kreditur-debitur, sedangkan pada bank syariah, hubungan antara bank dan nasabah berupa hubungan kemitraan.
4.3.3. Akad Pembiayaan Murabahah di BRI Syariah Sidoarjo
BRI Syariah Sidoarjo merupakan lembaga perbankan yang menjalankan kegiatan operasionalnya berdasarkan prinsip-prinsip syariah Islam. Oleh
karena itu, BRI Syariah Sidoarjo senantiasa menjaga agar semua transaksi sesuai dengan akad yang telah digariskan oleh syariat Islam karena
bagaimanapun juga akad memegang peranan yang sangat penting dalam setiap transaksi Islam. Akad inilah yang membedakan antara transaksi di
bank syariah dan bank konvensional. Akad sendiri adalah merupakan bentuk kesepakatan tertulis antara Bank
dengan nasabah danatau pihak lain yang memuat hak dan kewajiban bagi masing-masing pihak sesuai dengan prinsip syariah. Dalam implementasinya,
akad pembiayaan tersebut dituangkan dalam suatu akad atau perjanjian pembiayaan sesuai ketentuan hukum positif dan syariah yang berlaku.
Murabahah dapat dilakukan berdasarkan pesanan atau tanpa pesanan. Dalam murabahah berdasarkan pesanan, bank melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari nasabah. Murabahah berdasarkan pesanan ini dapat bersifat mengikat ataupun tidak mengikat nasabah untuk membeli
barang yang dipesannya. Dalam murabahah berdasarkan pesanan mengikat, pembeli tidak dapat membatalkan pesanannya.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Praktek pembiayaan murabahah yang terjadi di Bank BRI Syariah Sidoarjo adalah murabahah dengan pesanan pembelian dimana dalam
pembelian barang bank mewakilkannya kepada nasabah. Pembiayaan murabahah dengan cara seperti ini lazim juga disebut sebagai murabahah
dengan akad wakalah. Alasan BRI Syariah Sidoarjo dalam melakukan murabahah dengan akad
wakalah antara lain: 1.
Fungsi bank hanya sebagai lembaga perantara, bukan sebagai pedagang, maka akan sulit bagi bank untuk mengetahui secara pasti spesifikasi
barang yang dimaksud oleh nasabah. Bank akan menanggung resiko jika nantinya barang yang telah dibeli ternyata tidak sesuai dengan spesifikasi
yang dikehendaki nasabah, sehingga nasabah dapat sewaktu-waktu membatalkan pembelian tersebut.
2. Bank tidak memiliki kapasitas tempat untuk penyimpanan barang.
Pembiayaan dengan akad wakalah ini dibenarkan dalam sistem perbankan syariah karena hal tersebut juga diatur dalam Fatwa Dewan
Syariah Nasional No. 4DSNMUIIV2000 tentang Murabahah. Namun dalam praktek pembiayaan murabahah dengan akad wakalah ini, bank dalam
hal ini BRI Syariah Sidoarjo perlu menerapkan prinsip kehati-hatian. Fatwa MUI No. 4DSNMUIIV2000 tanggal 1 April 2000 menyebutkan bahwa jika
bank bermaksud untuk mewakilkan pembelian barang kepada nasabahnya, maka akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dimiliki oleh bank. Yang dimaksud secara prinsip barang milik bank dalam wakalah pada akad murabahah menurut Peraturan Bank Indonesia PBI No.
746PBI2005 adalah adanya aliran dana yang ditujukan kepada pemasok barang atau dibuktikan dengan kuitansi pembelian. Itu berarti pemberian
kuasa wakalah dari bank kepada nasabahnya harus dilakukan sebelum akad murabahah ditandatangani. Karena jika tidak demikian berarti bank telah
melakukan jual beli terhadap barang yang belum dimilikinya. Dan hal tersebut telah melanggar salah satu syarat sah jual beli, yaitu keharusan
adanya kepemilikan terhadap barang yang diperjualbelikan. Dengan demikian, menjual barang yang tidak dimiliki adalah tindakan yang dilarang
syariah. Namun buruknya, di dalam praktek perbankan syariah akad murabahah sering kali terjadi sebelum pemberian kuasa wakalah dilakukan.
Di Bank BRI Syariah Sidoarjo, jika nasabah mengajukan permohonan pembiayaan murabahah dalam pengadaan suatu barang, maka bank akan
terlebih dahulu menghubungi pemasok untuk memastikan bahwa barang yang dipesan oleh nasabah tersedia. Setelah barang yang dipesan oleh nasabah
telah ada, maka bank akan menyebutkan spesifikasi barang yang ada pada pemasok kepada nasabah. Jika spesifikasi barang yang disebutkan tersebut
sesuai dengan spesifikasi yang dikehendaki oleh nasabah, maka kesepakatan mengenai jual beli murabahah pun akan dilakukan. Namun dalam hal ini
bank belum membeli barang yang dipesan oleh nasabah, sehingga secara prinsip bank belum memiliki barang tersebut. Bank baru akan melakukan
pembelian barang dimana dalam pelaksanaannya diwakilkan kepada nasabah
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
setelah bank dan nasabah sepakat mengenai pembiayaan murabahah yang ditandai dengan ditandatanganinya akad murabahah. Baru setelah
ditandatanganinya akad murabahah tersebut, bank akan membuatkan akad wakalah untuk mewakilkan pembelian barang kepada nasabah.
Jika melihat kepada Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 4DSNMUIIV2000 tentang Murabahah, maka pembiayaan murabahah
dengan cara seperti ini tidak sesuai dengan prinsip syariah karena dalam hal ini barang belum dimiliki oleh bank. Namun dalam prakteknya, bank syariah
mempunyai kesulitan jika harus melakukan akad wakalah terlebih dahulu untuk mewakilkan nasabah dalam melakukan pembelian. Bank tidak dapat
memberikan kuasa kepada nasabah untuk membeli barang tanpa adanya kepastian bahwa nasabah akan membeli barang tersebut. Karena bisa saja
nasabah tiba-tiba memutuskan untuk membatalkan pembelian padahal bank sudah membuat akad wakalah dan barang tersebut sudah dibeli oleh nasabah.
Jika terjadi seperti itu, maka bank akan mengalami kerugian karena sudah terlanjur membeli barang.
BRI Syariah Sidoarjo mempunyai pertimbangan tersendiri mengapa melakukan praktek murabahah dengan cara seperti ini. Alasan yang
diungkapkan oleh pihak BRI Syariah Sidoarjo adalah untuk menghindari tidak tepatnya janji yang dilakukan nasabah dengan membatalkan pesanan
setelah barang dibeli padahal dalam hal ini bank telah mengeluarkan sejumlah dana untuk membeli barang tersebut. Jika tidak ada perjanjian yang mengikat
pembeli untuk membeli barang tersebut, maka bank tidak mempunyai
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
kekuatan hukum untuk menuntut pembeli yang melakukan kelalaian dengan membatalkan pembelian barang. Hal ini tentu saja akan mendatangkan
kerugian bagi pihak bank. Hal inilah yang berusaha untuk dihindari oleh bank. Hal ini juga yang mendasari mengapa pembiayaan di BRI Syariah
Sidoarjo harus diawali dengan ditandatanganinya akad murabahah terlebih dahulu baru kemudian diikuti oleh akad wakalah. Namun, walaupun
murabahah dengan akad wakalah yang terjadi di BRI Syariah Sidoarjo tidak sesuai dengan prinsip syariah, penandatanganan akad murabahah dan akad
wakalah di BRI Syariah Sidoarjo pada kenyataannya dilakukan hampir bersamaan. Akad wakalah
akan ditandatangani sesaat setelah ditandatanganinya akad murabahah. Jadi, pada dasarnya bank memiliki
kesanggupan untuk mengadakan barang yang dipesan oleh pembeli, hanya saja bank berusaha untuk menghindari resiko kelalaian yang dilakukan
nasabah jika bank tidak membuat akad murabahah terlebih dahulu dengan nasabah. Namun demikian tetap saja hal tersebut menyimpang dari prinsip
syariah. Untuk menyikapi permasalahan yang menyangkut murabahah dengan
akad wakalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka bank syariah sebaiknya menghindari murabahah dengan akad wakalah jika memang bank
tidak dapat menerapkannya sesuai dengan prinsip syariah seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa bank harus memiliki barang terlebih dahulu sebelum
akad murabahah ditandatangani. Bank sebaiknya membeli sendiri barang yang dikehendaki nasabah atau bank dapat mendampingi nasabah dalam
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
melakukan pembelian. Alternatif lainnya yang dapat dilakukan oleh bank adalah dengan mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah dimana dalam
perjanjian tersebut disebutkan bahwa nasabah tidak dapat membatalkan pembelian barang jika akad wakalah telah ditandatangani dan adanya saksi
jika nasabah melakukan pengingkaran janji dengan membatalkan pembelian barang. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam murabahah
dengan akad wakalah ini, akad murabahah boleh dilakukan jika bank telah memiliki barang yang diperjualbelikan melalui akad wakalah. Hal ini
dilakukan agar bank syariah dapat melakukan pembiayaan murabahah yang benar-benar murni syariah dengan mengacu kepada prinsip perbankan syariah
yang telah difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Ada beberapa hal yang membuat BRI Syariah Sidoarjo tidak sesuai
dengan prinsip syariah, yaitu BRI Syariah Sidoarjo kadangkala menjual barang yang belum dimiliki oleh bank, padahal hal tersebut adalah tindakan
yang dilarang syariah. Hal tersebut terjadi karena pihak bank tidak ingin menanggung kerugian apabila tiba-tiba saja nasabah memutuskan untuk
membatalkan pembelian. Jika terjadi hal seperti itu, maka bank akan mengalami kerugian karena sudah terlanjur membeli barang. Untuk
menyikapi hal tersebut, maka BRI Syariah Sidoarjo melakukan penandatanganan akad murabahah dan akad wakalah dilakukan hampir
bersamaan. Jadi, pada dasarnya bank memiliki kesanggupan untuk mengadakan barang yang dipesan oleh pembeli dengan cara mengurangi
resiko kelalaian yang dilakukan oleh nasabah.
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
Pembiayaan murabahah di BRI Syariah Sidoarjo ditujukan untuk pembiayaan konsumtif, modal kerja maupun investasi.
Tabel 4.1. Angsuran Bank BRI Syariah untuk Pembiayaan KPR BRI Jumlah angsuranbulan
7.1807 7.3037 8.6320 10.1284 Nominal Pembiayaan
1 tahun 5 tahun
10 tahun 15 tahun
50.000.000 4.465.864 1.137.654
776.332 699.794
75.000.000 6.698.796 1.706.480
1.164.498 1.049.690
100.000.000 8.931.728 2.275.307
1.552.664 1.399.587
125.000.000 11.164.659 2.844.134
1.940.830 1.749.484
150.000.000 13.397.591 3.412.961
2.328.997 2.099.381
Sumber: Data Intern Perusahaan Tabel 4.1. adalah daftar angsuran pembiayaan murabahah yang terdapat
di BRI Syariah Sidoarjo berdasarkan jangka waktu dan besarnya pembiayaan. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa untuk jangka waktu yang sama,
misalnya saja satu tahun, persentase margin keuntungannya sama yaitu 7,1807 berapapun besarnya pembiayaan. Namun, di sisi lain, margin
keuntungan menjadi lebih tinggi ketika jangka waktu pembayaran menjadi lebih lama. Jadi, semakin lama jangka waktu pembiayaan, maka semakin
besar pula margin keuntungan yang harus ditanggung oleh nasabah. Skema pembayaran seperti ini diperbolehkan di dalam pembiayaan murabahah
asalkan terdapat kesepakatan antara nasabah dan pihak bank pada saat awal
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
dilakukannya akad dimana margin keuntungan murabahah tidak boleh berubah selama akad berlangsung.
Selain itu, jika kita lihat pada daftar angsuran tersebut lebih lanjut lagi, maka apabila margin yang diberikan berbeda untuk jangka waktu
pembayaran yang berbeda, maka hal itu terasa tidak adil bagi nasabah yang kemampuannya lebih rendah yang memilih jangka waktu pembayaran lebih
lama agar besarnya angsuran setiap bulannya lebih kecil. Ketidakadilan terlihat ketika margin keuntungan yang ditetapkan justru paling besar untuk
jangka waktu pembiayaan 10 tahun yang biasanya dipilih oleh nasabah yang kemampuannya lebih rendah.
Dari pernyataan pihak BRI Syariah Sidoarjo diketahui bahwa pembedaan margin keuntungan dilakukan untuk mengantisipasi resiko yang
diprediksi akan terjadi karena semakin lama jangka waktu pembiayaan, maka semakin besar pula resiko yang dihadapi oleh bank. Hal tersebut juga
dilakukan karena pada pembiayaan murabahah, margin yang ditetapkan tidak boleh berubah selama akad berlangsung. Sehingga dengan alasan itulah bank
menetapkan margin keuntungan yang lebih tinggi untuk pembiayaan yang jangka waktunya lebih panjang.
Biasanya jaminan yang diberikan oleh nasabah kepada pihak Bank adalah berupa aktiva tetap,baik berupa rumah, tanah, mobil, dan lain-lain.
Selain dari barang-barang tersebut, Barang yang dibeli dari Bank Syariah juga dijadikan jaminan oleh pihak Bank. Seperti penuturan dari Ibu Erna:
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
“Jaminan untuk menghindari kredit macet biasanya ya Fixed Asset, fixed asset itu rumah, tanah, ataupun mobil. Kalo pembiayaan kepemilikan mobil,
jaminannya ya mobil itu sendiri yang dibeli.” Hingga saat ini, produk pembiayaan pada Bank BRI Syariah Sidoarjo
masih didominasi oleh pembiayaan dengan prinsip jual beli murabahah. Kenyataan seperti ini juga terjadi di beberapa bank syariah di Indonesia,
bahkan hampir di seluruh dunia. Padahal, sebenarnya bank syariah memiliki produk unggulan, yang berbasis profit and loss sharing PLS, yaitu
mudharabah dan musyarakah. Pola pembiayaan bagi hasil, selain merupakan esensi dari pembiayaan syariah, juga lebih cocok untuk memajukan sektor riil
karena dapat meningkatkan hubungan langsung dan pembagian resiko, juga keuntungan antara investor dengan pengusaha. Selain itu, investasi juga akan
meningkat yang disertai dengan pembukaan lapangan kerja baru. Akibatnya tingkat pengangguran akan dapat dikurangi dan pendapatan masyarakat pun
akan bertambah. Implikasi dari tingginya pembiayaan non bagi hasil ini adalah
terbentuknya persepsi publik bahwa perbankan syariah hampir sama dengan perbankan konvensional. Persepsi yang demikian dikhawatirkan akan
membentuk pola pikir masyarakat yang salah terhadap perbankan syariah bahwa pada hakikatnya perbankan syariah hanyalah perbankan konvensional
yang berubah nama atau yang disyariatkan, namun praktek yang ada di dalamnya tidak jauh berbeda dengan bank konvensional. Kondisi yang
demikian dapat memperburuk citra perbankan syariah yang saat ini sedang
Hak Cipta © milik UPN Veteran Jatim : Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan dan menyebutkan sumber.
berusaha untuk menunjukkan eksistensinya di tengah maraknya perbankan konvensional.
Walaupun fakta yang terjadi di lapangan seperti demikian, bukan berarti Bank BRI Syariah Sidoarjo tidak pernah melakukan upaya untuk
meningkatkan pembiayaan bagi hasil. Upaya yang dilakukan BRI Syariah Sidoarjo tersebut antara lain, memberitahukan kepada nasabah yang akan
mengajukan pembiayaan mengenai produk-produk yang ada di BRI Syariah Sidoarjo, bagaimana perhitungan bagi hasil dan margin keuntungan. Selain
itu, praktisi BRI Syariah Sidoarjo pun sering menjadi pembicara dalam seminar-seminar mengenai perbankan syariah untuk memberikan
pengetahuan dan pemahaman kepada masyarakat mengenai praktek perbankan syariah yang diharapkan akan memberikan kesadaran masyarakat
untuk menggunakan jasa perbankan syariah, khususnya pembiayaan bagi hasil. Dan yang paling penting adalah memperbaiki kualitas sumber daya
manusia yang menangani pembiayaan bagi hasil agar dapat menyeleksi pembiayaan bagi hasil yang menguntungkan.
4.3.4. Perlakuan Akuntansi Pembiayaan Murabahah