Ruang Lingkup Penelitian PENDAHULUAN

7 dibiarkan tumbuh di antara tanaman karet. Apabila lilit batang karet telah mencapai 40 cm atau berumur sekitar 5-10 tahun dan mulai akan disadap, sebagian vegetasi yang tumbuh di kebun karet dibersihkan untuk membuat jalan sadap di antara pohon karet. Ketika pohon karet telah menurun produksinya, peremajaan kebun dilakukan dengan cara ’sisipan’, yaitu menyisipkan bibit karet pada tempat kosong di dalam kebun yang terjadi karena kematian pohon Wibawa et al. 2005.

2.2. Keanekaragaman Spesies Pohon pada Agroforest Karet

Alih guna lahan hutan menjadi agroforest karet di Jambi menyebabkan penurunan jumlah spesies pohon. Michon dan de Foresta 1997 menyebutkan bahwa pada agroforest karet terdapat 92 spesies pohon. Jumlah tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan spesies pohon yang ditemukan di hutan, yaitu 117. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rasnovi 2006 di Kecamatan Rantau Pandan, Kabupaten Bungo menemukan bahwa jumlah spesies anakan pohon di agroforest karet lebih rendah yaitu 86 spesies, bila dibandingkan dengan di hutan, yaitu 125 spesies. Sementara itu, Tata et al. 2008, menemukan bahwa jumlah spesies pohon untuk tingkat pertumbuhan anakan, tiang dan pohon pada agroforest karet dan hutan di Kabupaten Bungo dan Tebo hampir sama. Jumlah spesies di hutan pada tingkat pertumbuhan anakan 286, tiang 122 dan pohon 50. Sedangkan, jumlah spesies di agroforest karet pada tingkat pertumbuhan anakan 283, tiang 116 dan pohon 42. Tata et al. 2008, melaporkan adanya perbedaan komposisi spesies pada tingkat pertumbuhan pohon pada hutan dan agroforest karet. Spesies pohon yang hanya ditemukan di hutan adalah Shorea leprosula, Alangium javanicum, Santiria tomentosa, Myristica cf iners, dan Dimocarpus longan. Sedangkan spesies yang hanya ditemukan pada tegakan agroforest karet adalah Alstonia scholaris, Dyera costulata, Dacryodes rostrata, Koompassia malaccensis, Garcinia maingayi dan Garcinia tomentosa, Bhesa paniculata, Alstonia angustifolia, Santiria griffithii dan Nephelium lappaceum. 8

2.3. Kepunahan dan Kolonisasi Spesies

Kepunahan terhadap suatu spesies terjadi karena degradasi habitat, fragmentasi habitat, eksploitasi secara berlebihan, invasi spesies dan perubahan iklim global yang sebagian besar terjadi pada daerah tropis dengan kepadatan penduduk tinggi Wildlife Extinction and Endangered Species 2008, Rasnovi 2006. Fragmentasi lanskap yaitu terpecahnya suatu hamparan habitat yang luas menjadi habitat-habitat kecil yang umumnya terjadi karena aktitas manusia seperti pembukaan lahan dan alih guna lahan dari satu tipe vegetasi menjadi lain Franklin et al. 2002. Beberapa studi telah menyimpulkan bahwa fragmentasi lanskap cenderung menyebabkan penurunan keanekaragaman spesies tumbuhan Roy Joshi 2008. Dalam ekologi lanskap fragmentasi habitat tidak hanya berpengaruh terhadap keanekaragaman hayati dalam skala habitat yang terfragmen tetapi juga terhadap keanekaragaman dalam skala lanskap secara keseluruhan Rasnovi 2006. Fargmentasi lanskap akibat alih guna lahan menyebabkan perubahan iklim mikro pada suatu habitat. Adanya perubahan tersebut, spesies yang mampu beradaptasi akan dapat berkembang, sehingga bersaing dengan spesies lainnya. Sementara, spesies yang tidak mampu bersaing tidak dapat bertahan hidup Eldredge 1986. Apabila individu dari suatu spesies tidak mampu bertahan hidup dan bereproduksi, maka individu tersebut dikatakan punah. Di dalam ekologi, kepunahan secara non formal mengacu pada kepunahan lokal di suatu tempat yang diteliti Indrawan et al. 2000. Fragmentasi lanskap menyebabkan terjadinya habitat ‘tepi’. Pada habitat tepi tersebut spesies bukan asli non-native species berkembang dengan baik dan menginvasi spesies asli serta membentuk suatu koloni Wildlife Extinction and Endangered Species 2008. Dinamika kolonisasi-kepunahan memiliki peranan penting dalam terbentuknya struktur spasial suatu spesies tumbuhan Husband Barrett 1996. Populasi tumbuhan kadang-kadang memiliki struktur spasial yang terbagi-bagi ‘patchy’, karena individu suatu tumbuhan dan populasinya tidak tersebar secara kontinyu pada suatu ruang. Hal ini menunjukkan bahwa struktur

Dokumen yang terkait

Praktek Nikah Tahlil (Studi Pada Desa Suka Jaya Kecamatan Muko-Muko Bathin Vii, Kabupaten Bungo, Jambi)

2 41 74

Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

0 24 195

Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

0 23 391

Perencanaan usahatani karet dan kelapa sawit berkelanjutan di DAS batang pelepat kabupaten Bungo provinsi Jambi

0 9 337

Analisis pendapatan usahatani kelapa sawit di kecamatan pelepat ilir kabupaten bungo provinsi jambi

7 36 57

Peran Agroforest Karet dalam Pelestarian Spesies Pohon Studi Kasus di Desa Lubuk Beringin Kecamatan Bathin III Ulu Kabupaten Bungo Provinsi Jambi

0 3 93

MODEL PENGELOLAAN HUTAN ADAT BERKELANJUTAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL DI DESA LUBUK BERINGIN KECAMATAN BATHIN III ULU KABUPATEN BUNGO (SEBAGAI SUMBER BELAJAR PADA MATERI PEMANFAATAN SUMBERDAYA ALAM PADA BIDANG STUDI GEOGRAFI DI KELAS XI IPS SMA).

0 0 1

Analisis Lubuk Larangan Sebagai Wisata Ekologi Berbasis Kearifan Lokal Desa Lubuk Beringin, Kecamatan Bathin III Ulu, Kebupaten Bungo,Jambi. (Sebagai Pendukung Substansi Materi Pengelolaan Sumber Daya Alam pada Bidang Studi Geografi di Kelas XI SMA).

0 0 3

LPSE Provinsi Jambi BUNGO. BUNGO

0 1 2

PRODUKSI RUANG WISATA DALAM PERSPEKTIF RITME GEOGRAFI DI DESA LUBUK BERINGIN KECAMATAN BATHIN III ULU KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI sebagai bahan ajar materiembelajaran kurikulum muatan lokal Lubuk Larangan dan Hutan Desa di Kabupaten Bungo - UNS Institu

0 1 16