6.2. Metode Analisis Kebijakan Asuransi Lingkungan 6.2.1. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan yang terkait dengan asuransi lingkungan dan
kegiatan pertambangan emas. Sumber data sekunder berasal dari instansilembaga yang memiliki kaitan dengan upaya pengembangan
asuransi lingkungan, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Bappeda Provinsi Lampung, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Daerah BPLH Provinsi Lampung, Dinas Pertambangan Provinsi Lampung, Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Kementerian Negara
Lingkungan Hidup, Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral dan Departemen Kehutanan. Penelusuran peraturan perundang-undangan
yang terkait dengan asuransi lingkungan dilakukan pula melalui jaringan internet.
6.2.2. Analisis Data
Analisis kualitatif merupakan analisis yang relevan untuk mengkaji permasalahan yang terkait dengan peraturan perundang-undangan
Muhadjir, 2000. Analisis yang dilakukan menganalisis isi content analysis secara kritis yang difokuskan terhadap pasal-pasal dalam
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengembangan asuransi lingkungan sebagai instrumen ekonomi lingkungan dalam
mengendalikan resiko lingkungan pertambangan. Hasil analisis kritis tersebut dijadikan dasar dalam mengkaji apakah peraturan perundang-
undangan yang ada sudah cukup untuk menjadi landasan hukum dalam menerapkan asuransi lingkungan di bidang pertambangan emas.
6.3. Hasil dan Pembahasan Kebijakan dan Perundang-Undangan Asuransi Lingkungan
Asuransi lingkungan merupakan asuransi yang memberikan perlindungan pada saat terjadi pencemaran danatau kerusakan
lingkungan hidup. Jenis asuransi yang tergolong baru ini merupakan salah satu instrumen ekonomi lingkungan yang dapat digunakan untuk
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
mengendalikan resiko lingkungan yang terjadi, terutama bagi kegiatan yang berdampak dan beresiko terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Mortgage Banking Association MBA 2004 menyebutkan bahwa di Amerika Serikat sampai dengan tahun 1966 kebijakan asuransi
pertanggungan tidak mengenal adanya asuransi yang berkaitan dengan pencemaran. Namun sejak terjadinya pencemaran tumpahan minyak di
Santa Barbara pada tahun 1966, menjadi titik balik perubahan pertama legislasi lingkungan hidup moderen yang menjadi inspirasi bagi
perusahaan asuransi di Amerika Serikat untuk memasukkannya dalam kebijakan pertanggungan liability policies, sehingga asuransi lingkungan
menjadi bentuk baru pertanggungan pencemaran untuk menghindari resiko lingkungan. Lebih lanjut MBA 2004 menyebutkan bahwa
penerapan asuransi lingkungan tersebut didukung oleh sejumlah kebijakan, seperti Environmental Impairment Liability Insurance, Pollution
Liability Insurance, dan Closure And Post-Closure Products To Provide Financial Assurance.
Kondisi kebijakan di Amerika Serikat tersebut tentunya berbeda dengan kondisi kebijakan di Indonesia. Kebijakan asuransi lingkungan di
Indonesia dalam pengendalian resiko lingkungan belum lengkap walaupun prinsip hukum lingkungan berupa polluter must pay pencemar harus
membayar telah dianut dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya Pasal 34 yang
menyebutkan bahwa “setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan
kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung-jawab usaha atau kegiatan untuk membayar ganti rugi
danatau melakukan tindakan tertentu. Implementasi bentuk tanggung-jawab dari prinsip pencemar harus
membayar dijelaskan dalam Pasal 35-nya yang menyebutkan ketentuan tentang biaya ganti rugi, dana lingkungan, dan asuransi. Pasal 35 dari
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan bahwa “penanggung jawab usaha danatau kegiatan
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
yang usaha dan kegiatannya menimbulkan dampak besar dan dampak penting terhadap lingkungan, yang menggunakan bahan berbahaya dan
beracun, danatau menghasilkan limbah bahan berbahaya dan beracun, bertanggung-jawab secara mutlak atas kerugian yang ditimbulkan, dengan
kewajiban membayar ganti rugi secara langsung dan seketika pada saat terjadinya pencemaran danatau perusakan lingkungan hidup”. Di dalam
penjelasan pasal 35 tersebut disebutkan bahwa “pengertian bertanggung- jawab secara mutlak atau strict liability, yakni unsur kesalahan tidak perlu
dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti kerugian. Ketentuan ayat ini merupakan lex specialis dalam gugatan
tentang perbuatan melanggar hukum pada umumnya. Besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan
hidup menurut pasal ini dapat ditetapkan sampai batas tertentu. Yang dimaksud sampai batas tertentu, adalah jika menurut penetapan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, ditentukan keharusan asuransi bagi
usaha danatau kegiatan yang bersangkutan atau telah tersedia dana lingkungan hidup. Berdasarkan uraian tersebut sebelumnya, prinsip untuk
melaksanakan asuransi lingkungan sudah disebutkan tetapi tidak dijelaskan secara lebih rinci bentuk penerapannya, sehingga belum dapat
menjamin kepastian hukum penerapannya. Pada tahun 2009 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Perubahan signifikan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tersebut adalah diwajibkannya kepada pemerintah dan
pemerintah daerah untuk mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup. Pasal 42
dan Pasal 43 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup secara tegas
menyebutkan bahwa :
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
Pasal 42 1 Dalam rangka melestarikan fungsi lingkungan hidup, Pemerintah dan
pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi lingkungan hidup.
2 Instrumen ekonomi lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi; b. pendanaan lingkungan hidup; dan
c. insentif danatau disinsentif. Pasal 43
1 Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat 2 huruf a meliputi:
a. neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup; b. penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional
bruto yang mencakup penyusutan sumber daya alam dan kerusakan lingkungan hidup;
c. mekanisme kompensasiimbal jasa lingkungan hidup antardaerah; dan
d. internalisasi biaya lingkungan hidup. 2 Instrumen pendanaan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 42 ayat 2 huruf b meliputi: a. dana jaminan pemulihan lingkungan hidup;
b. dana penanggulangan pencemaran danatau kerusakan dan pemulihan lingkungan hidup; dan
c. dana amanahbantuan untuk konservasi. 3 Insentif danatau disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42
ayat 2 huruf c antara lain diterapkan dalam bentuk: a. pengadaan barang dan jasa yang ramah lingkungan hidup;
b. penerapan pajak, retribusi, dan subsidi lingkungan hidup; c. pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal
yang ramah lingkungan hidup;
Create PDF files without this message by purchasing novaPDF printer
http:www.novapdf.com
d. pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan limbah danatau emisi;
e. pengembangan sistem pembayaran jasa lingkungan hidup;
f. pengembangan asuransi lingkungan hidup;