29
29
3. METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan mulai bulan September 2008 sampai dengan bulan Januari 2009 di Laboratorium Balai Besar Uji Standar Karantina Pertanian
BBUSKP dan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
3.2 Bahan dan Alat Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kaporit, sodium thiosulfat
0,1N, kalium iodida, kalium iodat, natrium bikarbonat, asam sulfat 4N, kanji 3, virus HPAI Subtipe H5 isolat ambon koleksi BBUSKP, telur konsumsi umur
sehari diperoleh dari Farm Bina Tani Depok Jawa Barat, telur Spesific Pathogen Free SPF umur 9-11 hari dari PT. Vaksindo, PBS steril, akuabides steril, reagen
RT-PCR, agarose, ethidium bromida, RBC 10, feses, finn tip, betadin, alkohol, kutek.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Biosafety Cabinet Level
2, mikropipet, tabung reaksi, cawan petri, tangki elektroforesis, kamera, mesin PCR, tabung biuret, biuret holder, labu ukur, erlenmeyer asa, gelas ukur, pipet
pasteur, pipet hisap, spuit, pinset, rak telur, pensil, Personal Protective Equipment PPE.
3.3 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan untuk penelitian ini adalah Rancangan Faktorial 2 Faktor Acak Lengkap. Dua peubah yang menjadi faktor pada penelitian ini adalah
telur bersih dan telur kotor.
3.4 Prosedur Penelitian dan Parameter serta Variabel Pengamatan Prosedur penelitian
Penentuan titer virus HPAI
Titer virus AI yang akan digunakan adalah berkisar antara 10
7
-10
9
EID
50
, didasarkan referensi bahwa jumlah virus AI yang dapat terkandung dalam 1 gram
30
30 feses adalah 10
8,7
EID
50
gram feses Kamps et al. 2006 . Metode titrasi mengacu pada Hitchner et al. 1975 dengan rumus perhitungan menggunakan metode
Spearman-Karber. Penentuan sediaan kaporit, dosis klorin dan residu klorin
Metode pengukuran klorin yang digunakan adalah Titrasi Iodometrik atau metode kanji Sawyer et al. 1994. Pada metode ini, sejumlah kaporit yang akan
dilarutkan ditambah dengan 100 ml akuabides steril. Larutan dimasukkan kedalam tabung Erlenmeyer Asa kemudian ditambahkan 5 ml H
2
SO
4
dan 0,05 gram Natrium bikarbonat serta 5 ml Kalium iodat secara berurutan lalu dikocok
sehingga warna berubah menjadi coklat. Selanjutnya dilakukan titrasi dengan menggunakan sodium thiosulfat sampai warna berubah menjadi kuning pucat.
Kanji 3 ditambahkan sebanyak 2-3 tetes sampai diperoleh warna biru dan dititrasi lagi dengan sodium thiosulfat 1-2 tetes sampai warna larutan menjadi
jernih. Volume penitar yang telah digunakan kemudian dicatat.
Penghitungan klorin dilakukan dengan rumus sebagai berikut :
Klorin ppm =
Vol. penitar X N 2Na
2
S
2
O
3
X Bobot setara Cl
2
Volume Larutan Kaporit X 1000
Selanjutnya, dosis klorin yang digunakan adalah ± 150 ppm Srikaeo dan
Hourigan 2002. Dengan demikian diperlukan beberapa sampel dosis kaporit dengan berat yang berbeda untuk memperoleh nilai dosis klorin yang diinginkan.
Beberapa sediaan kaporit dengan berat yang berbeda dilarutkan dalam akuabides sampai diperoleh dosis klorin ± 150 ppm. Berat sediaan yang ditemukan
selanjutnya diulang pengukurannya sebanyak 3 kali untuk memperoleh nilai rata- rata dosis kaporit.
Penentuan demand klorin telur, cairan alantois dan feses
Demand Telur. Sebanyak 30 butir telur masing-masing dicelup dalam tabung yang mengandung 100 ml akuabides dengan dosis klorin ± 150 ppm dan
kemudian dipilih 3 butir secara acak dengan cara diundi. Setelah pencelupan selama 60 detik, air dari masing-masing tabung diukur kandungan residual
klorinnya dan ditentukan rata-ratanya.
31
31 Demand Cairan Alantois. Sebanyak 100 µl cairan alantois dimasukkan dalam
tabung yang berisi 100 ml akuabides dengan dosis klorin ± 150 ppm. Setelah perlakuan selama 60 detik, air dari tabung diukur residual klorinnya. Perlakuan
dilakukan sebanyak 3 kali untuk memperoleh nilai rata-rata.
Demand feses. Sebanyak 1 gram feses yang dibuat dari 0,9 ml cairan alantois murni dengan 0,12 gram feses dimasukkan dalam tabung yang berisi 100 ml
akuabides dengan dosis klorin ± 150 ppm. Setelah perlakuan selama 60 detik, air dari tabung diukur residual klorinnya. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali untuk
memperoleh nilai rata-rata.
Pada ketiga perlakuan tersebut, Demand klorin diperoleh dengan mengurangi dosis klorin dengan jumlah residual klorin yang telah diukur.
Uji Viabilitas virus pada permukaan kerabang
Persiapan bahan. Feses yang digunakan adalah ± 5,25 gram. Telur dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok telur bersih yang dicemari virus Kelompok A,
21 butir dan kelompok telur yang dicemari dengan feses bervirus Kelompok B, 21 butir.
Kelompok A 21 butir. Telur dicemari dengan 100 µl isolat virus AI Subtipe H5 dengan cara dioles. Selanjutnya, telur disimpan selama 21 jam pada suhu
ruang ± 25 C dalam ruangan perlakuan. Setiap 3 jam, diambil 3 butir telur
secara acak untuk dideteksi dan diamati viabilitas virus AI-nya. Kelompok B 21 butir. Telur dicemari dengan feses bervirus dengan cara
dioles. Perbandingan feses dengan virus adalah 0,12 gram dan 0,9 ml isolat total berat 1 gram secara berurutan. Campuran tersebut digunakan untuk mencemari 4
butir telur. Setelah dicemari dan didiamkan sampai feses mengering pada permukaan kerabang, telur disimpan selama 21 jam pada suhu ruang ± 25
C. Setiap 3 jam, diambil 3 butir telur secara acak untuk dideteksi dan diamati
viabilitas virus AI-nya.
32
32 Gambar 5 Uji Viabilitas virus HPAI Subtipe H5 pada permukaan kerabang
telur konsumsi. Pada kedua perlakuan di atas, swab dan kerokan kerabang diinokulasikan pada
telur SPF, 96 jam kemudian virus dipanen dan dilakukan uji HA cepat menggunakan RBC 10 dengan perbandingan 1:1. Pengamatan viabilitas
dilakukan sampai dengan jam ke-21. Klorinasi telur tercemar virus HPAI
Kelompok Kontrol Positif I 6 butir. Telur dicemari dengan isolat virus dengan cara dioles dan dibiarkan mengering pengamatan visual pada suhu
ruang.
Kelompok Kontrol Positif II 6 butir. Telur dicemari dengan feses bervirus dengan cara dioles dan dibiarkan mengering pengamatan visual pada suhu
ruang.
Kelompok Perlakuan I Telur Bersih 12 butir. Telur dicemari isolat virus dengan cara dioles. Telur dibiarkan mengering pengamatan visual pada suhu
ruang. Segera setelah kering, 6 butir telur masing-masing dicelup dalam 100 ml akuabides yang mengandung ± 150 ppm klorin selama 30 detik dan 6 butir
lainnya dicelup dengan volume akuabides dan dosis klorin yang sama selama 60 detik secara berurutan.
Kelompok Perlakuan II Telur Kotor 12 butir. Telur dicemari feses bervirus dengan cara dioles. Telur dibiarkan mengering pengamatan visual pada suhu
ruang. Segera setelah kering, 6 butir telur masing-masing dicelup dalam 100 ml akuabides yang mengandung ± 150 ppm klorin selama 30 detik dan 6 butir
lainnya dicelup dengan volume akuabides dan dosis klorin yang sama selama 60 detik secara berurutan.
33
33 a b
Gambar 6 Klorinasi pada telur bersih a dan klorinasi pada telur kotor b. Seluruh telur pada kelompok kontrol dan perlakuan selanjutnya di-swab dan
dikerok untuk selanjutnya diinokulasikan pada telur SPF, 96 jam kemudian virus dipanen dan dilakukan uji HA cepat menggunakan RBC 10 dengan
perbandingan 1:1. Pengamatan viabilitas dilakukan sampai dengan jam ke-21. Pengujian Kualitas Telur
Sebanyak 40 butir telur dipilih secara acak diundi dan dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Pada kelompok
kontrol, telur tidak diberi perlakuan sama sekali sedangkan pada kelompok perlakuan, telur diklorinasi dengan cara dicelup menggunakan dosis klorin ± 150
ppm. Telur perlakuan selanjutnya dibiarkan mengering dan kedua kelompok dibiarkan tersimpan pada suhu ruang ± 25
C selama 10 hari. Setelah masa perlakuan selesai, indeks putih dan kuning telur kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan diukur dengan menggunakan Electronic Digital Caliper 0-150 mm. Pengujian Residu Klorin
Pengujian residu klorin dilakukan dengan tahapan kualitatif dari metode Titrasi Iodometrik. Sebanyak 3 butir telur dipilih secara acak dengan diundi dari
30 butir telur. Telur yang terpilih selanjutnya dicelup dalam 100 ml akuabides yang mengandung klorin ± 150 ppm. Telur dibiarkan kering visual, kemudian
dengan hati-hati dipecah. Putih dan kuning telur ditampung dalam cawan petri. Sejumlah 10 ml putih telur diambil dan dicampur dengan 90 ml akuabides untuk
selanjutnya dideteksi kandungan klorinnya.
Campuran akuabides dan putih telur selanjutnya dimasukkan dalam Erlenmeyer Asa kemudian ditambahkan 5 ml H
2
SO
4
dan 0,05 gram Natrium
34
34 Karbonat serta 5 ml Kalium Iodat. Selanjutnya dilakukan pengamatan apakah
terjadi perubahan warna menjadi coklat ataukah tidak.
Parameter serta Variabel Pengamatan Parameter pengamatan
Klasifikasi parameter penelitian ini sesuai dengan ruang lingkup penelitian. Pada uji viabilitas, parameter yang menjadi perhatian adalah jenis isolat virus
yang digunakan, titer isolat virus HPAI Subtipe H5, hasil uji HA post inokulasi, daya hidup virus HPAI Subtipe H5 pada permukaan telur bersih dan telur kotor
selama 21 jam, suhu dan kelembapan ruangan yang digunakan untuk perlakuan uji viabilitas.
Pada perlakuan klorinasi, parameter yang menjadi perhatian adalah jenis bahan pelepas klorin chlorine generator yang digunakan, media cair yang
digunakan untuk imersi, berat kaporit, dosis klorin, lama waktu pencelupan, pH dan suhu media pencelupan serta residu klorin.
Pada uji kualitas telur, parameter yang diamati adalah indeks putih telur dan indeks kuning telur.
Variabel pengamatan
Variabel yang diamati pengaruhnya pada penelitian ini adalah permukaan kerabang bersih, permukaan kerabang kotor, dosis klorin, lama waktu pencelupan
dan waktu perlakuan untuk uji viabilitas.
3.5 Analisa Data