Klorinasi Telur Ayam Ras Konsumsi

40 40 Hasil analisa kedua perlakuan kerabang bersih dan kerabang kotor di atas menunjukkan bahwa pada kedua jenis perlakuan tersebut, virus HPAI Subtipe H5 masih mampu bertahan selama 21 jam pengamatan pada suhu ruang ± 25 C. Selama waktu perlakuan tersebut, viabilitas bersifat konstan. Sehingga, kemungkinan virus tersebut masih mampu hidup lebih dari 21 jam. Virus yang terkandung dalam feses segar mampu bertahan lama di lingkungan dan tetap infektif pada beberapa kisaran suhu. Namun pada feses yang dibiarkan kering semalaman, virus tidak dapat lagi dideteksi WHO 2006, EPA 2006. Viabilitas virus HPAI Subtipe H5 yang mencapai 21 jam tersebut memberikan petunjuk bahwa apabila virus HPAI mencemari permukaan kerabang, maka telur yang tercemar virus mempunyai resiko untuk berperan sebagai media pembawa penyebaran virus HPAI. Virus HPAI selain menginfeksi unggas liar dan unggas domestik, juga dapat menginfeksi hewan lain seperti kucing dan anjing. Sebagaimana unggas, kedua hewan tersebut mampu menyebarkan virus ke lingkungan melalui ekskresi dan sekresi dari tubuhnya Burgos dan Burgos 2007d. Berkaitan dengan hal tersebut, banyak sekali peluang jalur maupun potensi unggas domestik dan manusia bisa tertular oleh virus AI. Keberadaan virus AI di lingkungan dapat memberikan potensi resiko yang berbahaya bila virus tersebut menginfeksi dan beradaptasi pada tubuh hewan rentan maupun reservoir. Tidak ada jaminan bahwa kerabang telur yang tercemar virus AI tidak akan menimbulkan bahaya penyebaran virus. Oleh karena itu, tindakan disinfeksi terhadap telur konsumsi harus diterapkan sebagai upaya kehati-hatian untuk mencegah penyebaran virus yang lebih meluas dan berpeluang mengakibatkan penyakit pada unggas dan manusia.

4.5 Klorinasi Telur Ayam Ras Konsumsi

Klorin dengan dosis residual klorin bebas yang sangat rendah berkisar antara 0,52-1,08 mgl telah terbukti efektif mampu menginaktivasi virus HPAI H5N1 yang terkandung dalam air. Dosis tersebut mampu mematikan 5,26-5,32 log 10 TCID 50 ml virus H5N1 dalam waktu 1 menit Rice et al. 2007. 41 41 Tabel 7 Hasil uji HA cepat terhadap cairan alantois dari inokulasi langsung pada perlakuan klorinasi telur bersih dan telur kotor bervirus Telur Bersih Bervirus Telur Kotor Bervirus No. Jenis Perlakuan HA+ HA- HA+ HA- 1. Kontrol Positif 6 6 2. Kontrol Negatif 6 6 3. Pencelupan 30 detik 1 5 5 1 4. Pencelupan 60 detik 6 6 Berdasarkan hasil analisa data uji HA cepat terhadap cairan alantois dari inokulasi langsung pada perlakuan klorinasi telur bersih dan telur kotor bervirus Tabel 7 dengan menggunakan uji Fisher Exact, terdapat perbedaan yang nyata antara telur bersih dan telur kotor yang diklorinasi selama 30 detik dengan nilai P adalah 0,038 P0,05. Pada telur bersih, proporsi virus yang mati atau mengalami penurunan titer adalah 5:1 Gambar 8, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan telur kotor yang nilainya 1:5 Gambar 8. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa klorinasi selama 30 detik pada telur bersih secara nyata lebih efektif daripada klorinasi pada telur kotor dalam mematikan atau menurunkan titer virus. Berdasarkan hal tersebut, maka peluang resiko virus akan disebarkan oleh telur bersih yang diklorinasi menjadi lebih rendah. a. b. Gambar 8 Proporsi peluang virus mati dan hidup pada telur bersih a dan telur kotor b. Virus Hidup Virus Mati 1 2 3 4 5 Telur Bersih Virus Hidup Virus Mati 1 2 3 4 5 Telur Kotor 42 42 Pada klorinasi selama 60 detik, hasil analisa data dengan uji Fisher Exact menunjukkan nilai P adalah 1 P0,05. Berarti tidak terdapat perbedaan antara telur bersih dan telur kotor. Dengan kata lain bahwa peluang virus untuk mati atau turun titernya setelah diberi perlakuan klorinasi adalah sama. Menurut Reynolds 1982, kemampuan disinfeksi klorin terletak pada kemampuannya sebagai agen oksidasi kuat. Enzim-enzim sel mikroba yang sangat penting dalam proses metabolisme sel akan teroksidasi bila mengalami perlakuan klorinasi. Dengan demikian, mati atau rusaknya virus HPAI Subtipe H5 akibat perlakuan klorinasi kemungkinan juga terjadi akibat proses oksidasi terhadap material virus. Pada klorinasi telur selama 30 detik, klorinasi terlihat lebih efektif terhadap permukaan kerabang yang bersih dibandingkan permukaan kerabang kotor. Hal ini sesuai dengan Swayne dan Halvorson 2003 dalam EPA 2006 yang menyatakan bahwa material organik dapat melindungi virus dari aktivitas disinfektan sehingga disinfeksi mestinya dilakukan setelah obyek yang akan didisinfeksi tersebut dibersihkan terlebih dahulu. Namun demikian, pada klorinasi selama 60 detik baik pada telur bersih maupun telur kotor tidak ditemukan hasil uji HA positif setelah inokulasi langsung. Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun terdapat material organik berupa feses, tetapi bila waktu paparan disinfektan diperlama maka virus yang mencemari permukaan kerabang tersebut berhasil diinaktivasi. Mekanisme tersebut bisa dijelaskan dengan mengacu pada Reynolds 1982 bahwa demand klorin terhadap suatu material organik akan terus meningkat seiring dengan penambahan waktu kontak jika jumlah prekursor dan residual klorin masih memadai. Pada klorinasi 60 detik, kemungkinan jumlah virus yang teroksidasi jauh lebih banyak bila dibandingkan dengan klorinasi 30 detik sehingga ketika dilakukan inokulasi dan uji HA, klorinasi 60 detik memberikan hasil yang lebih baik. Menurut Reynolds 1982, ion hipoklorit memiliki kemampuan disinfeksi yang lebih rendah bila dibandingkan dengan asam hipoklorit. Data hasil pengukuran pH Tabel 2 menunjukkan bahwa rata-rata pH klorin adalah 10,85 43 43 In de ks Putih T e lur Klorina s i P utih T e lur Ko ntro l 0.1 0 0.0 9 0.0 8 0.0 7 0.0 6 0.0 5 0.0 4 0.0 3 0.0 2 B oxp lo t In de ks P utih T e lur K on tro l d an T e lu r K lorin asi basa. Dengan demikian klorin yang terkandung dalam larutan tersebut adalah ion hipoklorit. Mengingat ion hipoklorit daya disinfeksinya lebih rendah daripada asam hipoklorit, maka dikhawatirkan daya disinfeksinya belum maksimal sesuai harapan. Dengan melakukan pengujian lanjut inokulasi telur SPF yang lebih dari 1 kali diharapkan daya disinfeksi ion hipoklorit tersebut dapat diketahui lebih jauh lagi.

4.6 Kualitas Telur Terklorinasi