Penarikan Kesimpulan Analisis Data

tersebut hanya dipergunakan sebagai tempat ibadah umat Islam saja dan tidak dijinkan adanya bangunan lain selain masjid. Kemudian kepanitiaan kepengurusan masjid berganti setiap periodenya serta terjadi dua kali perbaikan bangunan masjid tetapi tanggal perbaikannya tidak disebutkan. Dalam perbaikannya hanya dalam skala kecil saja, hanya pada bagian-bagian yang telah mengalami kerusakan. Saat terjadinya gempa bumi di wilayah Yogyakarta dan Jawa Tengah pada tahun 2006, bangunan masjid mengalami kerusakan yang cukup parah sehingga harus melakukan renovasi total untuk mendirikan masjid kembali. Pembangunan masjid ini kemudian dimulai pada bulan September tahun 2007 atas prakarsa Hidayat Nur Wahid. Bangunan masjid tersebut menghabiskan biaya sebesar kurang lebih Rp. 11 M yang dibangun di atas tanah kas desa serta pendanaan bersumber dari beberapa tokoh. Masjid Raya Al-Muttaqqun diresmikan oleh Mendagri Mardiyanto mewakili Susilo Bambang Yudhoyono, bersama ketua MPR Hidayat Nur Wahid, pada tanggal 13 Maret 2009. Turut hadir pula dalam peresmian masjid wakil kementrian Islam dan wakaf pemerintahan Qatar Muhammad bin Asslam Hadad Khawari, Pimpinan Persatuan Ulama Dunia Wahid Hasan Khalif Hasan Hindawi, Dirjen Binasos Depsos Gunawan Somadiningrat, Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, Bupati Klaten Sunarno dan sejumlah ulama setempat. Beragam tafsir tentang berdirinya kembali Masjid Al-Muttaqun, para petinggi yang datang dalam peresmian Masjid Al-Muttaqun dalam menyampaikan sambutan pun memberikan penafsiran sendiri-sendiri. Gubernur Jawa Tengah Bibit Waluyo, menyatakan bahwa pembangunan kembali masjid ini mewujudkan kearifan lokal dengan berbasis sosial budaya. Hal tersebut selaras dengan konsep pembangunan Jawa Tengah “Bali Ndeso Bangun Deso”. Keberadaan masjid yang berdiri megah berdampingan dengan candi Prambanan ini untuk meningkatkan kesadaran umat Islam untuk membangun keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat. Ini merupakan pembangunan sendi-sendi kehidupan berbudaya, bermasyarakat dan berbangsa. Hal ini merupakan hal utama untuk membangun ditengah keberagaman. Hidayat Nur Wahid, ketua MPR yang juga ketua dewan Pembina Masjid Raya Al –Muttaqun dan Islam Centre Asy Jasmin Bin Muhammad Alitsani, mengatakan “Dalam membangun kembali masjid ini merupakan obsesi konsep bali deso bangun deso tekad membangun masjid kembali yang rusak akibat gempa bumi tentonik 27 mei 2006. Dari hasil wawancara pada tanggal 16 Oktober 2015 dengan Budi Faisal selaku Ketua TIM Arsitek PT. TSANA MULIA Bandung yang bertugas dalam proses pembangunan kembali Masjid Raya Al-Muttaqun, menjelaskan bahwa arsitektur masjid pada bagian eksterior mengadopsi bangunan masjid-masjid abad kejayaan Islam Internasional seperti masjid-masjid di Mekkah, Madinah, Cordoba dan Tunisia yang kemudian dikombinasikan dengan beberapa komponen bangunan masjid yang ada ditanah air, seperti masjid Keraton Kasunanan Surakarta dan masjid Keraton Kasultanan Yogyakarta pada bagian interior sebagai penghormatan terhadap budaya Jawa.