HASIL PENGAMATAN VISUAL SELAMA PENYIMPANAN

22 menunjukkan adanya aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri pada jam ke-0 jika dibandingkan dengan konsentrasi yang lebih rendah yaitu konsentrasi 5 dan 15. Namun, setelah inkubasi selama 24 jam jumlah bakteri pun kembali mengalami peningkatan. Konsentrasi kembali ditingkatkan menjadi 50 vv. Hasil pengamatan pada jam ke-0 menunjukkan log jumlah bakteri Staphylococcus aureus sebesar 6.30 log cfuml. Kemudian jumlah tersebut turun pada pengamatan setelah diinkubasi selama 24 jam menjadi 4.47 log cfuml. Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa jumlah bakteri selama inkubasi 24 jam menurun secara signifikan, yaitu sebesar 98.17. Ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya konsentrasi semakin besar kadar bahan aktif yang berfungsi sebagai antibakteri, sehingga kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri juga semakin besar. Kemampuan suatu bahan antimikroba dalam meniadakan kemampuan hidup mikroorganisme tergantung pada konsentrasi bahan antimikroba tersebut. Artinya jumlah bahan antimikroba dalam suatu lingkungan sangat menentukan jumlah mikroba yang terpapar. Namun, konsentrasi ini lebih besar daripada konsentrasi pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Shamma et al. 2006 disebabkan oleh beberapa faktor yang memengaruhi kondisi kayu siwak tersebut, yakni berupa lingkungan tempat hidup, umur, dan pengambilan bahan uji dari bagian pohon tersebut. Lingkungan yang subur dapat mengakibatkan tanaman siwak memiliki zat ekstraktif yang lebih sedikit daripada pohon siwak yang terdapat di lingkungan sedikit air. Umur dan pengambilan bahan uji pada pohon tersebut sangat berpengaruh terhadap banyak dan sedikitnya zat ekstraktif. Tanaman siwak yang berumur muda memiliki zat ekstraktif lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman siwak yang berumur tua. Pengambilan bahan uji juga memiliki pengaruh yakni letak bagian kayu yang diambil seperti pada akar, batang, dan ranting Hajlaoui et al.,2008. Darout 2000 menyebutkan bahwa kandungan nitrat pada ekstrak akar dan batang kayu siwak dengan pelarut air mempunyai aktivitas antimikroba melawan Streptococcus faecalis, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus aureus.

D. HASIL PENGAMATAN VISUAL SELAMA PENYIMPANAN

Kerusakan bahan pangan dapat diidentifikasi dengan beberapa cara, yang pertama adalah dengan ujiorganoleptik yaitu dengan melihat tanda-tanda kerusakan seperti perubahan tekstur atau kekenyalan, warna, bau, pembentukan lendir, dll. Pengamatan dilakukan setiap hari meliputi pengamatan subyektif warna, aroma, tekstur, pembentukan lendir, dan miselium kapang selama penyimpanan dua hari. Hasil pengamatan uji organoleptik sampelbakso secara visual pada dua perlakuan perebusan bakso ke dalam ekstrak siwak dan penambahan serbuk siwak ke dalam adonan dapat dilihat pada Lampiran 6. Adapun data hasil pengamatan subyektif secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4. 23 Tabel 4. Hasil pengamatan visual bakso selama penyimpanan Parameter Ekstrak siwak 50 Serbuk siwak 10 Kontrol Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 0 Hari 1 Hari 2 Warna Abu-abu Kecokla tan Kecoklat an Abu-abu Abu-abu Abu-abu keputiha n Abu-abu Kecokla tan Coklat Aroma Daging Asam Busuk Siwak Siwak Siwak Daging Asam Busuk Tekstur Empuk Lembek Lembek Empuk Keras + Keras ++ Empuk Empuk Lembek Penampakan Basah Lengket Muncul kapang Kering + Kering ++ Kering +++ Kering Lengket Basah Hasil pengamatan subyektif pada penyimpanan hari ke-0 yang meliputi warna dan tekstur bakso menunjukkan bahwa sampel dengan semua perlakuan masih dalam kondisi normal. Begitu pun dengan penampakannya yang masih dalam kondisi normal yang ditandai dengan tidak ditemukannya miselium kapang dan lendir . Untuk parameter aroma, sampel yang diberi perlakuan ekstrak siwak dan serbuk siwak sudah menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan dengan bakso kontrol. Bakso kontrol memiliki aroma yang normal yaitu dominan rasa daging, namun bakso yang diberi perlakuan dan serbuk siwak memiliki aroma khas kayu siwak. Penyimpanan hari pertama, bakso kontrol dan sampel dengan perlakuan ekstrak siwak 50 vb mulai mengalami kerusakan sedangkan sampel yang diberi perlakuan serbuk siwak belum menunjukkan kerusakan. Sampel mulai menunjukkan beberapa perubahan parameter sensori antara lain warna berubah menjadi kecoklatan, aroma menjadi asam, tekstur menjadi lembek, dan penampakan yang mulai berlendir. Hal ini disebabkan penambahan ekstrak siwak dengan konsentrasi 50 vb meningkatkan kadar air di dalam sampel bakso daging sehingga memudahkan bakteri untuk tumbuh.Menurut Buckle et al. 2007, pertumbuhan bakteri pada permukaan yang basah seperti daging dapat menyebabkan flavor dan bau yang menyimpang serta pembusukan bahan pangan dengan pembentukan lendir. Dari pengamatan yang dilakukan, penyimpangan tersebut menunjukkan bahwa produk sudah memasuki kategori rusak dan tidak dapat dikonsumsi. Perlakuan penambahan ekstrak siwak 50 vb ini memengaruhi peningkatan kadar air di dalam bakso. Kandungan air dalam bahan makanan memengaruhi daya tahan bahan makanan terhadap serangan mikroba yang dinyatakan dengan a w , yaitu jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan Winarno 2008. Syamadi 2002 juga menyatakan bahwa kandungan nutrient dan kadar aira w 80 0.98 yang tinggi menyebabkan produk bakso memiliki masa simpan yang singkat yaitu hanya mampu bertahan 12 jam hingga maksimum 1 hari pada penyimpanan suhu kamar. Secara organoleptik, tanda-tanda yang dapat diamati untuk mengetahui terjadinya kerusakan bakso antara lain timbulnya bau masam hingga busuk, permukaan bakso berlendir dan ditumbuhi miselium kapang, warna, dan penampakan menjadi tidak cerah Sugiharti 2009. Selanjutnya pada pengamatan hari ke-2, sampel bakso sudah memasuki kategori busuk dan tidak aman untuk dikonsumsi. Terdapat beberapa parameter yang sudah rusak seperti munculnya bau busuk pada sampel bakso serta ditemukannya miselium kapang dan lendir pada permukaan sampel bakso. 24 Hasil pengamatan subyektif perlakuan serbuk siwak 10 bb pada penyimpanan hari ke-0 yang meliputi warna dan tekstur bakso menunjukkan bahwa sampel dengan semua perlakuan masih dalam kondisi normal. Begitu pun dengan penampakannya yang masih dalam kondisi normal yang ditandai dengan tidak ditemukannya miselium kapang dan lendir. Penyimpanan hari ke-1 menunjukkan bahwa sampel mulai mengalami perubahan sensori pada parameter tekstur yang menjadi keras dan penampakan luar menjadi kering. Begitu pula pada penyimpanan hari ke-2, tekstur sampel bakso menjadi lebih keras dan penampakan luarnya menjadi lebih kering jika dibandingkan dengan pengamatan hari ke-1. Hipotesisnya adalah serbuk kayu siwak memiliki sifat higroskopis yaitu dapat menyerap air sehingga kadar air sampelbakso akan menurun mengakibatkan pertumbuhan mikroba penyebab kerusakan menjadi lebih lambat sehingga diharapkan umur simpan bakso menjadi lebih panjang.Menurut Purnomo 1995, jika suatu bahan pangan dikeringkan sampai nilai a w sehingga pertumbuhan mikroorganisme dapat terhenti, biasanya tekstur produk menjadi terlalu kering dan keras. Penelitian Situmorang 2013 menyebutkan bahwa pati sagu yang digunakan sebagai pelapis bakso juga mampu menyerap air dari permukaan bakso sehingga kadar air bakso menurun dan bakso menjadi lebih kering sehingga umur simpan bakso menjadi lebih lama dan tidak mengalami pembusukan oleh mikroorganisme. Berdasarkan pengamatan antara perlakuan ekstrak siwak 50 vb dan penambahan serbuk siwak 10 bb didapatkan data bahwa perlakuan serbuk siwak mampu memperlambat laju kerusakan sampel bakso daging terhadap pertumbuhan mikroorganisme sehingga perlakuan serbuk siwak 10 bb dipakai pada uji selanjutnya yaitu uji total Staphylococcus aureus. Gambar 14 a Bakso kontrol b Bakso dengan penambahan siwak 10 bb

E. TOTAL Staphylococcus aureus

Dokumen yang terkait

Potensi Antimikroba Daun Tin (Ficus carica) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Aplikasinya pada Produk Bakso

4 26 67

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

4 23 83

MANFAAT PERASAN KAYU SIWAK (Salvadora persica) SEBAGAI AGEN ANTIBAKTERI TERHADAP Streptococcus mutans dan Escherichia coli Manfaat Perasan Kayu Siwak (Salvadora persica) Sebagai Agen Antibakteria Terhadap Streptococcus mutans dan Escherichia coli Dengan

0 0 14

Pengaruh Infusa Siwak (Salvadora persica) Dalam Mengendalikan Pertumbuhan Staphylococcus aureus Pada Konsentrasi dan Waktu Kontak Yang Berbeda.

0 2 21

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 16

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 2

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 5

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 15

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 4

Karakterisasi Simplisia dan Skrining Fitokimia Serta Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) Metode DPPH

0 0 17