Latar Belakang Masalah Analisis Pesan Moral Dalam Dongeng Momotaro Karya Yei Theodora Ozaki

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Secara umum, sastra merupakan karya fiksi yang merupakan hasil kreasi berdasarkan luapan emosi yang spontan, yang mampu mengungkapkan aspek- aspek estetik baik yang didasarkan aspek kebahasaan maupun aspek makna. Karya sastra sebagai bentuk dan hasil sebuah pekerjaan kreatif, pada hakikatnya adalah suatu media yang mendayagunakan bahasa untuk mengungkapkan tentang kehidupan manusia. Oleh sebab itu, sebuah karya sastra pada umumnya berisi tentang permasalahan yang melingkupi kehidupan manusia. Kemunculan sastra dilatar belakangi adanya dorongan dasar manusia untuk mengungkapkan eksistensi dirinya. Sastra menurut Jacob Sumardjo 1997:3 adalah, ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, kenyakinan, dalam suatu bentuk gambaran konkrit yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Selain itu, menurut Wellek dalam Mursini, 2007:22, sastra sebaiknya dibatasi sebagai seni sastra yang imajinatif. Artinya, segenap kejadian atau peristiwa yang dikemukakan dalam sebuah karya sastra bukanlah pengalaman jiwa atau peristiwa yang dibayangkan saja. Walaupun karya sastra bersifat imajinatif, sastra tentunya berangkat dari kenyataan hidup secara objektif. Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra apabila di dalamnya terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah, dan susunan beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan Universitas Sumatera Utara kagum di hati pembacanya. Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu dapat menimbulkan kesan yang mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni. Demikian halnya, menurut Mursini 2007:23, sastra harus mengandung nilai estetik keindahan seni sehingga karya sastra memiliki daya pesona tersendiri, dengan kriteria seperti keutuhan unity, keseimbangan balance, keselarasan harmony, dan fokus atau tekanan righ emphasis. Karya sastra mengandung unsur pendidikan dan pengajaran. Dari segi pendidikan, sastra merupakan wahana untuk meneruskan atau mewariskan budaya bangsa dari generasi ke generasi, berupa gagasan dan pemikiran, bahasa, pengalaman sejarah, nilai-nilai budaya, dan tradisi. Dari segi pengajaran, peminat sastra dapat mengambil manfaat, seperti ajaran moral Mursini, 2007:26. Karya sastra dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa merupakan sejenis karya sastra yang bersifat paparan, sering juga disebut karangan bebas karena tidak diikat oleh aturan-aturan khusus misalnya ritme, seperti halnya dalam puisi. Ragam prosa terdiri dari 2 dua macam, prosa lama dan prosa baru. Prosa lama cenderung bersifat statis, sesuai dengan keadaan masyarakat lama yang mengalami perubahan secara lambat. Sebaliknya, prosa baru bersifat dinamis, yang senantiasa berubah sesuai dengan perkembangan masyarakatnya. Yang termasuk prosa lama seperti hikayat, dongeng, mite atau mitos, legenda, dan fable. Prosa baru, seperti cerita pendek, roman, dan novel. Dongeng sebagai bagian dari ragam prosa lama dikenal sebagai cerita pelipur lara. Dongeng merupakan suatu kisah yang diangkat dari pemikiran fiktif dan kisah nyata, menjadi suatu alur perjalanan hidup dengan pesan moral yang mengandung makna hidup dan cara berinteraksi dengan makhluk lainnya http: Universitas Sumatera Utara id.wikipedia.org wiki Dongeng. Tidak berbeda jauh dari pengertian di atas, dongeng merupakan cerita yang bersifat khayal, yang didasarkan pada kenyataan hidup sehari-hari, kemudian dipadukan dengan imajinasi pengarang secara berlebihan sehingga cerita itu tidak dapat diterima secara logis Suroto, 1989:11. Menurut Sutjipto dalam Mursini, 2007:46, dongeng dalam bahasa Inggris disebut folklore. Dongeng merupakan suatu cerita fantasi dengan kejadian- kejadian yang tidak benar terjadi. Sebagai folklore, dongeng merupakan cerita yang hidup di kalangan rakyat, disajikan dengan bertutur lisan oleh tukang cerita, seperti pelipur lara. Munculnya hampir bersamaan dengan adanya kepercayaan dan kebudayaan suatu bangsa. Pada mulanya dongeng berkaitan dengan kepercayaan masyarakat primitif terhadap hal-hal yang supranatural dan manifestasinya dalam alam kehidupan manusia seperti animisme. Menurut Ahmad Badrun dalam Mursini, 2007:46, dalam dongeng dilukiskan orang merasa bersatu dengan dunia sekitarnya, melihat hidupnya pada binatang, tumbuh-tumbuhan dan barang, ilusinya berubah-ubah disesuaikan dengan waktu dan keadaan. Dunia belum dibatasi dengan akal, tetapi merupakan segala kemungkinan yang tanpa batas, maka terjadilah dongeng-dongeng yang bersumber pada sifat kekanak-kanakan atau sifat bangsa yang masih sederhana. Dari bentuk asal itulah dongeng berkembang ke mana-mana tanpa memperhatikan batas politik, kepercayaan, geografis, dan sebagainya. Bagi manusia, dongeng berfungsi sebagai hiburan, kepercayaan yang bersifat didaktik pengajaran moral dan nasehat bagi kehidupan, dan sumber pengetahuan. Dengan dongeng, lebih tepat pada masanya pencerita bisa Universitas Sumatera Utara menyampaiakan maksudnya gagasan secara bebas tanpa menyinggung perasaan orang lain atau pihak-pihak lain, misalnya pemerintah. Sastra Jepang juga tentunya mengenal dongeng. Dongeng dalam karya sastra Jepang dikenal dengan sebutan setsuwa. Dongeng mengisahkan cerita fiktif atau cerita imajinasi. Di dalam dongeng juga ada tokoh, alur, latar, dan unsur cerita lainnya. Di dalam dongeng mungkin kita akan menemukan manusia bisa terbang atau binatang bisa bicara. Inilah yang menjadi perbedaan yang mencolok dengan cerita-cerita lainnya, yaitu kefiksiannya. Namun, dari sinilah dongeng memiliki daya tarik tersendiri, khusunya bagi anak. Selain itu, dongeng juga menyimpan nilai moral. Dan ini menjadi daya tarik bagi orang tua dalam pembelajaran kepada anaknya. Biasanya dongeng menitikberatkan tema seperti moral tentang kebaikan yang selalu menang melawan kejahatan, kejadian yang terjadi di masa lampau, di suatu tempat yang jauh sekali, dan sebagainya. Dongeng merupakan cerita tradisional yang tumbuh di masyarakat sejak zaman dahulu, dan berasal dari generasi terdahulu. Danandjaja dalam Rahmah, 2007:5 menjelaskan bahwa cerita dalam dongeng merupakan cerita prosa rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi yang diceritakan terutama untuk hiburan, walaupun banyak juga yang melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran moral atau bahkan sindiran. Dongeng yang dalam bahasa Jepangnya Setsuwa menunjukkan tokoh yang tidak terbatas pada dewa-dewa atau orang yang tercantum dalam lembaran sejarah saja, tetapi sering juga terdapat tokoh yang namanya tidak dikenal. Kadang menampilkan tokoh binatang atau tumbuhan. Setsuwa memiliki Universitas Sumatera Utara sifat kongkrit, peristiwa yang diungkapkan di dalamnya tersusun pendek, dan lebih teratur. Ada yang bersifat kenyataan dan ada juga yang bersifat surealisme. Isinya menceritakan atau mengungkapkan tentang perasaan, harapan dan cara berpikir rakyat. Dalam hal ini, penulis menganalisis cerita rakyat Jepang, Momotaro, karangan Yei Theodora Ozakai. Dikisahkan di zaman dulu kala, hiduplah seorang pak tua dan istrinya yang tidak memiliki anak. Ketika sang istri sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali datang dihanyutkan air dari hulu sungai. Buah persik itu dibawanya pulang ke rumah untuk dimakan bersama suaminya. Ketika dipotongnya buah persik itu, dari dalamnya keluarlah seorang anak laki-laki. Anak itu diberi nama Momotaro, dan dibesarkan pak tua dan istrinya seperti anak sendiri. Momotaro tumbuh sebagai anak yang kuat, dan suatu hari ia mengutarakan niatnya untuk membasmi benteng pertahanan sekawanan setan yang ada di bawah laut yang sering menyusahkan orang-orang desa. Momotaro berangkat membasmi setan dengan membawa bekal kue kibidango. Di tengah perjalanan menuju pulau di bawah laut, Momotaro secara berturut-turut bertemu dengan anjing, monyet, dan burung pegar. Di pulau itu, Momotaro dengan kegigihannya bertarung melawan setan-setan dengan dibantu anjing, monyet, dan burung pegar. Momotaro menang dan pulang membawa harta yang selama ini telah dirampok oleh sekawanan setan itu. Setelah membaca dongeng ini, penulis menemukan suatu yang menarik untuk dianalisis, karena cerita rakyat Jepang ini memiliki ciri khas tersendiri. Dalam cerita rakyat ini, terkandung pesan moral di zaman dongeng tercipta. Universitas Sumatera Utara Menurut Wahyudi Kumorotomo dalam Moekijat, 1995: 44, moral adalah hal-hal yang mendorong manusia untuk melakukan tindakan-tindakan yang baik sebagai “kewajiban” atau “norma”. Moral juga dapat diartikan sebagai sarana untuk mengukur benar-tidaknya suatu tindakan manusia. Pesan moral yang terkandung dalam novel itu ada kaitannya juga dengan kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Jepang. Menurut Ki Hajar Dewantara dalam Supartono, 2001:34, kebudayaan berarti buah budi manusia, suatu hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni alam dan zaman kodrat dan masyarakat yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran di dalam hidup dan penghidupannya, guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada akhirnya bersifat tertib dan damai. Kebudayaan berperan sebagai pengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, menentukan sikapnya jika berhubungan dengang lingkungannya Ridwan, 2007:37. Budaya dan kebiasaan yang tercermin pada dongeng ini telah ditunjukkan sebagai moral Jepang, yaitu moral dalam Bushido. Bushido adalah istilah yang dulunya diartikan sebagai sebuah kode etik kesatria golongan samurai dalam feodalisme Jepang. Bushido mengandung arti sikap rela mati kepada negara, kerajaan, dan kaisar. Pengertian lainnya yaitu jalan hidup seorang prajurit atau kesatria yang mempunyai kode etik. Kode etik tersebutlah yang telah dijadikan sebagai dasar moral bagi seluruh masyarakat Jepang. Untuk menganalisis pesan moral dalam cerita rakyat Momotaro ini, penulis menitikberatkan pada analisis tentang nilai-nilai moral Bushido masyarakat Jepang, sebagai pemilik cerita. Universitas Sumatera Utara Dengan alasan tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk menulis bagaimana pesan moral dalam dongeng Momotaro, yang telah dijadikan sebagai budaya dan kebiasaan oleh masyarakat Jepang. Dengan demikian, penulis dalam skripsi ini membahas tentang pesan moral yang seperti apa yang ada dalam dongeng “Momotaro” dengan judul “Analisis Pesan Moral dalam Dongeng Momotaro Karya Tei Theodora Ozaki”.

1.2 Perumusan Masalah