Pengertian menurut KUH Perdat Pengertian menurut KUH Dagang.

dunia dengan kehidupan akhirat. Setiap aktifitas manusia didunia akan berdampak kepada kehidupan di akhirat kelak. 23 Islam juga menjaga keseimbangan sosial, tidak mengakui adanya hak mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Islam melarang kapitalis, menumpuk harta kekayaan, mengembangkan dan membelanjakan yang sama sekali tidak memperhatikan kepentingan orang lain, bahkan merampas hak milik individu. Ekonomi Islam bersifat tengah-tengah, tidak mendhalimi masyarakat khususnya kaum lemah, juga tidak mendhalimi hak individu, Islam mengakui hak individu dan masyarakat.

B. Kajian Umum Tentang Asuransi

1. Pengertian Asuransi

a. Pengertian menurut KUH Perdata. Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda, assurantie, yang dalam hukum Belanda disebut Verzekering yang artinya pertanggungan. 24 Dalam asuransi ada dua pihak yang terlibat yaitu, yang satu sanggup menanggung atau menjamin, dan yang lain akan mendapatkan penggantian suatu kerugian, yang mungkin akan dideritanya sebagai akibat dari suatu peristiwa yang semula belum tentu akan terjadi atau semula belum dapat ditentukan saat akan terjadinya. Asuransi diatur dalam bagian kesatu ketentuan umum Pasal 1774 KUH Perdata, yang bunyinya sebagai berikut : “Suatu persetujuanan untung-untungan adalah suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya, baik bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak, bergantung kepada suatu kejadian yang belum tentu. Demikian adalah : Perjanjian pertanggungan; 23 Mustafa Edwin Nasution, Op.cit. hlm. 23 24 Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah Life and General Konsep dan Sistem Operasional, ctk.Pertama, Gema Insani, Jakarta, 2004, hlm. 26 Bunga cagak hidup; Perjudian dan pertaruhan. Perjanjian yang pertama diatur di dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang”. 25 Jika dilihat dari pasal tersebut, maka perjanjian pertanggungan dapat dikategorikan dalam kelompok perjanjian untung-untungan. Sedang untuk asuransi syariah, Pasal 1774 KUH Perdata tidak dapat dijadikan dasar hukum karena adanya unsur judi maisir yaitu adanya unsur untung rugi yang digantungkan pada kejadian yang belum tentu. Asuransi syariah tidak didasarkan untung rugi tetapi didasarkan pada konsep tanggung jawab dan tolong menolong.. 26

b. Pengertian menurut KUH Dagang.

Dalam kitab Undang-undang Hukum Dagang Bab Kesembilan Pasal 246 disebutkan: “Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu” Dari definisi tersebut diatas, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pihak pertama sebagai pihak yang ditanggung, mengalihkan beban atau resiko kepada pihak penanggung. 2. Pihak yang ditanggung membeli hak untuk menerima ganti rugi, atau jaminan dari yang menjualnya, yaitu pihak penanggung menerima sejumlah uang yang disebut dengan premi. 25 R. Subekti dan R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Cet. kedua puluh dua, Pradnya Paramita, Jakarta, 1990, hlm.380 26 Gemala Dewi, Aspek-aspek Hukum Dalam Perbankan dan Perasur ansian Syariah di Indonesia, ctk. Ketiga, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, hlm. 197 3. Pihak penanggung mengharapkan keuntungan dari pembelinya, dan dengan keuntungan ini ia bersedia menanggung kerugiannya yang mungkin ditimbulkan akibat bahaya-bahaya yang menjadi pokok pertanggungan. 4. Kerugian yang timbul harus merupakan suatu hal yang tak terduga- duga, dan merupakan suatu bahaya yang tidak dapat diharapkan atau dinantikan dengan pasti, dengan kata lain tidak disengaja. 27 Dengan melihat pengertian asuransi diatas, maka seperti halnya dalam KUHPerdata, asuransi disini dapat dipersamakan dengan perjanjian tukar- menukar dengan pertimbangan untung-rugi. Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Dagang, tertanggung yang memutuskan kontrak sebelum habis masa kontraknya akan kehilangan seluruh atau sebagian besar premi yang telah dibayarkan. Hal ini dirasakan sebagai suatu kerugian bagi tertanggung dan di lain pihak merupakan keuntungan bagi penanggung. Sedang dalam asuransi syariah, perjanjian yang terjadi adalah perjanjian tolong-menolong, bukan perjanjian tukar menukar. Disini bukan untung- rugi yang dipikirkan melainkan tolong – menolong. Sehingga dalam asuransi syariah tidak mengenal adanya dana hangus atau hilang, peserta asuransi yang baru masuk sekalipun karena satu dan lain hal ingin mengundurkan diri atau karena sesuatu sehingga tidak mampu melanjutkan atau tidak mampu membayar premi, maka dana atau premi yang sebelumnya sudah dibayarkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil saja yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ yang tidak dapat diambil. 28 Begitu pula peserta asuransi yang berhenti sebelum pertanggungannya berakhir peserta dapat menarik kembali seluruh iuran 27 Ibid, hlm. 197 28 Mustafa Edwin Nasution, et.al, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam,,ctk. Pertama, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006, hlm. 300 yang dibayarkan. Bahkan jumlah tersebut masih ditambah dengan keuntungan yang diperoleh selama uangnya dikelola perusahaan. 29

c. Pengertian menurut Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992.