19
3. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kawasan silvofishery Blanakan Subang, Jawa Barat. Pelaksanaan penelitian terdiri dari empat tahap, yaitu pengumpulan data sekunder,
observasi lapangan, serta pengolahan dan analisis data lapangan laboratorium. Penelitian ini dilakukan dari bulan April 2011 hingga bulan Agustus 2011.
3.2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan meliputi bahan utama ikan bandeng, belanak, dan udang segar dan juga bahan yang terdapat di laboratorium, seperti pereaksi kimia.
Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisa logam berat meliputi asam nitrat HNO
3
0,1 M, asam klorida HCl 6 N, larutan standar Pb, Cd, Cu, dan aquades. Peralatan utama yang digunakan untuk analisa logam berat yaitu Atomic Absorption
Spectrophotometer ASS. Peralatan lainnya yaitu hot plate, gelas piala, corong, labu takar, kertas saring, labu semprot, pipet volumetrik, bulp, oven, cawan gelas
pyrex, alat penghancur contoh kering mortar, timbangan analitik, dan kantung plastik contoh.
3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis data, yaitu data primer dan sekunder.
3.3.1. Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung observasi di lapangan dan wawancara langsung secara tidak berstruktur dengan penduduk
sekitar kawasan tambak serta pihak-pihak yang terkait. Data primer yang diambil antara lain adalah suhu, pH, DO, salinitas dan kandungan logam berat Pb, Cd, dan
Cu pada daging ikan bandeng, belanak, dan udang.
3.3.2. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen- dokumen hasil penelitian atau studi tentang kandungan logam berat di perairan
20 Blanakan dan data pendukung lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dari dinas atau instansi terkait dengan penelitian. Selain itu, pengumpulan data sekunder dapat dicari dan diunduh melalui jaringan internet.
3.4. Penentuan Titik Pengamatan dan Pengambilan Contoh
3.4.1. Penentuan titik pengamatan
Pengamatan dilakukan di daerah perairan Blanakan Subang yang terdiri dari empat titik stasiun. Stasiun I tambak, stasiun II bagian hulu sungai Blanakan,
stasiun III muara sungai, dan stasiun IV laut. Penentuan titik sampling dilakukan secara acak sehingga mewakili semua kawasan. Pengambilan titik stasiun berada di
sepanjang sungai blanakan seperti yang telah disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Lokasi penelitian di Blanakan Subang, Jawa Barat
3.4.2. Pengambilan contoh
Pengambilan contoh dilakukan secara langsung di lokasi penelitian. Contoh yang diambil adalah ikan bandeng, ikan belanak, dan udang segar. Masing-masing
biota pada setiap stasiun diambil contoh sebanyak tiga ekor atau tiga kali ulangan dalam kondisi segar. Setelah contoh diambil lalu dikumpulkan menjadi satu di
dalam kotak pendingin dan selanjutnya dilakukan analisis laboratorium. Selain contoh biota, diamati juga paremeter kualitas air. Pengambilan data kualitas air
Tambak Laut
Muara Sungai Blanakan
Hulu Sungai Blanakan
21 dilakukan secara insitu. Parameter kualitas air yang diamati antara lain DO,
salinitas, pH, dan suhu yang telah disajikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Parameter kualitas air serta metode analisis dan pengukurannya
Parameter Satuan
Metode AnalisaAlat Lokasi
Fisika
Suhu Salinitas
Kimia
pH DO
Cd Pb
Cu
o
C
o oo
- mg O
2
L mgL
mgL mgL
Termometer Air Raksa Refraktometer
Lakmus indikator Winkler
AAS AAS
AAS Insitu
Insitu
Insitu Insitu
Ex-situ Ex-situ
Ex-situ
3.5. Prosedur Kerja 3.5.1. Penentuan konsentrasi logam berat
Penentuan konsentrasi logam berat untuk contoh biota adalah dengan cara kering atau pengabuan. Pembuatan larutan standar logam berat dengan konsentrasi
masing-masing 0,2; 0,4; 0,8; 1,2 dan 2,0 ppm, kemudian dilakukan pengukuran dengan
menggunakan alat
AAS tipe
AA-7000 Atomic
Absorption Spectrofotometry
dengan λ Cd 228,8 nm, λ Cu 324,8 nm, λ Pb 217,0 nm dan menggunakan flame air-acetiline untuk selanjutnya dihitung dengan formula
AOAC, 1984FTDC :
Keterangan : Ac
: Absorban Contoh Ab
: Absorban Blanko a
: intercept dari persamaan regresi standar b
: slope dari persamaan regresi standar W
: berat sampel gr Selanjutnya hasil analisis parameter kualitas air fisika dan kimia di perairan
Blanakan dapat dibandingkan dengan Kriteria Baku Mutu Air Laut tahun 2004 pada Tabel 2. Untuk hasil analisis kandungan logam berat Pb, Cd, dan Cu pada contoh
22 biota dapat dibandingakan dengan baku mutu yang ditetapkan oleh SNI seperti pada
Tabel 2. Tabel 2. Baku mutu air laut, biota laut dan makanan hasil perikanan
No Parameter
Satuan Baku
Mutu Keterangan
I. FISIKA
1 Suhu
C 28-30
Kepmen LH No. 51 Thn 2004
II. KIMIA
1 Ph
- 7-8,5
Kepmen LH No. 51 Thn 2004
2 Salinitas
00
33-34 3
Oksigen Terlarut DO mgL
6
III. Baku Mutu Makanan dan Hasil Perikanan Lainnya
1 Timbal Pb
mgkg 2
SNI 01-4106-1996 2
Kadmium Cd mgkg
0,2 SNI 19-2896-1992
3 Tembaga Cu
mgkg 20
SNI 01-4104-1996
23
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Blanakan merupakan salah satu daerah pesisir di wilayah kabupaten Subang. Secara geografis, Kabupaten Subang terletak di bagian utara Propinsi Jawa Barat
yaitu antara 107°31-107°54 BT dan 6°11-6°49 LS. Luas wilayah Kabupaten Subang adalah 205.176,95 hektar 6,34 dari luas total Jawa Barat dengan
ketinggian antara 0-1500 m dpl. Secara administrasi Kabupaten Subang terdiri dari 22 Kecamatan dengan jumlah desa 244 desa dan 8 kelurahan. Dari jumlah
kecamatan yang ada terdapat 4 empat kecamatan yang merupakan kecamatan pesisir, yaitu Kecamatan Blanakan, Ciasem, Legon Kulon, dan Kecamatan
Pusakanagara. Luas wilayah kecamatan pesisir Kabupaten Subang adalah 333,57 km
2
atau 16 dari luas seluruh kabupaten. Desa-desa yang tergolong desa pesisir terdapat 11 desa.
Hutan mangrove yang terdapat di Kabupaten Subang merupakan hutan bakau
binaan. Hutan mangrove di kawasan pantai Subang bagian utara berada di bawah otoritas pengelolaan Perum Perhutani BKPH Ciasem-Pamanukan. Analisis data
LANDSAT-TM Multitemporal tahun 1988, 1990, 1992, dan 1995 menunjukkan bahwa mangrove di kawasan ini dalam periode 1988-1992 mengalami pengurangan
luasan dari 2.087,7 ha pada tahun 1988 menjadi 1.729,9 ha tahun 1990 dan 958,2 ha tahun 1992. Namun, antara tahun 1992 dan 1995 terjadi penambahan luasan
menjadi 3.074,3 ha. Pengurangan tersebut berhubungan dengan kegiatan konversi lahan, termasuk perluasan area pertambakan, sedangkan penambahan luas pada
periode akhir menunjukkan keberhasilan penggalakan program perhutanan sosial yang dilakukan melalui tambak tumpangsari. Upaya pelaksanaan budidaya
dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang tinggal di daerah pesisir melalui sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat PHBM yang dimulai sejak tahun
1986 melalui sistem tambak tumpangsari, dimana sebagian besar tambak menggunakan pola empang parit dan sebagian kecil dengan pola komplangan serta
pola jalur. Komoditas perikanan yang umumya dibudidayakan adalah ikan bandeng,
mujaer, dan udang windu dengan sistem tradisional karena tanpa pemberian pakan