44
D. Hipotesis Penelitian
1. Asimetri Informasi terhadap Manajemen Laba
Asimetri informasi merupakan suatu keadaan dimana manajer memiliki akses informasi atas prospek perusahaan yang tidak dimiliki oleh
pihak luar perusahaan. Keberadaan asimetri informasi dianggap sebagai penyebab manajemen laba. Dalam situasi dimana pemegang saham
memiliki informasi yang lebih sedikit dari pada manajer, manajer dapat memanfaatkan fleksibelitas yang dimilikinya untuk melakukan manajemen
laba Wiryadi dan Sebrina, 2013. Beberapa peneliti seperti Santoso 2013, Putra et all 2014 dan
Muliati 2011 menemukan bahwa asimetri informasi mempengaruhi praktik manajemen laba yang dilakukan oleh manajer perusahaan. Muliati
2011 menyatakan bahwa teori keagenan mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara manajer sebagai agent dengan pemilik
perusahaan sebagai principal. Firdaus 2013 menyatakan bahwa asimetri informsi muncul ketika manajer lebih mengetahui informasi internal
perusahaan dan prospeknya di masa mendatang dibanding dengan pemilik perusahaan. Dalam kondisi tersebut maka manajer perusahaan dapat
menggunakan informasi yang diketahuinya dalam memanipulasi pelaporan keuangan guna memaksimalkan kemakmuran Santoso, 2013.
Hasil penelitian Muliati 2011 menemukan bahwa asimetri informasi memang berpengaruh pada manajemen laba. Sejalan dengan
Muliati 2011, Putra et all 2014 dalam penelitiannya juga menyatakan
45 bahwa asimetri informasi berpengaruh terhadap manajemen laba. Santoso
2013 hasil penelitiannya menunjukkan bahwa asimetri informasi mempunyai pengaruh positif terhadap manajemen laba. Santoso 2013
juga menyatakan bahwa semakin tinggi kesenjangan informasi antara manajer dan pemilik akan berpengaruh terhadap tingkat manajemen laba.
Hal ini dikarenakan manajer mempunyai informasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemilik, sehingga manajer lebih leluasa untuk
mempengaruhi laporan keuangan khusunya laba yang digunakan untuk memaksimalkan kepentingan atau nilai pasar perusahaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Asimetri informasi berpengaruh pada manajemen laba. 2. Leverage terhadap Manajemen Laba
Leverage adalah perbandingan antara total kewajiban dengan total aktiva perusahaan. Rasio ini menunjukkan besarnya besar aktiva yang
dimiliki perusahaan yang dibiayai oleh utang. Semakin tinggi nilai leverage maka resiko yang akan dihadapi investor akan semakin tinggi dan
para investor akan meminta keuntungan yang semakin besar. Pambudi dan Sumantri 2014 berpendapat bahwa leverage dapat menjadi tolak ukur
mengenai manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan. Pambudi dan Sumantri 2014 juga menyatakan bahwa perusahan dengan leverage
berarti memiliki liabilitas yang lebih besar jika dibandingkan dengan aset yang dimiliki, hal ini mengakibatkan risiko dan tekanan yang besar pada
46 perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat leverage, maka
kemungkinan manajer melakukan manajemen laba akan semakin besar pula Ma’ruf, 2006 dalam Guna dan Herawaty, 2010.
Watts and Zimmerman 1986 dalam Agustia 2013 menyatakan bahwa dalam debt covenant hypothesis, semakin dekat perusahaan ke arah
pelanggaran persyaratan utang yang didasarkan atas angka akuntansi maka manajer cenderung akan memilih prosedur-prosedur akuntansi yang
memindahkan laba periode mendatang ke periode berjalan. Hasil penelitian Guna dan Herawaty 2010 menyatakan bahwa leverage
berpengaruh terhadap manajemen laba. Sejalan dengan Guna dan Herawaty 2010, penelitian Agustia 2013 juga memberikan hasil bahwa
leverage berpengaruh pada manajemen laba. Hasil penelitian Agustia 2013 menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki rasio leverage yang
tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk
manajemen laba. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut: H2 : Leverage berpengaruh pada manajemen laba.
3. Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba Bonus Plan Hypothesis merupakan salah satu motif pemilihan
suatu metode akuntansi tidak terlepas dari positive accounting theory. Hipotesis ini menyatakan bahwa manajer perusahaan dengan rencana
47 bonus lebih menyukai metode akuntansi yang meningkatkan laba periode
berjalan. Pilihan tersebut diharapkan dapat menigkatkan nilai sekarang bonus yang akan diterima seandainya komite kompensasi dari Dewan
Direktur tidak menyesuaikan dengan metode yang dipilih Watts and Zimmerman,1990.
Jika perusahaan memiliki kompensasi bonus maka manajer cenderung akan melakukan praktik manajemen laba untuk memaksimalkan
bonus yang akan diterima. Pujianti dan Arfan 2013 menyatakan bahwa pemberian bonus seringkali dikaitkan dengan tingkat laba bersih yang
dihasilkan pada tahun yang bersangkutan. Manajer yang memiliki informasi atas laba bersih perusahaan yang sebenarnya akan bertindak
oportunis untuk melakukan manajemen laba dengan memaksimalkan laba saat ini ataupun menyimpannya untuk tahun-tahun yang akan datang.
Hasil penelitian Pujianti dan Arfan 2013 menyatakan bahwa kompensasi bonus berpengaruh negatif terhadap manajemen laba.
Pengaruh negatif ini bermakna bahwa semakin besar kompensasi bonus yang diterima manajemen maka semakin rendah tingkat manajemen laba
yang dilakukan oleh manajer perusahan. Sedangkan hasil penelitian Aryani 2011 menunjukkan bahwa kompensasi bonus memberikan pengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat bonus yang diberikan pemilik perusahaan
kepada manajer tidak dapat memberikan kontribusi bagi manajer dalam melakukan manajemen laba. Berbeda dengan hasil penelitian Aryani
48 2011, hasil penelitian Elfira 2014 memberikan hasil bahwa kompensasi
bonus berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Hal ini berarti jika kompensasi bonus mengalami peningkatan, maka tindakan
manajemen laba juga akan meningkat, begitupun sebaliknya. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut: H3 : Kompensasi bonus berpengaruh terhadap manajemen laba.
4. Biaya Politik terhadap Manajemen Laba Biaya politik timbul dari konflik kepentingan antara perusahaan
dengan pemerintah sebagai kepanjangan tangan masyarakat yang mempunyai wewenang untuk melakukan pengalihan kekayaan dari
perusahaan kepada masyarakat sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu peraturan perpajakan maupun peraturan lainnya. Proses pengalihan
kekayaan biasanya didasarkan pada informasi akuntansi, seperti laba perusahaan. Biaya politik mencangkup semua biaya yang harus
ditanggung perusahaan terkait dengan tindakan-tindakan politis, seperti regulasi, pajak, subsidi pemerintah dan tuntutan buruh Watt and
Zimmerman, 1990. Aryani 2011 menyatakan bahwa salah satu motivasi manajer
dalam melakukan manajemen laba adalah biaya politik. Dimana dalam motivasi biaya politik, perusahaan yang lebih besar akan melakukan lebih
banyak kebijakan yang akan menyebabkan laba menurun dengan maksud mengurangi efek politis. Perusahan besar cenderung menggunakan
49 prosedur akuntansi yang menurunkana laba untuk tujuan mengurangi
pembebanan pajak yang tinggi. Zimmerman 1983 dalam Handayani dan Rachadi 2009
menyarankan untuk menggunakan ukuran perusahaan sebagai proksi untuk biaya politik political cost. Ukuran perusahaan sendiri dapat dilihat dari
total asset atau aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam
pengambilan keputusan semakin banyak. Perusahaan besar cendrung akan lebih berhati-hati dalam pelaporan keuangan karena perusahaan besar lebih
diperhatikan oleh masyarakat dibandingkan perusahaan kecil. Hasil penelitian Tanomi 2012 dan Acmad et all 2007 sama-
sama memberikan hasil bahwa biaya politik berpengaruh terhadap praktik manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Hasil penelitian Aryani
2011 juga menyatakan hasil yang sama, yaitu biaya politik ukuran perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap manajemen laba.
Hal ini mengindikasikan bahwa biaya politik ukuran perusahaan dapat memberikan kontribusi bagi manajer dalam melakukan manajemen laba.
Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H4 : Biaya politik berpengaruh terhadap manajemen laba. 5. Operating Cash Flow terhadap Manajemen Laba
Dalam penelitian ini menggunakan variabel arus kas dari aktivitas operasi sebagai variabel kontrol karena mengikuti penelitian sebelumnya
50 yang dilakukan oleh Pradhana dan Rudiawarni 2013 menggunakan
variabel kontrol Operating Cash Flow. Dalam penelitian tersebut terdapat bukti hubungan negatif antara arus kas operasi dengan manajemen laba
akrual perusahaan. H5 : Operating Cash Flow berpengaruh terhadap manajemen laba.
51
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menguji pengaruh variabel independen yaitu asimetri informasi, leverage, kompensasi bonus dan
biaya politik terhadap variabel dependen yaitu manajemen laba. Populasi pada penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan manufaktur sub sektor
consumer goods industry yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2010-2014.
B. Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu penentuan sampling berdasarkan kriteria atau
pertimbangan tertentu. Adapun pertimbangannya sebagai berikut : 1. Perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur sub sektor consumer
goods industry, yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama 5 tahun berturut-turut dalam kurun waktu 2010-2014.
2. Perusahaan sampel memiliki dan mengeluarkan secara berturut-turut laporan keuangan yang telah diaudit selama periode tahun 2010-2014.
3. Perusahaan sampel menampilkan informasi mengenai total aktiva, jumlah kewajiban dan ekuitas, serta informasi terkait bonus bagi
karyawan dalam laporan tahunan secara berturut-turut selama periode tahun 2010-2014.