karena masih perlu menemukan bukti lain.
2  Penghentian  penyidikan  atau  penghentian  penuntutan  demi hukum  yang  dapat  terjadi  karena  untuk  perkara  yang
bersangkutan. a  Karena telah daluarsa
b  Karena  tidak  ada  pengaduan  pada  delik  aduan  atau pengaduan dicabut
c  Karena tersangka atau terdakwa meninggal dunia d  Karena eror in persona
e  Karena Nebis in Idem f  Karena bukan perkara pidana
g  Peraturan  perundangan  yang  menjadi  dasar  hukum  telah dicabut.
3  Tindakan lain Yang  dimaksud  tindakan  lain  disini  yaitu  tindakan-
tindakan  upaya  hukum  dwang  middel  lainnya  seperti pemasukan  rumah,  penggeledahan,  penyitaan  barang  bukti,
surat-surat  yang  dilakukan  secara  melawan  hukum  dan menimbulkan kerugian materiil. Tindakan lain ini dimasukkan
dalam  Pasal  95  ayat  1  KUHAP  secara  rinci  dapat  dilihat dalam  penjelasannya  yang  menyatakan  kerugian  yang
ditimbulkan  oleh  pemasukan  rumah,  penggeledahan  dan penyitaan  yang  tidak  sah  menurut  hukum.  Termasuk
penahanan  tanpa  alasan  ialah  penahanan  yang  lebih  lama daripada pidana yang dijatuhkan.
4  Ganti Kerugian Mengenai ganti kerugian diatur dalam pasal 1 butir 22
KUHAP yaitu:
commit to user
“Ganti  kerugian  adalah  hak  seseorang  untuk  mendapat pemenuhan  atas  tuntutannya  yang  berupa  imbalan  sejumlah
uang karena ditangkap,  ditahan, dituntut ataupun diadili tanpa alasan  yang  berdasarkan  undang-undang  atau  karena
kekeliruan  mengenai  orangnya  atau  hukum  yang  diterapkan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.
a  Tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam pasal 1 butir 22 KUHAP diajukan oleh tersangka, sedangkan kerugian yang
diatur dalam Pasal 98 ayat 1 KUHAP diajukan oleh saksi korban atau pihak ketiga.
b  Tuntutan ganti kerugian yang diatur dalam Pasal 98 ayat 1 KUHAP,  dititipkan  kepada  penuntut  umum  sebelum
tuntutan  hukum  dibacakan,  sedangkan  tuntutan  ganti kerugian  yang diatur dalam Pasal 1 butir 22 diperiksa oleh
pengadilan pra peradilan.
Wewenangan  memeriksa  dan  memutuskan  ganti  rugi merupakan sesuatu yang baru bagi hakim pidana, karena sebelumnya
tuntutan ganti rugi, baik ia ditujukan baik kepada perseorangan atau pemerintah,  sesuai  dengan  undang-undang  yang  berlaku  selalu
diperiksa  dan  diputus  oleh  hakim  bersumber  hukum.  Apalagi wewenang  untuk  memeriksa  dan  memutus  permintaan  rehabilitasi,
karena  selama  ini  orang  mengetahui  bahwa  wewenang  untuk memberikan rehabilitasi itu menurut Pasal 14 Undang-undang Dasar
Dasar Tahun 1945 merupakan wewenang Presiden. Sebenarnya,  pra  peradilan  dalam  KUHAP  masih  banyak
kelemahan,  yang  dalam  hal  ini  selama  ini  pra  peradilan  terlalu mengedepankan formalitas sehingga kurang mengungkap kebenaran
yang  didalilkan  pemohon.  Menurut  penelitian  Komisi  Hukum Nasional  KHN,  secara  normatif  ada  tiga  dasar  kelemahan
praperadilan yaitu :
commit to user
Pertama,  proses  pengadilan  atas  pra  peradilan  hanya  dapat dilaksanakan  jika  ada  pihak  yang  menggunakan  haknya.  Selama
tidak  ada  pihak  yang  menuntut,  hakim  tidak  dapat  menguji  sah tidaknya  penyidik  dan  penuntut  umum,  hakim  tidak  dapat  menguji
sah  tidaknya  penyidik  dan  penuntut  umum.  Dalam  pra  peradilan, hakim  bersifat  pasif.  Ia  baru  dapat  memeriksa  jika  ada  inisiatif.
Dalam  pemeriksaan  tentang  sah  tidaknya  suatu  penangkapan  atau penahanan,  inisiatif  sumber  hukum  dan  tersangka,  keluarga,  atau
kuasanya.  Untuk  memeriksa  sah  tidaknya  penghentian  penyidikan atau  penuntutan,  inisiatif  sumber  hukum  dari  penyidik,  penuntut,
atau  pihak  ketiga.  Lalu,  untuk  permintaan  ganti  kerugian,  inisiatif sumber hukum dari tersangka atau pihak ketiga.
Kedua,  hak  tersangka,  keluarga,  atau  kuasanya  dapat  gugur jika perkara pidana telah mulai disidangkan. Pasal 82 ayat 1 huruf
d  KUHAP  menegaskan  dalam  hal  perkara  sudah  diperiksa Pengadilan Negeri, sedangkan pemeriksaan permintaan pra peradilan
belum selesai, maka permintaan tersebut gugur. Ketiga,  lembaga  pra  peradilan  saat  ini  merupakan
transplantasi  dari  konsep  Habeas  Corpus.  Ternyata,  baik  substansi maupun  mekanisme  yang  diatur  KUHAP  tidak  sesuai  konsep  dasar
menurut Habeas Corpus. Akibatnya, hakim tidak efektif mengawasi penggunaan  upaya  paksa  dan  kesewenang-wenangan  penyidik  atau
penuntut umum. Mengenai  ganti  kerugian  ini  termasuk  juga  wewenang
lembaga  pra  peradilan  sebagaimana  diatur  dalam  Pasal  98  ayat  1 KUHAP yaitu: “jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di
dalam  suatu  pemeriksaan  perkara  pidana  oleh  Pengadilan  Negeri menimbulkan  kerugian  bagi  orang  lain,  maka  hakim  ketua  sidang
atas  permintaan  orang  itu  dapat  menetapkan  untuk  menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.”
commit to user
Maka  dari  “kerugian  bagi  orang  lain”  ialah  kerugian  pihak ketiga  termasuk  saksi  korban.  Akan  tetapi  antara  kerugian  yang
diatur dalam Pasal 1 butir 22 KUHAP dengan dengan kerugian yang diatur  dalam  pasal  98  ayat  1  KUHAP  terdapat  Persamaan  dan
perbedaannya, yaitu: Persamaannya:
a.  Diadili menurut acara pra peradilan. b.  Keharusan mengganti kerugian.
Perbedaannya: Ganti kerugian pada Pasal 1 butir 22 KUHAP diberikan pada
kasus pra peradilan yang disebabkan karena tidak sah penangkapan, penahanan,  penghentian  penyidikan  dan  penghentian  penuntutan.
Sedangkan tuntutan ganti kerugian  yang diatur dalam Pasal 98 ayat 1  KUHAP  diberikan  pada  perkara  pidana  yang  akibat  daripada
menimbulkan perbuatan
delik www.hukumonline.comberitabacalt4b29bab9ef3a7penelitian-
khn-praperadilan-mengandung-banyak-keluhan, diakses
28 November 2010.
Di Amerika Serikat, istilah pra peradilan lebih dikenal dengan istilah pre  trial.  Namun  terdapat  perbedaan  antara  lembaga  pra  peradilan  dengan
lembaga  pre  trial  yaitu  yang  dalam  hal  ini  lembaga  pre  trial  memiliki kewenangan  untuk  meneliti  ada  atau  tidaknya  dasar  hukum  yang  cukup
untuk mengajukan suatu perkara pidana di depan pengadilan. Sedangkan pra peradilan,  ruang  lingkup  kewenangannya  bersifat  limitatif  sebagaimana
yang  telah  ditentukan  dalam  Pasal  77  huruf  a  dan  b  KUHAP  dan  Pasal  95 KUHAP, yaitu S. Tanubroto, 1983:27.
1.  Memeriksa  dan  memutus  sah  atau  tidaknya  penangkapan  dan penahanan,
commit to user
2.  Memeriksa dan memutus sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan;
3.  Memeriksa  dan  memutus  ganti  kerugian  dan  atau  rehabilitasi  bagi seseorang  yang  perkara  pidananya  dihentikan  pada  tingkat  penyidikan
atau penuntutan. 4.  Memeriksa  dan  memutus  terhadap  ganti  kerugian  yang  diajukan  oleh
tersangka  atau  ahli  warisnya  atas  penangkapan  atau  penahanan  serta tindakan lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan; 5.  Memeriksa  dan  memutus  permintaan  rehabilitasi  yang  diajukan  oleh
tersangka  atas  penangkapan  atau  penahanan  tanpa  alasan  berdasarkan undang-undang  atau  kekeliruan  mengenai  orang  atau  hukum  yang
diterapkan, yang perkaranya tidak diajukan ke Pengadilan Negeri. Tabel. 2
Persamaan dan Perbedaan Wewenang dan Fungsi No
. Pra Peradilan
Indonesia Habeas Corpus
Amerika Serikat
1. Perbedaan :
Ruang lingkupnya
bersifat limitatif  terhadap  upaya  paksa,
sebagaimana  yang  ditentukan dalam  Pasal  77  huruf  a  dan  b
serta Pasal 95 KUHAP. Ruang  lingkupnya  tidak  hanya
berkait  pada  upaya  paksa,  namun mencakup  pula  konsepsi  bukti
permulaam  yang  cukup  untuk mengajukan  suatu  perkara  di
depan pengadilan. 2.
Hakim yang
memeriksa perkara  pra  peradilan  belum
tentu sama dengan hakim yang memeriksa
sebelum sidang
biasa di pengadilan. Hakim  yang  memeriksa  perkara
dalam  pre  trial  process      adalah hakim  yang  sama  di  pengadilan
dalam sidang biasa.
commit to user
3. Kewenanganya  terbatas  pada
menguji keabsahan
suatu penangkapan  dan  penahanan
yang  dilakukan  sehubungan dengan  upaya  paksa  dalam
Hukum Acara Pidana. Lebih
luas, dalam
arti permohonan  dikeluarkanya  surat
perintah Habeas
Corpus ditujukan
kepada instansi
manapun yang
melakukan penangkapan dan penahanan.
1.
2.
3.
4. Persamaan :
Pihak yang memeriksa dan memutuskan tentang sah tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan.
Pihak  yang  memeriksa  dan  memutuskan  sah  tidaknya  penghentian penyidikan  atau  penghentian  penuntutan  atas  permintaan  demi
tegaknya hukum dan keadilan.
Pihak  yang  memeriksa  dan  memutuskan  tentang  sah  tidaknya permintaan  ganti  kerugian,  atau  rehabilitasi  oleh  tersangka  atau
keluarganya  atau  pihak  lain  atas  kuasanya  yang  perkaranya  tidak diajukan ke Pengadilan.
Proses  pra  peradilan  di  Indonesia  dan  pre  trial  process  dalam Habeas Corpus dilakukan sebelum persidangan biasa.
commit to user
B. Kelebihan dan Kelemahan Wewenang dan Fungsi Pra