Bentuk Geometri Dasar Analisa Tampilan

92

4.3. Analisa Bentuk Dan Tampilan

4.3.1. Bentuk Geometri Dasar

Bentukan bangunan terdiri dari persegi yang bersudut banyak, tumpul dan berlekuk. Bagian tengah bangunan melekuk ke dalam seperti pinggang. Bentukan tipologi geometri ini sendiri mengambil konsep dari bentuk situs yang ada di Desa Bejijong, yaitu Candi Brahu. Tipologi bangunan ini merupakan tipologi arsitektur lokal Majapahit yang memberikan inspirasi dan kearifan budaya dan arsitektur lokal nusantara. Struktur bangunan Candi Brahu terdiri dari kaki candi, tubuh candi dan atap candi. Kaki candi terdiri dari bingkai bawah, tubuh candi serta bingkai atas. Struktur ini mengambil struktur tubuh manusia yang melambangkan hubungan manusia dengan alam dan Penciptanya. Gambar dibawah ini akan menjelaskan proses bentukan geometri menjadi bentuk bangunan : Dalam perancangan ini perletakan massa bangunan mengacu pada filosofi pembagian wilayah menurut jenis dan fungsi kegiatan pada tatanan letak bangunan yang terlihat pada gambar prakiraan kelengkapan fasilitas berdasarkan Sanga Mandala dan sambungan kanal menuju sungai yang merupakan riset Master Plan Majapahit berikut ini : Gambar. 4.18 Prakiraan Layout Kerajaan Majapahit Sumber : Tribinuka, 2008 Site 93 Melihat gambar Riset Prakiraan Layout Kerajaan Majapahit Tribinuka 2008, terdapat sembilan kolom pembagian wilayah yang mengarah ke Gunung Arjuno. Sanga Mandala merupakan pembagian wilayah menurut aliran kanal sungai yang terdiri dari kasta tertinggi utama yang difungsikan sebagai Pemrajan lokasi para raja hingga kasta terendah yaitu, Nista yang merupakan permukiman para pekerja. Dapat diambil kesimpulan bahwa lokasi site berada pada kolom nista atau permukiman pekerja yang merupakan kasta terendah dalam perletakan wilayah. Sehingga dalam perancangannya nanti merupakan bangunan bermassa banyak yang memiliki tingkatan fungsi yang berbeda dengan penataan massa yang mengacu ke arah Gunung Arjuno.

4.3.2. Analisa Tampilan

Bentuk tampilan bangunan merupakan arsitektur budaya majapahit dengan beberapa elemen arsitektur. Bentuk tampilan atap bergaya Arsitektur Majapahit dengan kombinasi bentuk atap dari tipe limasan dan kampung atap pelana. Kaitan dengan bentuk tampilan bangunan yaitu mengambil filosofi tubuh manusia pada bangunan perancangan ini, sehingga mempunyai arti yang lebih tinggi dan penting. Pada perletakan massa bangunan atau ruang ini, diatur menurut susunan tubuh manusia, yaitu memiliki filosofi sebagai berikut : 1. Kepala : Tempat pertemuan dengan pihak luar maupun tempat mengambil keputusan penting. 2. Tubuh : Tempat atau wadah utama dari kehidupan. 3. Kelamin : Tempat terkecil akan tetapi menduduki kepentingan yang tertinggi dan paling dihormati. 4. Tangan: Dibedakan antara yang kanan, kerja jasmaniah, dan kiri melambangkan kerja yang lebih mulia tanpa tenaga. 5. Kaki : Tidak dibedakan antara yang kanan dari pada yang kiri, dan hanya melambangkan kegiatan pendudukan yang kurang penting. Kedudukan lambang tubuh pada tata letak atau tata bentuk bangunan atau ruang, berhubungan erat dengan penentuan arah yang menjadi acuan menuju 94 Gunung Arjuno. Sehingga bentuk tampilan bangunan ini memiliki sisi historis dari kebudayan Majapahit. 95

BAB V KONSEP RANCANGAN

5.1 Tema Rancangan

Dengan mengedepankan kelompok-kelompok fasilitas yang akan dirancang nantinya, Wisata Kerajinan Logam Bejijong ini di rancang dengan menggunakan penekanan tatanan massa massa bangunan kompleks.

5.1.1 Pendekatan Permasalahan

Desa Bejijong terletak di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur yang merupakan bagian cagar budaya Majapahit. Di Bejijong terdapat situs cagar budaya yaitu : Candi Brahu, Candi Genthong, Siti Hinggil dan terdapat Maha Vihara Majapahit. Desa Bejijong dikenal sebagai salah satu sentra penghasil kerajinan cor kuningan di Indonesia. Sekitar 65 warga Desa Bejijong bermata pencaharian sebagai perajin cor kuningan. Karya-karya kerajinan hasil perajin dari Desa Bejijong telah memenuhi pasar kerajinan di seluruh Indonesia bahkan telah menembus pasar ekspor. Selain kerajinan cor kuningan yang bersifat produk massal, patung-patung karya perajin Desa Bejijong telah menghiasi berbagai tempat di dunia seperti di Australia, Singapura, Belanda, maupun Italia. Keterbatasan dalam menginformasikan, memasarkan dan memamerkan serta terdapat outlet-outlet yang tersebar dan acak menjadi kendala tersendiri bagi para perajin. Masyarakat Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur yang merupakan komunitas perajin tradisional cor kuningan yang telah menjalankan aktivitas karya secara turun temurun. Selama ini para perajin hanya menggunakan mekanisme pengaturan sendiri self regulation untuk menjaga keteraturan sosial dalam praktek berkerajinan sehari-hari. Namun seiring dengan perkembangan zaman, perajin Desa Bejijong kemudian merasa khawatir atas hasil karya-karyanya yang dijual ke pasaran tanpa perlindungan hukum. Dengan inisiatif beberapa elemen pemerintah desa, mereka menerbitkan ‘Undang- Undang Perlindungan Hak Cipta Pengrajin Patung Desa Bejijong Nomor 6 Tahun 2004’ yang substansinya berasal dari kesepakatan bersama komunitas perajin