12
diinginkan penyajian dalam keadaan hangat, maka sebaiknya sampel dipanaskan dahulu.
Ukuran penyajian harus sama pada tiap subjek. Teknisi sebaiknya menggunakan alat bantu untuk menetapkan ukuran penyajian. Jumlah sampel
yang disajikan disesuaikan dengan kemampuan panelis dalam menguji suatu sampel. Sampel harus disajikan dalam bentuk seragam dan telah dihilangkan
identitasnya. Sampel-sampel tersebut kemudian diberi kode tiga digit angka acak untuk menyembunyikan identitas sampel Meilgaard, 1999.
4. Pengontrolan Panelis
Penyebab potensial terjadinya variasi pada respon antara lain interaksi panelis dengan lingkungan pengujian, produk, dan prosedur pengujian.
Pengaturan interaksi ini sangat penting dilakukan untuk meminimalisasi bias. Panelis yang dilibatkan baik itu panelis terlatih maupun tidak terlatih
selayaknya memperoleh instruksi jelas. Instruksi tersebut meliputi cara pengujian, pengisian kuisioner, dan informasi apa yang dibutuhkan melalui
pengujian. Panelis yang dilibatkan paling tidak mengetahui atau familiar terhadap prosedur uji seperti banyaknya sampel sekali mencicip, lamanya
waktu kontak produk saat mencicip, dan cara pencicipan. Selain pengetahuan minimal tersebut, panelis sebaiknya juga mengerti
tipe evaluasi sensori yang dibutuhkan. Panelis sebaiknya diberi tahu pengujian yang dilakukan ditujukan untuk membedakan, mendeskripsikan, atau uji
penerimaan. Beberapa pengujian evaluasi sensori membutuhkan panelis terlatih
terutama untuk uji deskripsi. Kebutuhan panelis terlatih dapat diatasi dengan mengadakan seleksi dan pelatihan panelis. Untuk menjaga kemampuan panelis
terlatih yang telah diperoleh, diperlukan monitoring secara berkesinambungan. Monitoring ini juga diperlukan untuk mencegah menurunnya kemampuan
panelis Meilgaard, 1999. Uji evaluasi yang dapat ditempuh untuk monitoring kinerja panelis diantaranya uji beda dari kontrol dan uji rating.
13
5. Seleksi Panelis
Kebutuhan panelis terlatih untuk uji deskripsi diatasi dengan melakukan seleksi panelis dan melatih panelis potensial yang lolos seleksi. Sebelum
melakukan seleksi dan training, perusahaan diharapkan memiliki komitmen untuk menganggarkan dana pengembangan kegiatan sensori. Analis sensori
bertanggung jawab terhadap uji sensori dan harus mendefinisikan sumberdaya yang dibutuhkan.
Panelis potensial harus memenuhi persyaratan tertentu. fisik yang sehat, tidak alergi atau intoleran terhadap pangan tertentu, ketersediaan waktu,
memiliki motivasi, dan memiliki ketepatan sensori. Persyaratan ini harus dipenuhi untuk menyediakan keadaan pengujian yang kondusif. Untuk panelis
pekerja, ketersediaan waktu merupakan faktor yang harus benar-benar diperhatikan mengingat pengujian sensori bukan bidang pekerjaan utama.
Jadwal pengujian perlu disesuaikan untuk mengantisipasi ketersediaan waktu Meilgaard, 1999.
Panelis potensial diseleksi dengan melakukan beberapa uji sensori. Perhatian utama panel leader harus tertuju pada 1 kemampuan panelis dalam
membedakan dan mendeskripsikan perbedaan diantara produk, 2 membedakan dan mendeskripsikan intensitas perbedaan karakteristik tertentu,
3 menguji kemampuan panelis dalam mendeskripsikan suatu karakter baik secara verbal maupun dengan skala Meilgaard, 1999.
Tahap seleksi panelis menurut Meilgaard, 1999 meliputi :
a. Prescreening
Tahap pertama seleksi panelis menurut Meilgaard adalah prescreening. Tahap ini dapat ditempuh melalui pengisian kuisioner. Tujuan tahap ini
adalah untuk menjaring individu yang dapat memverbalkan respon dan berfikir secara terkonsep.
b. Uji Ketepatan
Tahap berikutnya adalah uji ketepatan. Kandidat yang telah memenuhi syarat kesehatan, ketersediaan waktu, dan menjawab 80 pertanyaan
verbal kuisionel awal dapat mengikuti tahap uji ketepatan. Uji ketepatan
14
dilakukan menggunakan uji segitiga atau uji duo-trio dan pendeskripsian suatu atribut tertentu.
Panelis diharapkan memenuhi 60-80 jawaban benar dari ulangan uji pembedaan disesuaikan dengan tingkat kesulitan uji. Uji pembedaan
dilakukan paling tidak 9 kali sehingga data yang didapat menunjukan keadaan panelis yang sebenarnya. Pendeskripsian atribut dapat berasal dari
bau, flavor, atau tekstur. Pendeskripsian harus dilakukan dengan spesifik sesuai cara masing-masing panelis. Panelis diharapkan mampu
mendeskripsikan 80 sampel yang disajikan dengan benar.
c. Uji RankingRating
Uji berikutnya adalah uji rangking atau uji rating. Uji ini dilakukan setelah panelis mampu menyelesaikan prescreening dan uji ketepatan. Uji
tahap ini menggunakan produk aktual yang akan digunakan dalam training. Panelis dikatakan lolos seleksi tahap ini jika mampu menyusun
sampel dengan urutan rating atau rangking yang benar untuk 80 atribut uji.
d. Wawancara
Tahap berikutnya adalah wawancara personal. Wawancara secara personal dilakukan untuk konfirmasi motivasi dan ketertarikan kandidat
yang lolos tahap sebelumnya. Wawancara dilakukan oleh panel leader. Panelis yang ternyata tidak memiliki motivasi tinggi sebaiknya tidak
dilibatkan. Tahap seleksi menghasilkan panelis potensial yang telah memenuhi
kriteria. Panelis potensial tersebut kemudian dilatih dalam suatu training untuk membentuk kerangka pemikiran yang terstruktur dalam melakukan pengujian
sensori.
6. Uji Rating Meilgaard, 1999
Prinsip dari uji rating adalah penilaian intensitas atribut sensori suatu produk tertentu dalam bentuk skala intensitas. Sampel yang digunakan
bervariasi dari 3, 6, atau 8. Pengujian dapat dilakukan dengan memberi sampel satu per satu atau sejumlah sampel sekaligus.
15
Skala intensitas yang digunakan sebaiknya berupa skala garis. Skala garis menghasilkan data rasio. Penggunaan data rasio sangat menentukan jenis
statistik uji yang digunakan dalam pengolahan data. Jenis data rasio merupakan data kontinu sehingga pengolahan data dapat dilakukan dengan
sederhana melalui analisis ragam ANOVA. Analisis ragam merupakan analisis statistik yang biasa digunakan dalam analisis uji deskripsi dan uji lain
dimana sampel yang digunakan lebih dari dua dan diukur dengan skala respon Heymann dan Lawless, 1999.
Analisis data yang dilakukan menerapkan rancangan blok acak lengkap. Panelis dijadikan sebagai blok dan perlakuan adalah sampel-sampel yang
diuji. Statistik uji yang digunakan adalah uji F. F hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F tabel dengan taraf dan derajat bebas tertentu.
Jika F hitung lebih besar dari F tabel, maka disimpulkan telah ditemukan bukti minimal ada satu sampel yang memiliki perbedaan dengan sampel lain pada
taraf yang digunakan dan sebaliknya. Jika terdapat signifikansi perbedaan, maka dibutuhkan uji lanjut untuk mengetahui dengan tepat sampel mana saja
yang berbeda pada taraf yang digunakan. Uji lanjut atau post hock test yang digunakan adalah uji Tuckey. Uji
lanjut tersebut memfasilitasi adanya pembandingan antar sampel. Hasil akhir uji lanjut adalah pengelompokan sampel yang memiliki kesamaan rating dan
pembedaan antar kelompok yang memiliki rating berbeda pada taraf yang digunakan.
7. Uji Deskripsi Meilgaard, 1999