Pembahasan ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Variabel Usia Jumlah N Mean SD F P Intensi turnover 18-25 tahun 49 62.69 6.926 0.465 0.761 26-30 tahun 7 60.57 4.928 31-35 tahun 5 65.40 3.507 36-40 tahun 3 63.67 .577 41-46 tahun 3 61.33 5.033 Jumlah 67 62.66 6.307 Berdasarkan tabel 23 di atas dapat dilihat bahwa intensi turnover karyawan dalam organisasi yang lebih tinggi terdapat pada subjek yang memiliki rentang usia 31-35 tahun dengan rata-rata 65.40. Sedangkan intensi turnover karyawan dalam organisasi yang rendah terdapat pada subjek yang memiliki rentang usia 41-46 tahun dengan rata-rata 61.33. Berdasarkan hasil uji Anova, maka diperoleh nilai F= 0.465 dengan nilai signifikansi p yaitu 0.761. Hasil tersebut tidak signifikan karena p 0.05, dengan demikian tidak ada perbedaan intensi turnover karyawan terhadap organisasi ditinjau dari usia subjek.

C. Pembahasan

Hasil penelitian pada sampel karyawan PT Fastfood Indonesia Tbk menunjukkan bahwa ada hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan intensi turnover karyawan dalam organisasi. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan ada hubungan antara kualitas kehidupan bekerja dengan intense turnover karyawan dalam organisasi dapat diterima Universitas Sumatera Utara kebenarannya. Dari hasil penelitian ini juga dapat diketahui bahwa hubungan anatara kualitas kehidupan bekerja dengan intense turnover karyawan dalam organisasi adalah negatif. Hal ini berarti semakin tinggi kualitas kehidupan bekerja maka semakin rendah intensi turnover karyawan dalam organisasi, demikian sebaliknya semakin rendah kualitas kehidupan bekerja maka intensi turnover karyawan dalam organisasi akan tinggi. Hal ini dapat dilihat dari koefisien korelasi r sebesar − 0,609 dengan p0,05. Variabel kualitas kehidupan bekerja memberikan pengaruh sebesar 37,0 terhadap terbentukanya intensi turnover karyawan dalam organisasi, ini berarti ada 63,0 faktor-faktor yang mempengaruhi intensi turnover karyawan didalam organisasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Alwi 2001, dimana kualitas kehidupan bekerja dan proses pemberdayaan karyawan dalam perusahaan sangat menentukan kesadaran dari individu karyawan untuk mengubah cara berfikir yang destruktif terhadap perannya dalam perusahaan. Nilai-nilai tersebut dapat diintegrasikan melalui hubungan yang terbentuk antara individu dan organisasi. Bila organisasi memperhatikan kepentingan karyawan seperti upah, gaji, perlindungan, dan kesejahteraan, maka intensi turnover karyawan didalam organisasi tidak akan tebentuk. Sejalan dengan hal tersebut Winardi 2001 juga mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja seorang individu, telah dikaitkan dengan banyak macam perilaku di tempat kerja. Perbaikan-perbaikan dalam kualitas kehidupan bekerja dapat menimbulkan perasaan lebih positif terhadap organisasi mengurangi turnover pada karyawan. Selanjutnya Hanes 2007 60 Universitas Sumatera Utara dalam penelitiannya juga menagatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja yang subvariabelnya adalah: kompensasi finansial, peluang untuk maju, lingkungan kerja, nilai-nilai organisasi, karakteristik pekerjaan, dan kepemimpinan berpengaruh terhadap intensi karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin, tidak ditemukan perbedaan intensi turnover karyawan dalam organisasi antara laki-laki dan perempuan. Hal ini berbeda dengan yang dikatakan Wanous 1980, Dari segi gender ditemukan bahwa wanita lebih cenderung untuk melakukan turnover dibandingkan dengan pria. Berdasarkan pendidikan terakhir, juga tidak ditemukan perbedaan intensi turnover karyawan dalam organisasi. Akan tetapi dalam penelitian ini sesuai dengan apa yang dikemukakan Parsons dalam Mobley,1986 individu yang berpendidikan tinggi cenderung untuk melakukan turnover dibandingkan individu yang berpendidikan rendah. Karena semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin banyak pula harapan individu yang mungkin tidak bisa diakomodir oleh organisasi. Seperti yang ada di dalam penelitian ini bahwa individu yang berpendidikan strata-1 memiliki rata-rata 68.00. Selanjutnya dari penelitian ini juga diketahui bahwa tidak ada perbedaan intensi turnover karyawan dalam organisasi ditinjau dari usia dan lamanya bekerja. Kedua hal ini tidak sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wanous 1980 yang mengatakan bahwa karyawan yang muda memiliki kemungkinan yang tinggi untuk meninggalkan perusahaan. Hal ini dikarenakan karyawan yang lebih muda mungkin mempunyai kesempatan yang lebih banyak untuk mendapatkan Universitas Sumatera Utara pekerjaan yang baru dan memilki tanggung jawab kekeluargaan yang lebih kecil , sehingga orang yang lebih muda lebih mudah untuk mobilitas pekerjaan. Luthans 1995 juga mengatakan bahwa umumnya orang-orang yang berusia lebih tua dan telah lama bekerja memiliki komitmen organisasi yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang berusia muda. Dari hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin, pendidikan terakhir, usia, lama bekerja, dan gaji ternyata tidak ditemukan perbedaan intensi turnover karyawan dalam organisasi, hal ini bisa saja disebabkan oleh faktor lingkungan pekerjaan, karena menurut Porter, Mowday dan Steers 1982, lingkungan pekerjaan akan berpengaruh terhadap sikap individu pada organisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara terhadap salah satu karyawan PT Fastfood Indonesia Tbk KFC yang mengatakan bahwa: “…..bekerja di KFC itu menyenangkan walau pun gaji saya pas-pasan sudah sesuai dengan UMR jadwal kerja yang membuat saya capek, tapi ya gitulah namanya kerja harus capek. Tapi di lain itu yang membuat kami betah kerja di KFC karena disini itu kami semua sudah seperti keluarga, enak lah pokoknya. kami dan atasan bisa saling terbuka seperti teman. Tapi ya memang ada batasannya lah. Selain factor internal tadi, factor eksternal juga turut mempengaruhi, sebagai contoh: karyawan di sini terutama merasa bahwa perusahaan ini adalah perusahan yang baik. Seperti disini KFC siapa saja berpeluang untuk naik ke jenjang yang lebih tinggi, jadi kami rasa jika kami keluar dari sini kami tidak akan bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik dari yang ada di sini. Saya pikir faktor ini juga mempengaruhi kenapa kami tetap bertahan di perusahaan ini…”komunikasi personal, 19 oktober 2010.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Universitas Sumatera Utara