Siklus II Hasil Penelitian

72 pembaca. Respon afektif guru memperoleh skor dari 178 menjadi 193, sehingga rata-rata siswa memperoleh 8,8. Hal ini menunjukkan bahwa tanggapan guru terhadap puisi baik. Hasil skor rata-rata menulis puisi bebas pada siklus I adalah 68,02. Peningkatan yang diperoleh dari tahap pra tindakan ke siklus I adalah sebesar 14,11. Siswa yang memperoleh nilai ≥70 adalah 12 anak dan siswa yang memperoleh nilai ≤70 adalah 10 anak. Jadi, siswa yang sudah mencapai KKM sebesar ≥70 adalah 54,55 dan siswa yang belum mencapai KKM terdapat 45,45 dari jumlah siswa. Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa jumlah siswa yang sudah mencapai KKM masih belum memenuhi kriteria keberhasilan dan skor rata-rata yang diperoleh pun juga ≤70. Oleh karena itu perlu diadakan siklus II untuk memperbaiki keterampilan siswa dalam menulis puisi bebas menggunakan model quantum teaching.

2. Siklus II

Hasil tes keterampilan menulis puisi bebas menggunakan model quantum teaching pada siklus II disajikan pada tabel di bawah ini: Tabel 12. Data Distribusi Frekuensi Keterampilan Menulis Puisi Bebas Siswa pada Siklus II No Interval nilai Frekuensi Persentase Kategori 1 86-100 3 13,64 Sangat bagus 2 76-85 12 54,55 Bagus 3 56-74 7 31,82 Cukup bagus 4 10-55 - - Kurang bagus 73 Hasil skor pada siklus II menunjukkan peningkatan dari siklus I. Tiap aspek penilaian mengalami peningkatan. Pada aspek keakuratan tema dan makna skor meningkat dari 355 menjadi 393, sehingga rata-rata siswa memperoleh 17,86. Hal ini menunjukkan bahwa tema aktual, sesuai dengan perkembangan siswa dan penyampaian pesan jelas. Selanjutnya skor pada aspek kekuatan imajinasi meningkat dari 331 menjadi 383, sehingga rata-rata siswa memperoleh 17,4. Hal ini menunjukkan bahwa daya khayal dalam puisi sangat tinggi, kreatif, dan mengesankan. Skor pada aspek ketepatan diksi meningkat dari 338 menjadi 379. Rata-rata siswa memperoleh 17,2. Hal ini menunjukkan bahwa pemilihan kata dalam puisi sangat tepat dan efektif. Skor pada aspek pendayaan pemajasan dan citraan juga meningkat dari 282 menjadi 320, sehingga rata-rata siswa memperoleh 14,5. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan majas kurang tepat dan terdapat pengimajian yang mampu menimbulkan kesan indrawi kepada pembaca. Dan aspek yang terakhir yaitu respon afektif guru juga meningkat dari 193 menjadi 217 dan rata-rata siswa memperoleh 9,85. Hal ini menunjukkan bahwa tanggapan guru terhadap puisi sangat baik. Siswa yang memperoleh nilai ≥70 adalah 19 anak dan siswa yang memperoleh nilai ≤70 adalah 3 anak. Jadi siswa yang memperoleh nilai ≥70 adalah 86,36, sedangkan siswa yang belum memenuhi KKM terdapat 13,64 dari jumlah siswa. Nilai rata-rata menulis puisi bebas siswa pada siklus II meningkat dari siklus I, yaitu dari 68,02 menjadi 76,86. Jumlah siswa yang memenuhi KKM sudah melebihi 75 dari jumlah keseluruhan siswa 74 yaitu sebesar 86,36. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kegiatan pembelajaran sudah memenuhi kriteria keberhasilan. Dan dapat dikatakan bahwa model quantum teaching dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi bebas. Gambar 3. Diagram Hasil Rata-rata Nilai Menulis Puisi Bebas Siswa Gambar 4. Diagram Persentase Siswa yang Memperoleh Nilai ≥70 dan ≤70 54 68 77 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Pra siklus Siklus I Siklus II Hasil rata-rata nilai siswa 95 45 14 5 55 86 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Pra siklus I Siklus I Siklus II Persentase siswa yang memperoleh 70 Persentase siswa yang memperoleh 70 75 Dari diagram di atas dapat dilihat peningkatan terjadi pada nilai menulis puisi bebas siswa dari tahap pra siklus, siklus I, dan siklus II. Sehingga dapat dikatakan bahwa model quantum teaching dapat meningkatkan keterampilan menulis puisi bebas siswa.

B. Pembahasan

1. Keberhasilan Proses

Keberhasilan proses ditunjukkan dengan peningkatan aktivitas siswa. Peningkatan aktivitas siswa ditunjukkan dengan siswa lebih termotivasi dan antusias dalam mengikuti pembelajaran, siswa memperhatikan penjelasan guru, siswa berani membacakan puisinya di depan kelas, siswa berani melakukan refleksi. Ada beberapa permasalahan saat kondisi awal pra tindakan yaitu tidak adanya rangsangan dari guru untuk mengembangkan imajinasi siswa dan penggunaan metode ceramah dalam menjelaskan materi. Hal itu berakibat pada ketidakaktifan siswa dalam pembelajaran, karena yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Selain itu, siswa kesulitan untuk memfokuskan perhatiannya. Walaupun siswa ridak ramai namun ada beberapa siswa yang tidak memperhatikan penjelasan guru sepenuhnya. Siswa juga kelihatan tidak antusias dalam mengikuti pembelajaran. Pada tahapan siklus I, dari kegiatan siswa yang diamati, terlihat masih ada beberapa siswa yang tidak mempunyai motivasi untuk mengikuti pembelajaran. Hal itu tampak dari sikap siswa yang melamun dan tidak