serviks uteri dan karsinoma korporis uteri Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008. Walaupun lazim dianjurkan, di Indonesia, insiden kanker serviks masih tinggi yaitu
sekitar 65 penderita berada dalam stadium lanjut Suwiyoga, 2007. Salah satu alasan mengapa hal ini bisa terjadi adalah karena jumlah wanita Indonesia yang
mendapatkan pelayanan ini masih terlalu sedikit. Ini adalah berdasarkan estimasi data yang dikeluarkan WHO tahun 2008, di mana dikatakan hanya 5 wanita di ne gara-
negara berkembang, termasuk Indonesia yang datang untuk mendapatkan pelayanan Pap Smear. Sedangkan di negara -negara maju, hampir 70 wanita melaksanakan
pemeriksaan ini Octavia, 2009. Sebuah penelitian yang dilakukan di kelurahan Petisah Tengah, Medan, 31.8 dari kelompok ibu yang diteliti memiliki pengetahuan
yang buruk dan hanya 5.5 kelompok ibu yang memiliki pengetahuan yang baik tentang Pap smear Octavia, 2009.
Dengan melihat angka wanita yang mengerjakan Pap smear masih cukup rendah di Indonesia, termasuk di Medan, serta jumlah kejadian kanker serviks yang
masih cukup tinggi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengetahuan kelompok ibu -ibu di daerah Komplek Pondok Surya tentang Pap smear
sebagai salah satu usaha dalam m encegah kanker serviks.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah bagaimanakah tingkat pengetahuan ibu -ibu tentang Pap smear sebagai upaya
mencegah kanker serviks.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu -ibu di Komplek Pondok Surya tentang Pap smear sebagai upaya mencegah kanker serviks.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan khusus
1. Mengetahui karakteristik ibu -ibu yang terlibat dalam sampel penelitian berdasaarkan usia, pekerjaan, pendidikan dan pendapatan.
2. Untuk mengetahui proporsi ibu -ibu yang melakukan tindakan Pap smear.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk : 1. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan tentang Pap smear pada wanita di
Komplek Pondok Surya. 2. Sebagai informasi tambahan di Komplek Pondok Surya dalam upaya memberikan
penyuluhan tentang Pap smear kepada masyarakat khususnya wanita. 3. Sebagai informasi untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan de ngan topik
yang sama.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kanker Serviks 2.1.1. Definisi
Kanker serviks adalah kanker primer serviks kanalis servikalis dan atau porsio. Kanker pada kehamilan merupakan hal yang jarang akan tetapi kanker
serviks merupakan keganasan yang paling sering dijumpai pada kehamilan. Insidensi kanker serviks adalah 1,2 kasus per 10.000 kehamilan pada saat kehamilan saja dan
4,5 kasus per 10.000 kehamilan hingga 12 bulan pasca persalinan Andrijono, 2007.
2.1.2. Etiologi
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik,
diantaranya yang penting adalah jarang ditemukan pada perawan virgo, insidensi yang tinggi pada mereka yang kawin da ri pada yang tidak kawin, terutama pada gadis
yang koitus pertama dialami pada usia sangat muda dibawah 16 tahun, insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan terlampau dekat,
mereka dari golongan sosial ekonomi rendah, hig iene seksual yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti - ganti pasangan, jarang dijumpai pada masyarakat yang
suaminya di sirkumsisi sering ditemukan pada perempuan yang mengalami infeksi virus Human Papilloma Virus HPV tipe 16 atau 18.
Walaupun kanker serviks umumnya diderita oleh perempuan dalam umur lanjut, kadang-kadang dijumpai pula pada perempuan yang lebih muda. Biasanya
penderita tidak menjadi hamil, jika ditemukan, umumnya pada multigravida yang pernah melahirkan 4 atau lebih.
Kanker serviks memberi pengaruh tidak baik dalam kehamilan, Karena serviks kaku oleh jaringan kanker, persalinan kala satu mengalami hambatan. Ada
kalanya tumor lunak dan hanya terbatas pada sebagian serviks, sehingga pembukaan
Universitas Sumatera Utara
bisa menjadi lengkap dan anak lahir spo ntan. Selain itu, dapat pula terjadi ketuban pecah dini dan inersia uteri. Dalam masa nifas sering terjadi infeksi.
Selain kemandulan, sering pula terjadi abortus akibat infeksi, perdarahan, dan hambatan dalam pertumbuhan janin karena neoplasma tersebut. A pabila penyakit ini
tidak diobati, pada kira -kira dua pertiga diantar para penderita, kehamilannya dapat mencapai cukup bulan. Kematian janin dapat pula terjadi.
Dahulu disangka bahwa kehamilan menyebabkan tumor bertumbuh lebih cepat dan penyebabkan progn osis menjadi lebih buruk. Akan tetapi, ternyata bahwa
kehamilan sendiri tidak mempengaruhi kanker serviks Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008.
Seorang yang merokok, maka akan lebih beresiko untuk mengalami kanker serviks sel skuamosa. Para peneliti tela h menemukan bahan kimia penyebab kanker
benzopyrene dari asap rokok di lendir leher rahim wanita yang merokok. Mereka beranggapan bahwa bahan kimia ini merusak serviks. Ada sel -sel di lapisan leher
rahim yang disebut sel -sel Langerhans yang secara khusus membantu melawan penyakit. Sel-sel ini tidak bekerja dengan baik pada perokok. Jika anda terinfeksi
dengan HPV beresiko tinggi dan anda merokok, kemungkinan anda untuk memiliki sel-pra kanker atau kanker di leher rahim adalah sebanyak dua kali lipat. Sel -sel
Langerhans yang kurang berfungsi, dan sering tidak mampu melawan virus dan melindungi sel-sel leher rahim dari perubahan genetik yang dapat menyebabkan
kanker Cancer Research UK, 2009.
2.1.3. Epidemiologi
Saat ini di seluruh dunia diperkirakan le bih dari 1 juta perempuan menderita kanker leher rahim dan 3 -7 juta orang perempuan memiliki lesi prekanker derajat
tinggi High Grade dysplasia Sankaranarayanan, 2001. Penelitian WHO tahun 2005 menyebutkan, terdapat lebih dari 500.000 kasus baru, dan 2 60.000 kasus
kematian akibat kanker leher rahim, 90 diantaranya terjadi di negara berkembang. Pada tahun 2008 diperkirakan setiap harinya ada 38 kasus baru kanker serviks dan 21
Universitas Sumatera Utara
orang perempuan yang meninggal karena kanker serviks di Indonesia. Pada tahun 2025 diperkirakan kasus baru kanker serviks di Indonesia akan meningkat sebesar
74, sementara secara keseluruhan prevalensinya akan meningkat sebesar 49. Pada tahun 2008, terdapat 530 202 kasus baru kanker serviks di seluruh dunia. Dengan
jumlah itu berarti diperkirakan akan didapatkan sekitar 1 kasus baru kanker serviks setiap menitnya di dunia. Secara keseluruhan diperkirakan insidensi kanker serviks di
seluruh dunia adalah sebesar 16,2 per 100 000 penduduk WHO, 2010. Angka insidens tertinggi ditemuk an di negara-negara Amerika bagian Tengah dan Selatan,
Afrika Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara dan Melanesia. Di Indonesia, kanker leher rahim merupakan keganasan yang paling banyak ditemukan dan merupakan penyebab
kematian utama pada perempuan dalam tig a dasa warsa terakhir Aziz, 2001. Data yang diperoleh di RSUP Haji Adam Malik Medan dari tahun 2001 -2009 bahwa kasus
kanker seviks tiap tahunnya meningkat Rahmi, 2004.
2.1.4. Diagnosis
Diagnosis defenitif ditegakkan berdasarkan :
Biopsi punch dari lesi serviks yang luas. Namun, masih kontroversi, apakah masih dilakukan bila telah ada bukti kanker serviks invasif dari pemeriksaan
kolposkopi, dan apakah dilakukan pada semua lesi servikal yang dapat dideteksi dengan kolposkopi.
Evaluasi yang tepat dari a pusan normal, pemeriksaan sitologi vagina yaitu
Pap smear diambil dari dinding vaginna atau dari serviks. Untuk deteksi diambil dengan spatel ayre atau kapas lidi kemudian dibuat sediaan apus kaca
benda yang bersih dan segera diberi alkohol 95. Dikirim k e laboratorium.
Evaluasi kolposkopi, dua alat pembesar optik loupe yang ditempatkan pada penyangga. yang terbuat dari besi.
Universitas Sumatera Utara
Biopsi kerucut Cone biopsy, dilakukan pada keadaan khusus terimester
kedua dan diagnosis tidak dapat ditegakkan berdasarkan pem eriksaan lain Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008.
2.1.5. Stadium dan Klasifikasi
Derajat differensiasi kanker serviks merupakan hasil penilaian mikroskopis sel kanker berdasarkan jumlah sel yang mengalami mitosis, kemiripan bentuk sel
ganas dengan sel asal, dan susunan homogenitas dari sel Damjanov, 2007. Nomenklatur yang dipakai dalam menentukan derajat differensiasi ini adalah dengan
penomoran:
Grade I untuk kanker dengan diferensiasi baik well differentiated di mana sel kanker masih mirip dengan sel asalnya;
Grade II untuk kanker dengan differensiasi moderat moderatelyintermediate
differentiated;
Grade III untuk kanker dengan differensiasi jelek poorly differentiated;
Grade IV untuk kanker anaplastik atau undifferentiated. Umumnya Grade III dan Grade IV digabung menjadi satu dan dikategorikan
sebagai high grade Damjanov, 2007. Pada tabel 2.1. dapat dilihat klasifikasi kanker serviks berdasarkan klasifikasi
FIGO 2000 yang dilan dasi oleh hasil pemeriksaan fisik dan pencitraan. Pada kehamilan, penentuan diagnosis lebih rumit karena adanya keterbatasan pemeriksaan
pencitraan yang dapat dilakukan MRI. Evaluasi klinik pada saat hamil kurang akurat untuk menentukan diagnosis kanker serviks Prawirohardjo dan Wiknjosastro,
2008.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1. Kanker Serviks Uteri 1994. Stadium
FIGO Keterangan
Kategori TNM
Tumor primer tidak dapat dinilai TX
Tidak terdapat bukti tumor primer T0
Karsinoma in situ pra invasif Tis
1 Kanker seviks terbatas diserviks penyebaran ke korpus uteri
diabaikan T1
IA Kanker invasif didiagnosa hanya dengan mikroskopis.
Semua lesi yang dapat terlihat dengan mikroskop –
meskipun dengan invasi superfisial – adalah stadium IBT 1B
T1a
IA1 Invasi stroma dengan kedalaman yang tidak lebih dari 5,0
mm dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang T1a1
IA2 Invasi stroma lebih dari 3,0 mm dan tidak lebih dari 5,0 mm
dengan penyebaran horizontal 7,0 mm atau kurang T1a2
IB Lesi yang dapat dilihat secara klinis dikhususkan diserviks
atau lesi mikroskopik lebih besar dari pada IA2T1A2 T1b
IB1 Lesi yang dapat dilihat secara klinis 4,0 sm atau kurang pada
dimensi yang paling besar T1b1
IB2 Lesi yang dapat dilihat secara klinis lebih dari 0,4 cm pada
dimensi yang paling besar T1b2
II Telat melibatkan vagina, teyapi blm sampai 13 bawah atau
infiltrasi ke parametrium belum mencapai dinding panggul T2
IIA Tanpa invasi parametrium
T2a IIB
Dengan invasi parametrium III
Tumor meluas ke dinding pelvis danatau melibatkan 13 bawah vagina danatau menyebabkan hidonefrosis atau
T3
Universitas Sumatera Utara
afungsi ginjal IIIA
Tumor melibatkan 13 bawah vagina dan infiltrasi parametrium, tidak tertdapat pertuasan ke dinding pelvis.
T3a
IIIb Tumor meluas kedinding pelvis danatau menyebabkan
hidronefrosis atau afungsi ginjal T3b
IVA Tumor menginvasi mukosa kandung kencing atau rektum
danatau meluas ke pelvis T4
IVb Metastasis jauh
M1 Dikutip dari: Pecorelli S.Ngan H.Y.S Hacher N.F, Staging Classifications and
Clinical Practice Guidelines for Gynaecological cancar, A collaboration between FIGO dan IGCS, third edition , November 2006, hal: 37 -57.
2.1.6. Histopatologi
Suatu kasus baru dapat dikatakan sebagai karsinoma serviks bila pertumbuhan primernya memang terjadi di serviks. Termasuk semua tipe histopatologinya.
Grading dengan berbagai metode lebih baik dilakukan tapi tidak digunakan sebagai basis untuk memodifikasi pengelompokkan berdasarkan stadi um. Penemuan
histopatologi dapat memeberikan staging patologik pada kasus yang bersangkutan Quinn et al., 2006.
Lesi Prakanker Lesi prakanker umumnya ditemukan pada deteksi dini dengan Pap smearthin prep,
karena lesi prakanker tanpa gejala dan dapat dilihat dengan mata telanjang. Diagnosis, lesi prakanker berdasarkan pemeriksaan histopatologi spesimen biopsi
terserah dengan bimbingan kolposkopi Andrijono, 2007.
Lesi Kanker Invasif Kasus diklasifikasi sebagai kanker serviks jika per tumbukan primer pada serviks dan
dibuktikan dari hasil patalogi anatomi Andrijono, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Adapun tipe histopatologi kanker serviks adalah :
Neoplasia intraepitelial serviks, Grade III
Karsinoma sel skuamosa in situ
Karsinoma sel skuamosa : keratinizing, non-keratinizing, verukosa
Adenokarsinoma in situ
Adenomakarsinoma in situ, tipe endoserviks
Adenokarsinoma endometrioid
Adenokarsinoma clear cell
Karsinoma adenoskuamosa
Karsinoma adenoid kistik
Karsinoma small cell
Undifferentiated carcinoma
Sedangkan grade histopatologi kanker serviks terdiri dari :
Gx- Grade tidak bisa ditentukan
G1- Diferensiasi baik
G2- Diferensiasi sedang
G3- Diferensiasi buruk Andrijono, 2007 dan Pecorelli, 2006.
2.1.7. Pemeriksaan Sitologi Vagina
Untuk pemeriksaan sitologik, bahan diambil dari dinding vagina atau dari serviks endo- dan ektoserviks dengan spatel Ayre dari kayu atau dari plastik.
Pemeriksaan sitologi sekarang paling banyak dan teratur berkala misalnya ½ - 1 tahun sekali dilakukan untu k kepentingan diagnosis ini karsinoma servisis uteri
dan karsinoma korporis uteri. Karena Papanicolaou dalam tahun 1928 yang menganjurkan cara pemeriksaan ini, maka sekarang sudah lazim penggunaan istilah
Pap’ smear.
Universitas Sumatera Utara
Selain untuk diagnosis dini tumor gana s, pemeriksaan sitologi vagina dapat dipakai juga secara tidak langsung mengetahui fungi hormonal karena pengaruh
estrogen dan progesteron menyebabkan perubahan -perubahan khas pada sel -sel selaput lendir vagina.
Untuk deteksi tumor ganas bahan diambil den gan spatel Ayre atau dengan kapas lidi dari dinding samping vagina dan dari serviks. Kemudiaan dibuat sediaan
apus dikaca benda yang bersih dan segera dimasukkan kedalam botol khusus cuvette berisi etilalkohol 95. Diisi formulir dengan keterangan -keterangan
seperlunya. Setelah kira-kira satu jam, kaca benda dikeluarkan dan dalam keadaan kering dikirim ke laboratorium sitologi bersama -sama dengan formulir yang telah di
isi. Dilaboratorium sediaan dipulas menurut Papanicolaou atau menurut Harris - schorr.
Semua penderita dengan hasil pemeriksaan kelas III,IV, dan V perlu diperiksa ulang. Biasanya juga dibuat biopsi atau konisasi guna pemeriksaan histologik.
Dalam diagnostik hormonal oleh laboratorium dilaporkan pengaruh estrogen danatau pengaruh progesteron . Untuk mengetahui apakah ada ovulasi atau tidak dan
pada amenorea, dilakukan pemeriksaan berkala serial smear setiap minggu sampai 3-4 kali.
Peradangan dapat mengganggu penilaian diagnostik. Dalam hal demikian, peradangan harus diobati lebih dahulu dan
pemeriksaan sitologik diulang Wiknjosastro, 2008.
2.1.8. Faktor Resiko
Meskipun banyak wanita mengandung HPV, hanya sebagian yang menderita kanker serviks. Ini mengisyaratkan bahwa faktor lain berperan pada risiko kanker.
Faktor risiko penting terjadiny a kanker invasif pada serviks adalah usia dini saat mulai berhubungan kelamin di bawah usia 16 tahun, memiliki banyak pasangan
seksual, pasangan seksual memiliki riwayat banyak memiliki pasangan seksual,
Universitas Sumatera Utara
merokok, imunodefisiensi eksogen atau endogen, dan infeksi persisten oleh HPV risiko tinggi Crum, Lester dan Cotran, 2007.
Insidensi karsinoma in situ meningkat sekitar lima kali lipat pada perempuan yang terinfeksi oleh virus imunodefisensi manusia jika dibandingkan dengan kontrol
Crum, Lestran dan Cotran, 2007. Wanita perokok memiliki risiko dua kali lipat terhadap kanker serviks
dibandingkan dengan wanita bukan perokok Dalimartha, 2004. Bahan karsinogenik spesifik dari tembakau seperti nikotin dijumpai dalam lendir serviks wanita perokok.
Bahan ini dapat merusak DNA sel epitel skuamosa dan bersama dengan infeksi HPV mencetuskan transformasi malignansi Edianto, 2006.
Kanker serviks jarang ditemukan pada perawan dan pada wanita yang pasangan seksualnya telah disirkumsisi. Insideni kanker serviks lebih tinggi pada
mereka yang menikah daripada yang tidak menikah dan pada wanita dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Selain itu insidensinya juga meningkat dengan tingginya
paritas, apa lagi bila jarak persalinan terlampau dekat Mardjikoen, 2007. Resiko noninvasif dan invasif kanker serviks telah menunjukkan hubungan
dengan pemakaian kontrasepsi oral. Namun, penemuan ini hasilnya tidak selalu konsisten dan tidak semua studi dapat membenarkan perkiraan risiko ini. Beberapa
studi yang lebih lanjut memer lukan konfirmasi atau menyangkal observasi mengenai kontrasepsi oral ini Rasjidi, Irwanto dan Sulistyanto, 2008.
Ada beberapa penelitian yang menyimpulkan bahwa defisiensi asam folat dapat meningkatkan risiko terjadinya displasia ringan dan sedang, sert a mungkin juga
meningkatkan risiko terjadinya kanker serviks pada wanita yang makanannya rendah beta karoten dan retinol Diananda, 2009.
2.1.9. Penatalaksanaan
Terapi dapat dilakukan setelah diagnosis kanker serviks ditegakkan. Para klinisi umumnya akan memperhatikan stadium klasifikasi FIGO, derajat differensiasi,
jenis histopatologik, usia, keadaan umum penderita, dan komplikasi yang menyertai
Universitas Sumatera Utara
Chamim, 2006. Namun, pada kenyataannya angka rekurensi p ada pasien paska terapi yang adekuat masih tinggi, yakni sekitar 35 Greer dan Koh, 2002. Hal ini
tergantung dari: 1 stadium kanker, di mana pada stadium awal rekurensi lebih sering terjadi dibandingkan pada stadium lanjut, 2 metastasis ke kelenjar l imfe pelvis, 3
invasi stroma yang dalam, 4 usia, dan 5 jenis terapi yang diberikan H T et al., 2002.
Penatalaksanaan kanker serviks yang utama pada stadium awal yaitu stadium 1A sampai 2A adalah operasi radikal histerektomi + bisalpingoophorektomi bilateral
+ Lymphadenektomi pelvis bilateral. Operasi khusus seperti ini lazimnya dikerjakan oleh seorang ahli dibidang kanker kandungan onkolog -ginekolog.
Sedangkan penatalaksanaan pada stadium 2B keatas adalah radiasi atau kemoradiasi paliatif saja Sofian, 2011.
2.1.10. Pencegahan
Ada beberapa metode skrining yang dapat digunakan, tergantung dari ketersediaan sumber daya. Metode skrining yang baik memiliki beberapa persyaratan,
yaitu akurat, dapat diulang kembali reproducible, murah, mudah dikerj akan dan ditindak-lanjuti, akseptabel, serta aman. Beberapa metode yang diakui WHO adalah
sebagai berikut WHO, 2006 : 1. Metode Sitologi
a. Tes Pap konvensional Tes Pap atau pemeriksaan sitologi diperkenalkan oleh Dr. George Papanicolau sejak
tahun 1928. Sejak tes ini dikenal luas, kejadian kanker leher rahim dinegara -negara maju menurun drastis. Pemeriksaan ini merupakan suatu prosedur pemeriksaan yang
mudah, murah, aman, dan non -invasif. Beberapa penulis melaporkan sensitivitas pemeriksaan ini berkisa r anatara 78-93. Tetapi pemeriksaan ini tak luput dari hasil
positif palsu sekitar 16 -37 dan negatif palsu 7 -40. Sebagaian besar kesalahan tersebut disebabkan oleh pengambilan sediaan yang tidak adekuat, kesalahan dalam
proses pembuatan sediaan dan kesa lahan interpretasi Nuranna, 2005.
Universitas Sumatera Utara
b. Pemeriksaan sitologi cairan Liquid-base cytologyLBC Dikenal juga dengan Thin Prep atau monolayer. Tujuan metode ini adalah
mengurangi hasil negatif palsu dari pemeriksaan Tes Pap konvensional dengan cara optimalisasi teknik koleksi dan preparasi sel. Pada pemeriksaan metode ini sel
dikoleksi dengan sikat khusus yang dicelupkan ke dalam tabung yang sudah berisi larutan fiksasi. Keuntungan penggunaan teknik monolayer ini adalah sel abnormal
lebih tersebar dan mudah t ertangkap dengan fiksasi monolayer sehingga mudah dikenali. Kerugiannya adalah butuh waktu yang cukup lama untuk pengolahan slide
dan biaya yang lebih mahal Mannos, 2009.
2. Metode pemeriksaan DNA -HPV Deteksi DNA HPV dapat dilakukan dengan metode hibridisasi berbagai cara mulai
dari cara Southern Blot yang dianggap sebagai baku emas, filter in situ, Dot Blot, hibridisasi in situ yang memerlukan jaringan biopsi, atau dengan cara pembesaran,
seperti pada PCR Polymerase Chain Reaction yang amat sensitif Cuzick, 1995.
2.1.11. Prognosis
Kehamilan tidak mempengaruhi luaran dari perempuan dengan kanker serviks. Prognosis kemungkinan lebih buruk dari pada perempuan yang diagnosis
kanker serviks ditegakkan pada periode 12 bulan pasca persalinan dibandi ngkan yang ditegakkan selama kehamilan Prawirohardjo dan Wiknjosastro, 2008.
2.2. Pap Smear
2.2.1. Definisi
Pap smear adalah suatu test yang aman dan murah yang telah dipakai bertahun-tahun lamanya untuk mendeteksi kelainan -kelainan yang ada di sel-sel leher
rahim. Tes ditemukan pertama kali oleh Dr. George Papanicoloau sehingga dinamakan Pap smear Test. Pap smear Test adalah suatu metode pemeriksaan sel -sel
yang diambil dari leher rahim dan kemudian diperiksa di bawah mikroskop untuk
Universitas Sumatera Utara
melihat perubahan-perubahan yang terjadi dari sel -sel tersebut. Perubahan-perubahan yang terdeteksi secara dini akan menurunkan kejadian kanker serviks. Pap smear
dapat mendeteksi dini kanker serviks dengan melihat penemuan perkembangan sel - sel abnormal serviks Brunner Suddarth, 2001.
2.2.2. Klasifikasi Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan cytologis dari smear sel-sel yang diambil dari serviks, untuk melihat perubahan-perubahan sel yang mengindikasikan terjadinya inflamasi,
displasia atau kanker. Klasif ikasi pemeriksaan Pap smear, sistem Bethesda Price dan Wilson, 2005 adalah :
a. Atypical Squamous Cell of Undetermined Significance ASC -US yaitu sel skuamosa atipikal yang tidak dapat ditentukan secara signifikan. Sel skuamosa adalah
datar, tipis yang membentuk permukaan serviks. b. Low-grade Squamous Intraephitelial Lesion LSIL , yaitu tingkat rendah berarti
perubahan dini dalam ukuran dan bentuk sel. Lesi mengacu pada daerah jaringan abnormal, intraepitel berarti sel abnormal hanya terdapat pada per mukaan
lapisan sel-sel. c. High-grade Squamosa Intraepithelial HSIL berarti bahwa terdapat perubahan
yang jelas dalam ukuran dan bentuk abnormal sel -sel prakanker yang terlihat berbeda dengan sel-sel normal.
d. High-grade Squamosa Intraepithelial atypi cal glandular cel HSIL AGC e. Adenocarsinoma in situ AIS
2.2.3. Manfaat Pemeriksaan Pap Smear
Pemeriksaan Pap smear berguna sebagai pemeriksaan penyaring skrining dan pelacak adanya perubahan sel ke arah keganasan secara dini sehingga kelainan
prakanker dapat terdeteksi serta pengobatannya menjadi lebih mudah dan murah Price dan Wilson, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat Pap smear dapat dijabarkan secara rinci sebagai berikut: a. Diagnosis dini keganasan
Pap smear berguna dalam mendeteksi kanker serviks, kanker korpus endometrium, keganasan tuba fallopi, dan mungkin keganasan ovarium.
b. Perawatan ikutan dari keganasan Pap smear
berguna sebagai perawatan ikutan setelah operasi dan setelah mendapatkan kemoterapi dan radiasi.
c. Interpretasi hormonal wanita Pap smear bertujuan untuk mengikuti siklus menstruasi dengan ovulasi atau tanpa
ovulasi, menentukan maturitas kehamilan, dan menentukan kemungkinan keguguran pada hamil muda.
d. Menentukan proses peradangan Pap smear berguna untuk menentukan proses peradangan pada berbagai infeksi
bakteri atau jamur Manuaba, 2005.
2.2.4 Prosedur Pemeriksaan Pap Smear
Prosedur pemeriksaan Pap smear Test dimulai dengan tindakan pasien dibaringkan telentang kemudian diatur dalam posisi lithotomic, lalu masukkan alat
spekulum ke dalam liang senggama yaitu alat yang menyerupai moncong bebek yang bertujuan untuk membuka liang senggama sehingga dapat terlihat jelas dinding leher
rahim dan alat ini bertujuan untuk menahan vagina agar tetap terbuka. Setelah itu sel - sel leher rahim diambil dengan cara mengusap leher rahim dengan spatula yaitu suatu
alat yang menyerupai tangkai pada es krim, kemudian dioleskan apusan leher rahim tersebut pada object glass, dan kemudian dikirim ke bag ian laboratorium patologi
anatomi untuk pemeriksaan teliti yaitu dengan dipulas dengan Papanicoloau dan diperiksa adanya sel kanker atau tidak Price dan Wilson, 2005.
Prosedur pemeriksaan Pap smear Soepardiman, 2002 dan Manuaba, 2005 yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Persiapan alat-alat yang akan digunakan, meliputi formulir konsultasi sitologi, speculum bivalve cocor bebek, spatula Ayre, kaca objek object glass yang telah
diberi label pada satu sisinya, dan wadah berisi larutan alkohol 95 ; b. Persiapkan pasien untuk berbaring dengan posisi ginekologi;
c. Pasang spekulum kering dan disesuaikan sehingga tampak dengan jelas vagina bagian atas, forniks posterior, serviks uteri dan kanalis servikalis;
d. Memeriksa serviks apakah normal atau tidak; e. Spatula Ayre dengan ujung yang pendek dimasukkan ke dalam endoserviks,
dimulai dari arah jam 12 dan diputar 3600 searah jarum jam; f. Sediaan lendir serviks dioleskan di atas kaca objek pada sisi yang telah diberi tanda
dengan membentu sudut 450 satu kali usapan; g. Kemudian kaca objek dicelupkan ke dalam larutan alkohol 95 selama 10 menit;
h. Sediaan diletakkan pada wadah kemudian dikirim ke ahli patologi anatomi.
Prosedur pemeriksaan ini akan memberikan rasa tidak nyaman tetapi tidak akan menimbulkan rasa sakit. Peme riksaan ini dilakukan 1 tahun sekali dan secara
teratur. Pap smear Test sebaiknya dilakukan seminggu atau dua minggu setelah berakhirnya masa menstruasi. Bagi wanita yang sudah menopause maka dapat
melakukan pemeriksaan ini kapan saja. Pap smear ditunda sampai pengobatan selesai pada pasien dengan peradangan berat. Pap smear tidak dilakukan lagi bagi wanita
yang telah menjalani pengangkatan seluruh rahim histerektomi dengan riwayat penyakit jinak dan bukan merupakan lesi prekanker. Selain itu Pap smear juga tidak
dilakukan lagi pada wanita yang telah berusia di atas 70 tahun dengan syarat hasilnya 2 kali negatif dalam 5 tahun terakhir Azis, 2002. Pap smear mulai dapat
dilaksanakan pada wanita yang telah 3 tahun menikah atau aktif secara seksual, tetapi usianya tidak dibawah 21 tahun Husain dan Hoskins, 2002. Pap smear sebaiknya
tidak dilakuan pada wanita yang baru menikah atau aktif secara seksual kurang dari 3
Universitas Sumatera Utara
tahun karena dapat menimbulkan pengobatan yang berlebihan akibat gambaran sel abnormal yang bersifat sementara. Pasien dianjurkan untuk tidak melakukan
hubungan seksual 2-3 hari sebelum pemeriksaan, kemudian dianjurkan untuk tidak menggunakan pengobatan melalui vagina atau mencuci vagina dengan cairan seperti
spermicidal foams, creams dan jellies. Hal ini perlu diperhatikan karena dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan Pap smear. Setelah pemeriksaan Pap smear, pasien
dapat langsung kembali mengerjakan aktivitas -aktivitasnya sehari-hari Schoendstadt, 2006. Menurut rekomendasi terbaru dari American College of Obstetricans and
Gynecologist dan The American Cancer Society , pemeriksaan Pap smear dianjurkan untuk diulang setahun sekali secara teratur seumur hidup. Bila pemeriksaan tahunan
tiga kali berturut-turut hasilnya normal, pemeriksaan selanjutnya dilakukan dengan frekuensi yang lebih jarang atas kebijakan dokter Hillegas, 2005. Bila hasil
pemeriksaan menunjukkan tanda -tanda abnormal maka dilakukan pengobatan lanjutan dengan pemanasan sinar laser, atau dengan cone biopsy . Dan apabila terjadi
prekanker maka tindakan yang dilakukan adalah dengan operasi dan radioterapi Price dan Wilson, 2005.
2.2.5. Interpretasi Hasil Pap Smear
Terdapat banyak sistem dalam menginterpretasikan hasil pemeriksaan Pap smear, sistem Papanicolaou, sistem Cervical Intraepithelial Neoplasma CIN, dan
sistem Bethesda. Klasifikasi Papanicolaou membagi hasil pemeriksaan menjadi 5 kelas Saviano,
1993, yaitu: a. Kelas I : tidak ada sel abnormal.
b. Kelas II : terdapat gambaran sitologi atipik, namun tidak ada indikasi adanya keganasan.
c. Kelas III : gambaran sitologi yang dicurigai keganasan, displasia ringan sampai sedang.
d. Kelas IV : gambaran sitologi dijumpai displasia berat.
Universitas Sumatera Utara
e. Kelas V : keganasan.
Sistem CIN pertama kali dipublikasikan oleh Richart RM tahun 1973 di Amerika Serikat. Pada sistem ini, pengelompokan hasil uji Pap smear terdiri dari Feig, 2001:
a. CIN I merupakan displasia ringan dimana ditemukan sel neoplasma pada kurang dari sepertiga lapisan epitelium.
b. CIN II merupakan displasi a sedang dimana melibatkan dua pertiga epitelium. c. CIN III merupakan displasia berat atau karsinoma in situ yang dimana telah
melibatkan sampai ke basement membrane dari epitelium. Daignosis neoplasma pada serviks masi dianggap sulit, oleh karena itu
berbagai institusi yang bergerak dibidang sitologi patologi dan ginekologi merancang sebuah sistem terminologi yang disebut dengan sistem bethesda diharapkan
komunikasi antara pihak laboratorium dengan pihak klinisi akan lebih efektif.
The 2001 Bethesda System Abridged SPECIMEN ADEQUACY
Satisfactory for evaluation note presenceabsence of endocervical transformation zone component
Unsatisfactory for evaluation . . . specify reason Specimen rejectednot processed specify reason
Specimen processed and examined, but unsatisfactory for evaluation of epithelial abnormality because of specify reason
GENERAL CATEGORIZATION Optional
Negative for intraepithelial lesion or malignancy Epithelial cell abnormality
INTERPRETATIONRESULT Negative for Intraepithelial Lesion or Malignancy
Organisms Trichomonas vaginalis
Fungal oganisms morphologically consistent with Candida species
Universitas Sumatera Utara
Shift in flora suggestive of bacterial vaginosis Bacteria morphologically consistent with Actinomyces species
Cellular changes consistent with herpes simplex virus Other non-neoplastic findings Optional to report; list not comprehensive
Reactive cellular changes associated with inflammation includes typical repair
radiation intrauterine contraceptive device
Glandular cells status posthysterectomy Atrophy
Epithelial Cell Abnormalities
Squamous cell Atypical squamous cells ASC
of undetermined significance ASC -US cannot exclude HSIL ASC -H
Low-grade squamous intraepithelial lesion LSIL encompassing: human papillomavirusmild dysplasiacervical
intraepithelial neoplasia CIN 1 High-grade squamous intraepithelial lesion HSIL
encompassing: moderate and severe dysplasia, carcinoma in situ; CIN 2 and CIN 3
Squamous cell carcinoma Glandular cell
Atypical glandular cells AGC specify endocervical, endometrial, or not otherwise specified
Atypical glandular cells, favor neoplastic specify endocervical or not otherwise specified
Endocervical adenocarcinoma in situ AIS Adenocarcinoma
Universitas Sumatera Utara
Other List not comprehensive
Endometrial cells in a woman _40 years of age
AUTOMATED REVIEW AND ANCILLARY TESTING Include as
appropriate EDUCATIONAL NOTES AND SUGGESTIONS
Optional American Medical
Association, 2009.
2.2.6 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Pap Smear Dipara Ibu
Menurut Suwiyoga 2007, para wanita sering enggan untuk diperiksa oleh karena faktor ketidaktahuan, rasa malu, rasa takut, dan faktor biaya. Hal ini umumnya
disebabkan oleh masih rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan penduduk Indonesia tentang Pap smear.
Menurut Candraningsih 2011, Beberapa faktor hambatan pemeriksaan Pap smear, diantaranya adalah perilaku wanita usia subur yang enggan untuk diperiksa
karena tidak pernah mengetahui tentang Pap smear, rasa malu dan rasa takut untuk memeriksa organ reproduksi serviks kepada tenaga kesehatan, faktor biaya khususnya
pada golongan ekonomi yang lemah, sumber informasi dan fasilitas atau pelayanan kesehatan yang masih minim untuk melakukan pemeriksaan Pap smear.
Menurut Evenmett 2003, yang melakukan analisis mengenai penyebab Pap smear tidak dilakukan oleh wanita yaitu karena faktor psikologis dimana mereka
merasa takut melakukan Pap smear, takut mengetahui hasilnya bahwa menderita kanker dan malu untuk menjalani pemeriksaan Pap smear.
Faktor agama, seseorang tidak melakukan Pap smear dipengaruhi oleh nilai- nilai yang dianut, salah satu keyakinan yaitu agama Islam tidak disarankan bagi
seorang wanita untuk memperlihatkan auratnya kepada orang lain kecuali muka serta telapak tangan, namun aurat boleh ditampakkan untuk tujuan pengobatan kesehatan
atau kedaruratan penyakit dan kewajiban menutup aurat itu adalah suatu kewajiban yang bersifat ‘aini ta ‘abbudii yaitu wajib dilakukan oleh setiap individu k arena
ibadah semata Dahlan, 2006.
Universitas Sumatera Utara
Faktor sosial budaya, menyatakan bahwa anggota keluarga turun -temurun tidak pernah melakukan pemeriksaan Pap smear. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa tanpa disadari kebudayaan telah mewarnai sikap anggota keluarga untuk menuruti kebiasaan dalam keluarga untuk tidak melakukan pemeriksaan Pap smear
sehingga pengaruh tersebut menyebabkan mereka tidak ingin melakukan pemeriksaan Pap smear. Selain itu, rasa malu dan takut untuk melakukan pemeriksaan Pap smear
juga menjadi alasan mayoritas responden dalam melakukan pemeriksaan organ reproduksi serviksnya Nurhasanah, 2008.
Faktor ekonomi, menunjukkan bahwa pemeriksaan Pap smear tidak
dilakukan karena biaya yang mahal. Tingkat ekonomi sangat menentukan seseorang untuk lebih meningkatkan kesehatannya ke arah yang lebih baik terutama untuk
melakukan pemeriksaan Pap smear Darnindro, 2006. Dari faktor motivasi, menyatakan bahwa mendapat dukungan dan izin dari
suami dan keluarga sehingga bukan menjadi alasan tidak melakukan pemerik saan kesehatan serviksnya. Hal tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan Bakheit
dan Haron bahwa alasan wanita menolak melakukan Pap smear adalah karena tidak diizinkan oleh suami dan tidak mendapat dukungan dari keluarga Nurhasanah,
2008.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 KERANGKA KONSEP PENELITIAN
Berdasarkan tujuan penetilian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah :
3.2 DEFENISI OPERASIONAL No
Variabel Definisi
operasional Skala
ukur Alat
dan cara ukur
Kategori
1. Usia
Usia responden
berdasarkan jawaban
yang diberikan dalam
kuesioner Ordinal
Kuesioner 1. ≤
35 Tahun
2. 36-45 Tahun
3. ≥ 46
Tahun 2.
Pendidikan Adalah
pendidikan Ordinal
Kuesioner 1. SD
2. SMP CA CERVIX
PENGETAHUAN
MEROKOK USIA
PAP SMEAR EKONOMI
SOSIAL BUDAYA AGAMA
PASANGAN PENDIDIKAN
PEKERJAAN
Variable yang diteliti Variable karakteristik yang akan
dideskripsikan Keterangan :
Universitas Sumatera Utara
terakhir dari
responden 3. SMA
4. Pergur uan
tinggi 3.
Pendapatan Adalah
pendapatan keluarga
dalam setiap bulannya
Interval Kuesioner
1. RP. 1.000.0
0.00 2. Rp.
1.000.0 00.00
sd Rp. 1.500.0
0.00 3. Rp.
1.500.0 00.00
sd Rp. 2.000.0
00.00 4. Rp.
2.000.0 00.00
4. Pengetahuan
ibu Pengetahuan ibu
tentang Pap smear sebagai
upaya pencegahan
Ordinal Kuesioner
1. Baik 75-100
2. Sedang 50-74
Universitas Sumatera Utara
kanker serviks
yang dinilai
berdasarkan total skor
pertanyaan dalam kuesioner.
untuk setiap
pertanyaan diberikan bobot 5
poin, dimana
jawaban yang
benar diberikan
skor 1 dan yang salah
diberikan skor 0.
3. Kurang 50
5. Pap smear
Kondisi pemeriksaan
sitopatologi dimana
contoh dari
sel epitel
serviks diambil
untuk kemudian diperiksa
secara mikroskopik
apakah ada sel yang
abnormal yang
dilakukan oleh responden
Nominal Kuesioner
1. Ya 2. Tidak
BAB 4
Universitas Sumatera Utara
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian