Ketersambungan habitat Pola sebaran spasial spesies
47
20 40
60 80
100
Forest RA60S RA30F RA30S RA13S SH25F SH13S SH10F
Ju m
la h
s p
esi es
Tipe tutupan lahan
Ditemuka n pa da 1 plot Mengelompok
Sera ga m
Gambar 18. Jumlah spesies pancang berdasarkan pola sebaran spasial pada berbagai tipe tutupan lahan
Agroforest karet 60 tahun memiliki spesies yang hanya ditemukan pada satu petak pengamatan terbanyak bila dibandingkan dengan tipe tutupan lahan lainnya.
Hal ini dapat dijadikan sebagai indikator bahwa pada agroforest karet 60 tahun terdapat spesies yang cenderung mengalami kelangkaan, karena hanya ditemukan
dalam jumlah individu dan habitat terbatas. Malhado Petrere 2004 menyatakan bahwa analisa pola sebaran spesies dapat digunakan dalam
pengelolaan hutan. Selain itu juga dapat digunakan untuk menentukan luas area yang dipilih untuk tujuan konservasi Rossi Higuchi 1998 dan untuk menduga
kepadatan populasi spesies Krebs 1999. Pada tingkat tiang, jumlah spesies yang memiliki pola sebaran
mengelompok di hutan primer, hutan sekunder dan agroforest karet 60 tahun tidak berbeda nyata. Hutan sekunder 25 tahun memiliki jumlah terbanyak untuk spesies
yang hanya ditemukan pada satu petak pengamatan. Seperti halnya tingkat pancang, hal tersebut juga merupakan indikasi bahwa pada agroforest karet 60
tahun, hutan sekunder dan hutan primer ditemukan spesies yang memiliki jumlah individu terbatas. Jumlah spesies tiang berdasarkan pola sebaran spasial pada
berbagai tipe tutupan lahan di sajikan pada Gambar 19.
48
5 10
15 20
25 30
Forest RA60S RA30F RA30S RA13S SH25F SH13S SH10F Ju
m la
h sp
esi es
Tipe tutupan lahan
Ditemuka n pa da 1 plot Mengelompok
Sera ga m
Gambar 19. Jumlah spesies tiang berdasarkan pola sebaran spasial pada berbagai tipe tutupan lahan
Hutan primer memiliki jumlah spesies tingkat pohon dengan pola sebaran mengelompok tertinggi dibandingkan tipe tutupan lahan lainnya, yaitu 19 spesies.
Sementara, agroforest karet 60 tahun memiliki komposisi jumlah spesies yang menyebar secara mengelompok, maupun spesies yang hanya ditemukan pada satu
petak pengamatan hampir sama dengan hutan sekunder 25 tahun. Jumlah spesies pohon berdasarkan pola sebaran spasial pada berbagai tipe tutupan lahan disajikan
pada Gambar 20.
5 10
15 20
25 30
35 40
Forest RA60S
RA30F RA30S
SH25F
Ju m
la h
sp es
ie s
Tipe tutupan lahan
Ditemuka n pa da 1 plot Mengelompok
Sera ga m
Gambar 20. Jumlah spesies pohon berdasarkan pola sebaran spasial pada berbagai tipe tutupan lahan
49 Banyaknya spesies pohon yang hanya ditemukan pada satu petak
pengamatan merupakan indikator yang kuat dari potensi kepunahan suatu spesies. Di hutan primer ditemukan 6 spesies tingkat pohon yang hanya ditemukan pada
satu dari 22 petak pengamatan yaitu seluas 4,5 hektar. Spesies yang ditemukan pada satu petak pengamatan di hutan sekunder 25 tahun sama dengan di
agroforest karet 60 tahun, yaitu 12 spesies. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa agroforest karet 60 tahun, hutan primer dan hutan sekunder 25 tahun di
Desa Lubuk Beringin harus tetap dipertahankan dalam kaintannya dengan konservasi spesies yang saat ini telah mengalami penurunan populasi dan
memiliki sebaran terbatas. Jumlah spesies yang menyebar secara mengelompok pada agroforest karet
60 tahun semakin berkurang seiring dengan bertambahnya tingkat pertumbuhan tanaman, yaitu 55 spesies pancang, 10 spesies tiang dan 13 spesies pohon.
Penurunan jumlah spesies tersebut terjadi karena kompetisi antar spesies. Spesies yang mampu beradaptasi akan tumbuh hingga mencapai tingkat pertumbuhan
tiang dan pohon, sedangkan yang tidak mampu beradaptasi akan mati. Jumlah spesies dengan pola sebaran mengelompok semakin meningkat
dengan bertambahnya umur lahan, baik lahan yang dikelola seperti agroforest karet maupun lahan yang tidak dikelola seperti hutan sekunder. Semakin tua umur
lahan maka semakin rapat tutupan kanopinya dan semakin bertambah spesies pohon yang tumbuh, sehingga menarik satwa pemencar biji seperti burung,
mamalia besar dan primata mendatangi tempat tersebut, baik untuk bersarang maupun hanya sebagai tempat singgah dan mencari makan. Menurut Datta dan
Rawat 2008, burung-burung besar seperti rangkong, mamalia dan primata menyebabkan terjadinya sebaran spesies pohon memiliki pola mengelompok.
Jumlah spesies dengan pola sebaran mengelompok pada berbagai umur disajikan pada Gambar 21.
50
y = 0.8773x ‐ 3.169
R² = 0.7674
y = 0.6963x + 9.6991
R² = 0.8952
y = 0.1838x ‐ 1.8607
R² = 0.8655
y = 0.3567x + 5.6977
R² = 0.705
y = 0.0882x ‐ 0.1471
R² = 0.75
10 20
30 40
50 60
10 20
30 40
50 60
70
Ju m
la h
sp es
ie s
Umur kebun tahun
Pa nca ng Agroforest ka ret Pa nca ng Huta n sekunder
Tia ng Agroforest ka ret Tia ng Huta n sekunder
Pohon Agroforest ka ret
Gambar 21. Jumlah spesies tingkat pancang, tiang dan pohon yang memiliki pola sebaran mengelompok pada berbagai umur lahan
Penambahan jumlah spesies yang memiliki pola sebaran mengelompok pada lahan yang tidak dikelola seperti hutan sekunder lebih cepat bila dibandingkan
dengan agroforest karet baik pada tingkat pancang maupun tiang. Perbedaan tersebut terjadi karena adanya aktivitas pembersihan lahan pada agroforest karet
yang mengakibatkan matinya beberapa spesies terutama pada tingkat pancang. Berdasarkan Gambar 12, penambahan jumlah spesies pancang pada
agroforest karet yang memiliki pola sebaran mengelompok diperkirakan hanya dua 2 spesies dalam 3 tahun, sedangkan pada hutan sekunder akan mengalami
penambahan satu 1 spesies per tahun. Penyiangan yang dilakukan pada agroforest karet akan menyebabkan penambahan jumlah spesies yang memiliki
pola sebaran mengelompok menjadi lebih rendah dari hutan sekunder yang tidak dikelola. Pada agroforest karet penambahan spesies tingkat tiang diperkirakan satu
1 spesies dalam 5 tahun, sedangkan pada hutan sekunder satu 1 spesies dalam 3 tahun.
51
5.3. Kuantifikasi Spesies yang Mampu Beregenerasi pada Agroforest Karet 5.3.1. Komposisi spesies berdasarkan tingkat pertumbuhan
Spesies memiliki potensi untuk beregenerasi apabila mampu tumbuh hingga mencapai tahap generatif. Dalam penelitian ini, spesies yang telah mencapai
tingkat tiang DBH 10 cm dianggap mencapai masa generatif. Hal ini seperti dikemukakan oleh Datta Rawat 2008 yang menyebutkan bahwa di hutan
tropis, pohon yang telah mencapai lingkar batang lebih dari 30 cm GBH 30 cm dianggap sebagai tanaman dewasa.
Hasil pengamatan menemukan bahwa jumlah spesies yang mencapai tahap generatif pada agroforest karet 60 tahun sebanyak 28 spesies, tidak berbeda nyata
dengan hutan primer, yaitu 35 spesies dengan simpangan baku 14,5. Sementara itu, pada agroforest karet 30 tahun hanya ditemukan 6 spesies pada kebun dekat
hutan primer dan 3 spesies pada kebun jauh dari hutan primer yang mampu mencapai tahap generatif. Pada hutan sekunder, jumlah spesies yang mampu
mencapai tahap generatif semakin bertambah seiring pertambahan umur lahan, yaitu 11 spesies di hutan sekunder 10 tahun, 14 spesies di hutan sekunder 13
tahun dan 29 spesies di hutan sekunder 25 tahun. Jumlah spesies yang ditemukan pada berbagai tipe tutupan lahan berdasarkan tingkat pertumbuhannya disajikan
pada Gambar 22. Rendahnya jumlah spesies yang mencapai tahap generatif pada agroforest
karet 30 tahun terjadi karena meningkatnya intensitas pengelolaan kebun yaitu pembersihan kebun setahun sekali. Pembersihan kebun dilakukan dengan
menebas semua spesies pada tingkat pertumbuhan pancang dengan hanya meninggalkan spesies yang dianggap memiliki nilai ekonomi seperti
Cinnamomum iners dan Pometia pinnata.
52
20 40
60 80
100
Forest RA60S RA30F RA30S RA13S SH25F SH13S SH10F
Ju m
la h
s p
esi es
Tipe tutupan lahan
Pa nca ng-Tiang-Pohon Tia ng-Pohon
Panca ng-Pohon Pa nca ng-Tiang
Pohon Tia ng
Pa nca ng
Gambar 22. Jumlah spesies berdasarkan tingkat pertumbuhan yang ditemukan pada berbagai tipe tutupan lahan
Spesies yang mencapai tahap generatif pada agroforest karet 60 tahun terdiri dari spesies yang memiliki nilai ekonomi seperti Archidendron jiringa, Lansium
domesticum, Palaquium gutta, Koompassia malaccensis, Parashorea malaanonan, Diospyros lanceifolius, Shorea gibbosa, Shorea sp. Elaeocarpus sp,
Endospermum malaccensis, Litsea firma, Litsea elliptica, Lithocarpus sp., Madhuca kingiana, Parkia speciosa, Polyalthia subcordata, Sterculia cordata,
Styrax benzoin, Trema tomentosa,Trichospermum javanicum, Dillenia sp. dan Xanthophyllum incertum. Meskipun demikian, masih ditemukan spesies kayu
yang kurang dikenal seperti Artocarpus sp., Cephalomappa malloticarpa, Hydnocarpus sumatrana, Girroniera nervosa, Syzygium claviforum dan Syzygium
rostratum.