Metode Penanaman Akhlak Melalui Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas XII SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi

(1)

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: RICA ARYANTI NIM. 1810011000077

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

NIM : 1810011000077

Jurusan : Pendidikan Agama Islam

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul “Metode Penanaman Akhlak Melalui Mata Pelajaran PAI Siswa Kelas XII di SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi” adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Siti Khadijah, MA

NIP : 197007271997032004

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan saya siap menerima segala konsekuensi apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri:

Jakarta, 13 Juni 2014 Yang menyatakan

Rica Aryanti


(6)

i

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.

Kata kunci: Metode Penanaman Akhlak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui metode yang diterapkan Guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan nilai akhlak kepada siswa. Dalam hal ini maka Guru Pendidikan Agama Islam harus memahami metode yang tepat untuk dilaksanakan guna menanamkan akhlak kepada anak didiknya secara efektif.

Metode yang digunakan dalam penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode penelitian fenomenologis. Dan sumber utama yang dijadikan tolak ukur penelitian adalah wawancara dengan Guru Pendidikan Agama Islam tentang metode yang digunakan dalam menanamkan akhlak kepada siswa.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bahwa metode yang diterapkan oleh Guru Pendidikan Agama Islam dalam menanamkan akhlak kepada siswa diantaranya ceramah, nasehat, keteladanan, pengawasan atau perhatian, hukuman dan pembiasaan. Namun metode yang paling efektif dalam menanamkan akhlak siswa kelas XII SMA Islam Darul Abror adalah ceramah, keteladanan dan pembiasaan. Dari hasil metode yang diterapkan tersebut terkait dengan akhlak siswa maka dapat dikatakan bahwa metode tersebut cukup berhasil dalam membentuk kepribadian siswa yang berakhlakul karimah.


(7)

ii

Segala puja dan puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam yang telah melimpahkan nikmat, rahmat, dan hidayah-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas penyusunan skripsi ini. Sholawat beserta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing dan mendidik umatnya dengan ilmu dan akhlak menuju jalan yang di ridhai oleh Allah SWT.

Skripsi ini disusun sebagai salah satu tugas akademis di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dalam rangka mencapai gelar S.Pdi. Dalam penyelesaian skripsi ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dorongan moril maupun materiil. Adapun ucapan terima kasih khususnya penulis sampaikan kepada: 1. Ibu Nurlena Rifai Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta beserta seluruh jajarannya, baik bapak/ibu dosen yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, maupun para staff yang telah membantu kelancaran administrasi.

2. Ketua jurusan Pendidikan Agama Islam Bapak Dr.H. Abdul Majid Khon, M.Ag, yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan skripsi dan rekomendasinya untuk melakukan penelitian.

3. Ibu Marhamah Saleh, Lc. MA, sebagai Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.

4. Ibu Siti Khodijah M.A, Dosen pembimbing dalam penyusunan skripsi ini. Apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya secara khusus atas keikhlasan dan kesabaran dalam memberikan bimbingan serta motivasi kepada penulis.

5. Para Dosen yang telah memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis dengan ikhlas dan sabar selama masa kuliah.


(8)

iii

7. Kepada kedua orangtua tercinta Bapak Saripin dan Ibu Rahmawati dan keluarga, yang senantiasa memberikan doa dan dorongan semangat kepada penulis. Terima kasih atas cinta dan kasih sayangnya.

8. Bapak Mujahid Salahudin Afad selaku kepala SMA Islam Darul Abror yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

9. Seluruh guru, staff, dan siswa/i SMA Islam Darul Abror.

10.Seluruh teman seperjuangan, yaitu PAI C Dual Mode System. Terutama,

Melly, Rofi’ah, Okta, Kardian, Soleh, Wasiah, Rina, dan Cici. Terima kasih

banyak dan sukses selalu.

11.Gunawan, yang senantiasa menyempatkan waktunya saat penulis butuh bantuan. Terima kasih kawan.

Serta semua pihak yang telah berjasa dalam penyusunan skripsi ini, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT memeberikan keberkahan kepada kita semua. Amin.

Tak lupa penulis juga mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya, jika dalam penulisan skripsi ini terdapat hal yang kurang berkenan. Penulis hanya dapat mendo’akan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dengan tulus dalam penyusunan skripsi ini semoga menjadi amal yang shaleh dan mendapat balasan yang berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca sekalian.

Jakarta, 6 Juli 2014

Penulis


(9)

iv

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah... 6

C. Pembatasan Masalah ... 7

D. Perumusan Masalah ... 7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

BAB II. KAJIAN TEORI A. Akhlak ... 9

1. Pengertian Akhlak ... 9

2. Macam-Macam Akhlak ... 13

3. Metode Penanaman Akhlak ... 22

B. Pendidikan Agama Islam ... 26

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ... 26

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ... 31

3. Ruang Lingkup dan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMA ... 33


(10)

v

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 52

B. Metode Penelitian ... 52

C. Prosedur dan Pengolahan Data ... 53

D. Pemeriksaan dan Keabsahan Data ... 55

E. Intrumen Penelitian ... 56

F. Analisis Data ... 58

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Latar Penelitian ... 59

1. Profil SMA Islam Darul Abror ... 59

2. Visi dan Misi SMA Islam Darul Abror ... 61

3. Sarana dan Prasarana ... 61

4. Keadaan Guru dan Siswa di SMA Islam Darul Abror ... 62

B. Deskripsi Data ... 64

C. Analisis Hasil Penelitian ... 77

D. Pembahasan ... 78

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 83

B. Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN


(11)

vi Kota Bekasi

Tabel 4.3 Daftar jumlah siswa di SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi

Tabel 4.5 Angket tentang menghormati guru baik di sekolah maupun di luar sekolah

Tabel 4.6 Angket tentang mengikuti kegiatan sholat dhuha dan sholat zuhur berjamaah di sekolah

Tabel 4.7 Angket tentang berkata kasar kepada orangtua

Tabel 4.8 Angket tentang menyalahgunakan uang SPP yang diberikan oleh orangtua untuk kesenangan pribadi

Tabel 4.9 Angket tentang mencontek atau memberi contekan kepada teman

Tabel 4.10 Angket tentang datang terlambat ke sekolah

Tabel 4.11 Angket tentang memperlakukan teman dengan baik tanpa membedakan satu dengan yang lainnya

Tabel 4.12 Angket tentang merokok ketika berada di lingkungan sekolah

Tabel 4.13 Angket tentang bersikap sopan santun kepada guru

Tabel 4.14 Angket tentang membantu teman yang terkena musibah

Tabel 4.15 Angket tentang mengikuti kegiatan keagamaan di sekolah

Tabel 4.16 Angket tentang mengkonsumsi narkoba

Tabel 4.17 Angket tentang memelihara dan merawat tumbuh-tumbuhan dengan baik yang berada di lingkungan sekolah maupun di rumah

Tabel 4.18 Angket tentang membuang sampah pada tempatnya

Tabel 4.19 Angket tentang sikap marah jika ada teman yang mengolok atau mengejek


(12)

vii

Tabel 4.23 Angket tentang memberi infaq yang dilaksanakan setiap hari jumat di sekolah

Tabel 4.24 Angket tentang bersyukur ketika mendapatkan nilai yang memuaskan dari hasil belajar sendiri tanpa bantuan dari teman


(13)

viii 2. Pedoman Observasi

3. Lembar Angket 4. BeritaWawancara

5. Hasil Observasi Penelitian 6. Analisis Item Skor Angket 7. Dokumentasi (FotoKegiatan) 8. Surat Bimbingan Skripsi 9. Surat Izin Penelitian 10.Surat Izin Observasi


(14)

1

Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian, keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran/kuliah pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan.1

Dalam BAB III Pendidikan Keagamaan Pasal 8 ayat 2 mengenai tujuan pendidikan yaitu “pendidikan keagamaan bertujuan untuk terbentuknya peserta didik yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama yang berwawasan luas, kritis, kreatif, inovatif dan dinamis dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.”2

Membicarakan pendidikan agama adalah membicarakan tentang keyakinan, pandangan dan cita-cita hidup dan kehidupan manusia dari generasi ke generasi. Pendidikan agama tidak dapat dipahami “pengajaranagama” tetapi penekanannya

yang lebih penting adalah seberapa dalam tertanamnya nilai-nilai keaagamaan tersebut dalam jiwa dan seberapa dalam pula nilai-nilai tersebut terwujud dalam tingkah laku dan budi pekerti siswa didik sehari-hari. Wujud nyata tersebut akan melahirkan budi yang luhur (akhlakul karimah).

Pendidikan agama dan pendidikan akhlak dalam Sistem Pendidikan Nasional cukup mendapatkan tempat yang wajar. Undang–undang nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional bab IX pasal 39 butir 2 misalnya mengatakan

1Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. Fak. Universitas Pendidikan Indonesia. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan Bag III: Pendidikan Disiplin Ilmu ( PT Imperial Bhakti Utama,2009), h 2

2Abd. Rozak, dkk, Kompilasi Undang Undang dan Peraturan bidang Pendidikan (Jakarta: FITK PRESS Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), Cet-1, h 147


(15)

bahwa, isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan agama biasanya diartikan pendidikan yang materi bahasannya berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak, dan ibadah kepada Tuhan. Dengan demikian pendidikan agama berkaitan dengan pembinaan sikap mental spiritual yang selanjutnya dapat mendasari tingkah laku manusia dalam berbagai bidang kehidupan. Pendidikan agama tidak terlepas dari upaya menanamkan nilai-nilai serta unsur agama pada jiwa seseorang. Unsur-unsur agama tersebut secara umum ada empat, yaitu:

1. Keyakinan atau kepercayaan terhadap adanya Tuhan atau kekuatan gaib tempat berlindung dan memohon pertolongan;

2. Melakukan hubungan yang sebaik baiknya dengan Tuhan guna mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat;

3. Mencintai dan melaksanakan perintah Tuhan, serta menjauhi larangan-Nya, dengan jalan beribadah yang setulus tulusnya, dan meninggalkan segala hal yang tidak diizinkan-Nya;

4. Meyakini adanya hal hal yang dianggap suci dan sakral, seperti kitab suci, tempat ibadah, dan sebagainya.3

Maka dapat kita pahami bahwa, pendidikan agama Islam bukan hanya sebuah teori yang hanya dipaparkan secara naratif, akan tetapi seharusnya dapat memberikan pengaruh yang berimplikasi pada segi nilai spiritual maupun nilai sosial dalam masyarakat yang terwujud pada akhlak yang baik terhadap sesama manusia. Karena tujuan dengan adanya pendidikan agama Islam itu bukanlah semata mata untuk memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi

3Said Agil Husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Ciputat Press, 2005), h 27-28


(16)

penghayatan dan pengamalan serta pengaplikasiannya dalam kehidupan dan sekaligus menjadi pegangan hidup.4

Namun pada kenyataannya beberapa fenomena yang kita lihat pada saat ini terdapat beberapa kelemahan pada pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.

Pertama bahwa, pendidikan agama Islam di sekolah lebih bersifat formalitas,

atau merupakan tempelan saja. Metode yang digunakan dalam pengajaran pendidikan agama Islam tidak kunjung berubah, sehingga evaluasinya bersifat stabil dan tidak ada peningkatan yang lebih baik.

Kedua, pendidikan agama Islam yang dilaksanakan selama ini lebih banyak

bersikap menyendiri, kurang berinteraksi dengan kegiatan-kegiatan pendidikan lainnya. Cara kerja semacam ini kurang efektif untuk keperluan penanaman suatu perangkat nilai yang kompleks. Maka dari itu, diperlukan adanya kerjasama antara guru pendidikan agama Islam dengan guru-guru lainnya.

Dan ketiga, praktik pendidikan agama Islam di sekolah hanya

memperhatikan aspek kognitif saja dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volutif, yakni kemauan dan tekad mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan praktik pendidikan agama sehingga hal tersebut masih kurang menunjang untuk membentuk pribadi-pribadi yang Islami. Hal ini dapat kita lihat dengan masih banyaknya peserta didik yang menunjukan akhlak yang masih kurang baik, seperti tawuran, tindakan asusila, pacaran, durhaka kepada orang tua, mabuk mabukan, dan hal ini bukan hanya terjadi di kalangan usia remaja smp atau sma akan tetapi di kalangan usia sekolah dasar. Hal ini menunjukan bahwa adanya krisis nilai yang sangat rentan dapat mempengaruhi peserta didik dan generasi selanjutnya.

Krisis nilai demikian mempunyai ruang lingkup yang menyentuh masalah kehidupan masyarakat, yaitu menyangkut nilai suatu perbuatan “baik” dan

4Akmal Hawi, Kompetisi Guru Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.2013), h 20


(17)

“buruk”, bermoral atau amoral, sosial atau asosial, pantas atau tidak pantas dan bobot benar dan tidak benar, serta perilaku lainnya. Perilaku yang diukur atas dasar etika pribadi dan sosial.5 Krisis akhlak jangan dipandang hanya sebatas nasib buruk yang menimpa tanpa berusaha menghentikannya.

Sekarang ini semua orang sedang berhadapan dengan perubahan zaman yang secara radikal akan merubah sistem hidup manusia. Secara umum dapat disampaikan bahwa sumber krisis akhlak itu dapat dilihat dari penyebab timbulnya yaitu: pertama, krisis akhlak terjadi karena longgarnya pegangan agama yang menyebabkan hilangnya pengontrol diri dari dalam (self control).

Kedua, krisis akhlak terjadi karena pembinaan moral yang dilakukan orangtua,

sekolah dan masyarakat sudah kurang efektif. Ketiga, krisis akhlak terjadi disebabkan karena derasnya arus budaya hidup materialistic, hedonistic, dan

sekularistik. Derasnya arus budaya yang demikian itu didukung oleh para

penyandang modal yang semata mata mengeruk keuntungan material dengan memanfaatkan para remaja tanpa memperhatikan dampaknya bagi kerusakan akhlak. Dan keempat, krisis akhlak terjadi karena belum adanya kemauan yang sungguh sungguh dari pemerintah. Kekuasaan, dana, teknologi, sumber daya manusia, peluang dan sebagainya yang dimiliki pemerintah belum banyak berguna untuk melakukan pembinaan akhlak bangsa.6

Selain itu, munculnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern disamping menawarkan berbagai kemudahan dan kenyamanan hidup, juga membuka peluang untuk melakukan berbagai tindak kejahatan yang lebih canggih lagi, jika ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut disalahgunakan. Semisal perkembangan teknologi dibidang kesehatan, minuman, dan obat-obatan disalahgunakan untuk kemaksiatan yang berefek menghancurkan masa depan generasi muda. Tempat-tempat beredarnya obat-obatan terlarang semakin

5 Muzayyin Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Jakarta: PT Bumi Aksara. 2003), edisi reivisi, h 63


(18)

banyak, mudah dan canggih. Demikian juga sarana orang yang membuat lupa pada Tuhan, dan kecenderungan maksiat terbuka lebar dimana-mana. Semua itu semakin menambah beban tugas akhlak.

Berkenaan dengan itu, maka upaya menegakkan akhlak mulia bangsa merupakan suatu keharusan mutlak. Sebab akhlak yang mulia akan menjadi pilar utama untuk tumbuh dan berkembangnya peradaban suatu bangsa. Kemampuan suatu bangsa untuk bertahan hidup ditentukan oleh sejauh mana rakyat dari bangsa tersebut menjunjung tinggi nilai-nilai akhlak dan moral. Semakin baik akhlak dan moral suatu bangsa, semakin baik pula bangsa yang bersangkutan atau sebaliknya. Akhlak atau moral sangat terkait dengan eksistensi suatu pendidikan agama. tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa pendidikan akhlak dalam Islam adalah aspek yang tidak dapat dipisahkan dari pendidikan agama. hal ini disebabkan bahwa suatu yang disebut baik barometernya adalah baik dalam pandangan agama dan masyarakat, demikian juga sebaliknya, sesuatu yang dianggap buruk barometernya adalah buruk dalam pandangan agama dan masyarakat.7

Mengingat pentingnya pendidikan akhlak bagi terciptanya kondisi lingkungan yang harmonis, di perlukan upaya serius untuk menanamkan nilai-nilai tersebut secara intensif. Pendidikan akhlak berfungsi sebagai panduan bagi manusia agar mampu memilih dan menentukan suatu perbuatan dan selanjutnya menetapkan mana yang baik dan mana yang buruk.

Dalam hal ini usaha pendidikan agama Islam di sekolah diharapkan agar mampu membentuk pribadi yang beriman, bertakwa, cerdas, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.

Maka dari permasalahan yang ada terkait akhlak, maka penulis tertarik untuk menggali, membahas dan mendalami lebih jauh tentang bagaimana

7Said Agil Munawar, Opcit, h 25-26


(19)

metode penanaman akhlak yang Islami dalam rangka upaya memperbaiki nilai akhlak dan membentuk akhlak yang sesuai dengan ajaran Islam. Atas pertimbangan tersebut di atas maka penulis mengangkat permasalahan tersebut dalam skripsi dengan judul: “METODE PENANAMAN AKHLAK MELALUI MATA PELAJARAN PAI SISWA KELAS XII DI SMA ISLAM DARUL

ABROR KOTA BEKASI.”

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Adapun identifikasi masalah dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Fenomena akhlak peserta didik masih kurang menunjukan nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran agama Islam

2. Pelaksanaan proses pembelajaran PAI masih kurang memperhatikan aspek afektif, dan hanya berorientasi pada teori saja.

3. Pembinaan terhadap akhlak anak didik masih kurang intensif sehingga diperlukan adanya upaya-upaya yang harus dilakukan guna memperbaiki nilai moral peserta didik.

4. Upaya pembelajaran pendidikan agama Islam di sekolah masih belum mencapai tujuan yang diharapkan dan tingkat keberhasilan hasil penerapannya belum menunjukan hasil yang maksimal.

5. Metode yang diterapkan dalam menanamkan akhlak masih terbatas dan implikasi penerapannya masih belum dilaksanakan secara optimal.

6. Kurangnya partisipasi orangtua dalam memperhatikan akhlak anaknya. Sehingga upaya pembenahan akhlak dianggap mutlak menjadi tanggung jawab sekolah.

7. Sanksi yang diberikan kepada peserta didik yang melakukan pelanggaran hanya dilakukan sekedar saja dan tidak memberi efek jera.


(20)

C. PEMBATASAN MASALAH

Dari beberapa masalah yang yang penulis ungkapkan, maka penulis akan membatasi permasalahan agar tidak terjadi kesalahpahaman, yaitu:

1. Metode penanaman akhlak yang dimaksud disini adalah usaha atau kegiatan bimbingan, arahan, peningkatan, yang bersifat penanaman nilai-nilai akhlak, agar memiliki akhlak yang lebih baik.

2. Pendidikan agama Islam yang akan dibahas disini adalah peran pendidikan agama Islam terkait dengan penanaman akhlak siswa.

D. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka permasalahan dapat dirumuskan “Bagaimana metode penanaman akhlak melalui mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas XII di SMA Islam Darul Abror Kota Bekasi”.

E. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN

1. Tujuan Penelitian

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

Untuk mengetahui bagaimana metode penanaman akhlak melalui pendidikan agama Islam di SMA Islam Darul Abror kota Bekasi.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian berdasarkan tujuan yang dikemukakan diatas adalah sebagai berikut:

a. Bagi penulis, sebagai sarana menambah ilmu pengetahuan dan sebagai rujukan untuk melakukan penelitian selanjutnya.

b. Sebagai masukan kepada guru pendidikan agama Islam bahwa dalam pendidikan agama Islam bukan hanya menambah pengetahuan intelektual saja, akan tetapi pendidikan agama Islam memiliki peran


(21)

penting yang diharapkan mampu mencetak generasi yang berakhlakul karimah.

c. Menambah perbendaharaan kepustakaan bagi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

d. Penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah ilmu pengetahuan dan dapat memberikan informasi pada pihak-pihak yang membutuhkan.


(22)

9 1. Pengertian Akhlak

Secara kebahasaan perkataan akhlak dalam bahasa Indonesia berasal dari kosakata bahasa arab akhlaq yang merupakan bentuk jamak dari perkataan khilqun atau khuluqun yang berarti perangai, watak, kebiasaan, kelaziman dan peradaban yang baik.1

Perumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik anta khaliq dengan makhluk. Ibnu Athir menjelaskan bahwa “ hakikat makna khuluq itu, ialah gambaran batin manusia yang tepat (yaitu jiwa dan sifat-sifatnya), sedang khalqu merupakan gambaran bentuk luarnya (raut muka, warna kulit, tinggi rendahnya tubuh dan lain

sebagainya).”2

Akhlak karenanya secara kebahasaan bisa baik atau buruk tergantung kepada tata nilai yang dipakai sebagai landasannya, meskipun secara sosiologis di Indonesia sudah mengandung konotasi baik, jadi “orang yang

berakhlak” berarti orang yang berakhlak baik”.3

Menurut istilah (terminology) para ahli berbeda pendapat tentang definisi akhlak tergantung cara pandang masing-masing. Berbagai perbedaan para ahli itu adalah sebagai berikut:

a. Farid ma’ruf mendefinisikan akhlak sebagi kehendak jiwa manusia yang

menimbulkan perbuatan dengan mudah karena kebiasaan, tanpa memerlukan pertimbangan pikiran terlebih dahulu.

1Asep Usmar Ismail,dkk. Tasawuf (Jakarta: Pusat Studi Wanita (PSW) UIN Jakarta, 2005), h 1-2 2 A. Mustofa, Akhlak Tasawuf (Bandung: CV Pustaka Setia, 2005), h 11-12

3 Zakiah Daradjat,dkk. Dasar Dasar Agama Islam, (Buku Teks Pendidikan Agama Islam pada Perguruan Tinggi Umum), (Jakarta: PT Bulan Bintang, 1996) h 253


(23)

b. Ibn Miskawaih (w.1030 M) mendefinisikan akhlak sebagai suatu keadaan yang melekat pada jiwa manusia, yang berbuat dengan mudah, tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (kebiasaan sehari-hari).4 c. Al-Qurtuby menekankan, bahwa akhlak itu merupakan bagian dari

kejadian manusia. Oleh karena itu, kata al-khuluq tidak dapat dipisahkan pengertiannya dengan kata al-khilqah; yaitu fitrah yang dapat mempengaruhi perbuatan setiap manusia.5

d. Alghazali (w.1111 M) memberikan pengertian bahwa akhlak adalah suatu sikap yang mengakar dalam jiwa yang darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan. Jika sikap itu yang darinya lahir perbuatan yang baik dan terpuji, baik dari segi akal dan syara’, maka ia disebut akhlak yang baik. Dan jika yang lahir darinya perbuatan tercela, maka sikap tersebut disebut akhlak yang buruk.6

Para ulama cukup beragam dalam menginterprestasi apa sebenarnya yang dimaksud dengan akhlak itu. Murthada dan Muthahari misalnya mengatakan bahwa akhlak mengacu kepada suatu perbuatan yang bersifat manusiawi, yaitu perbuatan yang lebih bernilai dari sekedar perbuatan alami seperti makan, tidur dan sebagainya. Perilaku yang tergolong pada akhlak adalah perbuatan yang memiliki nilai, seperti berterima kasih, hormat kepada orang tua dan sebagainya. Apabila seseorang mendapatkan perlakuan yang demikian baik dari orang lain, maka orang tersebut mengatakan bahwa perbuatan akhlak adalah perbuatan yang langsung diperintahkan oleh agama. Adapula yang mengatakan perbuatan akhlak adalah perbuatan yang bermuara dari perasaan

4Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. Fak. Universitas Pendidikan Indonesia, Opcit h 20-21

5Mahjuddin, Akhlak Tasawuf 1 Mukjizat Nabi Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009), h 5

6 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak dalam Ibadat dan Tasawuf, (Jakarta:CV Karya Mulia,2005), edisi kedua, h 29


(24)

yang mencintai sesama. Perbuatan akhlak adalah semua jenis perbuatan yang diperuntukkan bagi oranglain.7

Al-Mahjuddin mengatakan dalam bukunya bahwa akhlak adalah perbuatan manusia yang bersumber dari dorongan jiwanya. Maka gerakan refleks, denyut jantung dan kedipan mata tidak dapat disebut akhlak, karena gerakan tersebut tidak diperintah oleh unsur kejiwaan.

Dorongan jiwa yang melahirkan perbuatan manusia, yaitu:

a. Tabiat (pembawaan); yaitu suatu dorongan jiwa yang tidak dipengaruhi oleh lingkungan manusia, tetapi disebabkan oleh naluri (gharizah) dan faktor warisan sifat-sifat dari orangtuanya atau nenek moyangnya.

Dorongan ini disebut oleh Mansur Ali Rajab dengan istilah “Al-Khulqu

Al-Fitriyah”.

b. Akal fikiran; yaitu dorongan jiwa yang dipengaruhi oleh lingkungan manusia setelah melihat sesuatu, mendengarkannya, merasakan serta merabanya. Alat kejiwaan ini, hanya dapat menilai sesuatu yang lahir (yang nyata). Dorongan ini, disebut sebagai istilah Al-„Aqlu”.

c. Hati Nurani; yaitu dorongan jiwa yang dapat menilai hal hal yang sifatnya abstrak (yang batin). Dorongan ini, disebut “Al-Basirah”. Karena dorongan ini mendapatkan keterangan (ilham) dari Allah SWT, maka Mansur Ali Rajab mendefinisikan sebagai berikut: penilaian hati nurani adalah suatu kekuatan (batin) dalam hati yang mendapatkan nur ilahi; sehingga (manusia) dapat melihat hakikat sesuatu dan kenyataannya, dengan pusat pandangan (batin) dalam dirinya. (karena itu), engkau pasti dapat melihat bentuk sesuatu yang sebenarnya dan realita saja. Maka itulah yang disebut oleh hukama „sebagai “akal murni” dan “pandangan yang suci”.


(25)

Ketiga kekuatan kejiwaan dalam diri manusia inilah yang menggambarkan hakikat manusia itu sendiri. Maka konsepsi pendidikan dalam Islam, selalu memperhatikan ketiga kekuatan tersebut, agar dapat berkembang dengan baik dan seimbang, sehingga terwujud manusia yang ideal (insan kamil) menurut konsepsi Islam.8

Jika diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa seluruh definisi akhlak sebagaimana tersebut diatas tidak ada yang saling bertentangan, melainkan saling melengkapi, dan darinya kita dapat melihat lima ciri yang terdapat dalam akhlak, yaitu:

a. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehingga telah menjadi kepribadiannya.

b. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran.

c. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar.

d. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.

e. Perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan suatu pujian.9

Dengan demikian dapat penulis simpulkan bahwa, akhlak merupakan suatu perbuatan yang dilakukan secara spontanitas tanpa proses pemikiran terlebih dahulu. Adapun baik buruk dari perbuatan seseorang tersebut tergantung dari kepribadian yang ditanam dalam dirinya yang kemudian

8Mahjuddin, Opcit h 5-7


(26)

menjadi kebiasaan, apakah yang ditanam dalam jiwanya termasuk akhlak yang baik atau sebaliknya.

2. Macam-macam Akhlak

Secara garis besar akhlak itu terbagi menjadi dua macam, antara keduanya bertolak belakang efeknya bagi kehidupan manusia. Akhlak tersebut adalah;

a. Akhlak yang baik atau akhlak mahmudah; b. Akhlak yang buruk atau akhlak mazmumah.

Akhlak mahmudah dilahirkan oleh sifat sifat mahmudah yang selalu identik dengan keimanan dan akhlak mazmumah dilahirkan oleh sifat sifat mazmumah yang selalu identik dengan kemunafikan.

Jadi akhlak mahmudah adalah akhlak yang baik, yang terpuji, yang terpuji, yang yang tidak bertentangan dengan hukum syarat dan akal pikiran yang sehat yang harus dianut dan dimiliki oleh setiap orang. Sedangkan akhlak mazmumah adalah akhlak yang buruk dan tercela serta bertentangan dengan ajaran agama Islam.10

a. Akhlak Mahmudah

Akhlak mahmudah disebut juga akhlak al-karimah atau akhlak yang mulia amat banyak jumlahnya, namun dilihat dari segi hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. Akhlak yang mulia dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama, akhlak mulia kepada Allah. Kedua, akhlak mulia terhadap diri sendiri dan ketiga, akhlak mulia terhadap sesama manusia. Ketiga akhlak tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut:

10Akmal Hawi, Opcit h 101


(27)

1) Akhlak terhadap Allah

Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa Tiada Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan mampu menjangkau hakikat-Nya.11

Akhlak terhadap Allah meliputi antara lain:

a) Bertaubat (Al-Taubah); yaitu suatu sikap yang menyesali perbuatan buruk yang pernah dilakukan dan berusaha menjauhinya, serta melakukan perbuatan baik. Dalam Al-Qur’an, banyak diterangkan masalah taubat; antara lain terdapat pada surah At-Taubah ayat 75 yaitu:





















“Dan diantara mereka ada orang yang telah berikrar kepada Allah: "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebahagian karunia-Nya kepada Kami, pastilah Kami akan bersedekah dan pastilah Kami Termasuk orang-orang yang saleh.”

b) Bersabar (Al-Sabru); yaitu suatu sikap yang betah atau dapat menahan diri pada kesulitan yang dihadapinya. Tetapi tidak berarti bahwa sabar itu langsung menyerah tanpa upaya untuk melepaskan diri dari kesulitan yang dihadapi oleh manusia. Maka sabar yang dimaksud adalah sikap yang diawali dengan ikhtiyar, lalu diakhiri dengan sikap menerima dan ikhlas, bila seseorang dilanda cobaan dari Tuhan.

c) Bersyukur (Al-Shukru); yaitu suatu sikap yang selalu ingin memanfaatkan dengan sebaik-baiknya, nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Kepadanya; baik bersifat pisik maupun


(28)

non-pisik. Lalu disertai dengan peningkatan pendekatan diri kepada Yang memberi nikmat, yaitu Allah SWT.12

d) Tawakkul; secara umum tawakkul adalah pasrah bulat kepada Allah setelah melaksanakan suatu rencana atau usaha. Kita tidak boleh bersikap memastikan terhadap suatu rencana yang telah kita susun, tetapi harus bersikap menyerahkan kepada Allah. Manusia hanya merencanakan dan mengusahakan, tetapi Tuhan yang menentukan hasilnya.13

e) Ikhlas; artinya bersih, murni, belum bercampur dengan sesuatu. Yang dimaksud dengan ikhlas disini ialah niat didalam hati yang semata mata karena Allah dan hanya mengharap keridhaan-Nya belaka suatu amalan dilaksanakan.14

2) Akhlak terhadap diri sendiri

Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri dapat diartikan menghargai, menghormati, menyayangi, dan menjaga diri dengan sebaik-baiknya, karena sadar bahwa dirinya itu adalah ciptaaan dan amanah Allah yang harus dipertanggung jawabkan dengan sebaik-baiknya.

Untuk menjalankan perintah Allah dan bimbingan Nabi Muhammad SAW maka setiap umat Islam harus berakhlak dan bersikap sebagai berikut:

a) Hindarkan minuman yang beracun/ keras

Setiap muslim harus menjaga dirinya sebagai suatu kewajiban, untuk tidak meracuni dirinya dengan minuman beralkohol, narkotika, atau kebiasaan buruk lainnya yang merugikan diri dan bersifat merusak.

12Mahjuddin, Opcit h 10-13

13Acep Usmar Ismail, Opcit h 118


(29)

b) Hindarkan perbuatan yang tidak baik

Sikap seorang muslim untuk mencegah melakukan sesuatu yang tidak baik adalah gambaran untuk pribadi muslim dalam sikap lakunya sehari-hari, sebagai suatu usaha untuk menjaga dirinya sendiri.

c) Memelihara kesucian jiwa

Penyucian dan pembersihan diri dilakukan secara terus menerus dalam amal shaleh. Untuk keperluan memelihara kebersihan diri dan kesucian jiwa secara teratur, perlu pembiasaan sebagai berikut: taubat, muraqabah, muhasabah, mujahadah, taat beribadah.

d) Pemaaf dan pemohon maaf

Menjadi umat yang pemaaf biasanya mudah, tetapi untuk meminta maaf apabila seseorang melakukan kekhilafan terhadap orang lain sungguh sangat sukar, karena merasa malu.

e) Sikap sederhana dan jujur

Disamping itu, setiap diri pribadi umat Islam harus bersikap dan berakhlak yag terpuji, diantaranya bersikap sederhana, rendah hati, jujur, menepati janji dan dapat dipercaya.

f) Hindarkan perbuatan tercela

Dan setiap diri pribadi umat Islam harus menghindari dari perbuatan yang dapat mempengaruhi rusaknya akhlak yang baik.15

g) Lapang dada (insyiraf)

Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai pendapat dan pandangan orang lain. Al-qur’an menuturkan sikap insyiraf ini merupakan akhlak Nabi SAW, sikap terbuka dan toleran serta kesediaan


(30)

bermusyawarah secara demokratis erat sekali hubungannya dengan sikap insyiraf ini.

h) Perwira („iffah atau ta’affuf)

Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong, tetap rendah hati, dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan dan mengharapkan pertolongan orang lain.16

Manusia yang berakhlak baik terhadap dirinya sendiri adalah manusia yang terbina sumber dayanya secara optimal. Sebaliknya manusia yang tidak terbina sumber dayanya secara baik ia akan menjadi penonton dan dirinya akan tersisih.

3) Akhlak terhadap sesama

Akhlak terhadap sesama dapat dibagi menjadi dua yaitu akhlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan hidup.

Akhlak terhadap manusia meliputi:

a) Akhlak terhadap Rasulullah, antara lain dengan mencintai Rasulullah secara tulus dan mengikuti sunnahnya; menjadikan Rasulullah sebagai suri tauladan dalam hidup dan kehidupan; menjalankan perintah dan menjauhkan larangannya. Termasuk diantaranya adalah berbuat baik terhadap perempuan, sebagaimana sabda Nabi;

“sebaik-baik kalian adalah yang baik terhadap isterinya.”

b) Akhlak terhadap orangtua, antara lain: mencintai mereka lebih dari mereka melebihi cinta kepada kerabat lainnya, merendahkan diri kepada keduanya diiringi dengan perasaan kasih sayang, berkomunikasi dengan orangtua dengan hikmat, mempergunakan


(31)

kata kata yang lemah lembut, berbuat baik terhadap keduanya dengan sebaik-baiknya, tidak menyinggung perasaan dan menyakiti hatinya, membuat ibu bapak ridha; mendoakan keselamatan dan ampunan bagi mereka kendatipun seorang atau keduanya telah meninggal dunia.

c) Akhlak terhadap tetangga/ karib kerabat, antara lain; saling membina rasa cinta dan kasih sayang dalam keluarga, saling menunaikan kewajiban untuk memperoleh hak, berbakti kepada ibu bapak, mendidik anak anak dengan penuh kasih sayang, memelihara hubungan silaturahim dan melanjutkan silaturahim yang dibina orang yang telah meninggal.

d) Akhlak terhadap masyarakat antara lain; memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan, saling menolong dalam melakukan kebajikan dan takwa, menganjurkan masyarakat_termasuk diri sendiri_ berbuat baik dan mencegah perbuatan jahat (munkar), memberi makan fakir miskin, dan berusaha melapangkan hidup dan kehidupannya, bermusyawarah untuk kepentingan bersama, mentaati putusan yang telah diambil, menunaikan amanah dengan melaksanakan kepercayaan yang diberikan seseorang atau masyarakat kepada kita, dan menepati janji.17

4) Akhlak terhadap lingkungan

Akhlak terhadap lingkungan bertujuan agar lingkungan terpelihara, tidak rusak dan tetap lestari, sehingga alam akan terus menerus memberikan manfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri sepanjang manusia itu ada. Akhlak terhadap lingkungan ini seakan


(32)

luput dari perhatian, oleh karena yang sering didoktrinkan adalah bagaimana mensucikan jiwa yang terkait hubungan manusia dengan Tuhan. Contoh akhlak terhadap lingkungan adalah mengkonsumsi apa yang ada dalam alam sekedar keperluan, tidak mengambil secara berlebihan dan memanfaatkan apa yang dapat dimanfaatkan tidak sampai mubadzir.

Akhlak terhadap lingkungan antara lain:

a) Sadar dan memelihara kelestarian lingkungan hidup.

b) Menjaga dan memanfaatkan alam terutama hewani dan hayati, flora dan fauna yang sengaja diciptakan Allah SWT untuk kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya.

c) Sayang pada semua makhluk.18

Demikianlah dapat penulis simpulkan bahwa akhlak mahmudah mencakup semua aspek kehidupan yang ada dimuka bumi. Maka manusia sebagai khalifah yang hidup saling ketergantungan haruslah memaknai betapa besar pengaruh yang dirasakan dengan perilaku terpuji. Dengan kesadaran akan hal ini maka akan terciptanya suasana kehidupan yang harmonis, aman, rukun, tentram dan rasa kebahagiaan yang tidak ternilai. Dan tanpa disadari dengan membiasakan berakhlak mulia kepada semua mahkluk senantiasa menumbuhkan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh Allah SWT.

b. Akhlak Mazmumah

Akhlak mazmumah secara umum adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik, berdasarkan ajaran Islam dijumpai berbagai macam akhlak tercela diantaranya:

18Ibid, h 29-30


(33)

1) Berbohong

Bohong ialah memberikan atau menyampaikan informasi yang tidak sesuai, tidak cocok dengan yang sebenarnya. Berdusta atau berbohong ada tiga macam: berdusta dengan perbuatan, berdusta dengan lisan, berdusta dalam hati.19

2) Takabbur (Al-Kibru);, yaitu suatu sikap yang menyombongkan diri, sehingga tidak mau mengakui kekuasaan Allah di alam ini, termasuk mengingkari nikmat Allah yang ada padanya.20

3) Munafiq (An-nifaq); yaitu suatu sikap yang menampilkan dirinya bertentangan dengan kemauan hatinya dalam kehidupan beragama. Dalam Al-quran, banyak diterangkan masalah munafiq: antara lain pada surah At-Taubah ayat 64 yang berbunyi. 21













































“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: "Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan rasul-Nya)." Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu.(At-taubah:64)

4) Rakus atau tamak (Al-Hirsu atau Al-Tama’u); yaitu suatu sikap yang tidak pernah merasa cukup, sehingga selalu ingin menambah apa yang seharusnya ia miliki, tanpa memperhatikan hak-hak orang lain. Hal ini, termasuk kebalikan dari rasa cukup (Al-Qana’ah) dan merupakan akhlak buruk terhadap Allah, karena melanggar ketentuan larangan-Nya.22

19Moh. Ardani, Opcit h 58

20Mahjuddin,Opcit h 17

21Ibid, h 19-20


(34)

5) Marah (Ghadhab), marah bagaikan nyala api yang terpendam didalam hati, oleh karenanya orang yang sedang marah mukanya merah menyala bagaikan bara api. Inilah sebabnya mengapa dalam ajaran Islam orang yang sedang marah dianjurkan untuk segera berwhudu kalau perlu mandi. 23

6) Dengki (hasad), seringkali permusuhan diawali dari rasa dendam dan benci, inilah dengki. Penyakit ini berbahaya dan sulit untuk diobati dengan terapi biasa. Bila rasa dengki tersebut masih tersarang dalam hati seseorang, maka selama itu pula ia tidak akan merasakan bahagia dalam hidupnya.24

Ketinggian budi pekerti yang terdapat pada seseorang menjadikannya dapat melaksanakan kewajiban dan pekerjaan dengan baik dan sempurna, sehingga menjadikan orang itu dapat hidup bahagia. Sebaliknya apabila manusia buruk akhlaknya, kasar tabiatnya, buruk prasangkanya pada orang lain, maka hal itu sebagai pertanda bahwa orang itu hidup resah sepanjang hidupnya karena ketiadaan keserasian dan keharmonisan dalam pergaulannya sesama manusia lainnya.25 Sebagaimana yang telah diuraikan diatas maka akhlak dalam wujud pengamalannya dibagi menjadi dua yaitu akhlak terpuji dan akhlak tercela. Jika kita melakukan suatu perbuatan yang sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah SWT maka akan melahirkan perbuatan yang baik, dan itulah yang dinamakan akhlak terpuji. Tapi jika kita melakukan perbuatan yang dilanggar oleh Allah SWT dan menyimpang dari al-qur’an dan hadist maka akan melahirkan perbuatan yang buruk, dan itulah yang dinamakan akhlak tercela. Dan kita sebagai hambanya termasuk golongan

23Acep Usmar Ismail, Opcit h 32

24Ibid, h 33

25Asraman As, Pengantar Studi Akhlak , (Jakarta: PT Raja G rafindo Persada, 2002), Edisi Revisi, h 56-57


(35)

yang berakhlak terpuji atau malah sebaliknya. Semuanya tergantung dari hati dan diri kita sendiri.

3. Metode Penanaman Akhlak

Metode asal usul katanya adalah “metoda” mengandung pengertian “suatu jalan yang dilalui untuk mencapai tujuan”. Metode berasal dari dua kata yaitu “meta” dan “hodos”. “Meta” berarti “melalui”, dan “hodos” berarti “jalan”

atau “cara”. Dalam bahasa arab metode dikenal dengan istilah thariqah yang

berarti jalan, cara, sistem atau langkah-langkah strategis yang dipersiapkan untuk melakukan suatu pekerjaan.26 Bila dihubungkan dengan penanaman akhlak maka metode penanaman akhlak dapat dikatakan sebagai suatu cara atau proses menanamkan nilai akhlak dalam diri sesorang untuk membentuk pribadi yang berakhlak mulia.

Urgensi penanaman nilai-nilai adab sejak kecil tampak begitu jelas ketika melihat Rasulullah SAW memberikan perhatiannya yang begitu besar dalam proses pembentukan akhlak. Aktivitas penanaman adab dalam diri anak dan pembiasaannya hingga menjadi tabiat dan perangainya dalam keseharian. Lebih utama dibandingkan dengan sedekah yang mampu melebur kesalahan.27 Seperti tertera pada surat al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:























“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.(Al-ahzab:21)

26A. Heris Hermawan, M. Ag, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI, 2009), h 234

27 Muhammad Ibnu Abdul Hafidh Suwaid, Cara Nabi Mendidik Anak, (Jakarta: Al-I’tishom Cahaya Umat, 2006), h 264


(36)

Kedudukan akhlak dalam Islam merupakan salah satu sendi agama, dengan fungsi yang selalu menguatkan pengalaman aqidah dan syari’ah, maka agama Islam memberikan tuntunan kepada manusia, agar akhlak mulia menjadi bagian dalam kehidupan.

Akhlak adalah implementasi dari iman dalam segala bentuk perilaku. Cara yang cukup efektif dalam pembinaan akhlak adalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk dengan hanya dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang guru mengatakan kerjaan ini dan jangan kerjakan itu. Menanamkan sopan santun memerlukan pendidikan yang panjang. Pendidikan itu tidak sukses, tanpa diiringi dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.

a. Keteladanan

Keteladanan dalam pendidikan merupakan metode yang berpengaruh dan terbukti paling mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial anak. Mengingat pendidik adalah seorang figur terbaik dalam pandangan anak, yang tindak tanduk dan sopan santunnya, disadari atau tidak , akan ditiru oleh mereka. Bahkan bentuk perkataan , perbuatan dan tindak tanduknya, akan senantiasa tertanam dalam kepribadian anak. Oleh karena itu, masalah keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik buruknya anak. Jika pendidik jujur, dapat dipercaya, berakhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama, maka si anak akan tumbuh dalam kejujuran, terbentuk dengan akhlak mulia, berani dan menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan agama. Begitu pula sebaliknya jika pendidik adalah seorang pembohong, pengkhianat, orang


(37)

yang kikir, penakut dan hina, maka si anak akan tumbuh dalam kebohongan, khianat, durhaka, kikir, penakut, dan hina.28

b. Nasihat

Hal ini termasuk metode pendidikan berhasil dalam pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya baik secara moral, emosional maupun sosial, adalah pendidikan anak dengan petuah dan memberikan kepadanya nasihat-nasihat. Karena dengan nasihat dan petuah memiliki pengaruh yang cukup besar dalam membuka mata anak-anak kesadaran akan hakikat sesuatu, mendorong mereka menuju harkat dan martabat yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Karenanya, tidak heran kalau kita tahu bahwa Al-qur’an menggunakan metode ini, menyerukan kepada manusia untuk melakukannya dan mengulang-ngulangnya dalam beberapa ayat-Nya, dan dalam sejumlah tempat dimana Dia memberikan arahan dan nasihat-Nya.29

Dengan demikian, para pendidik hendaknya memahami betul akan hakikat ini, dan menggunakan metode-metode Al-qur’an dalam upaya memberikan nasihat, peringatan dan bimbingannya, untuk mempersiapkan anak-anak mereka yang masih usia muda -baik sebelum tamyiz maupun pada usia remaja- dalam hal akidah maupun moral, dalam pembentukan kepribadian maupun kehidupan sosial, jika mereka memang menginginkan kebaikan, kesempurnaan kematangan akhlak dan akal anak-anak.

28Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Anak dalam Islam 2 (Jakarta: Pustaka Amani, 1999), h142


(38)

c. Perhatian atau Pengawasan

Yang dimaksud pendidikan dengan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan aspek akidah dan moral anak, mengawasi dan memperhatikan kesiapan mental dan sosial, disamping selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan kemampuan ilmiahnya.30

Sudah menjadi kesepakatan, bahwa memperhatikan dan mengawasi anak yang dilakukan oleh pendidik, adalah asas pendidikan yang paling utama. Mengingat anak akan senantiasa terletak dibawah perhatian dan pengawasan pendidikan jika pendidik selalu memperhatikan terhadap segala gerak gerik, ucapan, perbuatan dan orientasinya. Jika melihat sesuatu yang baik, dihormati, maka doronglah sang anak untuk melakukannnya. Dan jika melihat sesuatu yang jahat, cegahlah mereka, berilah peringatan dan jelaskanlah akibat yang membinasakan dan membahayakan. Jika pendidik melalaikan anak didiknya, sudah barang tentu anak didik akan meyeleweng dan terjerumus ke jurang kehancuran dan kebinasaan.31

d. Hukuman

Al-qur’an telah memakai hukuman yang memberikan ketakutan dan ancaman ini dalam banyak ayat yang jelas, dan menggunakannya dalam upaya memperbaiki jiwa yang mukmin, mempersiapkan moral dan spiritualnya. Betapa ia meninggalkan bekas dalam jiwa, hasil yang baik dalam tingkah laku, akibat-akibat terpuji dalam pendidikan dan etika. Hukuman yang diterapkan para pendidik dirumah atu disekolah berbeda-beda dari segi jumlah dan tata caranya, tidak sama dengan hukuman yang diberikan kepada orang-orang umum. Dibawah ini metode yang dipakai Islam dalam upaya memberikan hukuman kepada anak :

30Ibid, h 275


(39)

1) Lemah lembut dan kasih sayang adalah dasar pembenahan anak. 2) Menjaga tabiat anak yang salah dalam menggunakan hukuman.

3) Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap, dari yang paling ringan hingga yang paling keras.

Rasulullah SAW telah meletakkan metode dan tata cara bagi para pendidik untuk memperbaiki penyimpangan anak, mendidik, meluruskan kebengkokannya, membentuk moral dan spiritualnya. Sehingga pendidik dapat mengambil yang lebih baik, memilih yang lebih utama untuk mendidik dan memperbaiki. Pada akhirnya, dapat membawa sampai tujuan yang diharapkan, menjadi manusia mukmin dan bertaqwa.32

Karenanya, jika kita menginginkan kebaikan pada diri anak, kebahagiaan bagi masyarakat, ketentraman bagi negara, hendaknya metode-metode ini tidak kita abaikan. Dan hendaknya kita berlaku bijaksana dalam memilih metode yang paling efektif dalam situasi dan kondisi tertentu. Semua ini bukanlah hal yang mustahil bagi Allah Yang Maha Perkasa.

B. PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

1. Pengertian Pendidikan Agama Islam

Pendidikan berasal dari kata didik, artinya bina, mendapat awalan pen-, akhiran-an, yang maknanya sifat dari perbuatan membina atau melatih, atau mengajar dan mendidik itu sendiri. Oleh karena itu, pendidikan merupakan pembinaan, pelatihan, pengajaran dan semua hal yang merupakan bagian dari usaha manusia untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilannya.33

Pendidikan secara terminologis dapat diartikan sebagai pembinaan, pembentukan, pengarahan, pencerdasan, pelatihan yang ditujukan kepada semua anak didik secara formal maupun nonformal dengan tujuan

32Ibid, h 312-316


(40)

membentuk anak didik yang cerdas, berkepribadian, memiliki keterampilan atau keahlian tertentu sebagai bekal dalam kehidupannya dimasyarakat. Secara formal, pendidikan adalah pengajaran (at-tabiyah, at-ta’lim).34

Dalam arti luas, pendidikan adalah hidup. Artinya, pendidikan adalah segala pengalaman (belajar) diberbagai lingkungan yang berlangsung sepanjang hayat dan berpengaruh positif bagi perkembangan individu.35

Hal ini juga dikatakan oleh Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, bahwa pendidikan ialah pengembangan pribadi dalam semua aspeknya, dengan penjelasan bahwa yang dimaksud pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan dari diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek ini mencakup jasmani, akal, dan hati.36

Dengan demikian dapat pula dikatakan bahwa, “pendidikan itu adalah usaha secara sadar dan sengaja dari orang dewasa untuk dengan pengaruhnya meningkatkan si anak ke kedewasaan yang selalu diartikan mampu memikul tanggung jawab moril dari segala perbuatannya.”37

Pada bagian lain, mengutip pernyataan Ki Hajar Dewantara dalam buku Abuddin Nata, beliau mengatakan bahwa pendidikan adalah tuntunan didalam hidup tumbuhnya anak-anak. Adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.38

34Ibid, h 53

35 Tatang Syarifudin, Landasan Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam DEPAG RI,2009), h 27

36 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Persfektif Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010), h 26

37 Armai Arief dan Sholehuddin, Perencanaan Sistem Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT Wahana Kordofa, 2009), h 7

38 Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaruan Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h 131


(41)

Pendidikan adalah juga merupakan bagian dari upaya untuk membantu manusia memperoleh kehidupan yang bermakna hingga diperoleh suatu kebahagiaan hidup, baik secara individu maupun kelompok. Sebagai proses, pendidikan memerlukan sebuah sistem yang terprogram dan mantap, serta tujuan yang jelas agar arah yang dituju mudah dicapai.” Pendidikan adalah upaya yang disengaja makanya pendidikan merupakan suatu rancangan dari proses suatu kegiatan yang memiliki landasan dasar yang kokoh, dan arah yang jelas sebagai tujuan yang hendak dicapai.”39

Dari beberapa definisi diatas, maka dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan suatu proses dan pengembangan kepribadian yang dilakukan oleh pendidik kepada peserta didik yang mencakup seluruh aspek kehidupannya, guna membekali dirinya untuk menghadapi masa yang akan datang. Pendidik yang dimaksud disini bukan hanya guru akan tetapi termasuk orangtua, karena bagaimana pun orangtua merupakan pendidik pertama dalam lingkungan keluarga.

Hakikat pendidikan menjangkau 4 hal yang sangat mendasar, yaitu sebagai berikut:

a. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses pembinaan akal manusia yang merupakan potensi utama dari manusia sebagai makhluk berpikir. Dengan pembinaan olah pikir, manusia diharapkan semakin meningkat kecerdasannya dan meningkat pula kedewasaan berpikirnya, terutama memiliki kecerdasan dalam memecahkan permasalahan dalam kehidupannya.

b. Pendidikan pada hakikatnya adalah pelatihan keterampilan setelah manusia memperoleh ilmu pengetahuan yang memadai dari hasil olah pikirnya. Keterampilan yang dimaksudkan adalah suatu objek tertentu


(42)

yang membantu kehidupan manusia karena dengan keterampilan tersebut, manusia mencari rezeki dan mempertahankan kehidupannya;

c. Pendidikan dilakukan dilembaga formal dan nonformal, sebagaimana dilaksanakan disekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat;

d. Pendidikan bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dengan indikator utama adanya peningkatan kecerdasan intelektual masyarakat, etika dan moral masyarakat yang baik dan berwibawa, serta terbentuknya kepribadian yang luhur.

Hakikat pendidikan dalam Islam adalah kewajiban mutlak yang dibebankan kepada semua umat Islam, bahkan kewajiban pendidikan atau mencari ilmu dimulai dari semenjak bayi dalam kandungan hingga masuk liang lahat.40

Dalam bukunya M. Arifin mengatakan bahwa, pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.41

Demikian pula Abuddin Nata, beliau mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan pada ajaran Islam. Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, dan peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, kurikulum dan bahan ajar, sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut pendidikan Islam, atau pendidikan yang islami.42

Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pendidikan agama Islam. Pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri adalah usaha sadar untuk

40Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 56

41M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), edisi revisi, h 22


(43)

menyiapkan siswa dalam meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau latihan dengan memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan nasional. 43

Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai berikut:

a. Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan/ atau latihan yang dilakukan secara berencana dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai.

b. Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari dan/atau dilatih dalam peningkatan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Islam.

c. Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam (GPAI) yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran dan/atau latihan secara sadar terhadap peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

d. Kegiatan (pembelajaran) pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk kesalehan sosial. Dalam arti, kualitas atau kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan manusia lainnya (bermasyarakat), baik yang seagama (sesama muslim), ataupun yang tidak seagama (hubungan dengan nonmuslim), serta dalam berbangsa dan bernegara sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan

43Akmal Hawi, Opcit h 19


(44)

nasional (ukhuwah wathoniyah) dan ukhuwah insaniyah (persatuan dan kesatuan antar sesama manusia).44

Pada pendidikan dasar, pendidikan keagamaan merupakan pendidikan wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya. Pada jenjang pendidikan menengah, pendidikan keagamaan juga merupakan pendidikan wajib bersama dengan pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Jadi, pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional keberadaannya sangat penting.45

Dengan demikian, pendidikan agama di sekolah adalah sebagai salah satu bentuk untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam meningkatkan pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta membiasakan siswa berakhlak mulia.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA

Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.46 Tujuan pendidikan agama Islam bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan juga pengamalan serta pengaplikasinya dalam kehidupan dan sekaligus menjadi pegangan hidup. Mengutip pernyataan dari Muhammad Fadhil al-jamali dalam buku Abuddin Nata, beliau merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan empat macam, yaitu: (1) mengenalkan kepada manusia akan perannya diantara

44Muhaimin, et.al, Opcit h 76

45 Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan , (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999), edisi revisi, h 182


(45)

sesama makhluk dan tanggung jawabnya dalam hidup ini; (2) mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup bermasyarakat; (3) mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada mereka untuk mengambil manfaat darinya; dan (4) mengenalkan manusia akan pencipta alam (Allah) dan menyuruhnya beribadah kepada-Nya.47 Dalam hal ini tujuan pendidikan agama Islam di SMA adalah:

a. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah SWT;

b. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif, jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan secara personal dan social serta mengembangkan budaya agama dalam komunitas sekolah.48

Berpedoman dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam itu adalah untuk membina manusia yang mengabdi kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.

47Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, hlm 62

48Kerangka Dasar dan Srtuktur Kurikulun Tingkat SMA/MA-SMK/MAK, ( Media Pusaka, 2006), Cetakan Pertama, h 50


(46)

3. Ruang Lingkup dan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMA

Di dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum 1999, tujuan PAI lebih dipersingkat lagi, yaitu: ”agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim yang beriman, bertaqwa kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.

Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah dimulai dari tahapan kognisi., yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri siswa dan bergerak untuk mengamalkan dan mentaati ajaran Islam (tahapan psikomotorik) yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian, akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.49

Mengenai ruang lingkup pendidikan agama Islam di SMA meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

a. Al-Qur’an dan Hadits

b. Aqidah c. Akhlak d. Fiqih

e. Tarikh dan kebudayaan Islam

49Muhaimin, Opcit h 78-79


(47)

Pendidikan agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusian dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. 50

Kemudian berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, maka sebelumnya akan dijelaskan apa pengertian kurikulum. Kosakata kurikulum telah masuk kedalam kosakata bahasa Indonesia, dengan arti susunan rencana pengajaran. Kosakata tersebut menurut bahasa Latin, curriculum yang berarti bahan pengajaran, dan ada pula yang mengatakan, berasal dari bahasa perancis, courier yang berarti berlari.51

Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh banyak ahli, pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru. Dalam pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.52 Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran atau sejumlah mata pelajaran saja.

Sedangkan menurut pandangan baru atau pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam pandangan modern ialah semua yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Atas dasar ini maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar.53 Pada hakikatnya kurikulum dikaji berdasarkan tingkatan-tingkatan pendidikan:

a. Kurikulum dapat diartikan sebagai serangkaian tujuan pendidikan yang menggabungkan berbagai kemampuan, nilai dan sikap yang

50Loc. cit

51Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam ,h 121

52Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum , (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011),Cet-4, h 3


(48)

harus dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik dari satuan jenis pendidikan.

b. Kurikulum dapat diartikan sebagai rangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari oleh para siswa untuk menguasai serangkaian kemampuan, nilai dan sikap yang secara institusional harus dikuasai para siswa setelah selesai mempelajarinya.

c. Kurikulum sebagai garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang telah dipilih untuk dijadikan objek kajian.

d. Kurikulum adalah panduan dan buku pelajaran yang disusun untuk menunjang kegiatan proses pembelajaran.

e. Kurikulum diartikan sebagai bentuk-bentuk dan jenis kegiatan pembelajaran yang dialami oleh para siswa. 54

Pengertian kurikulum diatas, sudah mencakup semua aspek atau komponen yang ada didalamnya dalam kaitannnya dengan kurikulum pendidikan agama. Dengan kata lain bahwa, kurikulum merupakan pengetahuan, kegiatan-kegiatan, atau pengalaman belajar yang diatur secara sistematis, yang kemudian disampaikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan. Dari uraian tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum pendidikan agama Islam adalah mencakup semua pengetahuan, kegiatan-kegiatan (aktifitas), dan juga pengalaman-pengalaman yang disusun secara sistematis yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan pendidikan agama Islam.

54Akmal Hawi, Opcit h 36


(49)

Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi PAI di sekolah belum mencapai hasil yang optimal antara lain:

a. Lebih mengutamakan pencapaian target penyampaian materi daripada menjadikan proses pembelajaran PAI menjadi bermakna.

b. Beban materi dalam kurikulum PAI dirasakan masih lebih tinggi, padat isi dan misi dibanding dengan jumlah yang tersedia.

c. Kerja sama antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam bidang PAI pada umumnya kurang berlangsung intensif.

d. Pelaksanaan PAI di sekolah umum terlalu memerhatikan aspek kognitif dan psikomotor cenderung diabaikan.

e. Dampak kemajuan ilmu teknologi yang melahirkan tren modernisasi dan globalisasi dengan membawa budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa.

f. Kurangnya fasilitator pendukung serta lingkungan yang tidak kondusif, sikap dan keteladanan para pembinanya juga masyarakat mempengaruhi ketidak berhasilan PAI di sekolah umum.55

Dari beberapa faktor yang telah diuraikan di atas, kurikulum PAI dengan beberapa aspeknya merupakan faktor utama yang harus dikaji secara intensif dan komprehensif, sebab kurikulum ini merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran di sekolah.

Upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum PAI di SMA pada masa yang akan datang:

a. Pelaksanaan PAI di sekolah umum harus semakin ditingkatkan secara efektif dan insentif dengan lebih pada pendidikan akhlak.

b. Penyusunan dan pengembangan kurikulum PAI di sekolah umum pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.


(50)

c. Agar pelaksanaan kurikulum PAI di SMU dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal maka jam pelajarannya perlu ditambah dari 2 jam/minggu dan materi yang disajikan juga harus dirampingkan.

d. Pendekatan ekstra kurikuler pengajaran PAI harus dibawa ke tatanan realitas sosial, tidak hanya sebatas teori dan berlangsung dalam kelas semata.

e. Evaluasi yang harus dikembangkan adalah mengukur sikap perilaku keberagaman siswa.

f. Perlunya meningkatkan fasilitas kualitas keilmuan dan kesejahteraan guru agama serta menciptakan pendidikan yang lebih kondusif dan agamais.56

Demikianlah rangkaian upaya pengembangan kurikulum PAI demi menunjang tercapainya tujuan pendidikan agama Islam yang tidak hanya melahirkan generasi yang berkualitas dari segi intelektualnya saja akan tetapi terutama adalah nilai akhlak yang luhur sesuai dengan ajaran Islam.

4. Teori Pengembangan Metode Pendidikan Agama Islam

Metodologi pendidikan agama Islam memiliki tugas dan fungsi memberikan jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan operational dari ilmu pendidikan Islam tersebut. Pelaksanaannya berada dalam ruang lingkup proses kependidikan yang berada di dalam suatu sistem dan struktur kelembagaan yang diciptakan untuk mencapai tujuan dalam Islam. Metode pendidikan agama Islam harus terus dikembangkan agar tujuan pendidikan Islam mudah dicapai. Pengembangan pendidikan Islam secara teoritis dilakukan dengan cara berikut:

56Ibid, h 37-38


(51)

a. Metode pendidikan demokratis, yaitu pendidikan yang dilakukan dengan cara memberi kemerdekaan kepada anak didik untuk menentukan pilihan minat dan bakatnya serta mengembangkan pikiran dan pendapatnya sepanjang memberikan dampak positif bagi perkembangan dan kemajuan intelektualitasnya.

b. Pendidikan dengan hati nurani, yaitu menerapkan pendekatan simpatik dan empati terhadap perkembangan intelektualitas anak didik dan pengalaman pribadi yang diungkapkan anak didik kepada pendidiknya. c. Pendidikan dengan pendekatan rasional, yaitu mendidik anak dengan

ukuran rasio. Kebenaran baru diterima jika disampaikan secara logis dan sistematis serta didasarkan pada pengalaman para pendidik.

d. Pendidikan dengan pendekatan empiris, yaitu pengembangan metode pendidikan Islam yang didasarkan pada pengalaman para pendidik. e. Pendidikan dengan pendekatan naturalistik, yaitu pengembangan metode

pendidikan Islam yang didasarkan pada perkembangan alamiah anak didik.

Muhammad Said Ramadan Al-Buwythi menyatakan tiga macam asas yang dipakai Al-quran untuk menanamkan pendidikan, yaitu:

a. Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala masalah;

b. Al-Qisas wat-tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah sebagai pelajaran bagi kehidupan yang akan datang. Semua sejarah merupakan ajakan Tuhan kepada manusia supaya bercermin pada sejarah masa lalu dan mengambil hikmah yang berharga untuk masa depan; c. Al-Isarah Al-Wildaniyah, memotivasi dan membangkitkan kreatifitas

anak didik dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan reward dan


(52)

f. Pendidikan dengan pendekatan basyiran wa nadziran, yaitu membangkitkan segala hal yang menggembirakan anak didik, dan memberikan sesuatu yang menimbulkan rasa takut atau melalui ancaman. g. Pendekatan keteladan, yaitu pengembangan metode pendidikan Islam dengan contoh utama dari para pendidik sehingga anak didik meniru perilaku positif yang bermanfaat bagi kemajuan intelektualitas dan moralitasnya.57

Metode yang dikembangkan dalam pendidikan Islam disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam yang paling substansial, yaitu sebagai berikut:

a. Penguatan iman kepada Allah SWT. b. Peningkatan kecerdasan anak didik. c. Pembinaan akhlakul karimah.

d. Pengembangan minat dan bakat berkaitan dengan kecakapan dan keterampilan anak didik.

e. Pembinaan kemandirian dan rasa tanggung jawab.

f. Pendewasaan berpikir anak didik yang rasional dan memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial.

g. Pembentukan kecerdasan emosional dan spiritual anak didik.

Untuk memperoleh pengembangan metode pendidikan Islam, penggalian terhadap sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan Islam harus dilakukan secara terpadu, komprehensif, radikal dan sistematis.

5. Hakikat Pendidik dalam Pendidikan Agama Islam

Pendidik, disebut juga dengan guru, merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia yang diharapkan kehadiran dan

57Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (jilild II), (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), h 141-142


(53)

perannya dalam pendidikan, sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan.58

Menurut Drs. H.Ametembun dalam buku Akmal Hawi dikatakan bahwa, guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun diluar sekolah.59

Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa guru dalam melaksanakan pendidikan baik di lingkungan formal dan non formal dituntut untuk mendidik dan mengajar. Karena keduanya mempunyai peran yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan ideal pendidikan. Mengajar lebih cenderung mendidik anak didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan watak anak didik tidak dibangun dan dibina, sehingga disini mendidiklah yang berperan untuk membentuk jiwa dan watak anak didik dengan kata lain mendidik adalah kegiatan transfer of values, memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik.

Hakikat pendidik adalah guru yang singkatannya digugu dan ditiru, pendidik atau guru adalah contoh terbaik bagi murid-muridnya yang menjadi anak didik diberbagai lembaga pendidikan. Dalam interaksi edukatif yang berlangsung antara pendidik dan anak didik atau guru dan murid-muridnya telah menjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik kepada anak didik dengan menyediakan lingkungan yang menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing

58Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 57


(54)

yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik.60

Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik atau guru dan murid yang telah sekian lama berlangsung, menggunakan beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut. a. Pendekatan individual

Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada guru bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Dengan kata lain, guru haru melakukan pendekatan individual dalam strategi pengajarannya. Bila tidak, strategi belajar tuntas atau matery learning yang menuntut penguasaan penuh kepada anak didik tidak akan menjadi kenyataan. Paling tidak, dengan pendekatan individual, anak didik diharapkan memiliki tingkat penguasaan optimal.

b. Pendekatan kelompok

Dengan pendekatan kelompok, diharapkan rasa sosial yang tinggi pada diri setiap anak didik dapat ditumbuhkembangkan. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egoisme dalam diri mereka masing-masing sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata rantai kehidupan semua makhluk hidup di muka bumi yang fana ini. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk tertentu.

60Hasan Basri, opcit h 60-61


(55)

c. Pendekatan bervariasi

Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya tidak dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif. Bila terjadi perubahan, suasana kelas sulit dinormalkan kembali. Ini merupakan tanda adanya gangguan dalam proses interaksi edukatif. Akibatnya, jalannya pelajaran menjadi kurang efektif. Efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pun terganggu karena anak didik kurang mampu berkonsentrasi. Metode yang yang satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan karena memang gangguan itu berpangkal dari kelemahan metode tersebut. Oleh karena itu, kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali memakai satu metode. d. Pendekatan edukatif

Apapun yang dilakukan dan digunakan guru dalam pendidikan dan pengajaran bertujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain. Misalnya, karena dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya.

Seorang anak didik yang telah melakukan kesalahan, membuat keributan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya tidak tepat diberikan sanksi hukuman dengan cara memukul badannya hingga luka atau cedera. Jika dilakukan, tindakan itu adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam mendidik, guru kurang arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Pendekatan yang benar bagi seorang guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai


(1)

a.

Selalu

b.

Sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah

16.

Saya meminta maaf ketika saya melakukan kesalahan.

a.

Selalu

b.

Sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah

17.

Saya pulang tepat waktu ke rumah ketika selesai pelajaran dari sekolah.

a.

Selalu

b.

Sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah

18.

Saya membolos sekolah.

a.

Selalu

b.

Sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah

19.

Saya memberi infaq yang dilaksanakan setiap hari jumat di sekolah .

a.

Selalu

b.

Sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah

20.

Saya bersyukur ketika mendapatkan nilai yang memuaskan dari hasil belajar saya sendiri

tanpa bantuan dari teman.

a.

Selalu

b.

sering

c.

Kadang-kadang

d.

Tidak pernah


(2)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 SKOR

1 Abdullah Adnan XII 4 4 1 1 3 3 4 1 4 3 4 1 4 4 2 4 4 1 2 4 58

2 Adinda Ayu. P XII 4 3 1 1 2 1 4 4 4 3 4 1 3 4 2 3 4 1 3 3 55

3 Ahmad Badi XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 3 4 1 3 4 2 4 4 1 4 4 55

4 Agung Prasetyo XII 4 3 1 1 1 1 3 1 4 3 4 1 2 3 2 3 4 1 3 4 49

5 Azhar Firdaus XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 4 4 2 4 4 1 4 4 57

6 Dio Rizky Putra XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 3 1 3 4 4 1 3 4 53

7 Elvira Safitri XII 4 4 1 1 1 1 1 1 4 4 3 1 4 4 3 4 4 1 3 4 53

8 Fawaz Abdul .K XII 4 3 1 1 1 2 4 1 4 4 4 1 3 3 2 3 3 1 3 3 51

9 Imelda Vergiani XII 4 3 1 1 2 1 4 1 4 3 3 1 3 3 2 3 4 1 3 3 50

10 Indra Setiawan XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 4 3 3 4 4 1 4 4 57

11 Indriyani XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 4 3 2 4 4 1 4 4 56

12 Irfan Saputra XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 4 4 2 3 2 1 3 3 52

13 Lutfi Zeen Fauzi XII 4 3 1 1 2 2 4 2 4 3 3 1 2 3 3 4 4 1 4 3 54

14 M. Bagas XII 4 4 1 1 2 2 4 1 4 4 4 1 3 2 2 4 4 1 4 4 56

15 M. Reza .S XII 4 4 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 3 4 3 4 4 1 4 4 57

16 M. Syahrul XII 4 4 1 1 1 3 4 1 4 3 4 1 4 4 3 4 4 1 3 3 57

17 Mutmainah XII 4 3 1 1 1 2 4 1 4 3 3 1 3 4 3 4 3 1 3 4 53

18 Noviah Sri Rahayu XII 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 3 1 3 4 3 4 3 1 4 3 53

19 Nuri Junandar XII 4 3 1 1 1 1 2 1 4 3 3 1 4 3 3 4 4 1 4 3 51

20 Pebrian XII 3 3 1 1 3 2 3 2 3 3 2 1 3 3 3 3 2 2 3 3 49

21 Reni Anggreliani XII 4 3 1 1 2 1 4 1 4 4 4 1 3 3 2 4 4 1 4 4 55

22 Reni Sarah A XII 3 3 2 1 2 1 2 1 3 4 4 1 2 3 4 4 4 1 2 2 49

23 Resi Oktaviani XII 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 4 4 3 4 3 1 4 4 56

24 Rombi K XII 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 3 4 2 4 4 1 4 4 55

25 Romiar Syiroj XII 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 3 3 3 3 4 1 3 4 53

26 Sherly Damayanti XII 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 4 1 3 3 2 4 4 1 4 4 54

27 Syamhadi XII 3 2 1 1 2 2 3 2 3 4 3 1 4 2 2 4 4 2 4 4 53

28 Tiar Alamsyah XII 3 3 1 1 2 2 4 2 4 3 4 1 2 2 3 2 4 2 3 3 51

29 Ulfa Tamala XII 4 3 1 1 2 1 4 1 4 4 3 1 4 4 4 2 4 1 4 2 54

30 Yudi Permana XII 4 3 1 1 1 1 4 1 4 4 3 1 3 3 3 4 4 1 4 4 54

Jumlah 30 1610

No Responden Kls Item Soal

Tabel


(3)

(4)

(5)

(6)