3 Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode difusi sumur Shan et al., 2007

12 C.1 Persiapan serbuk kayu siwak Almas 2001 Persiapan bahan serbuk siwak mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Almas 2001, yaitu kayu siwak yang masih segar dikeringkan terlebih dahulu selama 2 hari dibawah sinar matahari, kemudian dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil, selanjutnya dihaluskan menggunakan whilley mill hingga berbentuk serbuk setelah itu diayak dengan ukuran 100 mesh hingga didapatkan bubuk kayu siwak halus. Gambar 8. Proses pengecilan ukuran kayu siwak C.2 Ekstraksi kayu siwak Almas dan Al-Bagieh 1999 Tahap ekstraksi mengacu pada metode yang digunakan oleh Almas dan Al-Bagieh 1999 dengan modifikasi pada proses perendaman maserasi yaitu 10 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer steril kemudian ditambah dengan 100 mL air destilata steril. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu ruang dengan kecepatan rotasi 35 rpm selama 24 jam. Setelah itu ekstrak dipindah ke dalam refrigeratorpada suhu 4 o C selama 48 jam. Filtrat dipisahkan dengan menggunakan vacuum pump dengan menggunakan kertas saring berukuran 0.45 µm kemudian didapatkan larutan supernatan. Larutan supernatan yang didapat selanjutnya dipekatkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 o C hingga didapatkan ekstrak siwak dengan pH 5.5.

C. 3 Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode difusi sumur Shan et al., 2007

Pengujian aktivitas antimikroba mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Shan et al. 2007. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui aktivitas antimikroba dari ekstrak air kayu siwak terhadap bakteri Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa. Media pertumbuhan menggunakan NA sebanyak 10 mL yang kemudian diinokulasikan dengan kultur bakteri yang 13 mengandung bakteri uji sebanyak 10 5 CFUmL. Selanjutnya dibuat 3 sumur pada media agar tersebut diameter5 mm dan ketebalan 4 mm secara aseptis menggunakan alat pelubang agar steril. Setelah itu, setiap sumur dimasukkan 60 µL larutan ekstrak kayu siwak dengan konsentrasi 100 vv, kontrol positif amoxycillin 20µgmL air steril dan kontrol negatif air steril. Setelah ditetesi dengan ekstrak kayu siwak, cawan diinkubasi dengan posisi tidak dibalik pada suhu 37 o C selama 24 jam. Aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri dihitung berdasarkan diameter zona bening yang terbentuk di sekitar sumur agar dan dihitung dengan menggunakan jangka sorong. Gambar 9. Metode difusi sumur ekstrak kayu siwak C.4 Penentuan Minimum inhibitory concentrationMICNCCLS, 2002 Metode kontak menggunakan media NB bertujuan untuk menentukan pertambahan atau kematian dari suatu bakteri tertentu. Metode ini biasa digunakan untuk mencari Minimum Inhibitory Concentration MIC. MIC didefinisikan sebagai konsentrasi terendah di mana tidak terjadi pertumbuhan mikroorganisme tidak terjadi kekeruhan pada media NB selama inkubasi. Konsentrasi antimikroba terendah dapat menghambat atau membunuh sebanyak ≥99.9 bakteri disebut sebagai Minimum Bactericidal Concentration MBC atau Minimum Lethal Concentration MLC NCCLS 2002 Dalam Antimicrobials in Foods 3 rd Edition 2005. Terdapat dua tahap dalam melakukan pengujian aktivitas antimikroba dengan menggunakan metode MIC, antara lain : 1. Persiapan kultur uji Satu mata ose kultur bakteri dari agar miring NA dipindahkan ke dalam media cair NB sebanyak 10 mL yang telah disterilisasi. Setelah dikocok, kemudian diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24 jam. 2. Pengujian aktivitas antimikroba dengan metode kontak Metode ini adalah metode untuk mengevaluasi aktivitas antimikroba berdasarkan perkembangan atau kematian bakteri dengan mengukur jumlah bakteri setelah diberi sejumlah zat antimikroba dan dikontakkan pada waktu tertentu. Metode ini dilakukan dengan menyiapkan media NB masing-masing 9 mL dalam tabung reaksi yang telah disterilisasi, setelah itu dimasukkan ekstrak bahan dengan konsentrasi tertentu setelah dilakukan screening pada metode difusi agar dan 1 mL kultur 14 bakteri uji yang berumur 24 jam dengan konsentrasi 10 5 sel per mL diinokulasikan ke dalam masing-masing tabung reaksi. Tabung-tabung reaksi tersebut kemudian diinkubasikan pada inkubator bergoyang suhu 37 o C dengan putaran 150 rpm dan dilakukan penghitungan jumlah bakteri setelah 24 jam inkubasi menggunakan metode hitungan cawan. Cawan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 24-48 jam, setelah itu dilakukan penghitungan jumlah koloni sesuai dengan peraturan Standart Plate Count SPC dan penghitungan pertumbuhan relatif dinyatakan sebagai log Ntlog No Rahayu, 1994. C.5 Pembuatan bakso daging Pembuatan bakso pada prinsipnya terdiri dari empat tahap yaitu penggilingan daging, pembuatan adonan, pencetakan, dan pemasakan. Pada proses penggilingan daging perlu diperhatikan kenaikan suhu akibat panas yang dihasilkan pada saat proses penggilingan karena suhu yang diperlukan untuk mempertahankan emulsi adalah dibawah 12 o C. Suhu diatas 12 o C menyebabkan denaturasi protein sehingga emulsi akan pecah. Pembentukan dalam adonan menjadi bola bakso dapat dilakukan dengan menggunakan tangan maupun mesin pencetak bakso. Pemasakan pada suhu yang terlalu tinggi dapat mengakibatkan lemak terpisah dari sistem emulsi. Hal ini disebabkan lemak mengembang dan protein mengerut secara mendadak sehingga matriks protein akan pecah dan lemak keluar dari campuran Anshori, 2002. Menurut Wibowo 2006 secara umum bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat bakso daging antara lain : daging segar, bahan pengisi, bumbu, es atau air. Berikut penjelasannya : Daging segar Daging merupakan bahan utama dalam pembuatan bakso. Menurut Varnam dan Sutherland 1996, daging adalah pangan tinggi protein. Kualitas protein daging sangat tinggi, tipe dan perbandingan asam aminonya menyetarai kebutuhan pertahanan dan pertumbuhan jaringan tubuh manusia. Daging mengandung asam amino triptofan dalam jumlah yang cukup. Bahan pengisi Bahan pengisi yang digunakan pada produk bertujuan untuk memperbaiki stabilitas emulsi, meningkatkan rendemen, memperbaiki daya iris, memperbaiki flavor, dan juga mengurangi biaya produksi. Bahan pengisi umumnya mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi dan protein rendah. Oleh karena itu, bahan pengisi memiliki kemampuan mengikat air yang baik namun tidak dapat mengemulsikan lemak Sunarlim, 1992. Garam Garam digunakan sebagai bahan pembuatan bakso. Garam dapur berfungsi untuk memberi cita rasa, mengekstraksi miofibril, dan untuk meningkatkan daya simpan karena dapat menghambat mikroorganisme pembusuk Cross dan Overby, 1998. Penambahan garam sebaiknya tidak kurang dari 2 dan tidak lebih dari 4 karena konsentrasi garam kurang dari 1.8 menyebabkan protein yang terlarut sangat sedikit. 15 Es atau air es Bahan lain yang diperlukan adalah es atau air es. Bahan ini berfungsi membantu pembentukan adonan dan membantu memperbaiki tekstur bakso . Proses pembuatan bakso daging terdapat pada Gambar 10 berikut ini : Gambar 10. Diagram alir proses pembuatan bakso daging kontrol C.6 Pengamatan visual aplikasi ekstrak siwak dan serbuk siwak pada bakso daging Tahap aplikasi pada produk bakso daging dilakukan dengan dua perlakuan yaitu perebusan bakso daging ke dalam ekstrak siwak 50 bv serta pencampuran serbuk kayu siwak 10 bb yang digunakan sebagai bumbu dengan adonan bakso daging yang telah dibuat. Pencampuran serbuk siwak dengan konsentrasi 10 bb tersebut dilakukan dengan tujuan agar serbuk siwak tersebut dapat tercampur ke dalam adonan bakso dan menjadi bahan rempah spicy pada bakso tersebut serta menjadi bahan pengawet alami. Bakso kemudian diamati secara visual selama 3 hari pada penyimpanan suhu ruang. Tahapan ini dilakukan untuk mengetahui perlakuan mana yang dapat memperpanjang umur simpan bakso daging secara kualitatif. Beberapa parameter yang menunjukkan mutu bakso tergolong buruk adalah berlendir, tekstur lunak, adanya kapang, dan berbau menyimpang dari keadaan normal. Dilumatkan 16 C.7 Pengamatan Total Staphylococcus aureus pada Bakso DagingBAM 2001 Uji total Staphylococcus aureus ini dilakukan setelah didapatkan perlakuan terbaik yang dapat memperpanjang umur simpan bakso daging secara visual. Uji total Staphylococcus aureus bertujuan untuk mengetahui kemampuan ekstrak kayu siwak dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus pada bakso. Bakso dicelup dalam larutan pengencer yang mengandung Staphylococcus aureus sekitar 100 kolonimL selama 1 menit, kemudian bakso tersebut dianalisis uji total Staphylococcus aureus. Analisis ini dilakukan sebanyak tiga kali, yaitu pada saat 0 jam, 3 jamdan 6 jam setelah pencelupan bakso dalam larutan Staphylococcus aureus secara duplo dan diulang sebanyak tiga kali ulangan. Menurut BAM 2011, uji ini sesuai digunakan untuk menganalisis pangan yang diperkirakan mengandung lebih dari 100 koloni Staphylococcus aureus. Metode yang digunakan dalam uji ini adalah cawan sebar yaitu menggunakan media spesifik Baird Parker Agar BPA. Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisis, media BPA yang sudah disterilkan dituang dalam cawan, dibiarkan memadat dan mengering. Sejumlah sampel dihancurkan kemudian diencerkan. Sebanyak 1 mL sampel dituangkan dan dibagi ke dalam 3 cawan yang berisi BPA sehingga masing-masing cawan berisi 0.3 mL, 0.3 mL, dan 0.4 mL sampel. Sampel tersebut secara aseptik disebar dalam cawan menggunakan hockey stick steril. Setelah dilakukan penyebaran sampel, kemudian cawan dibiarkan selama 10 menit agar sampel terserap dalam agar. Cawan tersebut diinkubasi selama 45-48 jam pada suhu 35 o C. Pengamatan dilakukan dengan cara menghitung koloni pada setiap cawan. Koloni yang dipilih untuk penghitungan berkisar 20-200 koloni. 17

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dokumen yang terkait

Potensi Antimikroba Daun Tin (Ficus carica) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Aplikasinya pada Produk Bakso

4 26 67

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

4 23 83

MANFAAT PERASAN KAYU SIWAK (Salvadora persica) SEBAGAI AGEN ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans dan Escherichia coli Manfaat Perasan Kayu Siwak (Salvadora persica) Sebagai Agen Antibakteria Terhadap Streptococcus mutans dan Escherichia coli Dengan

0 0 14

Pengaruh Infusa Siwak (Salvadora persica) Dalam Mengendalikan Pertumbuhan Staphylococcus aureus Pada Konsentrasi dan Waktu Kontak Yang Berbeda.

0 2 21

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 16

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 5

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 15

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 4

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 17