Avian Influenza pada Manusia

16 16 virus AI H5N1 dan dapat mengeluarkan dan menyebarkan virus melalui saluran pernafasan tanpa menunjukkan gejala klinis. Virus menyerang pada reseptor yang berlokasi di saluran pernafasan bagian bawah, trakhea dan hidung. Terkait dengan hal tersebut maka kucing dan anjing mempunyai potensi sebagai penular virus AI bagi manusia. Menurut CFSPH 2008, penularan antar hewan secara terbatas pernah terjadi pada harimau kebun binatang, sebagaimana terjadi antar kucing pada infeksi buatan. Secara alami, tidak terjadi penularan antar kucing ketika kucing tersebut terpapar dengan bebek yang sakit atau dengan babi yang dilakukan infeksi buatan. Kajian penularan antar anjing belum pernah dilakukan. Infeksi secara percobaan pada ferret menimbulkan manifestasi gejala yang bervariasi mulai dari gangguan pernafasan atas ringan sampai dengan berat dan mengakibatkan kefatalan. Patogenesitas bervariasi tergantung dari jenis isolat. Kasus yang berat gejalanya antara lain adalah demam tinggi, kelesuan, anoreksia, penurunan berat badan dan diare. Pada babi yang diinfeksi secara percobaan, akan mengalami gejala gangguan pernafasan yang ringan termasuk batuk, demam dan anoreksia sementara CFSPH 2008.

2.4 Avian Influenza pada Manusia

Pada manusia, virus AI H5N1 cenderung menyerang pneumocytes dan sel epitel kuboid tak bersilia pada bronkioli ujung dari saluran pernafasan bagian bawah. Pada kucing, karakteristik predileksi pada saluran pernafasan mirip dengan kejadian yang ada pada manusia Burgos dan Burgos 2007d. Gejala Flu Burung pada manusia adalah keratokonjungtivitis, demam, infeksi saluran pernafasan yang sangat cepat dan kematian Anaeto dan Chioma 2007. Disamping itu, gejala klinis yang muncul juga dapat berupa demam tinggi dan gangguan saluran pernafasan atas dengan Influenza biasa sebagai gejala awal. Beberapa penderita dapat mengalami sakit dada, perdarahan hidung dan gusi, gangguan pencernaan seperti diare, muntah dan nyeri perut. Gejala respirasi tidak selalu muncul pada saat dilakukan diagnosa. Seorang penderita infeksi HPAI dapat tidak menunjukkan gejala klinis respirasi, namun mengalami ensefalitis akut, sedangkan seorang penderita yang pernah dilaporkan terinfeksi di Thailand 17 17 hanya mengalami demam dan diare ketika terinfeksi oleh virus tersebut. Beberapa penderita akan mengalami gangguan saluran pernafasan bawah segera setelah terinfeksi diantaranya yaitu dyspnoe, radang tenggorokan dan bersuara ketika melakukan inspirasi. Sekresi pernafasan dan sputum berwarna kemerahan. Kebanyakan penderita kondisinya akan memburuk dengan cepat. Pada tahap lanjut, akan terjadi kegagalan multi organ dan koagulasi intravaskular CFSPH 2008. Virus HPAI H5N1 yang menginfeksi manusia tidak dengan mudah bisa ditularkan antar manusia. Beberapa ahli menyatakan bahwa virus H5N1 menginfeksi sel saluran pernafasan bagian bawah pada lokasi yang paling dalam sehingga tidak akan mudah dikeluarkan melalui batuk maupun bersin. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli lain memperoleh hasil kesimpulan bahwa virus Flu pada manusia hanya mengikat reseptor alfa 2,6 galactose yang ada pada saluran pernafasan manusia dari hidung sampai ke paru-paru. Sementara virus AI cenderung untuk mengikat reseptor alfa 2,3 galactose yang terdapat pada saluran pernafasan unggas namun jarang sekali ditemukan pada manusia. Dengan menggunakan penanda atau marker molekul, telah diketahui bahwa manusia juga memiliki reseptor alfa 2,3 galactose, namun reseptor tersebut terletak di bagian terdalam dan terkecil dari paru yaitu alveoli Anaeto dan Chioma 2007. Insidensi kasus AI pada manusia di Indonesia cenderung konsisten terjadi pada usia sampai dengan 30-an tahun. Di Vietnam insidensi kasus juga cenderung konstan pada usia penderita sampai dengan 40 tahun. Sementara di Mesir, insidensi cenderung tidak konstan pada usia tertentu. Hal ini mengindikasikan bahwa keterpaparan memegang peranan penting untuk terjadinya kasus pada manusia. Keterpaparan sendiri bisa dikaitkan dengan resiko pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang Kaoud 2008. Pada manusia ada 4 jenis obat antiviral yang biasa digunakan untuk pengobatan penyakit flu yaitu amantadin, rimantadin, zanamivir dan oseltamivir. Oseltamivir pada beberapa pengobatan dapat membantu kesembuhan penderita flu burung bila diberikan dalam waktu 48 jam setelah munculnya gejala klinis. 18 18 Kebanyakan virus H5N1 resisten terhadap amantadin dan rimantadin, sedangkan resistensi terhadap zanamivir dan oseltamivir sangat jarang terjadi CFSPH 2008.

2.5 Telur sebagai Media Transmisi Virus