Kromatografi gas merupakan metode umum yang digunakan untuk pemisahan, deteksi, dan perhitungan kuantitatif dari komponen yang tercampur
dalam sample uji. e. Kadar sisa pelarut Ketaren, 1988
Analisis ini menggambarkan kadar pelarut yang tertinggal dalam oleoresin. Perhitungannya didasarkan kepada berat pelarut yang menguap dari setiap berat
bahan yang diuapkan. f. Indeks bias oleoresin AOAC, 2000 dalam SNI 06-2385-2006
Metoda ini didasarkan pada pengukuran langsung sudut bias minyak yang dipertahankan pada kondisi suhu yang tetap.
E. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dua faktor dengan menggunakan tiga taraf. Faktor pertama adalah nisbah bahan baku -
pelarut yang terdiri dari tiga taraf, yaitu 1:4, 1:6, dan 1:8. Faktor kedua adalah suhu ekstraksi yang terdiri dari tiga taraf, yaitu 30 °C, 40 °C, dan 50 °C. Penelitian
dilakukan dalam dua kali ulangan. Model rancangan tersebut adalah sebagai berikut.
Y
ijk
= U + A
i
+ Bj + AB
ij
+ Error
ijk
Yijk = rendemen oleoresin dengan nisbah bahan baku - pelarut ke-i
dengan menggunakan suhu ekstraksi ke-j pada ekstraksi ke-k U
= pengaruh rata-rata sebenarnya A
i
= pengaruh pelakuan nisbah bahan baku - pelarut ke i i=1,2,3 B
j
= pengaruh pelakuan suhu ekstraksi ke j j=1,2,3 AB
ij
= pengaruh interaksi perlakuan nisbah bahan baku - pelarut ke i dengan suhu ekstraksi ke j
Error
ijk
= pengaruh galat percobaan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Bahan Baku
Rimpang temulawak yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari daerah Cicurug Sukabumi dengan umur panen 12 bulan. Gambar rimpang temulawak
tersebut dapat dilihat pada Gambar 5. Sebelum diekstrak, rimpang segar temulawak tersebut harus dipersiapkan terlebih dahulu. Menurut Sabel dan Warren 1973,
persiapan bahan merupakan salah satu tahapan penting dalam proses ekstraksi oleoresin.
Gambar 5. Rimpang Temulawak Curcuma Xanthorriza Roxb
Persiapan bahan baku meliputi proses pengirisan, pengeringan, dan penghalusan. Sebelum memasuki proses pengirisan, dilakukan pencucian dan sortasi terhadap
rimpang temulawak yang akan digunakan. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan benda asing yang tidak dikehendaki. Proses pengirisan ini bertujuan untuk
mempercepat lama proses pengeringan. Tahapan pengirisan dilakukan dengan menggunakan slicer pada ketebalan 1-3 mm. Irisan temulawak tersebut segera
dikeringkan dengan menggunakan pengering yang diatur pada suhu 50
o
C selama 20 jam. Menurut Purseglove 1981, pengeringan rimpang segar dapat dilakukan dengan
menggunakan aliran udara panas dengan suhu maksimum 65°C. Pengeringan dengan menggunakan cara ini akan menghasilkan simplisia kering yang lebih higienis dan
berwarna lebih cerah dibandingkan dengan hasil pengeringan dengan menggunakan cahaya matahari.
Pengeringan dilakukan sampai mencapai kadar air 8,15 . Menurut Shankaracharya dan Natarjan 1975, kadar air simplisia sebaiknya berkisar antara 8
– 10 agar memiliki daya simpan yang lebih lama. Irisan simplisia temulawak dapat dilihat pada Gambar 6.