Teori Bekerjanya Hukum Kerangka Teori.

1.4 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 21DSN-MUIX2001, mendefinisikan sebagai berikut : “Asuransi syariah Ta’min, takaful atau Tadhamun adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orangpihak melalui investasi dalam bentuk aset danatau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko tertentu melalui akad perikatan yang sesuai dengan syariah” 11 1.5 Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah Pasal 20 26. “ Ta’min asuransi adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih yang pihak penanggung mengikatkan diri kepada pihak tertanggung dengan menerima premi ta’min untuk menerima penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung yang timbul dari peristiwa yang tidak pasti” 12

2. Teori Bekerjanya Hukum

Hukum pada hakekatnya mengandung ide atau konsep-konsep yang abstrak. Sekalipun abstrak, hukum dibuat untuk diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Oleh karena itu untuk mewujudkan ide atau konsep-konsep tersebut perlu adanya kegiatan. Rangkaian kegiatan tersebut menjadi kenyataan merupakan proses penegakan hukum. Masalah penegakan hukum dan pelaksanaan hukum tidak bisa lepas dari pemikiran-pemikiran tentang efektifitas hukum. Sistem hukum tidak lain merupakan cerminan dari nilai-nilai standar elit masyarakat yang masing-masing mempunyai kepentingan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan kelompok mereka. Berbicara masalah hukum pada dasarnya membicarakan fungsi hukum di dalam masyarakat. 11 Ahmad Kamil dan Fauzan, Kitab Undang-undang Hukum Perbankan dan Ekonomi Syariah, cet.Pertama, Kencana, Jakarta, 2007, hlm. 499 12 Mahkamah Agung RI, Kompilasi Hukum Ekonomi Syar iah, Jakarta , 2008, hlm. 13 Untuk memahami bagaimana fungsi hukum, ada baiknya dipahami terlebih dahulu bidang pekerjaan hukum. Sedikitnya ada 4 empat bidang pekerjaan yang dilakukan oleh hukum dalam Satjipto Rahardjo yaitu : a. Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan. b. Mengalokasikan dengan menegaskan siapa saja yang boleh melakukan kekuasaan atau siapa saja berikut prosedurnya. c. Menyelesaikan sengketa yang timbul di dalam masyarakat. d. Mempertahankan kemampuan adaptasi masyarakat dengan cara mengatur kembali hubungan-hubungan dalam masyarakat manakala ada . Merumuskan hubungan-hubungan diantara anggota masyarakat dengan menunjukkan perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang dan yang boleh dilakukan. Dari 4 empat pekerjaan hukum tersebut diatas, menurut Satjipto Rahardjo secara sosiologis dapat dilihat dari adanya 2 dua fungsi utama hukum yaitu: 1. Sebagai Social Control Kontrol Sosial. Kontrol sosial merupakan fungsi hukum yang mempengaruhi warga masyarakat agar bertingkah laku sejalan dengan apa yang telah digariskan sebagai aturan hukum, termasuk nilai-nilai yang hidup didalam masyarakat. Adapun yang termasuk dalam lingkup social control antara lain : a. Perbuatan norma-norma hukum, baik yang memberikan peruntukan maupun yang menentukan hubungan antara orang dengan orang b. Penyelesaian sengketa di dalam masyarakat. c. Menjamin kelangsungan kehidupan masyarakat, yaitu dalam hal terjadi perubahan-perubahan sosial. 2. Social Engineering Rekyasa sosial Penggunaan keadaan masyarakat sebagaimana diinginkan oleh pembuat hukum. Berbeda dengan fungsi control social, yang lebih praktis yaitu untuk kepentingan waktu sekarang, maka fungsi rekayasa sosial dari hukum lebih mengarah pada pembahasan sikap dan perilaku masyarakat dimasa mendatang sesuai dengan keinginan pembuat undang-undang. Perubahan-perubahan yang dikehendaki itu apabila berhasil pada akhirnya akan melembaga sebagai pola-pola tingkah laku yang baru di masyarakat. 13 Selanjutnya dikatakan bahwa pelaksanaan penegakan hukum atau keefektifan hukum bersangkutan dengan 5 faktor pokok yaitu : a. Faktor hukum itu sendiri, yaitu semua peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu hal yang berkaitan dengan pokok permasalahan. b. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun yang menerapkan hukum. c. Faktor prasarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. d. Faktor masyarakat atau adresat hukum, yakni lingkungan dimana hukum berlaku atau diterapkan. e. Faktor budaya, yaitu sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Menurut WJ. Chambliss Robert B. Seidman 14 dalam Esmi Warassih, 2005 : 11-12 dengan teori bekerjanya hukum, disebutkan bahwa untuk memfungsikan peraturan-peraturan dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial, baik terhadap pembuat undang-undang, lembaga-lembaga pelaksana, maupun pemegang peran. Adanya pengaruh kekuatan sosial ini dalam bekerjanya hukum secara jelas dapat digambarkan sebagai berikut : 13 Satjipto Rahardjo, 2002, Sosiologi Hukum : Perkembangan, Metode dan Pilihan Masalah,, Muhammadiyah University Press, Surakarta, hlm. 119-120 14 Esmi Warassih, Pranata Hukum Sebuah Telaah Sosiologis, PT. Suryandaru Utama, Semarang, 2005, hlm. 11-12. Ub Ub Nrm Prn penerapan Umpan balik Bekerjanya kekuatan Bekerjanya kekuatan Kekuatan personal kekuatan personal dan Sosial dan sosial Dari bagan tersebut diatas, maka dapat diuraikan di dalam dalil-dalil sebagai berikut : a. Setiap peraturan hukum memberitahukan tentang bagaimana seorang pemegang peranan itu diharapkan bertindak; b. Bagaimana seorang pemegang peranan itu bertindak sebagai suatu respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan- Kekuatan-kekuatan personal dan kekuatan sosial Pembuat Undang-undang Penegak hukum Pemegang peran peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya; c. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan- peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksi, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan sosial, politik dan lain- lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan; d. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks ketentuan-ketentuan sosial politik, idiologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang datang dari para pemegang peranan serta birokrasi. 15 Selo Soemardjan, berpandangan bahwa efektifitas hukum berkaitan erat dengan faktor-faktor sebagai berikut : 1. Usaha-usaha menanamkan hukum didalam masyarakat, yaitu pembinaan tenaga manusia, alat-alat, organisasi dan metode agar warga-warga masyarakat mengetahui, menghargai, mengakui dan mentaati hukum. 2. Reaksi masyarakat yang didasarkan pada system nilai-nilai yang berlaku. Artinya masyarakat mungkin menolak atau menentang atau mungkin mematuhi hukum untuk menjamin kepentingan mereka. 3. Jangka waktu menanamkan hukum, yaitu panjang pendeknya jangka waktu dimana usaha-usaha menanamkan hukum itu dilakukan dan diharapkan memberi hasil. 16 15 Ibid, hlm 11-12 16 Soerjono Soekanto, Tatacar a Penyusunan Karya Tulis Ilmiah Bidang Hukum, Ghalia Indonesia Jakarta, 1982, hlm 45 Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya kaidah tersebut dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa, walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat teori kekuasaan, atau kaidah berlaku kalau diterima dan diakui oleh masyarakat teori pengakuan maka kaidah hukum tersebut menjadi aturan pemaksa dan kalau berlaku secara filosofis akan merupakan hukum yang dicita-citakan. Selain itu Lon F Fuller principles of legality berpendapat bahwa untuk mengenal hukum sebagai sistem, maka harus dicermati apakah ia memenuhi 8 delapan asas di antaranya : 1. Sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan, tidak boleh mengandung sekedar keputusan-keputusan yang bersifat ad hoc. 2. Peraturan yang dibuat itu harus diumumkan. 3. Tidak boleh ada peraturan yang berlaku surut. 4. Peraturan harus disusun dalam rumusan yang bisa dimengerti. 5. Suatu system tidak boleh mengandung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain. 6. Perturan tidak boleh mengandung tuntutan yang melebihi apa yang dapat dilakukan. 7. Tidak boleh ada kebiasaan untuk sering merubah-rubah peraturan sehingga menyebabkan seseorang akan kehilangan orientasi. 8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaan sehari-hari. 17 Sedang menurut Dias, ada lima syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem hukum dalam Esmi Warassih yaitu : 1. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap. 2. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan- aturan yang bersangkutan. 17 Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, ctk. Kelima, Rineka Cipta, Jakarta, 2007 hlm. 6 3. Efisien dan efektif tidaknya mobilisasi aturan-aturan hukum yang dicapai dengan bantuan : a. Aparat administrasi yang menyadari kewajibannya untuk melibatkan dirinya kedalam usaha mobilisasi yang demikian. b. Para warga masyarakat yang merasa terlibat dan merasa harus berpartisipasi di dalam proses mobilisasi hukum. c. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa. d. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata di kalangan warga masyarakat, bahwa aturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu memang sesungguhnya berdaya mampu efektif. 18 Sedang hubungannya hukum dengan ekonomi asuransi, ekonomi adalah bertujuan untuk menyediakan kebutuhan yang diperlukan bagi kelangsungan hidup masyarakat dan anggota-anggotanya. Perbuatan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan didasarkan pada asas rasionalitas. 19 Akan tetapi manusia dalam memenuhi kebutuhannya dapat melakukan dengan cara berkelompok maupun secara individu dengan melakukan interaksi dengan yang lainnya, sehingga dapat menghasilkan secara optimal pemanfaatan sumber daya dalam masyarakat. Dengan demikian muncullah masalah aturan sebagai kebutuhan ekonomi, karena tanpa aturan, orang tidak bisa bicara mengenai penyelenggaraan kegiatan ekonomi dalam masyarakat. Ekonomi tidak bisa mendesain sendiri peraturan-peraturan atau sistem peraturan yang nantinya harus mengikat tingkah lakunya. 20 18 Ibid. hlm. 106 19 Satjipto Rahardjo, Beberapa Pemikiran Tentang Rancangan Antar Disiplin Dalam Pembinaan Hukum Nasional , Sinar Baru, Bandung, 1985, hlm. 55 20 Ibid, hlm. 57

3. Teori Ekonomi Islam Syariah