PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN MENGGUNAKAN MODEL QUANTUM TEACHING SISWA KELAS II SD NEGERI GEMBONGAN SENTOLO KULON PROGO.

(1)

i

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN

MENGGUNAKAN MODEL QUANTUM TEACHING SISWA KELAS II SD

NEGERI GEMBONGAN SENTOLO KULON PROGO

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Eka Ratna Suryani NIM 12108241182

PROGRAM PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN PENDIDIKAN SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO

Bismillahirrahmanirrahim.

Bacalah dengan nama Tuhan-mu yang menciptakan. Ia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, karena Tuhan-mu lah yang Maha Mulia.

Yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Skripsi ini dipersembahkan untuk:

1. Kedua orang tua yang selalu memberikan doa, kasih sayang, dukungan, dan perhatian.

2. Almamater S1 PGSD Universitas Negeri Yogyakarta. 3. Nusa, bangsa, dan agama.


(7)

vii

PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA MENULIS PERMULAAN

MENGGUNAKAN MODEL QUANTUM TEACHING SISWA KELAS II SD

NEGERI GEMBONGAN SENTOLO KULON PROGO

Oleh

Eka Ratna Suryani NIM 12108241182

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk: (1) meningkatkan proses pembelajaran membaca menulis permulaan dengan model Quantum Teaching dan, (2) meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan dengan model Quantum Teaching pada siswa kelas II SD Negeri Gembongan.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas kolaboratif model Kemmis dan Mc Taggart. Penelitian dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2015/2016. Subjek penelitian siswa kelas II yang terdiri dari 28 siswa. Objek penelitian adalah kemampuan membaca menulis permulaan. Pengumpulan data menggunakan teknik observasi, tes, dan dokumentasi. Data kuantitatif dianalisis menggunakan statistik deskriptif dengan mencari rerata. Data kualitatif dianalisis deskriptif kualitatif dengan model Miles dan Hubermen 1984.

Proses pembelajaran membaca menulis permulaan menggunakan model

Quantum Teaching meliputi: (1) permainan tebak gambar (tumbuhkan), (2) mengamati cara membaca menulis dari guru (alami), (3) membaca menulis (namai), (4) berdikusi dan mempresentasikan hasil LKS (demonstrasikan), (5) membaca nyaring dan menulis kalimat (ulangi), (6) reward (rayakan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model Quantum Teaching dalam pembelajaran membaca menulis permulaan dapat meningkatkan proses pembelajaran dan kemampuan membaca menulis permulaan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya aktivitas siswa pada kondisi awal 34%, siklus I 67,72%, dan siklus II 75,89%. Selain itu, nilai rerata kemampuan membaca menulis permulaan meningkat dari kondisi awal sebesar 53,46, rerata nilai pada siklus I sebesar 69,22, dan nilai rerata pada siklus II 81,98.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr.Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat dan rahmat-Nya sehingga penulis menyelesaikan karya ini. Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabatnya. Semoga kita termasuk umat yang akan bersamanya kelak bertemu dengan Sang Pencipta. Amin.

Karya ini tersusun atas bimbingan, bantuan, dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat sebagai berikut.

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan pendidikan di UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan yang telah yang telah memberikan kemudahan dalam penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Sekolah Dasar yang telah memotivasi dalam proses penyusunan skripsi ini.

4. Dosen Pembimbing Skripsi, Murtinigsih, M.Pd. yang selalu sabar memotivasi dan tulus dalam membimbing sehingga skripsi ini terselesaikan.

5. Kepala Sekolah SD Negeri Gembongan yang telah memberikan izin dan bantuan untuk penelitian.

6. Guru Kelas II SD Negeri Gembongan yang secara kooperatif membantu dalam proses pengumpulan data.


(9)

ix

7. Para guru di SD Negeri Gembongan yang telah terlibat dalam proses pengumpulan data.

8. Siswa-siswa kelas II SD Negeri Gembongan yang telah berpartisipasi dalam proses pengumpulan data.

9. Kawan-kawan di PGSD 2012 Kelas F dan G yang telah berjuang bersama. 10. Semua pihak yang memberikan bantuan, doa, dan motivasi.

Penulis berharap semoga keikhlasan dan ketulusan dalam mendukung penyusunan karya ini mendapat balasan yang baik dari Allah SWT. Selain itu, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam karya ini. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan pada penelitian selanjutnya. Semoga karya ini bermanfaat.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb.

Yogyakarta, 07 April 2016 Penulis

Eka Ratna Suryani NIM 12108241182


(10)

x

DAFTAR ISI

hal

JUDUL ... i

PERSETUJUAN ... ii

PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Peneltian... 10

G. Definisi Operasional Variabel ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kemampuan Membaca Menulis Permulaan (MMP) ... 13

1. Pengertian Kemampuan ... 13

2. Pengertian Membaca ... 14

3. Pengertian Menulis... 15

4. Pengertian Kemampuan Membaca Menulis Permulaan ... 16

5. Hakikat Membaca Menulis Permulaan ... 18


(11)

xi

7. Pembelajaran MMP pada Siswa Kelas II SD ... 20

8. Metode Pembelajaran MMP ... 22

9. Penilaian Pembelajaran MMP ... 28

B. Tinjauan tentang Model Pembelajaran Quantum Teaching ... 32

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 32

2. Pengertian Model Quantum Teaching ... 33

3. Prinsip Model Quantum Teaching ... 35

4. Karakteristik Model Quantum Teaching ... 37

5. Kelebihan Model Quantum Teaching ... 39

6. Langkah-langkah Model Quantum Teaching... 40

7. Penerapan Model Quantum Teaching dalam Pembelajaran MMP ... 48

C. Peneliti yang Relevan ... 50

D. Kerangka Pikir ... 51

E. Hipotesis Penelitian ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 54

B. Desain Penelitian ... 54

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 57

D. Tempat dan Waktu Penelitian ... 58

E. Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 58

F. Instrumen Penelitian... 60

G. Tenik Analisis Data ... 65

H. Indikator Keberhasilan ... 67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 68

1. Kondisi Awal ... 68

2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ... 71

3. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ... 90

B. Pembahasan ... 112

1. Peningkatan Kemampuan Membaca menulis Permulaan ... 112


(12)

xii

3. Keterbatasan Peneliti ... 117

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kesimpulan ... 118

2. Saran ... 119

DAFTAR PUSTAKA ... 120


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

hal Tabel 1. Kisi-kisi Penilaian Kemampuan MMP ... 61 Tabel 2. Rubrik Penilaian Kemampuan MMP ... 62 Tabel 3. Kisi-kisi Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran MMP ... 63 Tabel 4. Rubrik Penilaian Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan ... 64 Tabel 5. Konversi Skor Kemampuan MMP ... 67 Tabel 6. Persentase Hasil Observasi Aktivitas Siswa

Tabel 7. Hasil Penilaian Kemampuan MMP Kondisi Awal Siswa

Kelas II SD N Gembongan ... 67 Tabel 8. Distribusi Frekuensi Kemampuan MMP Kondisi Awal

Kelas II SD N Gembongan ... 69 Tabel 9. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

MMP pada Kondisi Awal Kelas II SD N Gembongan ... 70 Tabel 10. Data Hasil Penilaian Kemampuan MMP Siswa Kelas

II SD N Gembongan pada Siklus I ... 84 Tabel 11. Distribusi Frekuensi Kemampuan MMP Siswa Kelas

II SD N Gembongan Siklus I ... 84 Tabel 12. Peningkatan Hasil Kemampuan MMP Siswa Kelas

II SD N Gembongan pada Kondisi Awal dan Siklus I ... 85 Tabel 13. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses

Pembelajaran MMP Siklus I ... 87 Tabel 14. Hasil Penilian Kemampuan MMP Siswa Kelas II SD

N Gembongan pada Siklus II ... 105 Tabel 15. Distribusi Frekuensi Kemampuan MMP Siswa Kelas

II SD N Gembongan Siklus II ... 105 Tabel 16. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran

Membaca Menulis Permulaan Siklus II ... 107 Tabel 17. Distribusi Frekuensi Kemampuan MMP pada Siswa Kelas

II SD N Gembongan dari Kondisi Awal sampai Siklus II ... 109 Tabel 18. Peningkatan Hasil Kemampuan MMP Siswa Kelas II


(14)

xiv

Tabel 19. Hasil Observasi Aktivitas Siswa Kelas II SD N Gembongan selama Proses Pembelajaran MMP dari Kondisi


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Gambar Dadu ... 26

Gambar 2. Bagan Kerangka Pikir ... 52

Gambar 3. Desain Penelitian Model Kemmis dan Mc Taggart ... 55

Gambar 4. Kakek Pergi ke Pasar Hewan ... 75

Gambar 5. Emon dan Burung Pipit ... 78

Gambar 6. Membersihkan Kandang Ayam... 81

Gambar 7. Diagram Peningkatan Kemampuan MMP pada Kondisi Awal dan Siklus I ... 85

Gambar 8. Setiap Pagi Andi Bangun ... 94

Gambar 9. Banyak Tanaman yang Kekeringan ... 97

Gambar 10. Pelangi itu Indah Sekali... 100

Gambar 11. Diagram Kemampuan MMP pada Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II ... 110

Gambar 12. Diagram Peningkatan Aktivitas Siswa Kelas II SD N Gembongan pada Kondisi Awal, Siklus I, Siklus II selama Proses Pembelajaran MMP ... 111


(16)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

hal Lampiran 1. Lembar Penilaian Kemampuan MMP ... 124 Lampiran 2. Rubrik Penilaian Kemampuan MMP ... 125 Lampiran 3. Lembar Observasi Aktivitas Siswa dalam

Pembelajaran MMP ... 126 Lampiran 4. Rubrik Observasi Aktivitas Siswa dalam

Pembelajaran MMP ... 127 Lampiran 5. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Kondisi Awal ... 129 Lampiran 6. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Kondisi Awal ... 130 Lampiran 7. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus I Pertemuan 1 ... 131 Lampiran 8. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus I Pertemuan 1 ... 132 Lampiran 9. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus I Pertemuan 2 ... 133 Lampiran 10. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus I Pertemuan 2 ... 134 Lampiran 11. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus I Pertemuan 3 ... 135 Lampiran 12. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus I Pertemuan 3 ... 136 Lampiran 13. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus II Pertemuan 1 ... 137 Lampiran 14. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus II Pertemuan 1 ... 138 Lampiran 15. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus II Pertemuan 2 ... 139 Lampiran 16. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus II Pertemuan 2 ... 140 Lampiran 17. Hasil Penilaian Peneliti terhadap Kemampuan MMP

Siswa Kelas II Siklus II Pertemuan 3 ... 141 Lampiran 18. Hasil Penilaian Guru terhadap Kemampuan MMP


(17)

xvii

Lampiran 19. Rekapitulasi Kemampuan MMP Siswa Kelas II

Kondisi Awal ... 143

Lampiran 20. Rekapitulasi Kemampuan MMP Siswa Kelas II Siklus I ... 144

Lampiran 21. Rekapitulasi Kemampuan MMP Siswa Kelas II Siklus II ... 145

Lampiran 22. Perubahan Kemampuan MMP Siswa Kelas II Sebelum dan Sesudah diberi Tindakan ... 146

Lampiran 23. Rekapitulasi Hasil Penilaian Peneliti dan Guru terhadap Kemampuan MMP Siswa Kelas II Kondisi Awal ... 147

Lampiran 24. Rekapitulasi Hasil Penilaian Peneliti dan Guru terhadap Kemampuan MMP Siswa Kelas II pada Siklus I ... 148

Lampiran 25. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan MMP Siswa Kelas II Siklus II SD N Gembongan ... 149

Lampiran 26. Rekapitulasi Hasil Penilaian Kemampuan MMP Siswa Kelas II SD N Gembongan ... 150

Lampiran 27. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran MMP Kondisi Awal ... 151

Lampiran 28. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran MMP Siklus I ... 152

Lampiran 29. Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran MMP Siklus II ... 153

Lampiran 30. Perbandingan Skor Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran MMP ... 154

Lampiran 31. Rekapitulasi Hasil Observasi Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran MMP ... 155

Lampiran 32. Catatan Lapangan ... 156

Lampiran 33. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) ... 170

Lampiran 34. Dokumentasi Kegiatan Pembelajaran ... 212

Lampiran 35. Jadwal Pelajaran SD Gembongan Kelas II ... 219

Lampiran 36. Nilai UTS Siswa Kelas II SD N Gembongan Semsester 2 ... 220

Lampiran 37. Nilai Empat Aspek Kemampuan Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas II SD N Gembongan ... 222


(18)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan suatu hal yang didalamnya terdapat proses yang disebut dengan belajar. Belajar merupakan suatu usaha yang dilakukan secara sadar oleh seseorang yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang bersifat positif dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Thursan Hakim (2005: 1) menyatakan bahwa belajar merupakan proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebisaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan lain-lain kemampuan. Proses belajar salah satunya dilaksanakan di lingkungan sekolah. Sekolah pada jenjang pendidikan dasar setelah taman kanak-kanak adalah sekolah dasar.

Pada jenjang sekolah dasar diberikan materi-materi yang bertujuan mengembangkan potensi, bakat, dan minat peserta didik yang dijadikan dalam berbagai mata pelajaran, salah satunya bidang bahasa yaitu mata pelajaran Bahasa Indonesia. Bidang bahasa sangat penting bagi perkembangan siswa selanjutnya, hal ini sesuai dengan pendapat dari Vygatsky (dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 1997: 5-6) bahwa bahasa merupakan dasar bagi pembentukan konsep dan pikiran, sehingga bahasa diperlukan untuk setiap jenis kegiatan belajar.

Dalam bahasa terdapat empat keterampilan yang diperlukan peserta didik yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat kemampuan tersebut saling terkait satu sama lain sehingga siswa harus menguasai empat kemampuan tersebut dalam mempelajari bahasa. Hal ini sesuai dengan pendapat Dalaman


(19)

2

(2013:1) bahwa pada dasarnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Belajar bahasa menekankan pada empat aspek kemampuan berbahasa, meliputi menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Yeti Mulyati (2008: 1) menyatakan bahwa membaca menulis diperoleh siswa setelah memasuki usia sekolah. Oleh karena itu, kedua jenis keterampilan berbahasa ini merupakan sajian pembelajaran yang utama dan pertama bagi siswa sekolah dasar di kelas awal. Kedua materi kemampuan berbahasa ini dikemas dalam satu paket pembelajaran yang dikenal dengan paket MMP (Membaca Menulis Permulaan).

Membaca permulaan sangat penting bagi siswa pada tahap awal yaitu di kelas rendah. Tujuan dari membaca permulaan ini supaya siswa mengerti dan memahami bagaimana membaca huruf dan kalimat dengan berbagai teknik sehingga siswa bisa memahami makna dari kata atau kalimat yang dibaca. Hal ini dipertegas pendapat dari Andayani (2015: 16) bahwa membaca permulaan merupakan tahapan proses belajar membaca bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Siswa belajar untuk memperoleh kemampuan dan menguasai teknik-teknik membaca dan menangkap isi bacaan dengan baik.

Pembelajaran menulis permulaan merupakan tahapan selanjutnya dari membaca permulaan. Pembelajaran menulis permulaan meliputi kegiatan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi. Hal ini didukung oleh pendapat dari Andayani (2015: 29) bahwa materi menulis yang diajarkan di sekolah dasar meliputi menulis permulaan dengan menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi, dan menyalin huruf tegak bersambung melalui kegiatan mendikte.


(20)

3

Siswa menyalin kalimat melalui kegiatan melengkapi cerita dan dikte. Siswa mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin puisi anak. Siswa mampu mengungkapkan pikiran, perasaan, dan informasi dalam bentuk paragraf.

Saat peneliti melakukan kegiatan observasi di SD Negeri Gembongan kelas II pada bulan Agustus sampai dengan Desember 2015, peneliti menemukan permasalahan terkait dengan pembelajaran membaca menulis permulaan. Hasil observasi menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki motivasi yang rendah dalam mengikuti pembelajaran membaca menulis permulaan. Hal ini dibuktikan dengan sebagian besar siswa putra bejalan-jalan padahal guru sedang menjelaskan materi tersebut. Kemudian, siswa disuruh duduk di kursi masing-masing, akan tetapi siswa mengajak berbicara teman semejanya sehingga menimbulkan kegaduhan di kelas.

Guru memberi contoh cara membaca teks cerita pendek yang ada di buku teks. Selanjutnya, guru menyuruh para siswa membaca tulisan yang terdapat di buku teks tersebut secara bergantian. Dari kegiatan membaca tersebut, diketahui sebagian besar siswa membaca belum lancar dan masih terbata-bata menuju kata selanjutnya. Lebih dari empat belas siswa membaca dengan suara kurang lantang.

Guru memberikan pertanyaan terkait dengan bacaan tersebut. Siswa mulai menuliskan jawaban di buku tulis masing-masing siswa untuk menjawab pertanyaan dari guru. Sebagian besar siswa menuliskan kata “mangga” kurang tepat, empat belas siswa menulis “manga”. Terdapat juga siswa yang menuliskan “mangga” tetapi sulit untuk dibaca, karena huruf “g” kurang jelas penulisannya. Sebagian besar siswa sudah benar dalam menuliskan kata “mangga” tetapi kurang


(21)

4

rapi dan naik turun letaknya. Dari hasil observasi dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis permulaan siswa masih rendah.

Tingkat keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran membaca menulis permulaan masih rendah. Hal ini terlihat ketika guru menyuruh membaca buku teks, tetapi sebagian besar siswa tidak memperhatikan saat kegiatan membaca. Selanjutnya, guru memberikan pertanyaan kepada siswa terkait isi bacaan, guru harus menunjuk siswa untuk menjawab. Siswa memberikan jawaban belum benar bahkan tidak terkait dengan pertanyaan yang diberikan. Padahal pertanyaan yang diberikan tersebut berkaitan dengan isi bacaan yang telah dibaca sebelumnya.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti selama proses pembelajaran, para siswa terlihat tidak bersemangat mengikuti pembelajaran, banyak siswa yang mengeluh karena tugas yang diberikan banyak. Ketika guru memberikan tugas untuk menuliskan cerita yang telah dibaca di buku masing-masing siswa, hanya sebagian kecil yang mengerjakan tepat pada waktunya, lebih dari empat belas siswa terlambat dalam mengumpulkan tugas menulis cerita. Tiga siswa putra tidak mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Untuk lebih memperjelas permasalahan yang ada di kelas, peneliti melakukan wawancara dengan guru kelas II SD N Gembongan. Hasil wawancara dengan guru kelas II SD N Gembongan menyebutkan bahwa mata pelajaran yang paling sulit diajarkan pada siswa adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menempati peringkat terendah dari beberapa mata pelajaran yang ada dengan ditunjukkan hasil Ulangan Tengah Semester Siswa (UTS) siswa dimana nilai rerata mata pelajaran Bahasa Indonesia 49,96, Pendidikan Agama 82,71, PKn


(22)

5

80,82, Matematika 78,5, IPA 77,32, IPS 71,25, Bahasa Jawa 71,25, SBK 79,5, Bahasa Inggris 77,75. Dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, nilai kemampuan membaca menulis siswa rendah dibandingkan dengan nilai kemampuan berbicara dan menyimak. Rerata nilai siswa dari dua aspek kemampuan membaca 58,5, menulis 55,96, menyimak 77,64, berbicara 81,5 dengan interval nilai dari 1-100. Hal ini disebabkan selama pembelajaran berlangsung, siswa sering berjalan kesana kemari yang menunjukkan bahwa siswa kurang memperhatikan. Motivasi belajar yang kurang selama mengikuti pembelajaran membaca menulis permulaan di kelas dibuktikan dengan siswa sering berbicara sendiri dengan siswa lain padahal guru sedang menjelaskan materi.

Pada saat siswa diberi tugas oleh guru berupa menuliskan cerita, tetapi sebanyak 14 siswa masih malas untuk menuliskan cerita ke buku tugas dan 3 siswa lambat dalam mengerjakan tugas tersebut sehingga selalu menjadi 3 terakhir dalam menuliskan hasil kerjanya. Guru kelas II mengatakan bahwa sekitar 15 siswa masih belum lancar dalam membaca. Seharusnya untuk usia sekolah dasar sudah terampil membaca menulis. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Syamsu Yusuf (2014: 179-180) bahwa pada masa usia siswa memasuki sekolah dasar siswa sudah terampil membaca dan berkomunikasi sehingga menyebabkan siswa menjadi gemar membaca dan mendengarkan cerita, seperti cerita kepahlawanan. Selain itu pada usia memasuki sekolah dasar, salah satunya siswa sampai pada tingkat dapat membuat dan menuliskan kalimat yang lebih sempurna.

Berdasarkan hasil observasi di kelas dan wawancara dengan guru kelas II SD N Gembongan tentang permasalahan membaca menulis permulaan, perlu


(23)

6

adanya solusi dalam mengatasi beberapa masalah tersebut. Dari berbagai model yang dapat digunakan, salah satu cara untuk mengatasi permasalahan di atas dengan menggunakan model Quantum Teaching. Model Quantum Teaching

didasari pada pokok masalah bahwa setiap siswa memiliki karakteristik dalam belajar. Hal ini menuntut peran guru untuk selalu menciptakan metode dan model pembelajaran yang membantu peserta didik nyaman untuk belajar. Siswa akan optimal dalam belajar apabila ia mampu menggunakan kemampuan berpikirnya dengan baik dalam kondisi nyaman dan tidak ada tekanan apapun.

Model Quantum Teaching memiliki keunggulan menciptakan suasana belajar yang sesuai dengan perkembangan siswa dan menyenangkan, hal ini sejalan dengan pendapat Bobbi De Porter, Mark R, dan Sarah S.N (2001: 3)

Quantum Teaching merupakan penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya, menyertakan segala kaitan, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Lebih lanjut, pembelajaran dengan menggunakan model Quantum Teaching dengan langkah-langkah pembelajaran meliputi : (1) penumbuhan minat (tumbuhkan), (2) pemberian pengalaman umum (alami), (3) penamaan atau penyajian materi (namai), (4) demonstrasi tentang pemerolehan pengetahuan oleh siswa (demonstrasikan), (5) pengulangan yang dilakukan oleh siswa (ulangi), (6) perayaan atas usaha siswa (rayakan). Model pembelajaran

Quantum Teaching mampu membuat siswa termotivasi dalam mengikuti pembelajaran yang ada di kelas, pendapat Bobbi De Porter, Mark R, dan Sarah S.N (2010: 88) bahwa apa pun mata pelajaran, tingkat kelas, atau pendengar model ini menjamin siswa menjadi tertarik dan berminat pada setiap pelajaran.


(24)

7

Model pembelajara ini didukung dengan menggunakan metode dan media pembelajaran. Berbagai metode pembelajaran yang digunakan seperti metode Eja, metode Bunyi, metode Suku Kata, metode Kata, metode Global, metode SAS. Diantara berbagai metode tersebut, metode yang sesuai adalah SAS. Metode SAS dinilai cocok untuk pengajaran membaca menulis permulaan karena metode ini sesuai dengan tahap perkembanga bahasa siswa.

Pengajaran dengan metode SAS dimulai dengan siswa mengenal kalimat, kalimat diurai menjadi kata, kata diurai menjadi suku kata, suku kata diurai menjadi huruf-huruf. Selanjutnya huruf dirangkaikan lagi menjadi suku kata, suku kata dirangkai menjadi kata, dan kata dirangkai menjadi kalimat seperti semula. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Supriyadi dkk. (dalam Darmiyati Zuhcdi dan Budiasih, 1997: 65) bahwa metode SAS cocok untuk pengajaran membaca menulis permulaan dengan alasan: (1) metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, (2) metode ini mempertimbangkan pengalaman bahasa siswa, dan (3) metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.

Selain menggunkan metode pembelajaran, pelaksanaan model Quantum Teaching juga didukung dengan menggunkan media pembelajaran. Novan Ardy Wiyani (2013:145) menyatakan bahwa keberadaan media pembelajaran dapat menciptakan berbagai situasi kelas, menentukan metode pengajaran yang hendak digunakan dalam kegiatan pengajaran. Untuk mendukung penerapan model pembelajaran Quantum Teaching dengan metode SAS, maka digunakan media gambar, kartu kata dan kartu kalimat. Media gambar, kartu kata, dan kartu kalimat dapat menciptakan suasana belajar yang menarik, tidak membosankan, dan


(25)

8

menyenangkan bagi siswa, sehingga siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran membaca menulis permulaan. Ini didukung pendapat dari Ana Widyastuti (2015:1) bahwa untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, dapat menggunakan media pembantu seperti kartu huruf, kartu kata, dan kartu bergambar sehingga siswa terangsang untuk lebih cepat membaca menulis.

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, peneliti berminat untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Membaca menulis Permulaan menggunakan Model Quantum Teaching pada Siswa Kelas II SD Negeri Gembongan Tahun Ajaran 2015/2016”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Siswa kurang memperhatikan penjelasan dari guru dan lebih memilih bermain serta bejalan-jalan selama pembelajaran membaca menulis permulaan.

2. Sebagian besar siswa belum lancar membaca dan masih terbata-bata dalam membaca kata.

3. Sebagian besar siswa masih kesulitan dalam menuliskan kata dan kalimat secara lengkap dan benar.

4. Sebagian besar siswa kurang tanggung jawab dalam mengikuti pembelajaran membaca menulis permulaan karena belum menyelesaikan tugas tepat pada waktunya.


(26)

9

5. Siswa kurang bersemangat mengikuti pembelajaran membaca menulis permulaan, karena tugas yang diberikan terlalu banyak.

6. Kemampuan membaca menulis permulaan siswa kelas dua SD N Gembongan masih rendah.

7. Model Quantum Teaching belum diterapkan dalam pembelajaran membaca menulis permulaan di kelas II SD N Gembongan Sentolo.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, terdapat permasalahan yang kompleks, maka dalam penelitian ini dibatasi pada, “Meningkatkan proses pembelajaran membaca menulis permulaan dan meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan menggunakan model pembelajaran Quantum Teaching pada siswa kelas II SD N Gembongan, Sentolo, Kulon Progo.”

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah meningkatkan proses pembelajaran membaca menulis permulaan menggunakan model Quantum Teaching TANDUR pada siswa kelas II SD N Gembongan, Sentolo, Kulon Progo?

2. Bagaimanakah meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan menggunakan model Quantum Teaching siswa kelas II SD N Gembongan, Sentolo, Kulon Progo?


(27)

10

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut.

1. Untuk meningkatkan proses pembelajaran membaca menulis permulaan menggunakan model Quantum Teaching TANDUR pada siswa kelas II SD N Gembongan, Sentolo, Kulon Progo.

2. Untuk meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan menggunakan model Quantum Teaching siswa kelas II SD N Gembongan, Sentolo, Kulon Progo.

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Manfaat teoritik

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan terutama berkaitan dengan pembelajaran membaca menulis permulaan.

2. Manfaat praktis a. Bagi siswa

Manfaat penelitian ini siswa adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas II SD dalam membaca menulis permulaan.

b. Bagi guru/peneliti

Manfaat penelitian ini bagi guru adalah untuk memberikan masukan tentang pembelajaran yang menarik dan mudah dipahami siswa, sehingga dapat meningkatkan kemampuan membaca menulis permulaan.


(28)

11 c. Bagi sekolah

Manfaat penelitian ini bagi sekolah adalah sebagai bahan pertimbangan sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran yang berimplikasi pada kemajuan sekolah dan peningkatan mutu pendidikan

G. Definisi Operasional Variabel

Sesuai dengan permasalahan yang telah dijabarkan, peneliti akan melakukan penelitian tentang peningkatan kemampuan membaca menulis permulaan menggunakan model Quantum Teaching pada siswa kelas II SD N Gembongan Sentolo, maka penelitian ini perlu diberi batasan-batasan definisi operasional untuk menyamakan persepsi mengenai variabel-variabel yang digunakan. Variabel yang digunakan sesuai judul di atas sebagai berikut.

1. Kemampuan membaca menulis permulaan merupakan kecakapan atau kesanggupan siswa dalam membaca dan memahami isi bacaan serta mampu menuliskan lambang atau tulisan yang terstruktur dan bermakna dengan ditandai delapan indikator. Delapan indikator dalam penilaian pembelajaran membaca menulis permulaan meliputi: 1) lafal, 2) intonasi, 3) kelancaran, 4) keberanian, 5) kejelasan penulisan kata, 6) ketepatan penggunaan ejaan, 7) kelengkapan penulisan kata, 8) kerapian. Kemampuan membaca menulis permulaan yang akan diukur dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca menulis dalam aspek kognitif. Pengukuran dilakukan dengan instrumen tes. Instrumen tes dinyatakan dalam bentuk angka dengan interval 1-100.


(29)

12

2. Model pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang menekankan pada penciptaan lingkungan belajar siswa yang nyaman dan menyenangkan sehingga merangsang fungsi otak siswa. Dengan tindakan tersebut, memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan melalui upaya yang normal dan dibarengi dengan kegembiraan.


(30)

13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan tentang Kemampuan Membaca Menulis Permulaan 1. Pengertian Kemampuan

Kemampuan membaca menulis merupakan dua hal yang sangat berpengaruh dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi yang selalu berkembang. Membaca tidak hanya sekedar memandangi lambang- lambang tulisan, bermacam-macam kemampuan dikerahkan oleh seorang pembaca agar pembaca mampu memahami isi atau makna bacaan yang dibacanya. Pembaca berupaya agar lambangyang dilihatnya menjadi lambang-lambang yang bermakna baginya. Begitu pula dengan menulis, menulis bukan sekedar menuliskan huruf-huruf saja, tetapi menulis merupakan kegiatan dimana penulis mampu menuangkan apa yang ia pikirkan melalui tulisan.

Menurut Robbin (dalam Syafaruddin, 2012: 72) kemampuan merupakan kapasitas seseorang individu unutk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Lebih lanjut Robbin menyatakan bahwa kemampuan (ability) adalah sebuah penilaian terkini atas apa yang dapat dilakukan seseorang. Kemampuan menurut Chaplin (dalam Syafaruddin, 2012: 71) dapat diartikan sebagai kecakapan, ketangkasan, bakat, kesanggupan, tenaga (daya kekuatan) untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Sementara itu, kemampuan menurut Mohammda Zain (dalam Milman Yusdi, 2010:10) mendefinisikan kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kakuatan kita berusaha dengan diri sendiri. Sedangkan Anggiat M.Sinaga dan Sri Hadiati (dalam Milman Yusdi, 2010:10) berpendapat bahwa kemampuan sebagai


(31)

14

suatu dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berkaitan dengan proses pembelajaran merupakan suatu kecakapan atau kesanggupan yang sangat diperlukan siswa untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas dalam proses pembelajaran.

2. Pengertian Membaca

Membaca menurut Dalman (2014:5) merupakan kegiatan atau proses kognitif yang bertujuan untuk menemukan berbagai informasi yang terdapat pada suatu tulisan. Secara lebih khusus, membaca memiliki arti suatu kegiatan memahami atau menginterpretasikan lambang/tanda/tulisan yang memiliki makna sehingga apa yang disampaikan penulis dapat diterima oleh pembaca.

Hodgson (dalam Tarigan, 2008: 7) menyampaikan bahwa membaca merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pembaca guna memperoleh pesan atau isi, yang hendak disampaikan oleh penulis melalui media kata/bahasa tulis. Kegiatan membaca terpenuhi jika ada proses dalam memahami kata-kata sebagai suatu rangkaian kesatuan sehingga didapat makna atau isinya.

Sementara itu, membaca menurut Sabarti Akhadiah M.K, dkk. (1992/1993:24) merupakan proses kompleks yang melibatkan kegiatan fisik dan mental dengan memanfaatkan pengetahuan yang telah dimiliki guna menafsirkan makna dan membentuk makna baru dalam sistem pengetahuan dan pengalaman. Dari hal tersebut, kegiatan membaca dipengaruhi oleh berbagai faktor.


(32)

15

Dari berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan membaca merupakan suatu proses dimana pembaca menggunakan kemampuan fisik dan mental untuk memahami atau menginterpretasikan lambang/tanda/tulisan yang memiliki makna sehingga apa yang disampaikan penulis dapat diterima dan dimengerti oleh pembaca.

3. Pengertian Menulis

Menulis menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 62) merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang dimaksud di sini antara lain kemampuan berfikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkap pikiran gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah- kaidah tulis-menulis dengan baik.

Sementara itu, menulis menurut Bryne melalui St.Y. Slamet (2008:141) pada hakikatnya menulis bukan sekedar menuliskan simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.

Sedangkan Murray (dalam Saleh Abbas, 2006: 127) menyatakan bahwa menulis adalah proses berfikir yang berkesinambungan mulai dari mencoba dan sampai mengulas kembali. Kemampuan menulis permulaan merupakan salah satu


(33)

16

jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif, artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan menghasilkan, dalam hal ini tulisan.

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu kegiatan yang kompleks dengan menggunakan kemampuan berfikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkap pikiran gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah-kaidah dalam tulis-menulis dengan baik

4. Pengertian Kemampuan Membaca Menulis Permulaan

Pembelajaran membaca menulis permulaan menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 49-62) merupakan pembelajaran membaca menulis tingkat awal yang diperoleh siswa di kelas I dan II sekolah dasar. Kemampuan membaca menulis permulaan yang diperoleh siswa di kelas I dan II tersebut menjadi dasar pembelajaran membaca menulis di kelas berikutnya. Sehingga pembelajaran membaca menulis permulaan mempunyai peranan yang penting untuk menunjang proses keterampilan pada tahap selanjutnya.

Yeti Mulyati (2008: 5) mengemukakan bahwa membaca menulis permulaan merupakan program pembelajaran yang difokuskan kepada kemampuan membaca menulis permulaan di kelas-kelas awal pada saat siswa mulai memasuki bangku sekolah. Kemampuan membaca permulaan lebih diorientasikan pada kemampuan membaca tingkat dasar, yakni kemampuan melek huruf. Hal ini dimaksudkan siswa dapat mengubah dan melafalkan lambang-lambang tertulis menjadi bunyi-bunyi bermakna. Sedangkan untuk pembelajaran menulis permulaam lebih diorientasikan pada kemampuan yang bersifat mekanik.


(34)

17

Siswa dilatih untuk dapat menuliskan (mirip dengan kemampuan melukis atau menggambar) lambang-lambang tulis yang jika dirangkaikan dalam sebuah struktur, lambang-lambang itu menjadi bermakna. Selanjutnya, dengan kemampuan dasar ini, secara perlahan-lahan siswa dibimbing pada kemampuan menuangkan gagasan, pikiran, perasaan, ke dalam bentuk bahasa tulis melalui lambang-lambang tulis yang sudah dikuasainya.

Membaca menulis permulaan menurut Andayani (2015:16-29) merupakan tahapan proses belajar membaca menulis bagi siswa sekolah dasar kelas awal. Materi yang diajarkan pada pembelajaran membaca permulaan meliputi bagaimana membaca dan memahami isi bacaan secara tepat. Sedangkan untuk pembelajaran menulis permulaan meliputi menjiplak, menebalkan, mencontoh, melengkapi. Menyalin huruf tegak bersambung melalui kegiatan dikte. Menyalin melalui kegiatan melengkapi cerita dan dikte. Mendeskripsikan benda di sekitar dan menyalin puisi anak. Mengungkapkan perasaan, pikiran, dan informasi dalam bentuk paragraf dan puisi dalam karangan sederhana dan puisi.

Membaca menulis permulaan menurut Puji Santosa, dkk. (2007:3.19-3.21) merupakan pembelajaran membaca menulis di kelas 1 dan 2 sekolah dasar. Pada pembelajaran membaca permulaan, diharapkan siswa mampu mengenali hururf, suku kata, kalimat, dan mampu membaca dalam berbagai konteks. Menulis permulaan diawali melatih siswa memegang alat tulis dengan benar, menarik garis, menulis huruf, suku kata, kata, dan kalimat sederhana yang diawali atau bersamaan dengan membaca permulaan.


(35)

18

Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan membaca menulis permulaan merupakan kecakapan atau kesanggupan siswa dalam membaca dan memahami isi bacaan serta mampu menuliskan lambang atau tulisan yang terstruktur dan bermakna bahwa membaca menulis permulaan. Membaca menulis permulaan diperoleh siswa kelas I dan II sekolah dasar. Pembelajaran membaca menulis permulaan mengajarkan kepada siswa cara membaca yang tepat dengan tujuan dapat memahami bacaan dan bersamaan atau dilanjutkan dengan melatih siswa memegang alat tulis dengan benar, menarik garis, menulis huruf, suku kata, kata, dan kalimat sederhana. Dalam penelitian ini ditujukan pada kemampuan membaca menulis permulaan di kelas II.

5. Hakikat Kemampuan Membaca Menulis Permulaan

Hakikat kemampuan membaca menulis permulaan menurut Saleh Abbas (2006: 126) adalah siswa belajar untuk dapat membunyikan kata-kata yang tertulis dan memahami artinya dilanjutkan belajar menulis sesuatu dalam sistem tulisan tertentu yang dapat dibaca oleh orang yang telah menguasai sistem itu.

Dalam periode membaca menulis permulaan ini, siswa belajar untuk dapat memahami seperti berikut.

a. Penulisan dalam buku disusun dari kiri ke kanan (dalam sistem tulisan latin). b. Bahasa itu terdiri dari kata-kata

c. Kata-kata itu terdiri dari bunyi

d. Bunyi-bunyi itu digambar dengan huruf e. Setiap huruf ada namanya


(36)

19

g. Menulis itu adalah kegiatan mewujudkan kata-kata dalam rangkaian huruf-huruf pada halaman buku/papan tulis.

6. Tujuan Membaca Menulis Permulaan

Menurut Herusantosa (dalam Saleh Abbas, 2006: 103) tujuan pembelajaran membaca menulis permulaan (MMP), seperti berikut.

a. Pembinaan dasar-dasar mekanisme membaca

b. Mampu memahami dan menyuarakan kalimat sederhana yang ditulis dengan intonasi yang wajar

c. Siswa dapat membaca menulis kata-kata dan kalimat sederhana dengan lancar dan tepat dalam waktu rekatif singkat. Diperolah dari pemercepatan waktu fiksasi dan jarak fiksasi inilah yang menjadi tujuan utama pembelajaran membaca menulis permulaan (MMP).

Menurut Sabarti Akhadiah M.K, dkk. (1992/1993: 9) tujuan membaca permulaan untuk kelas II SD adalah sebagai berikut.

a. Siswa mampu mengenali huruf sebagai lambang bunyi dalam hubungan kata dan kalimat

b. Mengucapkan bunyi-bunyi bahasa c. Melafalkan kata

d. Melagukan bermacam-macam kalimat dengan intonasi yang wajar.

Sedangkan tujuan menulis permulaan untuk siswa kelas II SD menurut Sabarti Akhadiah M.K, dkk. (1992/1993: 66) adalah sebagai berikut.

a. Menuliskan huruf kapital untuk huruf pertama awal kalimat dengan tepat. b. Menggunakan tanda baca dengan tepat.


(37)

20

c. Menuliskan kata-kata berstruktur fonem KKV dan KKVK dengan tepat. d. Menuliskan kata-kata yang mengandung diftong yang mendapat akhiran –an

dan –kan.

e. Menuliskan kata yang berakhiran dengan konsonan k yang mendapat akhiran –an dan –kan dengan tepat.

7. Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan pada Siswa Kelas II SD

Pembelajaran membaca menulis permulaan di kelas II sekolah dasar semester dua meliputi membaca nyaring dan penulisan kalimat sederhana seuai ejaan yang tepat. Henry Guntur Tarigan (2008: 23) menyatakan bahwa membaca nyaring adalah suatu aktivitas atau kegiatan yang merupakan alat bagi guru, murid, ataupun pembaca bersama-sama dengan orang lain atau pendengar untuk menangkap serta memahami informasi, pikiran, perasaan seorang penulis. Untuk kegiatan membaca nyaring menurut Henry Guntur Tarigan yang harus dikuasai siswa kelas II meliputi: 1) membaca dengan terang dan jelas, 2) membaca dengan penuh perasaan ekspresi, 3) membaca tanpa tertegun-tegun, tanpa terbata-bata.

Sedangkan menurut Sabarti Akhadiah M.K, dkk. (1992/1993: 30) dalam membaca nyaring, ada beberapa aspek yang diperhatikan seperti membaca dengan intonasi yang wajar, tekanan yang baik, lafal yang benar. Lafal adalah cara mengucapkan fonem, kata, atau kalimat secara keseluruhan. Guru harus menjelaskan perbedaan pengucapan fonem /e/ pepet (misalnya pada kata sepuluh atau sejak) dan /e/ biasa (misalnya pada kata saleh atau boleh). Guru juga harus menjelaskan perbedaan pengucapan /au/ sebagai satu fonem (misalnya pada kata kerbau) dan sebagai dua fonem (misalnya pada kata bau), atau pengucapan /ai/


(38)

21

pada kata mengintai dan pada kata mencintai. Selain lafal harus jelas, intonasi pun harus tepat. Seperti dikemukakan di atas, dalam intonasi terkandung jeda. Jadi, dalam membaca nyaring, lafal, jeda, serta intonasi kalimat secara keseluruhan haruslah jelas dan tepat. Sehingga aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam membaca nyaring meliputi: 1) suara jelas terdengar, 2) pelafalan tepat, 3) intonasi tepat, 4) kelancaran.

Untuk menulis permulaan di kelas dua semester dua, siswa menulis kalimat sederhana sesuai ejaan yang tepat. Untuk itu yang diperhatikan dalam siswa menulis kalimat sederhana sesuai ejaan yang tepat menurut Sabarti Akhadiah M.K, dkk. (1991/1992: 71) adalah penulisan huruf capital di awal kalimat, penggunaan tanda baca, menuliskan kata dengan strukutur fonem KKVK seperti kata: traktor, praktik, bangkrut dan kata yang mengandung diftong ai, au, oi yang mendapat akhiran –an dan kan.

Menurut Darmiyati Zuhcdi dan Budiasih (1996/1997: 52-64) materi pembelajaran membaca permulaan pada kelas II SD berdasarkan Kurikulum Pendidikan Dasar. Untuk materi pembelajaran membaca permulaan yang tertuang dalam GBPP mata pelajaran bahasa Indonesia ialah sebagai berikut.

a. Paragraf (15 sampai 20 baris) dibaca dengan lafal dan intonasi yang tepat dan wajar.

b. Kalimat-kalimat sederhana (untuk dipahami isinya). c. Huruf besar pada awal kalimat.

d. Bacaan dengan kalimat-kalimat sederhana (menggunakan huruf kapital pada awal kalimat) untuk dipahami isinya.


(39)

22

e. Cerita anak-anak (dengan memperhatikan jeda yang ada dalam bacaan). f. Percakapan/dialog tentang suatu kegiatan (menggunakan tanda baca titik dan

tanda tanya pada akhir kalimat)

g. Puisi anak-anak (dibaca secara kelompok).

Sedangkan untuk menulis permulaan dari Kurikulum Sekolah Dasar (GPBB) dapat diketahui bahwa materi untuk menulis permulaan di kelas II SD mencakup beberapa komponen sebagai berikut.

a. Penulisan kata-kata atau kalimat sederhana yang didiktekan guru.

b. Penulisan catatan kebutuhan sehari-hari untuk diri sendiri, dengan bantuan guru.

c. Penggunaan huruf kapital pada awal kalimat. d. Penulisan kalimat sederhana yang didiktekan guru. e. Penulisan nama benda, tumbuh-tumbuhan, dan hewan. f. Penggunaan huruf kapital untuk nama orang, bulan, dan hari.

g. Penempatan jeda pada akhir bagian-bagian kalimat sesuai dengan makna kalimat.

h. Penggunaan huruf kapital secara tepat dalam kalimat. i. Penggunaan tanda tanya pada akhir kalimat tanya.

8. Metode Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan a. Pengertian Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran bahasa menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997:30) merupakan rencana pembelajaran, yang mencakup pemilihan,


(40)

23

penentuan, dan penyusunan secara sistematis bahan yang akan diajarkan, serta kemungkinan pengadaan remidi dan bagaimana pengembangannya.

Metode pengajaran menurut Sabarti Akhadiah M.K, dkk. (1992/1993: 4) merupakan suatu rencana menyeluruh berkaitan dengan penyajian bahan belajar yang dikembangkan berdasarkan pendekatan yang dipilih. Metode menggambarkan secara menyeluruh langkah-langkah yang dilalui selama proses pembelaran.

b. Metode Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan

Ada beberapa metode pembelajaran membaca menulis permulaan. Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 53-57) menjelaskan metode membaca menulis permulaan meliputi: (1) metode abjad, (2) metode bunyi, (3) metode kupas rangkai suku kata, (4) metode kata lembaga, (5) metode global, (6) metode structural analitik sintetik (SAS). Lebih lanjut metode membaca menulis permulaan dipertegas dari pendapat Yeti Mulyati (2008: 15-23) sebagai berikut.

a) Metode Abjad dan Metode Bunyi

Metode abjad dan metode bunyi, merupakan metode-metode yang sering menggunakan kata-kata lepas. Metode abjad merupakan metode yang digunakan dalam pembelajaran membaca menulis permulaan dengan metode ini memulai pengajarannya dengan memperkenalkan huruf-huruf secara alpabetis. Huruf-huruf tersebut dihafalkan dan dilafalkan siswa sesuai dengan bunyinya menurut abjad. Proses ini sama dengan menulis permulaan, setelah para siswa bisa menuliskan huruf-huruf lepas, kemudian dilanjutkan dengan belajar menulis rangkaian huruf yang berupa suku kata.


(41)

24

Sedangkan metode bunyi sebenarnya merupakan bagian dari metode eja. Prinsip dasar dan proses pembelajarannya tidak jauh berbeda dengan metode eja/abjad di atas. Perbedaannya terletak hanya pada cara atau sistem pembacaan atau pelafalan abjad (huruf-hurufnya).

Contoh:

1) Metode abjad : bo-bo → bobo la-ri → lari

2) Metode bunyi : na-na → nana lu-pa → lupa

Perbedaan antara metode abjad dan metode bunyi terletak pada pengucapan huruf. Pada metode abjad huruf diucapkan sebagai abjad (“a”, “b”, “ce”, dst), sedangkan pada metode bunyi, huruf diucapkan sesuai dengan bunyinya [m], [n], [a], dst.

b) Metode Kupas Rangkai Suku Kata dan Metode Kata Lembaga

Metode kupas rangkai suku kata dan metode kata lembaga, dalam penerapannya menggunakan cara menguraikan dan merangkaikan. Metode kupas rangkai suku kata memiliki tahap-tahap mulai dari: 1) pengenalan suku-suku kata; 2) perangkaian suku-suku kata menjadi kata; 3) perangakaian kata menjadi kelompok kata atau kalimat sederhana; 4) pengintegrasian kegiatan perangakaian dan pengupasan.

Sedangkan metode kata lembaga diawali dengan pengenalan sebuah kata tertentu. Kata ini, kemudian dijadikan lembaga sebagai dasar untuk pengenalan suku kata dan huruf. Artinya, kata dimaksud diuraikan (dikupas) menjadi suku


(42)

25

kata, suku kata menjadi huruf-huruf. Selanjutnya, dilakukan proses perangkaian huruf menjadi suku kata dan suku kata menjadi kata. Dengan kata lain, hasil pengupasan tadi dikembalikan lagi ke bentuk asalnya sebagai kata lembaga (kata semula).

Misalnya:

1) Metode kupas rangkai suku kata : ma ta → ma-ta

pa pa → pa-pa

Untuk memperkenalkan huruf kepada siswa, suku kata yang sudah dikenal oleh siswa, diuraikan menjadi huruf, kemudian huruf dirangkaikan lagi menjadi suku kata.

Misalnya:

nina → ni-na → n i - n a → n-i-n-a 2) Metode kata lembaga

bola → bo-la → b – o – l –a → bo –la → bola bola → bo-la → b –o ― l –a → bo- la ― bola

Kepada siswa disajikan kata-kata, salah satu diantaranya merupakan kata lembaga, yaitu kata yang sudah dikenal siswa. Kata tersebut diuaraikan menjadi suku kata, suku kata diuraikan menjadi huruf. Setelah itu huruf dirangkai lagi menjadi suku kata, dan suku kata dirangkaikan menjadi kata.

c) Metode Global

Metode ini memperkenalkan kepada para siswa beberapa kalimat, untuk dibaca. Sesudah siswa dapat membaca kalimat-kalimat itu, salah satu di antaranya dipisahkan untuk dikaji, dengan cara menguraikan atas kata, suku kata,


(43)

huruf-26

huruf. Sesudah siswa membaca huruf-huruf itu. Kemudian huruf-huruf dirangkaikan lagi sehingga terbentuk suku kata, suku-suku menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat lagi.

Misalnya:

1) Memperkenalkan gambar dan kalimat.

ini dadu

Gambar 1. Gambar dadu

(http://www.trijayafmplg.net/wpcontent/uploads/2011/12/images19.jpg) 2) Menguraikan salah satu kalimat menjadi kata; kata menjadi suku kata; suku

kata menjadi huruf-huruf.

ini dadu

ini dadu

i-ni

da-du

i-n-i

d-a-d-u

d) Metode SAS

SAS merupakan singkatan dari „‟Struktural Analitik Sintetik‟‟. Metode SAS merupakan salah satu jenis metode yang bisa digunakan untuk proses pembelajaran membaca menulis permulaan bagi siswa kelas rendah. Dalam


(44)

27

pelaksanaanya, metode ini dibagi dalam dua tahap, yaitu tanpa buku dan menggunakan buku. Secara utuh, proses SAS tersebut sebagi berikut.

ini bola

ini

bola

i―ni

bo―la

i―n―i

b―o―l―a

i―ni

bo―la

ini

bola

ini bola

Melihat prosesnya, metode ini merupakan campuran dari metode-metode membaca menulis permulaan. Beberapa manfaat sebagai kelebihan dari metode ini, di antaranya sebagai berikut.

a. Metode ini sejalan dengan prinsip linguistik (ilmu bahasa) yang memandang satuan bahasa terkecil yang untuk berkomunikasi adalah kalimat. Kalimat dibentuk oleh satuan-satuan bahasa dibawahnya, yaitu kata, suku kata, dan akhirnya fonem (huruf-huruf).

b. Metode ini mempertimbangkan pengalaman berbahasa siswa. Oleh karena itu, pengajaran akan lebih bermakna bagi siswa karena bertolak dari sesuatu yang dikenal dan diketahui siswa. Hal ini akan memberikan dampak positif terhadap daya ingat dan pemahaman siswa.

c. Metode ini sesuai dengan prinsip inkuiri (menemukan sendiri). Siswa mengenal dan memahami sesuatu berdasarkan hasil temuannya sendiri. Sikap seperti ini akan membantu siswa dalam mencapai kebrhasilan belajar.

Sejalan dengan pendapat di atas, Supriyadi dkk. (dalam Darmiyati Zuhcdi dan Budiasih, 1996/1997: 65) juga memandang bahwa metode SAS cocok untuk


(45)

28

pengajaran membaca menulis permulaan dengan alasan: 1) metode ini menganut prinsip ilmu bahasa umum, 2) metode ini mempertimbangkan pengalaman bahasa siswa, dan 3) metode ini menganut prinsip menemukan sendiri.

Dari beberapa metode membaca menulis permulaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode SAS untuk pengajaran membaca menulis permulaan.

9. Penilaian Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan a. Pengertian Penilaian

Penilaian menurut Saleh Abbas (2006: 146) merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.

Sedangkan penilaian menurut Nurgiantoro (dalam Darmiyati Zuchdi dan Budiasih, 1997: 121) merupakan alat atau kegiatan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Dalam pembelajaran bahasa, penilaian dapat dilakukan melalui tes dan non tes. Baik tes amupun non tes dapat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang siswa yang dinilai.

Jadi dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian merupakan suatu proses pegumpulan informasi (memperoleh, menganalisis, dan mennafsirkan) tentang hasil belajar yang dilakukan oleh siswa yang digunakan untuk pengambilan langkah selanjutnya.


(46)

29

b. Tujuan Penilaian

Menurut Saleh Abbas (2006: 146) terdapat beberapa tujuan penilaian diantaranya sebagai berikut.

a. Memantau pertumbuhan dan perkembangan kemampuan siswa

b. Mengetahui apakah siswa telah atau belum menguasai suatu kompetensi dasar tertentu, beberapa tingkat pencapaian kompetensi siswa. Hal ini berguna sebagai umpan balik bagi siswa saat mengetahui kemampuan dan kekurangannya, sehingga menimbulkan motivasi untuk memperbaiki hasil belajarnya

c. Mendiagnosis kesulitan belajar siswa sehingga memungkinkan dilakukannya pengayaan remidi

d. Mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilaksnakan. Hal ini akan mendorong guru melakukan refleksi agar memiliki kemampuan mengajar lebih baik

c. Penilaian Membaca Menulis Permulaan Kelas II SD

Membaca menurut Sabarti Akhadiah (1992/1993: 22) merupakan kegiatan yang terpadu yang mencakup beberapa kegiatan seperti mengenali huuruf dan kata-kata, menghubungkannya dengan bunyi serta maknanya, serta menarik kesimpulan mengenai maksud bacaan. Dalam pengajaran membaca, terdapat dua jenis membaca yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut/pemahaman. Untuk mengukur tingkat keberhasilan pengajaran membaca khususnya membaca permulaan maka digunakan teknik tes dan non tes. Untuk teknik tes pada pengajaran membaca permulaan, khususnya membaca nyaring diadakan untuk


(47)

30

mendapatkan informasi tentang kemampuan siswa dalam mengenal dan menyuarakan lambang-lambang bunyi dalam hubungan kalimat dengan intonasi yang wajar. Dengan demikian tes membaca permulaan lebih menekankan pada kemampuan teknisnya dan sifatnya individual. Untuk memberi nilai dapat digunakan pedoman penilaian dengan aspek yang dinilai: a) lafal, b) kelancaran, c) perhatian terhadap tanda baca, d) intonasi.

Penilaian membaca nyaring menurut Yeti Mulyati (2008: 46) meliputi siswa diminta untuk melafalkan lambang tertulis baik berupa lambang yang berupa, huruf, suku kata, kata, atau kalimat sederhana. Melalui tes ini, guru akan dapat menilai kemampuan siswa dalam mengidentifikasi lambang-lambang bunyi, melafalkannya, dan memaknainya

Menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1997: 123-124) tujuan penilaian membaca permulaan di kelas 2 SD mencakup tiga kemampuan sebagai berikut. a. Siswa mampu memahami cerita yang dibaca dan dapat mengajukan atau

menjawab pertanyaan, serta menceritakan kembali.

b. Siswa mampu memahami cerita yang dibaca dan dapat mengajukan atau menjawab pertanyaan, serta dapat menceritakan kembali.

c. Siswa mampu membaca puisi yang sesuai dengan anak.

Untuk mengevaluasi aspek pertama, guru dapat memberikan tugas kepada siswa untuk membaca nyaring (bersuara), untuk aspek kedua dievaluasi dengan cara memberikan bacaan berupa cerita sederhana yang sesuai dengan siswa. Evaluasi dapat dilakukan melalui: (1) pertanyaan dari guru tentang isi bacaan, (2) tugas menceritakan kembali bacaan yang dibaca, secara lisan, (3) memberikan


(48)

31

tugas membuat pertanyaan berdasarkan bacaan. Untuk tujuan aspek ketiga dapat diketahui melalui tugas membaca puisi sederhana yang disediakan guru, dengan bersuara. Adapun butir-butir yang perlu diperhatikan dalam bacaan puisi mencakup: a) pelafalan, b) kesesuaian intonasi dengan isi yang terkandung dalam puisi, c) kelancaran, d) kejelasan suara.

Sedangkan menulis dibedakan menjadi menulis permulaan dan menulis lanjut. Menurut Sabarti Akhadiah (1992/1993:149-151) tujuan dari penilaian atau evaluasi menulis permulaan agar dapat diperoleh informasi tentang kemampuan siswa dalam menuliskan lambang-lambang bunyi dalam hubungan kalimat, sesuai dengan aturan ejaan yang sudah diajarkan (huruf besar pada awal kalimat, tanda titik, tanda seru, tanda tanya pada akhir kalimat, dan sebagainya). Untuk memberi nilai dapat digunakan pedoman penilaian dengan aspek yang dinilai meliputi: a) kejelasan penulisan huruf, b) ketepatan penggunaan ejaan, c) ketepatan menggunakan kalimat, d) kerapian.

Sedangkan menurut Darmiyati Zuchdi dan Budiasih (1996/1997: 125-127) tujuan penilaian menulis permulaan di kelas 2 SD sama dengan kelas 1 SD tetapi lebih bersifat pragmatik yang mencakup tiga kemampuan sebagai berikut.

a. Siswa mampu menuliskan kata-kata dan kalimat sederhana.

b. Siswa mampu menuliskan kegiatan sehari-hari dengan kalimat sederhana. c. Siswa mampu menceritakan dan menulis tentang benda-benda yang dikenal

di sekitarnya dengan kalimat sederhana.

Untuk mengevaluasi ini dialakukan dengan pemberian tugas membuat kalimat-kalimat sederhana untuk menyatakan perasaan, pesan, keinginan, atau


(49)

32

dapat juga siswa diminta membuat/menuliskan suatu dialog dengan kalimat da nisi sesuai dengan kemampuan siswa.

Dari beberapa pendapat di atas, maka peneliti menggunakan penilaian berupa tes. Peneliti memodifikasi penialaian dengan menyederhanakan pendapat dari Sabarti Akhadiah M.K, dkk., Yeti Mulyati, Darmiyati Zuchdi dan Budiasih. Dalam penilaian membaca menulis permulaan aspek yang dinilai meliputi: 1) lafal, 2) intonasi, 3) kelancaran, 4) keberanian, 5) kejelasan penulisan kata, 6) ketepatan penggunaan ejaan, 7) kelengkapan penulisan kata, 8) kerapian.

B. Tinjauan tentang Model Pembelajaran Quantum Teaching

1. Pengertian Model Pembelajaran

Trianto (2011: 52) berpendapat bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar. Fungsi dari model pembelajaran ini adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajaran dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Pemilihan model pembelajaran ini dipengaruhi sifat materi dan materi yang akan guru ajarkan, tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut, dan kemampuan dari peserta didik.

Agus Suprijono (2011: 46) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan suatu pola yang digunakan oleh guru sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelompok maupun tutorial. Jadi dalam melaksanakan pembelajaran guru menggunakan model-model pembelajaran. Karena dalam pelaksanaan pembelajaran guru mengalami kesulitan sehingga


(50)

33

dengan adanya pola yang terbentuk dari model-model pembelajaran tersebut memudahkan guru dalam melaksanakan pembelajaran di kelas.

Pendapat lain menurut Syaiful Sagala (2010: 176) model mengajar merupakan kerangka konseptual yang didalamnya berisi prosedur sistematik dan pengorganisasian dari pengalaman belajar siswa dalam mencapai tujuan belajar tertentu yang memiliki fungsi sebagai pedoman untuk guru dalam melaksanakan proes belajar mengajar.

Dari uraian pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa hekekat model pembelajaran adalah suatu pola yang digunakan oleh guru sebagai perancang pembelajaran dalam menyususn dan melaksanakan pembelajaran dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

2. Pengertian Model Quantum Teaching

Bobbi DePorter, Mark R, dan Sarah S.N (2001:16) mendefinisikan

Quantum Teaching sebagai interaksi-interaksi yang mengubah energi menjadi cahaya. Semua kehidupan adalah energi. Tubuh kita secara fisik adalah materi.

Quantum Teaching menggabungkan sugestologi, teknik pemercepatan belajar, NLP (Neurolinguistik) dengan teori, keyakinan, dan metode belajar. Model

Quantum Teaching menjadi seperangkat metode dan falsafah belajar yang terbukti efektif untuk semua umur dan kelas.

Menurut Menurut Aris Shoimin (2014: 138) Quantum Teaching

merupakan penggubahan gaya belajar yang meriah, dengan segala nuansanya.

Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan antara, interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pda


(51)

34

hubungan dinamis pada lingkungan kelas, interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar. Quantum Teaching pertama kali digunakan di Supercamp.

Supercamp dalam pembelajarannya menggunakan pola pembelajaran yang menggabungkan percaya diri, keterampilan belajar dan keterampilan berkomunikasi dalam lingkugan yang menyenangkan. Tujuan pokok Quantum Teaching yaitu meningkatkan partisipasi siswa melalui penggubahan keadaan, meningkatkan motivasi dan minat belajar, meningkatkan daya ingat dan meningkatkan rasa kebersamaan, meningkatkan daya dengar, dan meningkatkan kehalusan perilaku.

Sedangakn model pembelajaran Quantum Teaching menurut Hamruni (2012: 56) merupakan model yang menggabungkan sugestologi, teknik, pemercepatan belajar, dan NLP dengan teori, keyakinan, dan metode yang spesifik. Quantum Teaching merancang suatu pembelajaran secara harmonis dengan mengombinasikan unsur keterampilan akademis, prestasi fisik, dan keterampila dalam hidup. Falsafah yang digunakan adalah agar belajar bisa berhasil dengan efektif, maka aktivitas belajar harus menyenangkan. Untuk mendukung falsafah tersebut, dipersiapkan lingkungan yang kondusif, sehingga semua siswa dapat merasa penting, aman dan nyaman selama belajar.

Berdasarkaan pendapat para ahli di atas dapat dsimpulkan bahwa model pembelajaran Quantum Teaching merupakan model pembelajaran yang menekankan pada penciptaan lingkungan belajar siswa yang nyaman dan menyenangkan sehingga merangsang fungsi otak siswa. Dengan tindakan tersebut


(52)

35

memungkinkan siswa untuk belajar dengan kecepatan yang mengesankan melalui upaya yang normal dan dibarengi dengan kegembiraan.

3. Prinsip Model Pembelajaran Quantum Teaching

Metode pembelajaran Quantum Teaching memiliki beberapa prinsip yang harus diketahui oleh seorang guru. Menurut Bobbi DePorter, Mark R, dan Sarah S.N (2010: 36), prinsip-prinsip Quantum Teaching ada lima. Prinsip-prinsip tersebut akan diuraikan seperti dibawah ini.

1) Segalanya berbicara

Segalanya berbicara mulai dari lingkungan kelas hingga gerakan tubuh anda mengirimkan pesan tentang belajar yang akan disampaikan dalam pembelajaran. Sehingga gerakan tubuh dapat dijadikan alat bantu untuk menyampaikan materi pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran tidak hanya guru yang berhak berbicara, akan tetapi siswa juga mempunyai hak untuk bicara. Hak siswa berbicara untuk saling berargumentasi dan bertanya tentang materi pelajaran yang diajarkan. 2) Segalanya bertujuan

Seorang guru atau siswa harus mempunyai tujuan dalam suatu pembelajaran. Seorang guru harus mempunyai tujuan yang jelas dalam menyusun materi pembelajaran yang akan diberikan pada siswa. Siswa juga harus tahu apa tujuan dari meraka mempelajari materi yang diajarkan oleh guru. Hal ini agar guru maupun siswa tidak melenceng dari tujuan utama melakukan proses pembelajaran suatu materi.


(53)

36 3) Pengalaman sebelum pemberian nama

Proses belajar paling baik terjadi ketika siswa telah mengalami informasi sebelum mereka pelajari, karena otak manusia berkembang yang akhirnya menggerakkan rasa ingin tahu. Sehingga seorang guru harus memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi diawal pelajaran. Sehingga siswa akan berfikir untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang diberikan.

4) Akui setiap usaha

Menghargai setiap usaha siswa baik itu besar maupun kecil. Seorang siswa yang bertanya atau menjawab pertanyaan baik salah atau benar, mereka patut mendapat pengakuan atas kecakapan dan kepercayaan diri mereka. Sehingga hal ini akan mendorong siswa lebih giat lagi dalam belajar dan akan menumbuhkan motivasi belajar siswa yang tinggi.

5) Jika layak dipelajari, maka layak pula dirayakan

Rayakan atas keberhasilan siswa dalam mempelajari suatu materi yang disampaikan dengan baik, sehingga siswa dapat menguasai materi tersebut. Perayaan memberikan umpan balik mengenai kemajuan dan meningkatkan asosiasi emosi positif dengan belajar. Sebagai seorang pendidik harus memberikan pujian kepada siswa yang aktif berinteraksi pada saat pelajaran, baik bertanya maupun menjawab pertanyaan tentang materi yang disampaikan.

Penggunaan model pembelajaran Quantum Teaching dapat membantu siswa belajar dengan baik dan menumbuhkan motivasi belajar. Metode pembelajaran Quantum Teaching melibatkan semua aspek kepribadian manusia, pikiran, perasaan, dan bahasa tubuh. Pembelajaran yang menarik dan meriah tidak


(54)

37

akan membuat bosan saat proses belajar mengajar berlangsung. Hal ini tentunya membuat siswa menyukai pelajaran yang diajarkan.

4. Karakteristik Model Pembelajaran Quantum Teaching

Secara umum, menurut Bobbi DePorter, Mark R, dan Sarah S.N (2001: 52) Quantum Teaching (pembelajaran kuantum) mempunyai karakteristik sebagai berikut.

1) Berpangkal pada psikologi kognitif. 2) Bersifat humanistik

Manusia selaku pembelajar menjadi pusat perhatian. Potensi diri, kemampuan pikiran, daya motivasi dan sebagainya dari pembelajar dapat berkembang secara optimal dengan meniadakan hukuman dan hadiah karena semua usaha yang dilakukan pembelajar dihargai. Kesalahan sebagai manusiawi. 3) Bersifat konstruktivistis

Artinya memadukan, mensinergikan, dan mengkolaborasikan faktor potensi diri manusia selaku pembelajar dengan lingkungan (fisik dan mental) sebagai konteks pembelajaran. Oleh karena itu, baik lingkungan maupun kemampuan pikiran atau potensi diri manusia harus diperlakukan sama dan memperoleh stimulan yang seimbang agar pembelajaran berhasil baik.

4) Memusatkan perhatian pada interaksi yang bermutu dan bermakna.

Dalam proses pembelajaran dipandang sebagai penciptaan intekasi-interaksi bermutu dan bermakna yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran yang dapat mengubah energi kemampuan pikiran dan bakat alamiah pembelajar menjadi cahaya yang bermanfaat bagi keberhasilan pembelajar.


(55)

38

5) Menekankan pada pemercepatan pembelajaran dengan taraf keberhasilan tinggi.

Dalam prosesnya menyingkirkan hambatan dan halangan sehingga menimbulkan hal-hal yang seperti: suasana yang menyengkan, lingkungan yang nyaman, penataan tempat duduk yang rileks, dan lain-lain.

6) Menekankan kealamiahan dan kewajaran proses pembelajaran.

Dengan kealamiahan dan kewajaran menimbulkan suasana nyaman, segar sehat, rileks, santai, dan menyenangkan serta tidak membosankan.

7) Menekankan kebermaknaan dan dan kebermutuan proses pembelajaran. Dengan kebermaknaan dan kebermutuan akan menghadirkan pengalaman yang dapat dimengerti dan berarti bagi pembelajar, terutama pengalaman perlu diakomodasi secara memadai.

8) Memiliki model yang memadukan konteks dan isi pembelajaran.

Konteks pembelajaran meliputi suasana yang memberdayakan, landasan yang kukuh, lingkungan yang mendukung, dan rancangan yang dinamis. Sedangkan isi pembelajaran meliputi: penyajian yang prima, pemfasilitasan yang fleksibel, keterampilan belajar untuk belajar dan keterampilan hidup.

9) Menyeimbangkan keterampilan akademis, keterampilan hidup dan prestasi material.

10)Menanamkan nilai dan keyakinan yang positif dalam diri pembelajar.

Ini mengandung arti bahwa suatu kesalahan tidak dianggapnya suatu kegagalan atau akhir dari segalanya. Dalam proses pembelajarannya


(56)

39

dikembangkan nilai dan keyakinan bahwa hukuman dan hadiah tidak diperlukan karena setiap usaha harus diakui dan dihargai.

11)Mengutamakan keberagaman dan kebebasan sebagai kunci interaksi.

Dalam prosesnya adanya pengakuan keragaman gaya belajar siswa dan pembelajar.

12)Mengintegrasikan totalitas tubuh dan pikiran dalam proses pembelajaran, sehinga pembelajaran bias berlangsung nyaman dan hasilnya lebih optimal.

5. Kelebihan Model Pembelajaran Quantum Teaching

Menurut Aris Shoimin (2014:145-146) terdapat beberapa kelebihan pembelajaran Quantum Teaching, diantaranya sebagai berikut.

1) Dapat membimbing peserta didik kearah berpikir sama dalam satu saluran pikiran yang sama.

2) Karena Quantum Teaching lebih melibatkan siswa, saat proses pembelajaran perhatian murid dapat dipusatkan kepada hal-hal yang dianggap penting oleh guru sehingga hal yang penting itu dapat diamati secara teliti.

3) Karena gerakan dan proses dipertunjukkan maka tidak memerlukan keterangan-keterangan yang banyak.

4) Proses pembelajaran menjadi lebih nyaman dan menyenangkan.

5) Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dan kenyataan, dan dapat mencoba melakukan sendiri.

6) Karena model pembelajaran Quantum Teaching membutuhkan kreativitas dari seorang guru untuk merangsang keinginan bawaan siswa untuk belajar, secara tidak langsung guru terbiasa untuk berfikir kreatif setiap harinya.


(57)

40

7) Pelajaran yang diberikan oleh guru mudah diterima atau dimenegerti oleh siswa

Sedangkan menurut Miftahul A‟la (2010: 41-43), ada empat keunggulan model pembelajaran Quantum Teaching yang cukup menonjol diantaranya adalah sebagai berikut.

1) Adanya unsur demonstrasi dalam pengajaran. Pembelajaran Quantum Teaching memberikan kesempatan yang luas pada seluruh siswa untuk terlibat aktif dan partisipasi dalam tahapan-tahapan kajian terhadap suatu mata pelajaran

2) Adanya kepuasan pada diri siswa.

3) Ada unsur pemantapan dalam menguasai materi atau suatu keterampilan yang diajarkan.

4) Adanya unsur kemampuan dalam merumuskan temuan yang dihasilkan siswa, dalam bentuk konsep, teori, model, dan sebagainya.

6. Langkah-langkah Model Pembelajaran Quantum Teaching

Dalam menerapkan model pembelajaran Quantum Teaching menurut Miftahul A‟la (2010: 33-40) terdapat langkah-langkah pembelajaran sebagai berikut.

1) Pengkondisian awal

Melalui pengkondisian awal akan memungkinkan dilaksanakannya proses pembelajaran yang lebih baik. Kegiatan yang dilakukan dalam pengkondisian awal meliputi: penumbuhan rasa percaya diri siswa, motivasi diri, menjalin hubungan, dan keterampilan belajar.


(58)

41 2) Penyusunan rancangan pembelajaran

Tahap ini sama artinya dengan tahap persiapan dalam pembelajaran biasa. Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah penyiapan alat dan pendukung lainnya, penentuan kegiatan selama proses belajar mengajar, dan penyusunan evaluasi.

3) Pelaksanaan metode pembelajaran Quantum Teaching

Tahap ini merupakan inti penerapan model pembelajaran Quantum Teaching. Kegiatan dalam tahap ini meliputi T-A-N-D-U-R yang dijelaskan sebagai berikut.

a. Penumbuhan minat (T= Tumbuhkan minat)

Dalam tahap ini, guru berperan penting dalam menumbuhkan minat belajar peserta didiknya, agar nantinya dapat menumbuhkan rasa ingin tahu dari diri siswa sehingga mampu meningkatkan minat belajar dari peserta didik tersebut. b. Pemberian pengalaman umum (A= Alami)

Pada langkah ini guru memberikan kesempatan siswa untuk menceritakan pengalaman yang telah siswa alami terkait dengan materi yang akan diajarkan, sehingga ada motivasi dari siswa yang pernah mengenal materi tersebut untuk lebih mengembangkan pengalamannya juga bagi yang sama sekali belum pernah mengenal menjadi lebih tertarik dan tertantang untuk mempelajarinya.

c. Penamaan atau penyajian materi (N= Namai)

Pada kegiatan ini guru menyampaikan materi yang akan dipelajari secara lengkap setelah siswa menceritakan pengalaman yang telah diperoleh sehingga dalam penamaan siswa telah memiliki bekal dan penguasaan materi oleh siswa


(59)

42

dapat lebih maksimal. Untuk menghindari kebosanan dan untuk menggali kemampuan siswa, dalam penyajian materi guru menggunakan metode ceramah bermakna dan guru hanya sebagai fasilitator.

d. Demonstrasi pengetahuan siswa (D = Demonstrasi)

Demonstrasi dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mempresentasikan hasil tugas mandiri yang telah diberikan oleh guru sebelumnya, baik kepada teman kelompoknya maupun kepada seluruh siswa. Dengan cara ini, diharapkan rasa percaya diri siswa lebih meningkat karena diberi kesempatan untuk menunjukkan “hasil karyanya” (hasil tugas mandiri).

e. Pengulangan yang dilakukan oleh siswa (U = Ulangi)

Pengulangan dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengulas kembali materi yang telah disampaikan oleh guru, caranya dengan bercerita kepada teman kelompoknya maupun kepada seluruh siswa. Dengan demikian siswa yang tidak memperhatikan guru saat mengajar dapat dihindari, karena setelah guru memberikan materi maka guru akan menunjuk salah seorang siswa untuk menjelaskan kembali materi yang telah diberikan dengan penjelasan dan atau dengan mempraktikan langsung.

f. Perayaan atas usaha siswa (R = Rayakan)

Perayaan merupakan salah satu bentuk motivasi yang dilakukan oleh guru dengan memberikan pujian kepada siswa yang berhasil maupun yang tidak berhasil menjawab pertanyaan dan tidak secara langsung menyalahkan jawaban siswa yang kurang tepat, selain itu perayaan dilakukan dengan melakukan tepuk tangan bersama-sama ketika jam pelajaran berakhir. Kondisi ini diharapkan dapat


(60)

43

menumbuhkan semangat belajar. Begitu pula jika ada yang tidak berhasil juga diberikan pujian atas usaha yang dilakukan agar tidak patah semangat dan lebih giat lagi berlatih.

4) Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan terhadap proses dan produk untuk melihat keefektifan model pembelajaran yang digunakan. Langkah- langkah pembelajaran metode pembelajaran ceramah bermakna dan dilaksanakan dengan tahap- tahap sebagai berikut.

a. Guru mengecek pengetahuan siswa tentang materi yang akan diajarkan

b. Guru menerangkan dan menyampaikan materi pelajaran di depan kelas dengan metode ceramah, di sini siswa mendengarkan apa yang disampaikan guru dan mencatat hal-hal yang penting di buku tulis.

c. Guru memberikan contoh soal dan mengadakan tanya jawab pada siswa tentang materi.

d. Guru memberikan latihan soal atau memberi pekerjaan rumah.

e. Guru dan siswa secara bersama- sama membahas hasil pekerjaan siswa dan mengambil kesimpulan.

f. Guru mengadakan evaluasi.

Sedangkan menurut Menurut Aris Shoimin (2014: 142-145) terdapat langkah-langkah pembelajaran Quantum Teaching meliputi adalah sebagai berikut.


(61)

44

a. Guru wajib memberi keteladanan sehingga layak menjadi panutan bagi peserta didik, berbicaralah yang jujur, jadi pendengar yang baik, dan selalu gembira (tersenyum).

b. Guru harus membuat suasana belajar yang menyenangkan atau menggembirakan. Ini karena “learning is most effective when it’s fun”. Kegembiraan di sini berarti bangkitnya minat, adanya keterlibatan penuh, serta terciptanya makna, pemahaman (penguasaan atas materi yang dipelajari), dan nilai yang membahagiakan pada diri peserta didik.

c. Lingkungan belajar yang aman, nyaman, dan bisa membawa kegembiraan yaitu sebagai berikut.

1) Pengaturan meja kursi diubah dengan berbagai bentuk seperti bentuk U atau lingkaran

2) Beri tanaman atau hiasan lain di luar maupun di dalam kelas

3) Pengecatan warna ruangan, meja, dan kursi yang menjadi keinginan dan kebanggaan kelas.

4) Ruangan kelas dihiasi dengan poster yang isinya slogan, kata mutiara pemacu semangat, misalnya kata: “Apa pun yang dapat Anda lakukan atau ingin Anda lakukan, mulailah. Keberanian memiliki kecerdasan, kekuatan, dan keajaiban di dalamnya.”

d. Guru memahami bahwa perasaan dan sikap siswa akan terlibat dan berpengaruh kuat pada proses belajar. Guru dapat memengaruhi suasana emosi siswa dengan cara sebagai berikut.


(62)

45

1) Kegiatan-kegiatan pelepas stress seperti menyanyi bersama, mengadakan permainan, dan sebagainya.

2) Aktivitas-aktivitas yang menambah kekompakan seperti tur, makan bersama, dan sebagainya.

3) Menyediakan forum bagi emosi untuk dikenali dan diungkapkan, yaitu melalui bimbingan konseling, baik petugas BP/BK maupun guru

e. Memutar musik ketika proses belajar mengajar berlangsung. Namun sekali-kali akan diputarkan instrumental dan bisa diselingi jenis music lain untuk bersenang-senang dan jeda selama pembelajaran.

f. Sikap guru kepada peserta didik adalah sebagai berikut.

1) Pengarahan “Apa manfaat materi pelajaran ini bagi peserta didik” dan tujuan.

2) Perlakuan peserta didik sebagai manusia sederajat.

3) Selalu menghargai setiap usaha dan merayakan hasil kerja peserta didik. 4) Mendukung peserta 100% dan ajak semua anggota kelas untuk saling

mendukung.

5) Memberi peluang peserta didik untuk mengamati dan merekam data hasil pengamatan, menjawab pertanyaan dan mempertanyakan jawaban, menjelaskan sambil memberikan argumentasi, dan sejumlah penalaran. g. Terapkan 8 kunci keunggulan ini ke dalam rencana pembelajaran setiap hari.

Kaitkan kunci-kunci ini dengan kuriikulum.

1) Integritas: bersikap jujur, tulus, dan menyeluruh. Perilaku guru selaras dengan nilai-nilai tersebut.


(63)

46

2) Kegagalan awal kesuksesan. Memahami bahwa kegagalan hanya memberikan informasi yang guru butuhkan untuk sukses.

3) Berbicara dengan niat baik. Berbicara dengan pengertian positif, bertanggung jawab untuk berkomunikasi yang jujur dan lurus.

4) Hidup pada saat ini: memusatkan perhatian pada saat ini dengan sebaik-baiknya.

5) Komitmen:penuhi janji dan kewajiban, laksanakan visi dan lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan.

6) Tanggung jawab: bertanggung jwab atas tindakan guru.

7) Sikap luwes dan fleksibel: bersikap terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu guru memperoleh hasil yang diinginkan.

8) Keseimbangan: menjaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa. Menyisihkan waktu untuk membangun dan memelihara tiga bidang ini. h. Guru merupakan quantum teacher dalam berkomunikasi mempunyai

ciri-cirisebagai berikut.

1) Antusias: menampilkan semangat untuk hidup 2) Berwibawa: menggerakan orang.

3) Positif: melihat peluang setiap saat.

4) Supel: mudah menjalin hubungan dengan beragam peserta didik. 5) Humoris: berhati lapang untuk menerima kekalahan.


(64)

47

7) Menerima: mencari di balik tindakan dan penampilan luar untuk menemukan nilai-nilai inti.

8) Fasih: berkomunikasi dengan jelas, ringkas, dan jujur. 9) Tulus: memiliki niat dan motivasi positif.

10)Spontan: dapat mengikuti irama dan tetap menjaga hasil.

11)Menarik dan tertarik: mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup peserta didik dan peduli akan diri peserta didik.

12)Menganggap peserta didik “mampu” : percaya akan keberhasilan peserta didik.

13)Menentapkan dan memelihara harapan tinggi: membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap peserta didik untuk berusaha sebaik mungkin.

i. Semua peserta didik diusahakan untuk memiliki modul/buku sumber belajar lainnya, dan buku yang bisa dipinjam dari perpustakaan.

j. Dalam melakukan penilaian, guru harus berorientasi pada:

1) Acuan/patokan. Semua kompetensi perlu dinilai sesuai dengan acuan kriteria berdasarkan indicator hasil belajar.

2) Ketuntasan belajar. Ketuntasan belajar ditetapkan dengan ukuran atau tingkat pencapaian kompetensi yang memadai dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai prasyarat penguasaan kompetensi berikutnya.

3) Metode penilaian dengan menggunakan variasi, antara lain: tes tertulis, observasi, wawancara, portofolio, dan demonstrasi.


(65)

48

7. Penerapan Model Quantum Teaching dalam Pembelajaran Membaca Menulis Permulaan (MMP)

Dalam pembelajaran membaca menulis permulaan ini, peneliti menerapkan model Quantum Teaching dengan langkah-langkah yang memodifikasi dari pendapat Miftahul A‟la dan Aris Shoimin sebagai berikut. a. Pengkondisian awal

Kegiatan yang dilakukan dalam pengkondisian awal dengan menyanyikan lagu sesuai dengan tema dan sub tema pembelajaran. Untuk selanjutnya menuju pada kegiatan apersepsi. Guru menginformasikan tema, sub tema, dan tujuan pembelajaran.

b. Pelaksanaan metode pembelajaran Quantum Teaching

Tahap ini merupakan inti penerapan model pembelajaran Quantum Teaching. Kegiatan dalam tahap ini meliputi T-A-N-D-U-R yang meliputi:

1) Penumbuhan minat (T= Tumbuhkan minat)

Dalam tahap ini, guru memperkenalkan materi dengan bentuk permaian tebak gambar yang dilakukan oleh siswa. Kegiatan tebak gambar ini didukung dengan kotak yang didesain menjadi kotak yang berwarna dan menarik sehingga para siswa antusias dan termotivasi untuk melakukan permaina. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ahmad Rofi‟uddin dan Darmiyati Zuchdi (1998/1999:38) yang menyatakan bahwa salah satu alernatif yang dapat digunakan guru untuk menarik perhatian siswa adalah dengan memanfaatkan permainan dalam kegiatan pembelajaran membaca menulis.


(66)

49 2) Pemberian pengalaman umum (A= Alami)

Pada langkah ini guru memberikan contoh kepada siswa cara membaca menulis yang benar. Guru menunjuk beberapa perwakilan siswa untuk membaca menulis. Hal ini dilakukan oleh guru supaya siswa benar-benar memperhatikan dan meresapi apa yang mereka peroleh saat proses pembelajaran membaca menulis.

3) Penamaan atau penyajian materi (N= Namai)

Pada kegiatan ini siswa mencoba apa yang siswa lihat. Guru juga memberikan bimbingan kepada siswa ketika proses membaca menulis berlangsung.

4) Demonstrasi pengetahuan siswa (D = Demonstrasi)

Pada langkah demonstrasi, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS) secara berkelompok dilanjutkan dengan mempresentasikan hasil diskusi dari tugas mandiri yang telah diberikan oleh guru sebelumnya, baik kepada teman kelompoknya maupun kepada seluruh siswa. Dengan cara ini, diharapkan rasa percaya diri siswa lebih meningkat karena diberi kesempatan untuk menunjukkan “hasil karyanya” (hasil tugas mandiri).

5) Pengulangan yang dilakukan oleh siswa (U = Ulangi)

Pengulangan dilakukan dengan cara memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengulang kembali kegiatan membaca. Kegiatan ini dilakukan secara individu. Selain itu juga memiliki tujuan untuk mengevaluasi seberapa besar peningkatan kemampuan membaca menulis siswa.


(1)

224


(2)

225


(3)

226


(4)

227


(5)

228


(6)

229