PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KAJIAN TEORITIS
yang membantu kehidupan manusia karena dengan keterampilan tersebut, manusia mencari rezeki dan mempertahankan kehidupannya;
c. Pendidikan dilakukan dilembaga formal dan nonformal, sebagaimana
dilaksanakan disekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat; d.
Pendidikan bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan peradaban yang tinggi dengan indikator utama adanya peningkatan
kecerdasan intelektual masyarakat, etika dan moral masyarakat yang baik dan berwibawa, serta terbentuknya kepribadian yang luhur.
Hakikat pendidikan dalam Islam adalah kewajiban mutlak yang dibebankan kepada semua umat Islam, bahkan kewajiban pendidikan atau
mencari ilmu dimulai dari semenjak bayi dalam kandungan hingga masuk liang lahat.
40
Dalam bukunya M. Arifin mengatakan bahwa, pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan
membimbing pertumbuhan serta perkembangan fitrah kemampuan dasar anak didik melalui ajaran Islam kearah titik maksimal pertumbuhan dan
perkembangannya.
41
Demikian pula Abuddin Nata, beliau mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah pendidikan yang seluruh komponen atau aspeknya didasarkan
pada ajaran Islam. Visi, misi, tujuan, proses belajar mengajar, pendidik, dan peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, kurikulum dan bahan ajar,
sarana prasarana, pengelolaan, lingkungan dan aspek atau komponen pendidikan lainnya didasarkan pada ajaran Islam. Itulah yang disebut
pendidikan Islam, atau pendidikan yang islami.
42
Dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pendidikan agama Islam. Pengertian pendidikan agama Islam itu sendiri adalah usaha sadar untuk
40
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 56
41
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, edisi revisi, h 22
42
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta: Kencana, 2010, h 36
menyiapkan siswa
dalam meyakini,
memahami, menghayati
dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau
latihan dengan memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan kesatuan nasional.
43
Dari pengertian tersebut dapat ditemukan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam, yaitu sebagai
berikut: a.
Pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar, yakni suatu kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara berencana
dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai. b.
Peserta didik yang hendak disiapkan untuk mencapai tujuan; dalam arti ada yang dibimbing, diajari danatau dilatih dalam peningkatan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Islam. c.
Pendidik atau Guru Pendidikan Agama Islam GPAI yang melakukan kegiatan bimbingan, pengajaran danatau latihan secara sadar terhadap
peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam. d.
Kegiatan pembelajaran pendidikan agama Islam diarahkan untuk meningkatkan keyakinan, pemahaman, penghayatan dan pengamalan
ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan atau kualitas pribadi, juga sekaligus untuk membentuk
kesalehan sosial. Dalam arti, kualitas atau kesalehan pribadi itu diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan
manusia lainnya bermasyarakat, baik yang seagama sesama muslim, ataupun yang tidak seagama hubungan dengan nonmuslim, serta dalam
berbangsa dan bernegara sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan
43
Akmal Hawi, Opcit h 19
nasional ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah insaniyah persatuan dan kesatuan antar sesama manusia.
44
Pada pendidikan dasar, pendidikan keagamaan merupakan pendidikan wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya. Pada jenjang pendidikan
menengah, pendidikan keagamaan juga merupakan pendidikan wajib bersama dengan pendidikan pancasila dan pendidikan kewarganegaraan. Jadi,
pendidikan agama dalam sistem pendidikan nasional keberadaannya sangat penting.
45
Dengan demikian, pendidikan agama di sekolah adalah sebagai salah satu bentuk untuk mengembangkan kemampuan siswa dalam meningkatkan
pemahaman keagamaan, yakni meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT serta membiasakan siswa berakhlak mulia.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA
Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah setelah sesuatu usaha atau kegiatan selesai. Maka pendidikan, karena merupakan suatu usaha dan
kegiatan yang berproses melalui tahap-tahap dan tingkatan-tingkatan, tujuannya bertahap dan bertingkat. Tujuan pendidikan bukanlah suatu benda
yang berbentuk tetap dan statis, tetapi ia merupakan suatu keseluruhan dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
46
Tujuan pendidikan agama Islam bukan semata-mata untuk memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan juga pengamalan serta
pengaplikasinya dalam kehidupan dan sekaligus menjadi pegangan hidup. Mengutip pernyataan dari Muhammad Fadhil al-jamali dalam buku
Abuddin Nata, beliau merumuskan tujuan pendidikan Islam dengan empat macam, yaitu: 1 mengenalkan kepada manusia akan perannya diantara
44
Muhaimin, et.al, Opcit h 76
45
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan , Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999, edisi revisi, h 182
46
Zakiah Daradjat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara, 2012, Cet-10, h 29
sesama makhluk dan tanggung jawabnya dalam hidup ini; 2 mengenalkan manusia akan interaksi sosial dan tanggung jawabnya dalam tata hidup
bermasyarakat; 3 mengenalkan manusia akan alam dan mengajak mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada
mereka untuk mengambil manfaat darinya; dan 4 mengenalkan manusia akan pencipta alam Allah dan menyuruhnya beribadah kepada-Nya.
47
Dalam hal ini tujuan pendidikan agama Islam di SMA adalah: a.
Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
SWT; b.
Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,
jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi tasamuh, menjaga keharmonisan secara personal dan social serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.
48
Berpedoman dari uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan agama Islam itu adalah untuk membina manusia yang mengabdi
kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya kebahagiaan dunia dan
akhirat.
47
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, hlm 62
48
Kerangka Dasar dan Srtuktur Kurikulun Tingkat SMAMA-SMKMAK, Media Pusaka, 2006, Cetakan Pertama, h 50
3. Ruang Lingkup dan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMA
Di dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum 1999, tujuan PAI lebih dipersingkat lagi, yaitu:
”agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman, bertaqw a kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.
Rumusan tujuan PAI ini mengandung pengertian bahwa proses pendidikan agama Islam yang dilalui dan dialami oleh siswa di sekolah
dimulai dari tahapan kognisi., yakni pengetahuan dan pemahaman siswa terhadap ajaran nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam, untuk
selanjutnya menuju ketahapan afeksi, yakni terjadinya proses internalisasi ajaran dan nilai agama kedalam diri siswa, dalam arti menghayati dan
meyakininya. Tahapan afeksi ini terkait erat dengan kognisi, dalam arti penghayatan dan keyakinan siswa menjadi kokoh jika dilandasi oleh
pengetahuan dan pemahamannya terhadap ajaran dan nilai agama Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri
siswa dan bergerak untuk mengamalkan dan mentaati ajaran Islam tahapan psikomotorik yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian,
akan terbentuk manusia muslim yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia.
49
Mengenai ruang lingkup pendidikan agama Islam di SMA meliputi aspek- aspek sebagai berikut:
a. Al-Qur’an dan Hadits
b. Aqidah
c. Akhlak
d. Fiqih
e. Tarikh dan kebudayaan Islam
49
Muhaimin, Opcit h 78-79
Pendidikan agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusian
dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
50
Kemudian berkenaan dengan kurikulum pendidikan agama Islam, maka sebelumnya akan dijelaskan apa pengertian kurikulum. Kosakata kurikulum
telah masuk kedalam kosakata bahasa Indonesia, dengan arti susunan rencana pengajaran. Kosakata tersebut menurut bahasa Latin, curriculum yang berarti
bahan pengajaran, dan ada pula yang mengatakan, berasal dari bahasa perancis, courier yang berarti berlari.
51
Berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh banyak ahli, pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut
pandangan lama dan pandangan baru. Dalam pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah
sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh ijazah.
52
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran atau sejumlah mata pelajaran saja.
Sedangkan menurut pandangan baru atau pandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pelajaran atau bidang studi. Kurikulum dalam
pandangan modern ialah semua yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Atas dasar ini maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar.
53
Pada hakikatnya kurikulum dikaji berdasarkan tingkatan-tingkatan pendidikan:
a. Kurikulum dapat diartikan sebagai serangkaian tujuan pendidikan
yang menggabungkan berbagai kemampuan, nilai dan sikap yang
50
Loc. cit
51
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam ,h 121
52
Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum , Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011,Cet-4, h 3
53
Ahmad Tafsir, Opcit h 53
harus dikuasai dan dimiliki oleh peserta didik dari satuan jenis pendidikan.
b. Kurikulum dapat diartikan sebagai rangka materi yang memberikan
gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari oleh para siswa untuk menguasai serangkaian kemampuan, nilai dan sikap
yang secara institusional harus dikuasai para siswa setelah selesai mempelajarinya.
c. Kurikulum sebagai garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang
telah dipilih untuk dijadikan objek kajian. d.
Kurikulum adalah panduan dan buku pelajaran yang disusun untuk menunjang kegiatan proses pembelajaran.
e. Kurikulum diartikan sebagai bentuk-bentuk dan jenis kegiatan
pembelajaran yang dialami oleh para siswa.
54
Pengertian kurikulum diatas, sudah mencakup semua aspek atau komponen yang ada didalamnya dalam kaitannnya dengan kurikulum
pendidikan agama. Dengan kata lain bahwa, kurikulum merupakan pengetahuan, kegiatan-kegiatan, atau pengalaman belajar yang diatur secara
sistematis, yang kemudian disampaikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan. Dari uraian tersebut diatas maka dapat dikatakan bahwa yang
dimaksud dengan kurikulum pendidikan agama Islam adalah mencakup semua pengetahuan, kegiatan-kegiatan aktifitas, dan juga pengalaman-
pengalaman yang disusun secara sistematis yang diberikan oleh pendidik kepada peserta didik kepada anak didik dalam rangka mencapai tujuan
pendidikan agama Islam.
54
Akmal Hawi, Opcit h 36
Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi PAI di sekolah belum mencapai hasil yang optimal antara lain:
a. Lebih mengutamakan pencapaian target penyampaian materi daripada
menjadikan proses pembelajaran PAI menjadi bermakna. b.
Beban materi dalam kurikulum PAI dirasakan masih lebih tinggi, padat isi dan misi dibanding dengan jumlah yang tersedia.
c. Kerja sama antara sekolah, keluarga dan masyarakat dalam bidang
PAI pada umumnya kurang berlangsung intensif. d.
Pelaksanaan PAI di sekolah umum terlalu memerhatikan aspek kognitif dan psikomotor cenderung diabaikan.
e. Dampak kemajuan ilmu teknologi yang melahirkan tren modernisasi
dan globalisasi dengan membawa budaya asing yang tidak sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa.
f. Kurangnya fasilitator pendukung serta lingkungan yang tidak
kondusif, sikap dan keteladanan para pembinanya juga masyarakat mempengaruhi ketidak berhasilan PAI di sekolah umum.
55
Dari beberapa faktor yang telah diuraikan di atas, kurikulum PAI dengan beberapa aspeknya merupakan faktor utama yang harus dikaji secara intensif
dan komprehensif, sebab kurikulum ini merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran di sekolah.
Upaya yang dapat dilakukan untuk melaksanakan dan mengembangkan kurikulum PAI di SMA pada masa yang akan datang:
a. Pelaksanaan PAI di sekolah umum harus semakin ditingkatkan secara
efektif dan insentif dengan lebih pada pendidikan akhlak. b.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum PAI di sekolah umum pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan interdisipliner
yaitu dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.
55
Ibid, h 36
c. Agar pelaksanaan kurikulum PAI di SMU dapat berjalan dengan baik
dan mencapai hasil yang maksimal maka jam pelajarannya perlu ditambah dari 2 jamminggu dan materi yang disajikan juga harus
dirampingkan. d.
Pendekatan ekstra kurikuler pengajaran PAI harus dibawa ke tatanan realitas sosial, tidak hanya sebatas teori dan berlangsung dalam kelas
semata. e.
Evaluasi yang harus dikembangkan adalah mengukur sikap perilaku keberagaman siswa.
f. Perlunya meningkatkan fasilitas kualitas keilmuan dan kesejahteraan
guru agama serta menciptakan pendidikan yang lebih kondusif dan agamais.
56
Demikianlah rangkaian upaya pengembangan kurikulum PAI demi menunjang tercapainya tujuan pendidikan agama Islam yang tidak hanya
melahirkan generasi yang berkualitas dari segi intelektualnya saja akan tetapi terutama adalah nilai akhlak yang luhur sesuai dengan ajaran Islam.
4. Teori Pengembangan Metode Pendidikan Agama Islam
Metodologi pendidikan agama Islam memiliki tugas dan fungsi memberikan jalan atau cara yang sebaik mungkin bagi pelaksanaan
operational dari ilmu pendidikan Islam tersebut. Pelaksanaannya berada dalam ruang lingkup proses kependidikan yang berada di dalam suatu sistem dan
struktur kelembagaan yang diciptakan untuk mencapai tujuan dalam Islam. Metode pendidikan agama Islam harus terus dikembangkan agar tujuan
pendidikan Islam mudah dicapai. Pengembangan pendidikan Islam secara teoritis dilakukan dengan cara berikut:
56
Ibid, h 37-38
a. Metode pendidikan demokratis, yaitu pendidikan yang dilakukan dengan
cara memberi kemerdekaan kepada anak didik untuk menentukan pilihan minat dan bakatnya serta mengembangkan pikiran dan pendapatnya
sepanjang memberikan dampak positif bagi perkembangan dan kemajuan intelektualitasnya.
b. Pendidikan dengan hati nurani, yaitu menerapkan pendekatan simpatik
dan empati terhadap perkembangan intelektualitas anak didik dan pengalaman pribadi yang diungkapkan anak didik kepada pendidiknya.
c. Pendidikan dengan pendekatan rasional, yaitu mendidik anak dengan
ukuran rasio. Kebenaran baru diterima jika disampaikan secara logis dan sistematis serta didasarkan pada pengalaman para pendidik.
d. Pendidikan dengan pendekatan empiris, yaitu pengembangan metode
pendidikan Islam yang didasarkan pada pengalaman para pendidik. e.
Pendidikan dengan pendekatan naturalistik, yaitu pengembangan metode pendidikan Islam yang didasarkan pada perkembangan alamiah anak
didik. Muhammad Said Ramadan Al-Buwythi menyatakan tiga macam asas
yang dipakai Al-quran untuk menanamkan pendidikan, yaitu: a.
Mahkamah aqliyah, mengetuk akal pikiran untuk memecahkan segala masalah;
b. Al-Qisas wat-tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah
sebagai pelajaran bagi kehidupan yang akan datang. Semua sejarah merupakan ajakan Tuhan kepada manusia supaya bercermin pada sejarah
masa lalu dan mengambil hikmah yang berharga untuk masa depan; c.
Al-Isarah Al-Wildaniyah, memotivasi dan membangkitkan kreatifitas anak didik dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan reward dan
punishment;
f. Pendidikan dengan pendekatan basyiran wa nadziran, yaitu
membangkitkan segala hal yang menggembirakan anak didik, dan memberikan sesuatu yang menimbulkan rasa takut atau melalui ancaman.
g. Pendekatan keteladan, yaitu pengembangan metode pendidikan Islam
dengan contoh utama dari para pendidik sehingga anak didik meniru perilaku positif yang bermanfaat bagi kemajuan intelektualitas dan
moralitasnya.
57
Metode yang dikembangkan dalam pendidikan Islam disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam yang paling substansial, yaitu sebagai berikut:
a. Penguatan iman kepada Allah SWT.
b. Peningkatan kecerdasan anak didik.
c. Pembinaan akhlakul karimah.
d. Pengembangan minat dan bakat berkaitan dengan kecakapan dan
keterampilan anak didik. e.
Pembinaan kemandirian dan rasa tanggung jawab. f.
Pendewasaan berpikir anak didik yang rasional dan memiliki kepekaan terhadap masalah-masalah sosial.
g. Pembentukan kecerdasan emosional dan spiritual anak didik.
Untuk memperoleh pengembangan metode pendidikan Islam, penggalian terhadap sumber ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan Islam harus
dilakukan secara terpadu, komprehensif, radikal dan sistematis.
5. Hakikat Pendidik dalam Pendidikan Agama Islam
Pendidik, disebut juga dengan guru, merupakan unsur manusiawi dalam pendidikan. Guru adalah figur manusia yang diharapkan kehadiran dan
57
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam jilild II, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, h 141-142
perannya dalam pendidikan, sebagai sumber yang menempati posisi dan memegang peranan penting dalam pendidikan.
58
Menurut Drs. H.Ametembun dalam buku Akmal Hawi dikatakan bahwa, guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap
pendidikan murid, baik secara individual ataupun klasikal, baik di sekolah maupun diluar sekolah.
59
Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa guru dalam melaksanakan pendidikan baik di lingkungan formal dan non formal dituntut untuk mendidik
dan mengajar. Karena keduanya mempunyai peran yang penting dalam proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan ideal pendidikan. Mengajar lebih
cenderung mendidik anak didik menjadi orang yang pandai tentang ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan watak anak didik tidak dibangun dan dibina,
sehingga disini mendidiklah yang berperan untuk membentuk jiwa dan watak anak didik dengan kata lain mendidik adalah kegiatan transfer of values,
memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik. Hakikat pendidik adalah guru yang singkatannya digugu dan ditiru,
pendidik atau guru adalah contoh terbaik bagi murid-muridnya yang menjadi anak didik diberbagai lembaga pendidikan. Dalam interaksi edukatif yang
berlangsung antara pendidik dan anak didik atau guru dan murid-muridnya telah menjadi interaksi yang bertujuan. Guru dan anak didiklah yang
menggerakkannya. Interaksi yang bertujuan itu disebabkan gurulah yang memaknainya dengan menciptakan lingkungan yang bernilai edukatif demi
kepentingan anak didik dalam belajar. Guru ingin memberikan layanan yang terbaik kepada anak didik dengan menyediakan lingkungan yang
menyenangkan dan menggairahkan. Guru berusaha menjadi pembimbing
58
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 57
59
Akmal Hawi, Opcit h 9
yang baik dengan peranan yang arif dan bijaksana, sehingga tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik.
60
Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan bahwa hubungan interaktif antara pendidik dan anak didik atau guru dan murid yang telah sekian lama
berlangsung, menggunakan beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut. a.
Pendekatan individual Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada guru
bahwa strategi pengajaran harus memperhatikan perbedaan anak didik pada aspek individual. Dengan kata lain, guru haru melakukan
pendekatan individual dalam strategi pengajarannya. Bila tidak, strategi belajar tuntas atau matery learning yang menuntut penguasaan penuh
kepada anak didik tidak akan menjadi kenyataan. Paling tidak, dengan pendekatan individual, anak didik diharapkan memiliki tingkat
penguasaan optimal. b.
Pendekatan kelompok Dengan pendekatan kelompok, diharapkan rasa sosial yang tinggi
pada diri setiap anak didik dapat ditumbuhkembangkan. Mereka dibina untuk mengendalikan rasa egoisme dalam diri mereka masing-masing
sehingga terbina sikap kesetiakawanan sosial di kelas. Mereka sadar bahwa hidup ini saling ketergantungan, seperti ekosistem dalam mata
rantai kehidupan semua makhluk hidup di muka bumi yang fana ini. Tidak ada makhluk hidup yang terus menerus berdiri sendiri tanpa
keterlibatan makhluk lain, langsung atau tidak langsung, disadari atau tidak, makhluk lain itu ikut ambil bagian dalam kehidupan makhluk
tertentu.
60
Hasan Basri, opcit h 60-61
c. Pendekatan bervariasi
Dalam mengajar, guru yang hanya menggunakan satu metode biasanya tidak dapat menciptakan suasana kelas yang kondusif. Bila
terjadi perubahan, suasana kelas sulit dinormalkan kembali. Ini merupakan tanda adanya gangguan dalam proses interaksi edukatif.
Akibatnya, jalannya pelajaran menjadi kurang efektif. Efisiensi dan efektivitas pencapaian tujuan pun terganggu karena anak didik kurang
mampu berkonsentrasi. Metode yang yang satu-satunya dipergunakan tidak dapat diperankan karena memang gangguan itu berpangkal dari
kelemahan metode tersebut. Oleh karena itu, kebanyakan guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali memakai satu metode.
d. Pendekatan edukatif
Apapun yang dilakukan dan digunakan guru dalam pendidikan dan pengajaran bertujuan untuk mendidik, bukan karena motif-motif lain.
Misalnya, karena dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya. Seorang anak didik yang telah melakukan kesalahan, membuat
keributan di kelas ketika guru sedang memberikan pelajaran, misalnya tidak tepat diberikan sanksi hukuman dengan cara memukul badannya
hingga luka atau cedera. Jika dilakukan, tindakan itu adalah tindakan sanksi hukum yang tidak bernilai pendidikan. Guru telah melakukan
pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam mendidik, guru kurang
arif dan bijaksana bila menggunakan kekuasaan karena hal itu bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Pendekatan yang
benar bagi seorang guru adalah dengan melakukan pendekatan edukatif. Setiap tindakan, sikap dan perbuatan yang guru lakukan harus bernilai
pendidikan, dengan tujuan mendidik anak didik agar menghargai norma hukum, norma susila, norma moral, norma social dan norma agama.
61
Sebagaimana telah disinggung diatas, mengenai pengertian pendidik, yang didalamnya tersirat pula mengenai tugas-tugas pendidik, maka
disini akan diperjelas lagi tentang tugas pendidik, yaitu: a.
Membimbing si terdidik Mencari pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan kesanggupan,
bakat, minat dan sebagainya. b.
Menciptakan suasana untuk pendidikan Situasi pendidikan, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan tindakan-
tindakan pendidikan dapat berlangsung dengan baik dan hasil yang memuaskan.
c. Memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan, pengetahuan-
pengetahuan keagamaan, dan lain-lainnya. Pengetahuan ini tidak hanya sekedar diketahui, tetapi juga diamalkan dan
diyakininya sendiri. Kedudukan pendidik sebagai pihak yang “lebih” dalam situasi pendidikan. Harus pula diingat bahwa pendidik adalah
manusia dengan sifat-sifatnya yang tidak sempurna. Oleh karena itu, menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau diri sendiri.
62
Menjadi guru atau pendidik berdasarkan hati nurani tidaklah semua orang dapat melaksanakannya. Guru dituntut mempunyai suatu pengabdian yang
dedikasi dan loyalitas, ikhlas sehingga menciptakan anak didik yang dewasa, berakhlak dan berketerampilan. Guru memang menempati kedudukan yang
terhormat di masyarakat, kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati dan diterima.
61
Ibid, h 61-64
62
Ibid, h 70-71
Untuk lebih jelasnya disini akan dijelaskan bagaimana syarat dan sifat- sifat seorang guru atau pendidik. Diantaranya adalah;
a. Harus memiliki sifat rabbani.
b. Menyempurnakan sifat rabbani dengan keikhlasan.
c. Memiliki kejujuran dengan menerangkan apa yang diajarkan dalam
kehidupan pribadi. d.
Menguasai variasi serta metode mengajar. e.
Mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya proposisi, sehingga ia akan mapu mengontrol diri dan siswanya.
f. Memahami dan menguasai psikologis anak dan memperlakukan mereka
sesuai dengan kemampuan intelektual dan kesiapan psikologisnya. g.
Mampu menguasai fenomena kehidupan sehingga memahami berbagai kecenderungan dunia beserta dampak yang akan ditimbulkan bagi peserta
didik.
63
Menurut Athiyah Al-Abrasyi seorang pendidik Islam harus memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun
sifat- sifat itu adalah; a.
Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata.
b. Seorang guru harus bersih tubuhnya, jauh dari dosa besar, sifat riya
mencari nama, dengki, permusuhan perselisihan, dan sifat-sifat lainnya yang tercela.
c. Ikhlas dalam kepercayaan. Keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam
pekerjaannya merupakan jalan terbaik kearah kesuksesan murid- muridnya.
63
Akmal Hawi, Opcit h 11-12
d. Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya. Ia sanggup
menahan diri, menahan kemarahan, lapang dada dan sabar, berkepribadian yang baik dan mempunyai harga diri.
e. Seorang guru harus mencintai murid-muridnya seperti terhadap anak-
anaknnya sendiri, dan memikirkan keadaan mereka seperi memikirkan keadaan anak-anaknya sendiri. Bahkan, seharusnya ia lebih mencintai
murid-muridnya daripada anaknya sendiri. f.
Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan pemikiran murid-muridnya agar ia tidak keliru dalam mendidik
murid-murinya. g.
Seorang guru harus menguasai mata pelajaran yang diberikannya, serta memperdalam pengetahuannya, tentang itu sehingga mata pelajaran itu
tidak bersifat dangkal.
64
Guru bertanggung jawab mengarahkan perilaku anak didiknya dengan cara-cara yang edukatif. Guru membina anak didiknya cara bertindak yang
baik. Syaiful Bahri Djamarah menjelaskan secara panjang lebar bahwa guru yang bertanggung jawab adalah guru yang memiliki sifat-sifat dibawah ini:
a. Menerima dan mematuhi norma, niali- nilai kemanusiaan;
b. Memikul tugas mendiidk dengan bebas, berani, gembira tugas bukan
menjadi beban baginya; c.
Sadar akan nilai-nilai yang berakaitan dengan perbuatannya serta akibat- akibat yang timbul kata hati;
d. Mengahargai oranglain, termasuk anak didik;
e. Bijaksana dan hati-hati tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal;
dan f.
Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
65
64
Hasan Basri, Opcit h 74-75
65
Ibid, h 79
Disamping bertugas sebagai Pembina dan pengajar anak didik, guru memiliki peran sebagai berikut:
a. Korektor, dimana guru harus bisa membedakan mana nlai yang baik dan
mana nilai yang buruk. Kedua nilai yang berbeda ini harus betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyakarat. kedua nilai ini mungkin telah
anak didik miliki dan mungkin pila telah telah memengaruhinya sebelum anak didik masuk sekolah. Sebagai korektor maka seorang guru harus
dapat menilai dan mengoreksi semua sikap, tingkah laku, dan perbuatan anak didik. Koreksi yang harus guru lakukan terhadap anak didik tidak
hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. Sebab, tidak jarang di luar sekolah, anak didik justru lebih banyak melakukan
pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial dan agama yang hidup di masyarakat.
b. Inspirator, guru harus dapat memberikan petunjuk yang baik bagi
kemajuan belajar anak didik. Petunjuk itu tidak harus bertolak dari sejumlah teori belajar, dari pengalaman pun bisa dijadikan petunjuk
bagaimana cara belajar yang baik. Yang penting bukan teorinya, tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
c. Informator, guru harus memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata pelajaran yang telah diprogramkan dalam kurikulum. Informasi
yang baik dan efektif diperlukan bagi guru. d.
Organisator, dalam bidang ini guru harus memiliki kegiatan pengelolaan akademik, menyusun tata tertib sekolah, menyusun kalender akademik,
dan sebagainya. Semuanya diorganisasikan sehingga dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.
e. Motivator, guru hendaknya dapat mendorong anak didik agar dapat
bergairah dan aktif belajar.dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar
dan menurun prestasinya di sekolah. f.
Inisiator, guru harus dapat menjadi pencetus ide-ide kemajuan dalam pendidkan dan pengajaran. Proses interaksi edukatif yang ada sekarang
harus diperbaiki sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang pendidikan.
g. Fasilitator, guru hendaknya dapat menyediakan fasilitas yang
memungkinkan kemudahan dalam kegiatan belajar anak didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang
pengap, meja dan kursi yang berantakan, fasilitas belajar yang kurang tersedia, meyebabkan anak didik malas belajar.
h. Pembimbing, peranan ini harus lebih dipentingkan karena kehadiran guru
di sekolah adalah untuk membimbing ank didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan anak didik akan mengalami
kesulitan dalam meenghadapi perkembangan dirinya. i.
Demonstrator, untuk bahan pelajaran yang sukar dipahami anak didik, guru harus berusaha dengan membantunya, dengan cara memperagakan
apa yang diajarkan secara didaktis, sehiingga apa yang guru inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian
antara guru dan anak didik. j.
Pengelola kelas, guru hendaknya dapat mengelola kelas dengan baik karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam
rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif.
k. Mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman yang
cukup tentang media pendidikan dalam berbagai bentuk dan jenisnya,
baik media nonmaterial maupu materiil. Media berfungsi sebagai alat komunikasi guna mengefektifkan proses interaksi edukatif.
l. Supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai
secara kritis proses pengajaran. Teknik-teknik supervise harus dikuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan dalam belajar mengajar.
m. Evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan
jujur, dengan memberikan penilaian yang menyentuh aspek ekstrinsik dan intrinsik. Penilaian terhadap aspek kepribadian anak didik, yakni
aspek nilai values.
66
Maka dapat penulis simpulkan dari beberapa pendapat bahwa, seorang guru adalah pendidik yang mana harus memiliki sifat-sifat keteladanan yang
baik terhadap murid-muridnya. Menjadikan tugas seorang guru bukan hanya sekedar mengajar dan menyampaikan materi. Akan tetapi hakikatnya guru
mempunyai tanggung jawab yang besar dalam aspek keseluruhan mendidik dan membimbing anak muridnya agar menjadi anak murid yang bukan hanya
berkembang dalam segi intelektualitas saja, akan tetapi terwujud dalam kepribadian yang merujuk nilai nilai Islami, dan memahami apa yang
diajarkan yang kemudian berimplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Dengan tanggung jawab yang demikian maka diharapkan bukan hanya meningkatkan
integritas dan kualitas gurunya saja, tetapi sebagai bentuk upaya mewujudkan tujuan pendidikan agama Islam untuk meningkatkan hasil yang lebih baik
secara berkesinambungan.
66
Ibid, h 83-87