133
c. Latar Belakang Budaya
Pemilihan pasangan hidup antar budaya terjadi ketika seseorang memilih pasangannya dari latar belakang budaya yang
berbeda. Subjek LS lebih menginginkan pasangan hidup yang sama latar belakang budayanya. Sedangkan YR, MM, dan GS
mereka terbuka dengan budaya apapun selagi mereka merasa cocok. Semua subjek juga merasa perlu mempertimbangkan
pendapat orangtua mengenai hal ini. d.
Latar Belakang Agama Agama merupakan landasan manusia dalam menjalani
hidup. Akan menjadi kendala jika pernikahan terjadi dengan perbedaan agama. Kendala tersebu biasanya terjadi pada keluarga
mempelai. Begitu juga dengan subjek yang menjadikan agama sebagai kriteria utama.
4. Penyesuaian Diri
Penyesuaian diri dilakukan oleh subjek baik dengan calon pasangan hidupnya maupun dengan kelaurga calon pasangan hidupnya. Dalam
hubungan ini pasangan sudah memiliki hubungan dan komitmen yaitu hubungan yang lebih serius. Hubungan tersebut bukan hanya melibatkan
pasangan saja tetapi sudah melibatkan orangtua pasangan. Hal tersebut bertujuan untuk menunjukan kemampuan subjek untuk dapat menjalani
hubungan dengan pasangannya secara serius didepan keluarganya.
134
a. Penyesuaian Diri Subjek dengan Calon Pasangan Hidup
Subjek pada penelitian ini telah berpacaran satu tahun atau lebih. Sehingga penyesuain diri subjek sudah terjalain kira-kira
lebih dari satu tahun. Sehingga keempat subjek sudah merasa sudah bisa menyesuaiakan diri dengan baik.
b. Penyesuaian Diri Subjek dengan Keluarga Calon Pasangan Hidup
Penyesuaian diri subjek dengan keluarga calon pasangan hidup juga penting untuk dilakukan. Keempat subjek berpendapat
bahwa hal tersebut penting untuk dilakukan untuk mencari simpati dari orang tua.
c. Penyesuaian Diri Subjek dengan Keluarga
Keterbukaan seorang anak kepada orangtua mengenai hubungannya dengan pacarnya memang sangat penting. Semua
orang tua pasti menginginkan anaknya untuk mendapatkan suami atau istri yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan. Begitu juga
pada subjek LS dan MM yang telah terbuka dengan kedua orangtuanya sedangkan subjek YR dan GS sedang dalam proses
memperkenalkan calon pasangan hidupnya. Selama ini YR dan GS masih belum memperkenalkan calon pasangan hidupnya kepada
kedua orantua.
135
5. Mengembangkan Hubugan yang Mengarah Pernikahan
Memutuskan untuk menikah bukanlah perkara yang mudah bagi sebagian orang. Menurut Dian Wisnuwardhani 2012: 92 beberapa hal
yang secara signifikasi berhubungan dengan kesiapan menikah: 1
Usia dan Tingkat Kedewasaan Usia dan tingkat kedewasaan merupakan indikator yang penting
dalam mengevaluasi kesipaan untuk menikah. Menurut Booths dan Edwards Dian Wisnuwardhani dan Sri Fatmawati Mashoedi, 2012:
92 menemukan bahwa tingkat ketidakstabilan pernikahan pria dan wanita yang menikah saat usia mereka berada pada usia remaja
ternyata lebih tinggi. remaja biasanya memiliki ketidakmatangan emosi dan tidak mampu mengatasi permasalahan atau stres pada
masa awal pernikahan. Mereka tidak memiliki ketrampilan sosia yang dibutuhkan dalam berhadapan dengan hubungan intim yang
intens. Keterbatasan terhadap kemampuan yang mereka miliki mengarahkan mereka pada ketidakpuasan terhadap cara pasangan
memenuhi berbagai kebutuhan rumah tangga. Keempat subjek memiliki kriteria usia menikah sendiri. Subjek
LS menginginkan menikah pada usia sekitar 24 tahun. Subjek YR memiliki kriteriai usia menikah sekitar 26 tahun. Subjek MM
mengininkan menikah di usia 25 tahun. Sedangkan subjek GS mengingkan menikah di usia 27 tahun.
136
2 Waktu Pernikahan
Tidak berbeda dengan usia pernikahan waktu menikah juga merupan faktor lain dalam kesiapan untuk menikah. Ketika
seseorang siap untuk menikah berarti mereka siap untuk menikah dengan keluarga besarnya juga. Karena dalam pernikahan kita tidak
hanya menjalin hubungan dengan suami atau istri saja tetapi dengan keluarga besar pasangan kita.
3 Motif untuk Menikah
Motif untuk menikah juga menentukan kesuksesan atau kegagalan dalam sebuah pernikahan. Sebagaian besar orang menikah
untuk alasan positif. Tetapi ada juga yang menikah karena terpaksa oleh keadaan atau paksaan dari beberapa pihak. Keempat subjek
pastinya menginginkan menikah karena alasan positif dan karena alasan cinta .
4 Kesiapan untuk Memiliki Hubungan Seks yang Eksklusif
Sebagaian besar orang dalam pernikahannya mengingkan kesucian dari pasangannya. Kesiapan dalam hal seksual juga sangat
penting bagi seseorang. Kesiapan menikah bagi sebagaian besar orang membutuhkan sikap yang bijak dalam hal seksual.
Dari wawancara dengan keempat subjek diketahui mereka belum pernah melakukan hubungan suami istri dengan pacarnya.
Mereka mengaku hal itu sangat tidak baik dilakukan karena mereka sudah benar-benar serius menjalani hubungan ini dan sangat
137
menjaga kesucian dari pasangannya. Tetapi hal-hal seperti ciuman, pegangan tangan, dan berpelukan sudah pernah dilakukan oleh LS,
YR, MM, dan GS. 5
Emansipasi Emosional dari Orangtua Seseorang yang masih mencari pemenuhan kebutuhan
emosional yang utama dari orang tua dalah orang yang belum siap untuk memenuhi kebutuhan pasangannya. Banyak dari orangtua
yang menginginkan anaknya untuk tinggal dengannya setelah menikah. Hal ini terjadi pada subjek LS karena memang subjek LS
merupakan anak tunggal dalam keluargaya. Begitu juga dengan subjek GS, orangtua GS menginginkan GS yang merawatnya pada
masa tua. Sedangkan orangtua subjek MM dan YR menginginkan
anaknya untuk mempunyai rumah yang dekat dengan rumah orangtua MM dan YR.
6 Pendidikan dan Kesiapan Pekerjaan
Semakin rendah pendidikan dan pekerjaan seseorang, maka mereke cenderung akan menikah lebih cepat. Mereka yang memiliki
pendidikan yang lebih tinggi akan menunda pernikahannya. Begitu juga dengan keempat subjek yang akan menikah ketika mereka
suduh lulus kuliah dan mendapatkan perkerjaan yang tetap. Subjek MM dan GS mengaku akan memantapkan dalam hal
karir terlebih dahulu kemudian bersiap untuk menikah. Bagi seorang
138
laki-laki perlu mengumpulkan materi terlebih dahulu untuk dapat menjadi bekal pernikahan karena seorang laki-laki akan menjadi
imam bagi istrinya. Subjek LS dan YR juga akan memantapkan karir terlebih dahulu sambil menunggu kemapanan pasangannya masing-
masing.
C. Implikasi dalam Bimbingan dan Konseling