Kitin dan Kitosan PENELAAHAN PUSTAKA

Telah disebutkan sebelumnya terkait dengan berbagai fungsi dari alpha mangostin. Berkaitan dengan fakta bahwa alfa mangostin dapat menghambat proses oksidasi lipoprotein densitas rendah LDL yang sangat berperan dalam aterosklerosis William, Ongsakul, Proudfoot, Croft, Beilin, 1995. Sedangkan Mahaburasakam, Proudfoot, Taylor, Croft 2000 melaporkan bahwa xanton terprenilasi juga dapat menghambat proses oksidasi dari LDL tersebut. Penelitian lainnya, mangostin dilaporkan menghambat poten terhadap HIV-1 protease Chen, Wan, Loh, 1996. Sementara itu, Gopalakrishnan, Banumathi, Suresh 1997 melaporkan bahwa senyawa xanton mangostin dari kulit buah manggis mampu menghambat pertumbuhan jamur patogenik : Fusarium oxysporum vasinfectum, Alternaria tenuis , dan Dreschlera oryzae.

C. Kitin dan Kitosan

Kitin merupakan polisakarida alami nomor 2 di dunia setelah selulosa dan terbuat dari β 1-4 yang terhubung dengan 2-acetamido-2 deoxy- β-D-glukosa N- acetylglucosamine . Biasanya dianggap sebagai derivate dari selulosa, meskipun tidak muncul pada organisme yang menghasilkan selulosa. Strukturnya seperti selulosa, tetapi mempunyai gugus asetamida -NHCOCH 3 pada posisi C-2. Kitin diperkirakan diproduksi secara berkala sebanyak selulosa. Perkembangan fungsi dari kitin telah banyak dikembangkan. Kitin mempunyai warna putih, keras, tidak elastis, polisakarida mengandung nitrogen yang ditemukan di eksoskeleton. Limbah dari polimer alami ini adalah sumber dari polusi di permukaan laut. Derivat dari kitin dapat diklasifikasikan kedalam 2 kategori yaitu, pada setiap kasus, grup N-asetil dibuang, dan gugus fungsi amino bereaksi dengan acyl chlorides atau anhidrat untuk memberikan group NHCOR atau dimodifikasi dengan aminasi reduktif menjadi NHCH 2 COOH. Reaksi tersebut yang membawa kitin atau kitin yang belum terdeasetilasi sempurna, kitosan, sehingga menghasilkan polimer yang mengandung 3 tipe unit monomer. Polyampholytes ini efektif untuk membuang logam dari larutan Kumar, Dutta, Tripathi, 2004. Kitin biasanya digunakan untuk imobilisasi enzim dan seluruh sel, imobilasi enzim digunakan untuk industru makanan seperti jus buah dan proses pembuatan susu ketika α-dan β-amilase atau invertase ada didalamnya. Karena sifatnya yang biodegradable, tidak toksik, inert, antibakteria, hidrofilik, gel-forming properties dan afinitas terhadap protein tinggi, kirtin sering digunakan menjadi biosensors. Kitin biasa digunakan untuk penanganan polusi industry yang sering terhadi Rinaudo, 2006. Kitosan didapat dari derivat kitin. Kitin biasanya didapatkan dari eksoskeleton crustacea seperti kepiting dan udang. Dalam pembentukan kitosan, kitin ini harus melewati proses deasetilasi terlebih dahulu. Kitosan ini ketika dilarutkan cenderung membentuk lapisan film dan berserat, sehingga kitosan biasa dimanfaatkan sebagai pembentuk basis gel, tetapi pH kitosan tidak larut dalam larutan netral atau basa. Kitosan cenderung larut dalam asa pH 5, karena amino pada kitosan akan terprotonasi sehingga meningkatkan kelarutan kitosan dalam air. Kitosan juga memiliki kelarutan yang baik dengan polimer lain dalam pembentukan kompleks atau kelat Niekraszewicz, 2005; Sarmento, 2012. Pembentukan kitosan dari kitin terjadi penambahan gugus fungsi NH 2 akibat deasetilasi Gambar 2. Semakin tinggi tingkat deasetilasinya, maka semakin murni kitosan yang dihasilkan. Jadi sebenarnya kitin dan kitosan merupakan polimer yang sama, namun yang membedakan adalah derajat deasetilasinyaDD. Secara umum, jika molekul polimer memiliki lebih dari 50 N-asetilglukosamin maka disebut dengan kitin, sedangkan jika unit N-glukosamin lebih dari 50 maka disebut dengan kitosan Gambar 3 Liu, 2007 Gambar 2. Struktur kimia dari kitin Foudad,2008 Gambar 3. Struktur kimia dari kitosan Mardiyah dan Kartika, 2011 Meskipun kitosan tidak ada di mamalia, namun beberapa mammalian enzyme seperti lisozim dapat menghidrolisis kitosan. Proses biodegradasi kitosan ini tergantung dari 2 faktor utama yaitu derajat deasetilasi kitosan dan jumlah N-asetilglukosamin. Biodegradasi kitosan akan berkurang jika derajat deasetilasi lebih dari 70 dan kitosan dengan distribusi N-asetilglukosamin acak menjadi kurang rentan terhadap degradasi enzim lisozim dibandingan kitosan yang memiliki tiga blok N- asetilglukosamin berurutan Lee, Ha, dan Park 1995 ; Aiba, 1992. Ada banyak binatang yang digunakan sebagai penghasil kitin Tabel I. Penghasil kitosan yang paling besar adalah udang dengan konsentrasi kitin sebesar 70 diikuti dengan kepiting yang mengandung 69. Tabel I. Sumber-sumber kitin Muzzarelli, 1977 . No Sumber Jumlah 1. Jamur cendawan 5-20 2. Tulang cumi-cumi 3-20 3. Kalajengking 30 4. Laba-laba 38,5 5. Kecoa 35 6. Kumbang 37 7. Ulat sutra 44 8. Kepiting 69 9. Udang 70 Kitosan mempunyai sifat tidak berbau, berwarna putih seperti serbuk putih cream . Pembentukan serat kitosan biasa terjadi selama proses presipitasi dan kitosan dapat terlihat seperti kapas. bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada harga pH asam dan sedikit asam, disebabkan sifat kationik kitosan. Gel kitosan terdegradasi secara berangsur-angsur, sebagaimana halnya kitosan melarut Muzzarelli, 1977. Kitosan banyak digunakan dalam bidang kosmetik dan dengan pengawasan digunakan dalam formulasi farmasi. Kecocokan dan performa dari kitosan sebagai komponen dari formulasi farmasi sebagai penghantar obat telah diteliti pada banyak percobaan. Kitosan telah diproses melalui beberapa bentuk sediaan farmasi termasuk gel, film, tablet dan coating untung liposoma APhA, 2006. Serbuk kitosan adalah materi stabil yang dapat disimpan pada suhu ruangan namun serbuk kitosan bersifat higroskopik setelah pengeringan. Kitosan seharunya dapat disimpan pada tempat yang tertutup rapat pada tempat sejuk, dan kering. PhEur 2005 menspesifikasikan bahwa kitosan seharusnya disimpan pada suhu 2-8 C. Kitosan mempunyai sifat inkompatibilitas dengan agen oksidator kuat APhA, 2006.

D. Pembuatan Kitin menjadi Kitosan

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Salep Ekstrak Etanol Kulit Buah Dari Tumbuhan Petai (Parkia Speciosa Hassk.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Kelinci

6 140 92

Perbedaan Percepatan Penyembuhan Luka Bakar dari Ekstrak Kulit Buah Jengkol (Pithecellobium lobatum Benth.)

10 91 97

Studi Pembuatan Kitosan Dari Kulit Udang (Penaeus Monodon)

7 124 63

Pemanfaatan Kitosan Dari Kulit Udang (Penaeus Monodon) Dan Cangkang Belangkas (Tachypleus Gigas), Untuk Menurunkan Kadar Ni, Cr Limbah Cair Industri Pelapisan Logam

0 54 141

Pengaruh pemberian sediaan gel penyembuh luka pada tikus jantan galur wistar dengan kombinasi bahan aktif kitosan dari limbah kulit udang windu (Peneaus monodon) dan ekstrak Aloe vera.

0 6 143

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

1 1 136

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan.

0 2 133

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri acetobacter xylinum dari limbah ketela pohon (Manihot utilissima Pohl.) dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan

0 0 134

KITOSAN DARI LIMBAH UDANG WINDU Penaeus

0 0 8

Pengaruh pemberian sediaan biomaterial selulosa bakteri Acetobacter xylinum dari limbah air cucian beras dengan penambahan kitosan sebagai material penutup luka pada tikus galur wistar jantan - USD Repository

0 0 131