Pemisahan Pelarut Pengaruh Nisbah Bahan Baku – Pelarut dan Suhu Ekstraksi terhadap Kandungan Xanthorrhizol dalam Oleoresin Temulawak (Curcuma xanthorhiza roxb.).

untuk kesehatan. Sisa pelarut yang melebihi dosis yang telah ditetapkan dapat mengakibatkan terjadinya gangguan kesehatan. Menurut Somaatmadja 1981, proses pemisahan pelarut solvent stripping merupakan bagian terpenting untuk memperoleh oleoresin yang memenuhi persyaratan mutu. FDA Food and Drug Administration USA, membuat persyaratan batas sisa pelarut yang diijinkan dalam oleoresin. Batas sisa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Batas sisa pelarut yang diijinkan dalam oleoresin menurut FDA Jenis Pelarut Batas Sisa ppm Aseton 30 Etilen dikhlorida 30 Methanol 50 Etanol 30 Heksana 25 Metilen dikhlorida 30 Isopropyl alkohol 50 Pelarut yang mengandung khlor 30 Sumber : FDA di dalam Ferrel 1985 Menurut Moestofa 1981 proses pemisahan pelarut harus dilakukan pada suhu yang rendah dengan tekanan yang direndahkan pula. Hal ini bertujuan agar terhindarnya kerusakan komponen oleoresin dan minyak atsirinya tidak menguap. Dengan demikian, menurut Afifah 2003, pemisahan pelarut dapat dilakukan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50°C. III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada persiapan bahan baku dan proses ekstraksi adalah slicer, oven, disc mill, neraca analitik, Erlenmeyer 1000 ml, shaker waterbath, penyaring vakum, dan vacuum rotary evaporator. Alat yang digunakan pada tahap analisa mutu oleoresin temulawak adalah refraktometer, spektrofotometer, dan gas kromatografi. Bahan yang digunakan pada tahap ini adalah rimpang temulawak yang berasal dari Cicurug Sukabumi dengan umur panen 12 bulan, etanol 96 sebagai pelarut, asam asetat, asam oksalat, dan asam borat.

B. Perlakuan

Faktor yang diamati pada penelitian ini terdiri dari dua faktor, yaitu faktor suhu ekstraksi dan faktor volume pelarut yang digunakan. Faktor suhu ekstraksi yang digunakan terdiri dari tiga taraf, yaitu 30 °C, 40 °C, dan 50 °C. Faktor volume pelarut digambarkan dalam bentuk nisbah bahan baku - pelarut. Nisbah bahan baku - pelarut terdiri dari tiga taraf, yaitu 1:4, 1:6, dan 1:8. Nisbah yang digunakan adalah nisbah bobot bahan baku yang diekstrak terhadap volume pelarut yang digunakan. Dasar nisbah bahan baku - pelarut adalah 100 gram bahan baku. Dengan demikian, pada nisbah 1:4 menggambarkan penggunaan 100 gram bahan baku dan 400 ml etanol 96, pada 1:6 menggambarkan 100 gram bahan baku dan 600 ml etanol 96, dan pada 1:8 menggambarkan 100 gram bahan baku dan 800 ml etanol 96.

C. Prosedur Penelitian

1. Persiapan Bahan Baku Proses persiapan bahan baku ini bertujuan untuk menghasilkan temulawak yang siap digunakan pada proses ekstraksi oleoresin. Proses persiapan terdiri dari sortasi dan pencucian, pengirisan, pengeringan, penepungan, dan pengayakan. Rimpang temulawak yang telah dibersihkan diiris dengan menggunakan slicer pada ketebalan ±1-3 mm, kemudian irisan rimpang temulawak tersebut dikeringkan dalam alat pengering dengan menggunakan suhu 50 C selama 20 jam. Rimpang kering tersebut selanjutnya dihaluskan dengan menggunakan disc mill yang telah dipasang saringan yang berukuran 60 mesh. Bubuk rimpang temulawak selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan disimpan ditempat yang sejuk dan kering. Diagram alir proses persiapan bahan baku dapat dilihat pada Lampiran 1.

2. Proses Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan variasi suhu dan nisbah bahan baku - pelarut sebagai faktor perlakuan penelitian. Suhu dan nisbah bahan baku - pelarut yang digunakan sesuai dengan perlakuan ekstraksi. Proses ekstraksi dimulai dengan menyiapkan serbuk temulawak dengan berat 100 gram, selanjutnya dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 1000 ml. Pelarut ditambahkan sesuai dengan perbandingan nisbah bahan baku - pelarut yang digunakan. Erlenmeyer yang telah berisi serbuk temulawak dan pelarut ditutup dengan menggunakan aluminium foil, selanjutnya diletakkan ke dalam shaker waterbath yang telah disesuaikan suhunya. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 1. Proses ekstraksi berlangsung selama 4 jam, dan selanjutnya bahan dibiarkan selama 24 jam. Selanjutnya dilakukan pemisahan larutan dari ampas serbuk temulawak dengan menggunakan corong pemisah yang dilapisi dengan kertas saring. Agar proses pemisahan berlangsung cepat, proses ini dibantu dengan menggunakan alat pompa vakum. Larutan yang telah dipisahkan dari ampas, diuapkan dengan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 50 o C. Hal ini bertujuan untuk menguapkan etanol, sehingga dihasilkan oleoresin temulawak. Proses penguapan pelarut memerlukan waktu yang berbeda-beda sesuai dengan nisbah pelarut yang digunakan. Diagram alir proses ekstraksi oleoresin temulawak dapat dilihat pada Lampiran 1.