13
BAB II TINJAUAN PUSATAKA
A. Landasan Teori
1. Agency Theory
Teori keagenan dapat dipandang sebagai suatu model kontraktual antara dua atau lebih orang pihak, dimana salah satu pihak disebut agent
dan pihak yang lain disebut principal. Principal mendelegasikan pertanggungjawaban atas decision making kepada agent, hal ini dapat
dikatakan bahwa principal memberikan suatu amanah kepada agent untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kontrak kerja yang telah
disepakati Muliati, 2011. Wewenang dan tanggung jawab agent maupun principal diatur dalam kontrak kerja atas persetujuan bersama.
Setiawan 2009 melihat teori keagenan sebagai teori tentang kepemilikan dan pendelegasian pengelolaan kontrak, yang memandang
keberadaan suatu perusahaan sebagi hasil dari quasi perjanjian antar berbagai pihak, antara lain manajemen, pemegang saham, kreditur,
pemerintah serta masyarakat. Teori ini menjelaskan mengenai hubungan keagenan yang didefinisikan sebagai hubungan yang timbul karena adanya
kontrak yang ditetapkan antara dua pihak, yaitu pihak yang mendelegasikan pekerjaan disebut sebagai principal dan pihak yang
menerima pendelegasian pekerjaan disebut agent, dimana principal menggunakan agent untuk melakukan jasa yang menjadi kepentingan
principal.
14 Scott 2000 dalam Muliati 2011 menyatakan bahwa perusahaan
mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan
krediturnya. Dimana antara agent dan principal ingin memaksimalkan utilitas masing-masing dengan informasi yang dimiliki. Tetapi di satu sisi
agent memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan principal sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi. Informasi yang lebih
banyak dimiliki oleh manajer dapat memicu manajer untuk melakukan tindakan-tindakan sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk
memaksimalkan utilitasnya. Sedangkan bagi pemilik modal dalam hal ini investor, akan sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang
dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan tertentu yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor.
Anggana dan Prastiwi 2013 menjelaskan bahwa konflik kepentingan mungkin terjadi antara agent dan principal yang nantinya
akan menimbulkan masalah keagenan, dimana manajemen tidak selalu bertindak untuk kepentingan stakeholder, tetapi terkadang untuk
kepentingan manajemen itu sendiri tanpa memikirkan dampak yang diakibatkan kepada stakeholder. Adanya asumsi bahwa individu-individu
bertindak untuk memaksimalkan dirinya sendiri, mengakibatkan agent memanfaatkan adanya asimetri informasi yang dimilikinya untuk
15 menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal.
Asimetri dan konflik kepentingan yang terjadi antara agent dan principal mendorong agent untuk menyajikan informasi yang tidak sebenarnya
kepada principal, terutama jika informasi tersebut berkaitan dengan pengukuran kinerja agent. Hal ini mengacu agent untuk memikirkan
bagaimana angka akuntansi tersebut dapat digunakan sebagai sarana untuk memaksimalkan kepentingannya. Salah satu bentuk tindakan agent
tersebut adalah manajemen laba Widyaningdyah, 2001 dalam Antonia, 2008.
Jansen and Meckling 1976 dalam Antonia 2008 menyatakan bahwa dalam suatu kontrak keagenan akan timbul cost-cost yang harus
dikeluarkan, dimana cost-cost ini tidak hanya ditanggung oleh principal tetapi juga oleh agent. Jansen dan Meckling 1976 dalam Antonia 2008
menyatakan cost-cost tersebut yaitu: 1 Biaya monitoring, yaitu biaya yang ditanggung oleh principal untuk membatasi agent dari aktivitas yang
menyimpang dari yang diinginkan; 2 Biaya Bonding, yaitu biaya untuk mengikat agent yang dapat berupa uang; 3 Residual loss yaitu
pengorbanan berupa berkurangnya kemakmuran principal sebagai akibat dari perbedaan antara keputusan agent dan keputusan principal.
2. Manajemen Laba