designate the codes, conduct, and costoms of individuals or of group, as when one speaks of the moral of person or of a people. Here it is equivalent to the Greek
word ethos and the Latin mores. Moral: Istilah ini kadang-kadang dipergunakan sebagai kata yang sama artinya dengan “etika”. Lebih sering istilah moral
dipergunakan untuk menunjukkan kode, tingkah laku, dan adat atau kebiasaan dari individu-individu atau kelompok-kelompok, seperti apabila seseorang
berbicara tentang moral orang atau moral orang-orang. Di sini moral sama artinya dengan kata Yunani ethos dan Latin mores. Selain itu, menurut Suseno 1989:19
mengemukakan, bahwa moral adalah hal yang mengacu pada baik-buruknya manusia sebagai manusia.
1.4.2 Kerangka Teori
Teori meringkas hasil penelitian. Dengan adanya teori, generalisasi terhadap hasil penelitian dapat dilakukan dengan mudah. Teori juga dapat
memadu generalisasi-generalisasi satu sama lain secara empiris sehingga dapat diperoleh suatu ringkasan akan hubungan antar generalisasi atau pernyataan
Nazir, 2006:20. Dalam penelitian ini, untuk mengungkapkan bagaimana pesan moral yang
terdapat dalam dongeng tersebut kepada para pembaca, penulis menggunakan pendekatan moral dan pendekatan semiotik.
Karya prosa fiksi merupakan karya yang bersifat imajinatif atau khayalan, yang berisikan berbagai masalah kehidupan manusia, baik masalah manusia
dengan dirinya sendiri, manusia dengan sesamanya, dan manusia dengan lingkungannya. Namun di balik semua itu, baik secara tersurat maupun tersirat
Universitas Sumatera Utara
selalu menunjukkan adanya sebuah nilai-nilai moral yang boleh diteladani oleh pembaca.
Pesan moral dalam sebuah karya sastra menunjukkan kepada pembaca akan nilai kebaikan dan kebenaran. Sehingga dalam sebuah karya sastra yang
baik, tentunya harus menunjukka penafsiran kehidupan dan mengungkapkan karakter hidup. Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang dapat
mengungkapkan hal-hal yang orang lain mungkin tidak bisa untuk mengungkapkannya dan melihatnya Siswanto, 2008:82.
KBBI dalam Nurgiyantoro 1995:321, secara umum, moral menyaran pada pengertian ajaran tentang baik buruk yang diterima umum mengenai
perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: ahlak, budi pekerti, susila. Bushido sebagai salah satu moral bangsa Jepang menurut Situmorang
dalam Rahman 2006:8 adalah, semangat kesatria, moralitas bushi, atau jalan hidup bushi. Bushido tidak terlepas dari religi sebagai sumber awal, yang lahir
dari sentuhan Shinto, Zen Budhism, dan ajaran Konfisius. Sekte Budha Zen menitik beratkan ajarannya pada cara hidup yang benar
atau disiplin dan melatih diri, sekte ini lebih berorientasi ke arah apresiasi dan pemahaman dari pada pemujaan. Ajaran Zen melebihi dogma dari sebuah sekte
dan terdapat mengenai pikiran absolute. Melalui ajaran Zen, dapat menghadirkan usaha manusia mencapai arena pemikiran absolut. Metodenya adalah sebuah
perenungan niat yang merupakan sebuah tujuan yang menyakinkan prinsip yang mendasari semua fenomena. Jika hal itu bisa, maka akan mencapai keabsolutan
dan keharmonisan.
Universitas Sumatera Utara
Shinto adalah satu nama yang digunakan untuk merangkum satu keberagaman fenomena. Dalam Shinto terdapat banyak nilai moral seperti
tanggung jawab terhadap penguasa, cinta pada leluhur, kasih sayang, juga kecintaan terhadap tanah air patriotism.
Ajaran Konfusionis adalah mengenai keutamaan kesetiaan juga secara luas disebarkan dan mempunyai dampak yang cukup penting dalam perkembangan
etika kelas samurai bushido. Sikap ketaatan kepada orang tua akan menghasilkan sikap setia yang akan menjadi kebajikan tertinggi.
Seluruh etika yang terdapat dalam Bushido dijadikan standard moral, agar para bushi dapat melihat dan membedakan sikap yang benar dan salah dalam
menjalani kehidupannya. Dalam moral Bushido, sangat menjunjung tinggi nilai- nilai kejujuran, keberanian, kebajikan kemurahan hati, kesopanan, kesungguhan,
memelihara kehormatan, dan kesetiaan. Moral dalam karya sastra biasanya mencerminkan pandangan hidup
pengarang yang bersangkutan, pandangan tentang nilai-nilai kebenaran, dan itulah yang ingin disampaikan kepada pembaca. Moral dalam cerita menurut Kenny
dalam Nurgiyantoro 1995:322, biasanya dimaksudkan sebagai suatu saran yang berhubungan dengan ajaran moral tertentu, yang bersifat praktis, yang dapat
diambil dan ditafsirkan lewat cerita yang bersangkutan oleh pembaca. Moral merupakan “petunjuk” yang sengaja diberikan oleh pengarang tentang berbagai
hal yang berhubungan dengan masalah kehidupan, seperti sikap, tingkah laku, dan sopan santun pergaulan. Moral bersifat praktis sebab “petunjuk” itu dapat
ditampilkan, atau modelnya ditemukan dalam kehidupan nyata, sebagai model yang ditampilkan dalam cerita itu lewat tokoh-tokohnya.
Universitas Sumatera Utara
Sebuah karya fiksi ditulis oleh pengarang antara lain, untuk menawarkan model kehidupan yang diidealkannya. Fiksi mengandung penerapan moral dalam
sikap dan tingkah laku tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan dapat
mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan, Nurgiyantoro 1995:322.
Pendekatan moral bertolak dari dasar pemikiran bahwa suatu karya sastra dianggap sebagai suatu medium arah yang paling efektif membina orang dan
kepribadian suatu kelompok masyarakat. Moral juga diartikan sebagai norma- norma sosial atau konsep kehidupan yang disanjung tunggi oleh sebagian besar
masyarakat. Pendekatan moral pada sebuah karya sastra dilihat dari etika dan
keyakinan, sehingga pendekatan ini cenderung menjerumus kepada segi-segi nilai keagamaan.
Berdasarkan pendekatan moral, penulis dapat mengungkapkan amanat atau pesan yang ada dalam cerita dongeng, yang dikaji berdasarkan tindakan
perilaku positif oleh para tokoh cerita, yang menunjukkan pesan-pesan moral, khususnya etika moral Bushido. Oleh sebab itulah penulis menggunakan
pendekatan moral. Pendekatan kedua yang penulis gunakan adalah pendekatan semiotik.
Pendekatan semiotik merupakan salah satu kritikan yang penting dan popular dalam bidang bahasa dan kesusasteraan. Pendekatan ini menggunakan prinsip-
prinsip teori semiotik sebagaimana yang yang dikemukakan oleh beberapa orang tokoh seperti Fredinand de Saussure, Sander Pierce, Micheal Riffaterre, Umbarto
Universitas Sumatera Utara
Eco, Jurij Lotman dan lain-lain. Pradopo, dkk 2007:71, menyatakan bahwa semiotik itu adalah ilmu yang mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, konveksi-
konveksi yang memungkinkan tanda-tanda itu memiliki arti. Menurut Hoed dalam Nurgiyantoro 1995;40, semiotik adalah ilmu atau
metode analisis untuk mengkaji tanda. Tanda adalah sesuatu yang mewakili sesuatu yang lain yang dapat berupa pengalaman, pikiran, perasaan, gagasan, dan
lain-lain. Jadi, yang dapat menjadi tanda sebenarnya bukan hanya bahasa saja, melainkan berbagai hal yang melingkupi kehidupan, walaupun harus diakui
bahwa bahasa adalah sistem tanda yang paling lengkap dan sempurna. Tanda- tanda itu dapat berupa gerakan anggota badan, gerakan mata, mulut, bentuk
tulisan, warna, bendera, bentuk dan potongan rambut, pakaian, karya seni sastra, patung, dan lain-lain yang berada di sekitar kita.
Sastra semiotik memusatkan kajiaannya pada lambang-lambang, sistem lambang, dan proses perlambangan di dalam karya sastra. Pendekatan semiotik
beranggapan karya sastra memiliki sistem tanda yang bermakna dengan media bahasa yang estetik. Sistem tanda atau lambang dalam karya sastra ini memiliki
banyak interpretasi. Dalam menafsirkan suatu sistem lambang, pembaca mengartikan gejala-
gejala tertentu kata-kata, kalimat, gerak-gerik berdasarkan pada sebuah kaidah atau sejumlah kaidah. Kaidah ini merupakan sebuah kode, yaitu alasan atau dasar
mengapa kita mengartikan suatu gejala begini atau begitu, Luxemburg dalam Mursini 2007:113.
Dalam menafsirkan dan memahami karya sastra, kode-kode yang perlu diketahui adalah kode bahasa, kode sastra, dan kode budaya. Pendekatan semiotik
Universitas Sumatera Utara
analisisnya tidak terbatas pada karya sastra itu sendiri, juga hubungannya dengan hal-hal yang berada di luarnya antara kode budaya, seperti masalah budaya dan
sistem tata nilai yang mewarnai karya sastra. Berdasarkan pendekatan semiotik, penulis dapat menginterpretasikan sikap
para tokoh-tokoh ke dalam tanda. Tanda yang ada pada dongeng akan diinterpretasikan dan kemudian akan dipilih bagian mana yang merupakan
tindakan para tokoh yang mencerminkan moral. Oleh sebab itulah, penulis memilih menggunakan pendekatan semiotik.
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5.1 Tujuan Penelitian