Pemisahan Pelarut Alat dan Bahan Perlakuan

Volume pelarut yang digunakan memberikan pengaruh terhadap mutu dan rendemen oleoresin yang dihasilkan. Menurut Suryandari 1981, penggunaan pelarut dalam jumlah yang berbeda dapat menghasilkan oleoresin dalam jumlah yang berbeda pula. Semakin besar volume pelarut yang digunakan, maka jumlah oleoresin yang terekstrak juga semakin besar sampai larutan menjadi jenuh oleh pelarut. Menurut Purseglove et al 1981, jumlah pelarut yang baik digunakan untuk mengekstrak oleoresin adalah sebanyak tiga kali jumlah bahan yang diekstrak. Etanol atau etil alkohol yaitu cairan bening tidak berwarna, mudah menguap, berbau merangsang dan mudah larut dalam air. Etanol mempunyai polaritas tinggi sehingga dapat mengekstrak oleoresin lebih banyak dibandingkan pelarut organik lainnya seperti heksan. Etanol mudah melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak, sebagian karbohidrat dan senyawa organik lainnya Anonim, 1962. Etanol disebut juga etil-alkohol atau alkohol saja, adalah alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Karena sifatnya yang tidak beracun bahan ini banyak dipakai sebagai pelarut dalam dunia farmasi dan industri makanan dan minuman. Etanol tidak berwarna dan tidak berasa tapi memilki bau yang khas. Bahan ini dapat memabukkan jika diminum. Etanol sering ditulis dengan rumus EtOH. Rumus molekul etanol adalah C 2 H 5 OH atau rumus empiris C 2 H 6 O Anonim, 2009. 3. Suhu proses ekstraksi Menurut Moestafa 1981, ekstraksi akan lebih cepat jika dilakukan pada suhu tinggi, tetapi pada ekstraksi oleoresin seperti ini akan menyebabkan beberapa komponen yang terdapat dalam bahan akan mengalami kerusakan. Sabel dan Warren 1973 menjelaskan, suhu ekstraksi yang terlalu tinggi harus dihindarkan, karena akan menyebabkan oleoresin menjadi rusak.

D. Pemisahan Pelarut

Proses pengambilan pelarut dari oleoresin yang dihasilkan merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan. Pelarut yang tersisa harus memenuhi persyaratan untuk kesehatan. Sisa pelarut yang melebihi dosis yang telah ditetapkan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurut Somaatmadja 1981, proses pemisahan pelarut solvent stripping merupakan bagian terpenting untuk memperoleh oleoresin yang memenuhi persyaratan mutu. FDA Food and Drug Administration USA, membuat persyaratan batas sisa pelarut yang diijinkan dalam oleoresin. Batas sisa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Batas sisa pelarut yang diijinkan dalam oleoresin menurut FDA Jenis Pelarut Batas Sisa ppm Aseton 30 Etilen dikhlorida 30 Methanol 50 Etanol 30 Heksana 25 Metilen dikhlorida 30 Isopropyl alkohol 50 Pelarut yang mengandung khlor 30 Sumber : FDA di dalam Ferrel 1985 Menurut Moestofa 1981 proses pemisahan pelarut harus dilakukan pada suhu yang rendah dengan tekanan yang direndahkan pula. Hal ini bertujuan agar terhindarnya kerusakan komponen oleoresin dan minyak atsirinya tidak menguap. Dengan demikian, menurut Afifah 2003, pemisahan pelarut dapat dilakukan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50°C. III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada persiapan bahan baku dan proses ekstraksi adalah slicer, oven, disc mill, neraca analitik, Erlenmeyer 1000 ml, shaker waterbath, penyaring vakum, dan vacuum rotary evaporator. Alat yang digunakan pada tahap analisa mutu oleoresin temulawak adalah refraktometer, spektrofotometer, dan gas kromatografi. Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah rimpang temulawak yang berasal dari Cicurug Sukabumi dengan umur panen 12 bulan, etanol 96 sebagai pelarut, asam asetat, asam oksalat, dan asam borat.

B. Perlakuan

Faktor yang diamati pada penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor suhu ekstraksi dan faktor volume pelarut yang digunakan. Faktor suhu ekstraksi yang digunakan terdiri dari tiga taraf, yaitu 30 °C, 40 °C, dan 50 °C. Faktor volume pelarut digambarkan dalam bentuk nisbah bahan baku - pelarut. Nisbah bahan baku - pelarut terdiri dari tiga taraf, yaitu 1:4, 1:6, dan 1:8. Nisbah yang digunakan adalah nisbah bobot bahan baku yang diekstrak terhadap volume pelarut yang digunakan. Dasar nisbah bahan baku - pelarut adalah 100 gram bahan baku. Dengan demikian, pada nisbah 1:4 menggambarkan penggunaan 100 gram bahan baku dan 400 ml etanol 96, pada 1:6 menggambarkan 100 gram bahan baku dan 600 ml etanol 96, dan pada 1:8 menggambarkan 100 gram bahan baku dan 800 ml etanol 96.

C. Prosedur Penelitian