Fungsi Bimbingan Rohani Pasien

5. Bentuk Layanan Bimbingan Rohani Pasien

Bentuk dari pelayanan bimbingan rohani pasien ada beberapa yaitu sebagai berikut: 54

a. Bimbingan Spiritual

Bimbingan spiritual adalah bimbingan dengan mengedepankan spiritualitas agama seperti dzikir, doa dan sebagainya. Bimbingan ini dimaksudkan agar pasien lebih mendekatkan diri kepada Allah. Termasuk didalamnya mengarahkan kepada pasien yang sedang dalam keadaan sakaratul maut untuk senantiasa mengingat kepada Allah sehingga seandainya meninggal dalam keadaan khusnul khatimah.

b. Bimbingan Psikologis

Bimbingan psikologis adalah bimbingan bimbingan yang ditujukan kepada masalah psikologis pasien seperti untuk menghilangkan kecemasan, keputusasaan, ketakutan dan masalah psikologis lainnya. Bimbingan ini tentunya menggunakan pendekatan-pendekatan psikologis.

c. Bimbingan Fiqih Sakit

Bimbingan fiqih sakit adalah bimbingan yang menjelaskan kepada pasien tentang tata cara ibadah orang sakit. Mulai dari bersuci sampai ibadahnya khususnya shalat wajib. Kita tahu bahwa orang sakit tidak memiliki kemampuan seperti orang yang sehat oleh karenanya agama Islam memberikan ruhshoh atau keringanan dalam beribadah bagi orang yang sakit. Sebagai contoh ketika seorang pasien tidak bisa 54 Baedi Bukhori. Op., Cit., h. 193 mengambil air wudhu atau memang tidak diperbolehkan terkena air secara medis maka wudhu bisa diganti dengan tayamum. Demikian juga dengan shalat ketika seseorang tidak bisa melaksanakannya dengan berdiri boleh dilaksanakan dengan duduk, berbaring, bahkan dengan isyarat. Oleh karenanya bimbingan ini sangat penting karena walaupun dalam keadaan sakit ibadah kepada Allah tetap harus dijalankan.

6. Perkembangan Perasaaan Agama Klien

a. Kesadaran Beragama

Pengertian kesadaran beragama meliputi rasa keagamaan, pengalaman ketuhanan, keimanan, sikap dan tingkah laku keagamaan yang terorganisasi dalam sistem mental dari kepribadian. Karena agama melibatkan seluruh fungsi jiwa raga manusia maka kesadaran beragama pun mencakup aspek-aspek afektif, konatif, kognitif dan motorik. Keterlibatan fungsi afektif dan konatif terlihat di dalam pengalaman ketuhanan, rasa keagamaan dan kerinduan kepada Tuhan. Aspek kognitif tampak dalam keimanan dan kepercayaan. Sedangkan keterlibatan fungsi motorik tampak dalam perbuatan dan gerakan tingkah laku keagamaan. Dalam kehidupan sehari-hari, aspek-aspek tersebut sukar dipisah-pisahkan karena merupakan suatu system kesadaran beragama yang utuh dalam kepribadian seseorang. Penggambaran tentang kemantapan kesadaran beragama tidak dapat terlepas dari kriteria kematangan kepribadian. Kesadaran beragama yang mantap hanya terdapat pada orang yang memiliki kepribadian yang matang. Seseorang atheis atau seseorang yang tidak beragama mungkin saja memiliki kepribadian yang matang, walaupun ia tidak memiliki kesadaran beragama. Sebaliknya, sukar untuk dibayangkan adanya kesadaran beragama yang mantap pada kepribadian yang belum matang. Kemantapan kesadaran beragama merupakan dinamisator, warna, dan corak serta memperkaya kepribadian seseorang. 55 Di dalam diri manusia terdapat elemen jasmani sebagai struktur bioligis kepribadiannya dan elemen ruhani sebagai struktur psikologis kepribadiannya. Sinergi kedua elemen ini disebut dengan nafsani yang merupakan struktur psikopisik kepribadian manusia. 56 Dari beberapa hal di atas mengenai perkembangan perasaan agama klien, maka dapat penulis simpulkan bahwa seseorang individu akan mengalami kematangan Beragama jika dalam dirinya sudah mencapai kematangan kepribadian, jika seseorang belum mencapai kematangan kepribadian yang di dalamnya terdapat struktur jasmani dan rohani, maka kematangan bergamanya pun masih belum secara sepenuhnya.

7. Psikoterapi Dalam Islam

Salah satu media dalam penyembuhan penyakit secara Islami adalah dengan psikoterapi Islam. Dibawah ini akan dijelaskan mengenai psikoterapi Islam. 57 55 Samsul Munir Amin. Op., Cit., h. 172 et seq 56 Abdul Mujib. Kepribadian Dalam Psikologi Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2007. h. 32 57 Samsul Munir Amin. Op., Cit., h. 186 et seq