PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KAJIAN TEORITIS
                                                                                yang membantu kehidupan manusia karena dengan keterampilan tersebut, manusia mencari rezeki dan mempertahankan kehidupannya;
c. Pendidikan  dilakukan  dilembaga  formal  dan  nonformal,  sebagaimana
dilaksanakan disekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat; d.
Pendidikan bertujuan mewujudkan masyarakat yang memiliki kebudayaan dan  peradaban  yang  tinggi  dengan  indikator  utama  adanya  peningkatan
kecerdasan intelektual masyarakat, etika dan moral masyarakat  yang baik dan berwibawa, serta terbentuknya kepribadian yang luhur.
Hakikat  pendidikan  dalam  Islam  adalah  kewajiban  mutlak  yang dibebankan  kepada  semua  umat  Islam,  bahkan  kewajiban  pendidikan  atau
mencari  ilmu  dimulai  dari  semenjak  bayi  dalam  kandungan  hingga  masuk liang lahat.
40
Dalam  bukunya  M.  Arifin  mengatakan  bahwa,  pendidikan  Islam  adalah usaha  orang  dewasa  muslim  yang  bertakwa  secara  sadar  mengarahkan  dan
membimbing  pertumbuhan  serta  perkembangan  fitrah  kemampuan  dasar anak  didik  melalui  ajaran  Islam  kearah  titik  maksimal  pertumbuhan  dan
perkembangannya.
41
Demikian  pula  Abuddin  Nata,  beliau  mengatakan  bahwa  pendidikan Islam  adalah  pendidikan  yang  seluruh  komponen  atau  aspeknya  didasarkan
pada  ajaran  Islam.  Visi,  misi,  tujuan,  proses  belajar  mengajar,  pendidik,  dan peserta didik, hubungan pendidik dan peserta didik, kurikulum dan bahan ajar,
sarana  prasarana,  pengelolaan,  lingkungan  dan  aspek  atau  komponen pendidikan  lainnya  didasarkan  pada  ajaran  Islam.  Itulah  yang  disebut
pendidikan Islam, atau pendidikan yang islami.
42
Dalam  skripsi  ini  akan  dibahas  mengenai  pendidikan  agama  Islam. Pengertian  pendidikan  agama  Islam  itu  sendiri  adalah  usaha  sadar  untuk
40
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 56
41
M. Arifin, Ilmu Pendidikan Islam,  Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009, edisi revisi, h 22
42
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta: Kencana, 2010, h 36
menyiapkan siswa
dalam meyakini,
memahami, menghayati
dan mengamalkan  agama  Islam  melalui  kegiatan  bimbingan,  pengarahan  atau
latihan dengan memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan  kerukunan  antar  umat  beragama  dalam  masyarakat  untuk
mewujudkan kesatuan nasional.
43
Dari  pengertian  tersebut  dapat  ditemukan  beberapa  hal  yang  perlu diperhatikan  dalam  pembelajaran  pendidikan  agama  Islam,  yaitu  sebagai
berikut: a.
Pendidikan  agama  Islam  sebagai  usaha  sadar,  yakni  suatu  kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan yang dilakukan secara berencana
dan sadar atas tujuan yang hendak dicapai. b.
Peserta  didik  yang  hendak  disiapkan  untuk  mencapai  tujuan;  dalam  arti ada yang dibimbing, diajari danatau dilatih dalam peningkatan keyakinan,
pemahaman, penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran Islam. c.
Pendidik  atau  Guru  Pendidikan  Agama  Islam  GPAI  yang  melakukan kegiatan  bimbingan,  pengajaran  danatau  latihan  secara  sadar  terhadap
peserta didiknya untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam. d.
Kegiatan  pembelajaran  pendidikan  agama  Islam  diarahkan  untuk meningkatkan  keyakinan,  pemahaman,  penghayatan  dan  pengamalan
ajaran agama Islam dari peserta didik, yang disamping untuk membentuk kesalehan  atau  kualitas  pribadi,  juga  sekaligus  untuk  membentuk
kesalehan  sosial.  Dalam  arti,  kualitas  atau  kesalehan  pribadi  itu diharapkan mampu memancar keluar dalam hubungan keseharian dengan
manusia  lainnya  bermasyarakat,  baik  yang  seagama  sesama  muslim, ataupun  yang  tidak  seagama  hubungan  dengan  nonmuslim,  serta  dalam
berbangsa dan bernegara sehingga dapat terwujud persatuan dan kesatuan
43
Akmal Hawi, Opcit h 19
nasional  ukhuwah  wathoniyah  dan  ukhuwah  insaniyah  persatuan  dan kesatuan antar sesama manusia.
44
Pada  pendidikan  dasar,  pendidikan  keagamaan  merupakan  pendidikan wajib bersama-sama dengan 12 bahan kajian lainnya. Pada jenjang pendidikan
menengah, pendidikan keagamaan juga merupakan pendidikan wajib bersama dengan  pendidikan  pancasila  dan  pendidikan  kewarganegaraan.  Jadi,
pendidikan  agama  dalam  sistem  pendidikan  nasional  keberadaannya  sangat penting.
45
Dengan demikian, pendidikan agama di sekolah adalah sebagai salah satu bentuk  untuk  mengembangkan  kemampuan  siswa  dalam  meningkatkan
pemahaman  keagamaan,  yakni  meningkatkan  keimanan  dan  ketakwaan kepada Allah SWT serta membiasakan siswa berakhlak mulia.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam di SMA
Tujuan ialah suatu yang diharapkan tercapai setelah setelah sesuatu usaha atau  kegiatan  selesai.  Maka  pendidikan,  karena  merupakan  suatu  usaha  dan
kegiatan  yang  berproses  melalui  tahap-tahap  dan  tingkatan-tingkatan, tujuannya  bertahap  dan  bertingkat.  Tujuan  pendidikan  bukanlah  suatu  benda
yang  berbentuk  tetap  dan  statis,  tetapi  ia  merupakan  suatu  keseluruhan  dari kepribadian seseorang, berkenaan dengan seluruh aspek kehidupannya.
46
Tujuan  pendidikan  agama  Islam  bukan  semata-mata  untuk  memenuhi kebutuhan intelektual saja, melainkan segi penghayatan juga pengamalan serta
pengaplikasinya dalam kehidupan dan sekaligus menjadi pegangan hidup. Mengutip  pernyataan  dari  Muhammad  Fadhil  al-jamali  dalam  buku
Abuddin  Nata,  beliau  merumuskan  tujuan  pendidikan  Islam  dengan  empat macam,  yaitu:  1  mengenalkan  kepada  manusia  akan  perannya  diantara
44
Muhaimin, et.al, Opcit h 76
45
Hasbullah,  Dasar-dasar  Ilmu  Pendidikan  ,  Jakarta:  PT  Raja  Grafindo  Persada,  1999,  edisi revisi, h 182
46
Zakiah Daradjat,dkk, Ilmu Pendidikan Islam , Jakarta: Bumi Aksara, 2012, Cet-10, h 29
sesama  makhluk  dan  tanggung  jawabnya  dalam  hidup  ini;  2  mengenalkan manusia  akan  interaksi  sosial  dan  tanggung  jawabnya  dalam  tata  hidup
bermasyarakat;  3  mengenalkan  manusia  akan  alam  dan  mengajak  mereka untuk mengetahui hikmah diciptakannya serta memberi kemungkinan kepada
mereka  untuk  mengambil  manfaat  darinya;  dan  4  mengenalkan  manusia akan pencipta alam Allah dan menyuruhnya beribadah kepada-Nya.
47
Dalam hal ini tujuan pendidikan agama Islam di SMA adalah: a.
Menumbuhkembangkan  akidah  melalui  pemberian,  pemupukan,  dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang Agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
SWT; b.
Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia yaitu  manusia  yang  berpengetahuan,  rajin  beribadah,  cerdas,  produktif,
jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi tasamuh, menjaga keharmonisan secara  personal  dan  social  serta  mengembangkan  budaya  agama  dalam
komunitas sekolah.
48
Berpedoman  dari  uraian  diatas,  maka  dapat  disimpulkan  bahwa  tujuan pendidikan  agama  Islam  itu  adalah  untuk  membina  manusia  yang  mengabdi
kepada  Allah,  cerdas,  terampil,  berbudi  pekerti  luhur,  bertanggung  jawab terhadap  dirinya  dan  masyarakat  guna  tercapainya  kebahagiaan  dunia  dan
akhirat.
47
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, hlm 62
48
Kerangka Dasar dan Srtuktur Kurikulun Tingkat SMAMA-SMKMAK,  Media Pusaka, 2006, Cetakan Pertama, h 50
3. Ruang Lingkup dan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di SMA
Di dalam GBPP mata pelajaran pendidikan agama Islam kurikulum 1999, tujuan PAI lebih dipersingkat lagi, yaitu:
”agar siswa memahami, menghayati, meyakini, dan mengamalkan ajaran Islam sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman, bertaqw a kepada Allah SWT dan berakhlak mulia”.
Rumusan  tujuan  PAI  ini  mengandung  pengertian  bahwa  proses pendidikan  agama  Islam  yang  dilalui  dan  dialami  oleh  siswa  di  sekolah
dimulai  dari  tahapan  kognisi.,  yakni  pengetahuan  dan  pemahaman  siswa terhadap  ajaran  nilai-nilai  yang  terkandung  dalam  ajaran  Islam,  untuk
selanjutnya  menuju  ketahapan  afeksi,  yakni  terjadinya  proses  internalisasi ajaran  dan  nilai  agama  kedalam  diri  siswa,  dalam  arti  menghayati  dan
meyakininya.  Tahapan  afeksi  ini  terkait  erat  dengan  kognisi,  dalam  arti penghayatan  dan  keyakinan  siswa  menjadi  kokoh  jika  dilandasi  oleh
pengetahuan  dan  pemahamannya  terhadap  ajaran  dan  nilai  agama  Islam. Melalui tahapan afeksi tersebut diharapkan dapat tumbuh motivasi dalam diri
siswa  dan  bergerak  untuk  mengamalkan  dan  mentaati  ajaran  Islam  tahapan psikomotorik yang telah diinternalisasikan dalam dirinya. Dengan demikian,
akan  terbentuk  manusia  muslim  yang  beriman,  bertakwa  dan  berakhlak mulia.
49
Mengenai  ruang  lingkup  pendidikan  agama  Islam  di  SMA  meliputi  aspek- aspek sebagai berikut:
a. Al-Qur’an dan Hadits
b. Aqidah
c. Akhlak
d. Fiqih
e. Tarikh dan kebudayaan Islam
49
Muhaimin, Opcit h 78-79
Pendidikan  agama  Islam  menekankan  keseimbangan,  keselarasan,  dan keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusian
dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri dan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.
50
Kemudian  berkenaan  dengan  kurikulum  pendidikan  agama  Islam,  maka sebelumnya  akan  dijelaskan  apa  pengertian  kurikulum.  Kosakata  kurikulum
telah masuk kedalam kosakata bahasa Indonesia, dengan arti susunan rencana pengajaran. Kosakata tersebut menurut bahasa Latin, curriculum yang berarti
bahan  pengajaran,  dan  ada  pula  yang  mengatakan,  berasal  dari  bahasa perancis, courier yang berarti berlari.
51
Berdasarkan  studi  yang  telah  dilakukan  oleh  banyak  ahli,  pengertian kurikulum  dapat  ditinjau  dari  dua  sisi  yang  berbeda,  yakni  menurut
pandangan  lama  dan  pandangan  baru.  Dalam  pandangan  lama,  atau  sering juga  disebut  pandangan  tradisional,  merumuskan  bahwa  kurikulum  adalah
sejumlah  mata  pelajaran  yang  harus  ditempuh  murid  untuk  memperoleh ijazah.
52
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kurikulum hanya berisi rencana pelajaran atau sejumlah mata pelajaran saja.
Sedangkan  menurut  pandangan  baru  atau  pandangan  modern,  kurikulum lebih  dari  sekedar  rencana  pelajaran  atau  bidang  studi.  Kurikulum  dalam
pandangan modern ialah semua yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah. Atas dasar ini maka inti kurikulum adalah pengalaman belajar.
53
Pada  hakikatnya  kurikulum  dikaji  berdasarkan  tingkatan-tingkatan pendidikan:
a. Kurikulum  dapat  diartikan  sebagai  serangkaian  tujuan  pendidikan
yang  menggabungkan  berbagai  kemampuan,  nilai  dan  sikap  yang
50
Loc. cit
51
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam ,h 121
52
Oemar  Hamalik,  Dasar-dasar  Pengembangan  Kurikulum  ,  Bandung:  PT  Remaja  Rosdakarya, 2011,Cet-4,   h 3
53
Ahmad Tafsir, Opcit h 53
harus  dikuasai  dan  dimiliki  oleh  peserta  didik  dari  satuan  jenis pendidikan.
b. Kurikulum  dapat  diartikan  sebagai  rangka  materi  yang  memberikan
gambaran  tentang  bidang-bidang  pelajaran  yang  perlu  dipelajari  oleh para siswa untuk  menguasai  serangkaian kemampuan, nilai  dan sikap
yang  secara  institusional  harus  dikuasai  para  siswa  setelah  selesai mempelajarinya.
c. Kurikulum sebagai garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang
telah dipilih untuk dijadikan objek kajian. d.
Kurikulum  adalah  panduan  dan  buku  pelajaran  yang  disusun  untuk menunjang kegiatan proses pembelajaran.
e. Kurikulum  diartikan  sebagai  bentuk-bentuk  dan  jenis  kegiatan
pembelajaran yang dialami oleh para siswa.
54
Pengertian  kurikulum  diatas,  sudah  mencakup  semua  aspek  atau komponen  yang  ada  didalamnya  dalam  kaitannnya  dengan  kurikulum
pendidikan  agama.  Dengan  kata  lain  bahwa,  kurikulum  merupakan pengetahuan,  kegiatan-kegiatan,  atau  pengalaman  belajar  yang  diatur  secara
sistematis, yang kemudian disampaikan kepada peserta didik untuk mencapai tujuan.  Dari  uraian  tersebut  diatas  maka  dapat  dikatakan  bahwa  yang
dimaksud  dengan  kurikulum  pendidikan  agama  Islam  adalah  mencakup semua  pengetahuan,  kegiatan-kegiatan  aktifitas,  dan  juga  pengalaman-
pengalaman  yang  disusun  secara  sistematis  yang  diberikan  oleh  pendidik kepada  peserta  didik  kepada  anak  didik  dalam  rangka  mencapai  tujuan
pendidikan agama Islam.
54
Akmal Hawi, Opcit h 36
Secara umum ada beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi PAI di sekolah belum mencapai hasil yang optimal antara lain:
a. Lebih mengutamakan pencapaian target penyampaian materi daripada
menjadikan proses pembelajaran PAI menjadi bermakna. b.
Beban  materi  dalam  kurikulum  PAI  dirasakan  masih  lebih  tinggi, padat isi dan misi dibanding dengan jumlah yang tersedia.
c. Kerja  sama  antara  sekolah,  keluarga  dan  masyarakat  dalam  bidang
PAI pada umumnya kurang berlangsung intensif. d.
Pelaksanaan  PAI  di  sekolah  umum  terlalu  memerhatikan  aspek kognitif dan psikomotor cenderung diabaikan.
e. Dampak  kemajuan  ilmu  teknologi  yang  melahirkan  tren  modernisasi
dan  globalisasi  dengan  membawa  budaya  asing  yang  tidak  sesuai dengan nilai-nilai agama dan kepribadian bangsa.
f. Kurangnya  fasilitator  pendukung  serta  lingkungan  yang  tidak
kondusif,  sikap  dan  keteladanan  para  pembinanya  juga  masyarakat mempengaruhi ketidak berhasilan PAI di sekolah umum.
55
Dari beberapa faktor yang telah diuraikan di atas, kurikulum PAI dengan beberapa aspeknya merupakan faktor utama  yang harus dikaji secara intensif
dan komprehensif, sebab kurikulum ini merupakan komponen penting dalam proses pembelajaran di sekolah.
Upaya  yang  dapat  dilakukan  untuk  melaksanakan  dan  mengembangkan kurikulum PAI di SMA pada masa yang akan datang:
a. Pelaksanaan PAI di sekolah umum harus semakin ditingkatkan secara
efektif dan insentif dengan lebih pada pendidikan akhlak. b.
Penyusunan dan pengembangan kurikulum PAI di sekolah umum pada masa yang akan datang harus menggunakan pendekatan interdisipliner
yaitu dengan melibatkan para pakar dalam bidang ilmu yang lain.
55
Ibid, h 36
c. Agar pelaksanaan kurikulum PAI di SMU dapat berjalan dengan baik
dan  mencapai  hasil  yang  maksimal  maka  jam  pelajarannya  perlu ditambah  dari  2  jamminggu  dan  materi  yang  disajikan  juga  harus
dirampingkan. d.
Pendekatan ekstra kurikuler pengajaran PAI harus dibawa ke tatanan realitas  sosial,  tidak  hanya  sebatas  teori  dan  berlangsung  dalam  kelas
semata. e.
Evaluasi  yang  harus  dikembangkan  adalah  mengukur  sikap  perilaku keberagaman siswa.
f. Perlunya  meningkatkan  fasilitas  kualitas  keilmuan  dan  kesejahteraan
guru  agama  serta  menciptakan  pendidikan  yang  lebih  kondusif  dan agamais.
56
Demikianlah  rangkaian  upaya  pengembangan  kurikulum  PAI  demi menunjang  tercapainya  tujuan  pendidikan  agama  Islam  yang  tidak  hanya
melahirkan generasi yang berkualitas dari segi intelektualnya saja akan tetapi terutama adalah nilai akhlak yang luhur sesuai dengan ajaran Islam.
4. Teori Pengembangan Metode Pendidikan Agama Islam
Metodologi  pendidikan  agama  Islam  memiliki  tugas  dan  fungsi memberikan  jalan  atau  cara  yang  sebaik  mungkin  bagi  pelaksanaan
operational dari ilmu pendidikan Islam tersebut. Pelaksanaannya berada dalam ruang  lingkup  proses  kependidikan  yang  berada  di  dalam  suatu  sistem  dan
struktur kelembagaan yang diciptakan untuk mencapai tujuan dalam Islam. Metode  pendidikan  agama  Islam  harus  terus  dikembangkan  agar  tujuan
pendidikan  Islam  mudah  dicapai.  Pengembangan  pendidikan  Islam  secara teoritis dilakukan dengan cara berikut:
56
Ibid, h 37-38
a. Metode pendidikan demokratis, yaitu pendidikan yang dilakukan dengan
cara memberi kemerdekaan kepada anak didik untuk menentukan pilihan minat  dan  bakatnya  serta  mengembangkan  pikiran  dan  pendapatnya
sepanjang memberikan dampak positif bagi perkembangan dan kemajuan intelektualitasnya.
b. Pendidikan  dengan  hati  nurani,  yaitu  menerapkan  pendekatan  simpatik
dan  empati  terhadap  perkembangan  intelektualitas  anak  didik  dan pengalaman pribadi yang diungkapkan anak didik kepada pendidiknya.
c. Pendidikan  dengan  pendekatan  rasional,  yaitu  mendidik  anak  dengan
ukuran rasio. Kebenaran baru diterima jika disampaikan secara logis dan sistematis serta didasarkan pada pengalaman para pendidik.
d. Pendidikan  dengan  pendekatan  empiris,  yaitu  pengembangan  metode
pendidikan Islam yang didasarkan pada pengalaman para pendidik. e.
Pendidikan dengan pendekatan naturalistik, yaitu pengembangan metode pendidikan  Islam  yang  didasarkan  pada  perkembangan  alamiah  anak
didik. Muhammad  Said    Ramadan  Al-Buwythi  menyatakan  tiga  macam  asas
yang dipakai Al-quran untuk menanamkan pendidikan, yaitu: a.
Mahkamah  aqliyah,  mengetuk  akal  pikiran  untuk  memecahkan  segala masalah;
b. Al-Qisas wat-tarikh, menggunakan cerita-cerita dan pengetahuan sejarah
sebagai  pelajaran  bagi  kehidupan  yang  akan  datang.  Semua  sejarah merupakan ajakan Tuhan kepada manusia supaya bercermin pada sejarah
masa lalu dan mengambil hikmah yang berharga untuk masa depan; c.
Al-Isarah  Al-Wildaniyah,  memotivasi  dan  membangkitkan  kreatifitas anak didik dengan berbagai pendekatan, misalnya pendekatan reward dan
punishment;
f. Pendidikan  dengan  pendekatan  basyiran  wa  nadziran,  yaitu
membangkitkan  segala  hal  yang  menggembirakan  anak  didik,  dan memberikan sesuatu yang menimbulkan rasa takut atau melalui ancaman.
g. Pendekatan  keteladan,  yaitu  pengembangan  metode  pendidikan  Islam
dengan  contoh  utama  dari  para  pendidik  sehingga  anak  didik  meniru perilaku  positif  yang  bermanfaat  bagi  kemajuan  intelektualitas  dan
moralitasnya.
57
Metode yang dikembangkan dalam pendidikan Islam disesuaikan dengan tujuan pendidikan Islam yang paling substansial, yaitu sebagai berikut:
a. Penguatan iman kepada Allah SWT.
b. Peningkatan kecerdasan anak didik.
c. Pembinaan akhlakul karimah.
d. Pengembangan  minat  dan  bakat  berkaitan  dengan  kecakapan  dan
keterampilan anak didik. e.
Pembinaan kemandirian dan rasa tanggung jawab. f.
Pendewasaan  berpikir  anak  didik  yang  rasional  dan  memiliki  kepekaan terhadap masalah-masalah sosial.
g. Pembentukan kecerdasan emosional dan spiritual anak didik.
Untuk memperoleh pengembangan metode pendidikan Islam, penggalian terhadap  sumber  ilmu  pengetahuan  dan  ilmu  pendidikan  Islam  harus
dilakukan secara terpadu, komprehensif, radikal dan sistematis.
5. Hakikat Pendidik dalam Pendidikan Agama Islam
Pendidik,  disebut juga  dengan  guru,  merupakan  unsur  manusiawi  dalam pendidikan.  Guru  adalah  figur  manusia  yang  diharapkan  kehadiran  dan
57
Hasan Basri dan Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam jilild II, Bandung: CV Pustaka Setia, 2010, h 141-142
perannya  dalam  pendidikan,  sebagai  sumber  yang  menempati  posisi  dan memegang peranan penting dalam pendidikan.
58
Menurut Drs. H.Ametembun dalam buku Akmal Hawi dikatakan bahwa, guru  adalah  semua  orang  yang  berwenang  dan  bertanggung  jawab  terhadap
pendidikan  murid,  baik  secara  individual  ataupun  klasikal,  baik  di  sekolah maupun diluar sekolah.
59
Dari  pengertian  ini  dapat  disimpulkan  bahwa  guru  dalam  melaksanakan pendidikan baik di lingkungan formal dan non formal dituntut untuk mendidik
dan mengajar. Karena keduanya mempunyai peran yang penting dalam proses belajar  mengajar  untuk  mencapai  tujuan  ideal  pendidikan.  Mengajar  lebih
cenderung  mendidik  anak  didik  menjadi  orang  yang  pandai  tentang  ilmu pengetahuan saja, tetapi jiwa dan watak anak didik tidak dibangun dan dibina,
sehingga disini mendidiklah yang berperan untuk membentuk jiwa dan watak anak  didik  dengan  kata  lain  mendidik  adalah  kegiatan  transfer  of  values,
memindahkan sejumlah nilai kepada anak didik. Hakikat  pendidik  adalah  guru  yang  singkatannya  digugu  dan  ditiru,
pendidik atau guru adalah contoh terbaik bagi murid-muridnya yang menjadi anak  didik  diberbagai  lembaga  pendidikan.  Dalam  interaksi  edukatif  yang
berlangsung  antara  pendidik  dan  anak  didik  atau  guru  dan  murid-muridnya telah  menjadi  interaksi  yang  bertujuan.  Guru  dan  anak  didiklah  yang
menggerakkannya.  Interaksi  yang  bertujuan  itu  disebabkan  gurulah  yang memaknainya  dengan  menciptakan  lingkungan  yang  bernilai  edukatif  demi
kepentingan anak didik dalam belajar.  Guru ingin  memberikan layanan  yang terbaik  kepada  anak  didik  dengan  menyediakan  lingkungan  yang
menyenangkan  dan  menggairahkan.  Guru  berusaha  menjadi  pembimbing
58
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, h 57
59
Akmal Hawi, Opcit h 9
yang  baik  dengan  peranan  yang  arif  dan  bijaksana,  sehingga  tercipta hubungan dua arah yang harmonis antara guru dan anak didik.
60
Syaiful  Bahri  Djamarah  menjelaskan  bahwa  hubungan  interaktif  antara pendidik  dan  anak  didik  atau  guru  dan  murid  yang  telah  sekian  lama
berlangsung, menggunakan beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut. a.
Pendekatan individual Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan kepada guru
bahwa  strategi  pengajaran  harus  memperhatikan  perbedaan  anak  didik pada  aspek  individual.  Dengan  kata  lain,  guru  haru  melakukan
pendekatan  individual  dalam  strategi  pengajarannya.  Bila  tidak,  strategi belajar  tuntas  atau  matery  learning  yang  menuntut  penguasaan  penuh
kepada  anak  didik  tidak  akan  menjadi  kenyataan.  Paling  tidak,  dengan pendekatan  individual,  anak  didik  diharapkan  memiliki  tingkat
penguasaan optimal. b.
Pendekatan kelompok Dengan  pendekatan  kelompok,  diharapkan  rasa  sosial  yang  tinggi
pada  diri  setiap  anak  didik  dapat  ditumbuhkembangkan.  Mereka  dibina untuk  mengendalikan  rasa  egoisme  dalam  diri  mereka  masing-masing
sehingga  terbina  sikap  kesetiakawanan  sosial  di  kelas.  Mereka  sadar bahwa  hidup  ini  saling  ketergantungan,  seperti  ekosistem  dalam  mata
rantai  kehidupan  semua  makhluk  hidup  di  muka  bumi  yang  fana  ini. Tidak  ada  makhluk  hidup  yang  terus  menerus  berdiri  sendiri  tanpa
keterlibatan  makhluk  lain,  langsung  atau  tidak  langsung,  disadari  atau tidak,  makhluk  lain  itu  ikut  ambil  bagian  dalam  kehidupan  makhluk
tertentu.
60
Hasan Basri, opcit h 60-61
c. Pendekatan bervariasi
Dalam  mengajar,  guru  yang  hanya  menggunakan  satu  metode biasanya  tidak  dapat  menciptakan  suasana  kelas  yang  kondusif.  Bila
terjadi  perubahan,  suasana  kelas  sulit  dinormalkan  kembali.  Ini merupakan  tanda  adanya  gangguan  dalam  proses  interaksi  edukatif.
Akibatnya,  jalannya  pelajaran  menjadi  kurang  efektif.  Efisiensi  dan efektivitas  pencapaian  tujuan  pun  terganggu  karena  anak  didik  kurang
mampu  berkonsentrasi.  Metode  yang  yang  satu-satunya  dipergunakan tidak  dapat  diperankan  karena  memang  gangguan  itu  berpangkal  dari
kelemahan  metode  tersebut.  Oleh  karena  itu,  kebanyakan  guru menggunakan beberapa metode dan jarang sekali memakai satu metode.
d. Pendekatan edukatif
Apapun  yang  dilakukan  dan  digunakan  guru  dalam  pendidikan  dan pengajaran  bertujuan  untuk  mendidik,  bukan  karena  motif-motif  lain.
Misalnya, karena dendam, gengsi, ingin ditakuti, dan sebagainya. Seorang  anak  didik  yang  telah  melakukan  kesalahan,  membuat
keributan  di  kelas  ketika  guru  sedang  memberikan  pelajaran,  misalnya tidak  tepat  diberikan  sanksi  hukuman  dengan  cara  memukul  badannya
hingga  luka  atau  cedera.  Jika  dilakukan,  tindakan  itu  adalah  tindakan sanksi  hukum  yang  tidak  bernilai  pendidikan.  Guru  telah  melakukan
pendekatan yang salah. Guru telah menggunakan teori power, yakni teori kekuasaan untuk menundukkan orang lain. Dalam mendidik, guru kurang
arif  dan  bijaksana  bila  menggunakan  kekuasaan  karena  hal  itu  bisa merugikan pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Pendekatan yang
benar bagi  seorang  guru adalah dengan melakukan pendekatan  edukatif. Setiap  tindakan,  sikap  dan  perbuatan  yang  guru  lakukan  harus  bernilai
pendidikan,  dengan  tujuan  mendidik  anak  didik  agar  menghargai  norma hukum, norma susila, norma moral, norma social dan norma agama.
61
Sebagaimana telah disinggung diatas, mengenai pengertian pendidik, yang  didalamnya  tersirat  pula  mengenai  tugas-tugas  pendidik,  maka
disini akan diperjelas lagi tentang tugas pendidik, yaitu: a.
Membimbing si terdidik Mencari  pengenalan  terhadapnya  mengenai  kebutuhan  kesanggupan,
bakat, minat dan sebagainya. b.
Menciptakan suasana untuk pendidikan Situasi  pendidikan,  yaitu  suatu  keadaan  yang  menyebabkan  tindakan-
tindakan  pendidikan  dapat  berlangsung  dengan  baik  dan  hasil  yang memuaskan.
c. Memiliki  pengetahuan-pengetahuan  yang  diperlukan,  pengetahuan-
pengetahuan keagamaan, dan lain-lainnya. Pengetahuan ini tidak hanya sekedar diketahui, tetapi juga diamalkan dan
diyakininya  sendiri.  Kedudukan  pendidik  sebagai  pihak  yang  “lebih” dalam  situasi  pendidikan.  Harus  pula  diingat  bahwa  pendidik  adalah
manusia  dengan  sifat-sifatnya  yang  tidak  sempurna.  Oleh  karena  itu, menjadi tugas pula bagi si pendidik untuk selalu meninjau diri sendiri.
62
Menjadi guru atau pendidik berdasarkan hati nurani tidaklah semua orang dapat  melaksanakannya.  Guru  dituntut  mempunyai  suatu  pengabdian  yang
dedikasi dan loyalitas, ikhlas sehingga menciptakan anak didik yang dewasa, berakhlak  dan  berketerampilan.  Guru  memang  menempati  kedudukan  yang
terhormat  di  masyarakat,  kewibawaanlah  yang  menyebabkan  guru  dihormati dan diterima.
61
Ibid, h 61-64
62
Ibid, h 70-71
Untuk  lebih  jelasnya  disini  akan  dijelaskan  bagaimana  syarat  dan  sifat- sifat seorang guru atau pendidik. Diantaranya adalah;
a. Harus memiliki sifat rabbani.
b. Menyempurnakan sifat rabbani dengan keikhlasan.
c. Memiliki  kejujuran  dengan  menerangkan  apa  yang  diajarkan  dalam
kehidupan pribadi. d.
Menguasai variasi serta metode mengajar. e.
Mampu bersikap tegas dan meletakkan sesuatu sesuai dengan tempatnya proposisi, sehingga ia akan mapu mengontrol diri dan siswanya.
f. Memahami dan menguasai psikologis anak dan memperlakukan mereka
sesuai dengan kemampuan intelektual dan kesiapan psikologisnya. g.
Mampu  menguasai  fenomena  kehidupan  sehingga  memahami  berbagai kecenderungan dunia beserta dampak yang akan ditimbulkan bagi peserta
didik.
63
Menurut  Athiyah  Al-Abrasyi  seorang  pendidik  Islam  harus  memiliki sifat-sifat tertentu agar ia dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Adapun
sifat- sifat itu adalah; a.
Memiliki sifat zuhud, tidak mengutamakan materi  dan mengajar karena mencari keridhaan Allah semata.
b. Seorang  guru  harus  bersih  tubuhnya,  jauh  dari  dosa  besar,  sifat  riya
mencari nama, dengki, permusuhan perselisihan, dan sifat-sifat lainnya yang tercela.
c. Ikhlas dalam kepercayaan. Keikhlasan dan kejujuran seorang guru dalam
pekerjaannya  merupakan  jalan  terbaik  kearah  kesuksesan  murid- muridnya.
63
Akmal Hawi, Opcit h 11-12
d. Seorang  guru  harus  bersifat  pemaaf  terhadap  muridnya.  Ia  sanggup
menahan  diri,  menahan  kemarahan,  lapang  dada  dan  sabar, berkepribadian yang baik dan mempunyai harga diri.
e. Seorang  guru  harus  mencintai  murid-muridnya  seperti  terhadap  anak-
anaknnya  sendiri,  dan  memikirkan  keadaan  mereka  seperi  memikirkan keadaan  anak-anaknya  sendiri.  Bahkan,  seharusnya  ia  lebih  mencintai
murid-muridnya daripada anaknya sendiri. f.
Seorang guru harus mengetahui tabiat, pembawaan, adat, kebiasaan, rasa dan  pemikiran  murid-muridnya  agar  ia  tidak  keliru  dalam  mendidik
murid-murinya. g.
Seorang  guru  harus  menguasai  mata  pelajaran  yang  diberikannya,  serta memperdalam  pengetahuannya,  tentang  itu  sehingga  mata  pelajaran  itu
tidak bersifat dangkal.
64
Guru  bertanggung  jawab  mengarahkan  perilaku  anak  didiknya  dengan cara-cara  yang  edukatif.  Guru  membina  anak  didiknya  cara  bertindak  yang
baik.  Syaiful  Bahri  Djamarah  menjelaskan  secara  panjang  lebar  bahwa  guru yang bertanggung jawab adalah guru yang memiliki sifat-sifat dibawah ini:
a. Menerima dan mematuhi norma, niali- nilai kemanusiaan;
b. Memikul  tugas  mendiidk  dengan  bebas,  berani,  gembira  tugas  bukan
menjadi beban baginya; c.
Sadar akan nilai-nilai yang berakaitan dengan perbuatannya serta akibat- akibat yang timbul kata hati;
d. Mengahargai oranglain, termasuk anak didik;
e. Bijaksana dan hati-hati tidak nekat, tidak sembrono, tidak singkat akal;
dan f.
Takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa
65
64
Hasan Basri, Opcit h 74-75
65
Ibid, h 79
Disamping  bertugas  sebagai  Pembina  dan  pengajar  anak  didik,    guru memiliki peran sebagai berikut:
a. Korektor, dimana guru harus bisa membedakan mana nlai yang baik dan
mana  nilai  yang  buruk.  Kedua  nilai  yang  berbeda  ini  harus  betul-betul dipahami dalam kehidupan di masyakarat. kedua nilai ini mungkin telah
anak didik miliki dan mungkin pila telah telah memengaruhinya sebelum anak  didik  masuk  sekolah.  Sebagai  korektor  maka  seorang  guru  harus
dapat  menilai dan mengoreksi  semua sikap, tingkah laku,  dan perbuatan anak  didik.  Koreksi  yang  harus  guru  lakukan  terhadap  anak  didik  tidak
hanya di sekolah, tetapi di luar sekolah pun harus dilakukan. Sebab, tidak jarang  di  luar  sekolah,  anak  didik  justru  lebih  banyak  melakukan
pelanggaran terhadap norma-norma susila, moral, sosial dan agama yang hidup di masyarakat.
b. Inspirator,  guru  harus  dapat  memberikan  petunjuk  yang  baik  bagi
kemajuan  belajar  anak  didik.  Petunjuk  itu  tidak  harus  bertolak  dari sejumlah  teori  belajar,  dari  pengalaman  pun  bisa  dijadikan  petunjuk
bagaimana  cara  belajar  yang  baik.  Yang  penting  bukan  teorinya,  tetapi bagaimana melepaskan masalah yang dihadapi anak didik.
c. Informator,  guru  harus  memberikan  informasi  perkembangan  ilmu
pengetahuan dan teknologi, selain sejumlah bahan pelajaran untuk setiap mata  pelajaran  yang  telah  diprogramkan  dalam  kurikulum.  Informasi
yang baik dan efektif diperlukan bagi guru. d.
Organisator, dalam bidang ini guru harus memiliki kegiatan pengelolaan akademik,  menyusun  tata  tertib  sekolah,  menyusun  kalender  akademik,
dan  sebagainya.  Semuanya  diorganisasikan  sehingga  dapat  mencapai efektivitas dan efisiensi dalam belajar pada diri anak didik.
e. Motivator,  guru  hendaknya  dapat  mendorong  anak  didik  agar  dapat
bergairah dan aktif belajar.dalam upaya memberikan motivasi, guru dapat menganalisis motif-motif yang melatarbelakangi anak didik malas belajar
dan menurun prestasinya di sekolah. f.
Inisiator,  guru  harus  dapat  menjadi  pencetus  ide-ide  kemajuan  dalam pendidkan  dan  pengajaran.  Proses  interaksi  edukatif  yang  ada  sekarang
harus  diperbaiki  sesuai  perkembangan  ilmu  pengetahuan  dan  teknologi dalam bidang pendidikan.
g. Fasilitator,  guru  hendaknya  dapat  menyediakan  fasilitas  yang
memungkinkan  kemudahan  dalam  kegiatan  belajar  anak  didik. Lingkungan belajar yang tidak menyenangkan, suasana ruang kelas yang
pengap,  meja  dan  kursi  yang  berantakan,  fasilitas  belajar  yang  kurang tersedia, meyebabkan anak didik malas belajar.
h. Pembimbing, peranan ini harus lebih dipentingkan karena kehadiran guru
di sekolah adalah untuk membimbing ank didik menjadi manusia dewasa susila  yang  cakap.  Tanpa  bimbingan  anak  didik  akan  mengalami
kesulitan dalam meenghadapi perkembangan dirinya. i.
Demonstrator,  untuk  bahan  pelajaran  yang  sukar  dipahami  anak  didik, guru  harus  berusaha  dengan  membantunya,  dengan  cara  memperagakan
apa  yang  diajarkan  secara  didaktis,  sehiingga  apa  yang  guru  inginkan sejalan dengan pemahaman anak didik, tidak terjadi kesalahan pengertian
antara guru dan anak didik. j.
Pengelola  kelas,  guru  hendaknya  dapat  mengelola  kelas  dengan  baik karena kelas adalah tempat berhimpun semua anak didik dan guru dalam
rangka menerima bahan pelajaran dari guru. Kelas yang dikelola dengan baik akan menunjang jalannya interaksi edukatif.
k. Mediator, guru hendaknya memiliki pengetahuan dan pemahaman  yang
cukup  tentang  media  pendidikan  dalam  berbagai  bentuk  dan  jenisnya,
baik  media  nonmaterial  maupu  materiil.  Media  berfungsi  sebagai  alat komunikasi guna mengefektifkan  proses interaksi edukatif.
l. Supervisor, guru hendaknya dapat membantu, memperbaiki, dan menilai
secara  kritis  proses  pengajaran.  Teknik-teknik  supervise  harus  dikuasai dengan baik agar dapat melakukan perbaikan dalam belajar mengajar.
m. Evaluator, guru dituntut untuk menjadi seorang evaluator yang baik dan
jujur,  dengan  memberikan  penilaian  yang  menyentuh  aspek  ekstrinsik dan  intrinsik.  Penilaian  terhadap  aspek  kepribadian  anak  didik,  yakni
aspek nilai values.
66
Maka  dapat  penulis  simpulkan  dari  beberapa  pendapat  bahwa,  seorang guru  adalah  pendidik  yang  mana  harus  memiliki  sifat-sifat  keteladanan  yang
baik  terhadap  murid-muridnya.  Menjadikan  tugas  seorang  guru  bukan  hanya sekedar  mengajar  dan  menyampaikan  materi.  Akan  tetapi  hakikatnya  guru
mempunyai  tanggung  jawab  yang  besar  dalam  aspek  keseluruhan  mendidik dan membimbing anak muridnya agar menjadi anak murid yang bukan hanya
berkembang  dalam  segi  intelektualitas  saja,  akan  tetapi  terwujud  dalam kepribadian  yang  merujuk  nilai  nilai  Islami,  dan  memahami  apa  yang
diajarkan  yang  kemudian  berimplikasi  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Dengan tanggung jawab yang demikian maka diharapkan bukan hanya meningkatkan
integritas dan kualitas gurunya saja, tetapi sebagai bentuk upaya mewujudkan tujuan  pendidikan  agama  Islam  untuk  meningkatkan  hasil  yang  lebih  baik
secara berkesinambungan.
66
Ibid, h 83-87
                