8
Gambar 3. Ikan Belanak Mugil cephalus Belanak adalah sejenis ikan laut tropis dan subtropis yang merupakan
penghuni dari pesisir pantai dan muara serta sungai-sungai. Ikan ini termasuk ikan yang bersifat non predator bukan pemangsa, jadi penyebarannya merata baik di
perairan subtropis ataupun tropis. Makanan dari ikan belanak adalah organisme- organisme kecil yang terdapat di dasar, di dalam lumpur serta ganggang-ganggang
yang terapung.
2.4. Udang
Klasifikasi udang menurut Suwigyo et al. 1997 adalah sebagai berikut: Phylum
: Crustacea Kelas
: Malacostraca Ordo
: Decapoda Famili
: Penaeidae Sub Famili
: Penaeinae Genus
: Penaeus Spesies
: Penaeus monodon Udang windu Gambar 4
9
Gambar 4. Udang windu Penaeus monodon Udang termasuk omnivora dan lebih menyukai organisme yang sedang dalam
proses pembusukan. Udang memakan detritus, organisme demersal kecil, dan bagian dari tumbuhan air yang melekat pada substrat Munro 1975 in Puslitbang
Perikanan 1992. Makanan udang bervariasi menurut fase hidupnya. Pada fase zoea makanan terdiri dari plankton nabati, seperti diatom dan dinoflagellata. Pada tingkat
mysis makanannya adalah plankton hewani, seperti protozoa dan rotifer. Pada tingkat post larvae dan udang muda makanannya adalah diatom, bentos, anak tiram,
krustasea lain, cacing, dan detritus. Udang dewasa suka makan daging binatang lunak atau moluska, cacing, udang, dan anak serangga.
2.5. Kondisi Lingkungan 2.5.1. Suhu
Suhu merupakan faktor penting dalam pengaturan proses kehidupan dan penyebaran organisme. Kehadiran spesies tertentu dalam suatu wilayah memerlukan
kondisi suhu tertentu pula. Suhu tidak hanya berpengaruh pada kegiatan metabolisme organisme saja, melainkan juga terhadap aktifitas senyawa-senyawa
kimia terlarut Riley dan Skirrow 1975. Suhu bersama tekanan sangat berpengaruh pada fungsi dinamika dan proses percampuran massa air. Untuk logam berat
sendiri, Hutagalung 2001 mengatakan bahwa suhu berkorelasi positif dengan toksisitas logam berat, dimana peningkatan suhu akan menyebabkan toksisitas dari
suatu logam berat meningkat.
10 Perubahan suhu lingkungan yang disebabkan oleh polusi panas akan
memberikan suatu dampak terhadap keberhasilan ekosistem untuk terus hidup. Ekosistem tropis adalah yang paling rentan terhadap pengaruh buruk yang
dihasilkan oleh penambahan panas bahang dan kenaikan suhu Johanes et al. 1975 in Connel Miller 1995. Suhu musiman di daerah tropis cenderung stabil, dengan
demikian ekosistem tropis beradaptasi pada toleransi suhu yang sempit. Peningkatan suhu dapat menyebabkan kecepatan metabolisme dan respirasi
organisme air. Peningkatan suhu sebesar 10
º
C menyebabkan konsumsi oksigen meningkat sekitar 2-3 kali lipat. Kisaran suhu optimum bagi pertumbuhan
fitoplankton di perairan adalah sebesar 20
º
C-30
º
C Effendi 2003. Menurut
Poernomo 1988 in Wahab 2003 kisaran suhu yang diperbolehkan dalam pemeliharaan udang windu adalah 26
º
C-32
º
C sedangkan untuk pemeliharaan benih bandeng di tambak temperatur air bervariasi antara 24
º
C-38,5
º
C Bardach et al. 1973 in Wahab 2003.
2.5.2. Derajat keasaman pH
Variasi nilai derajat keasaman pH pada perairan terbuka relatif stabil pada kisaran 7,5-8,4. Nilai pH di estuari banyak dipengaruhi oleh masukan senyawa
peubah suasana asam-basa dari luar misalnya sungai. Umumnya senyawa dari luar yang masuk ke daerah estuaria memiliki kisaran pH 6,7 atau 8,5 National
Technical Advisory Committe-NTAC 1980. Dan kisaran pH di perairan estuari tropis umumnya 6-9.
Nilai pH dipengaruhi oleh suhu, proses metabolisme, ion-ion dalam air dan kandungan oksigen terlarut Pescod 1973. Nilai pH juga mempengaruhi reaksi
kimia, sehingga sifat kimia senyawa tersebut berubah. Biasanya perubahan nilai pH tertentu pada suatu senyawa dapat menjadi bersifat toksik atau racun bagi biota
perairan. Secara umum logam berat akan meningkat toksisitasnya pada pH rendah, sedangkan pada pH tinggi logam berat akan mengalami pengendapan Kadang
2005. Derajat keasaman pH perairan sangat menentukan dalam usaha budidaya
ikan. Perairan dengan pH rendah akan berakibat fatal bagi kehidupan ikan, yaitu akan memperlambat laju pertumbuhan. Sebagian besar biota akuatik sensitif
11 terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 7-8,5. Perubahan keasaman
pada air buangan, baik ke arah alkali pH naik maupun ke arah asam pH menurun, akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air di sekitarnya.
2.5.3. Salinitas
Salinitas permukaan dari hasil observasi ditentukan oleh meningkat dan menurunnya evaporasi dan presipitasi, dan salinitas maksimum terjadi pada lintasan
angin dimana evaporasi tahunan lebih besar daripada presipitasi Pickard 1970. Secara alamiah fluktuasi salinitas di daerah pasang surut disebabkan oleh dua hal,
yaitu hujan yang lebat dan penguapan yang besar. Berbagai aktifitas manusia juga mempengaruhi salinitas perairan laut, terutama di daerah pesisir dekat muara sungai,
misalnya bendungan sungai atau kanal. Keadaan salinitas di daerah estuari tidak stabil, berubah dengan keadaan
pasang surut. Selain hal itu ada faktor lain yang mempengaruhi variasi salinitas, seperti topografi estuari serta muatan dan jumlah air tawar. Sebagian besar petambak
membudidayakan udang dalam air payau 15-30 ppt. Menurut Khordi dan Gufran 1997, ikan bandeng akan memiliki pertumbuhan optimum pada kisaran salinitas
10- 35‰. Sedangkan udang windu Penaeus monodon, udang peci P. merguensis
akan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas 15-22 ‰.
2.5.4. Oksigen terlarut
Oksigen merupakan salah satu gas yang terlarut dalam perairan. Kadar oksigen yang terlarut di perairan dapat berfluktuasi secara harian dan musiman,
tergantung pada percampuran mixing, pergerakan massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke badan air Effendi 2003. Kebutuhan
organisme akuatik terhadap oksigen terlarut sangat tinggi, sehingga kandungan oksigen terlarut yang cukup sangat berarti bagi kehidupan organisme akuatik.
Proses dekomposisi bahan organik dan oksidasi bahan anorganik oleh dekomposer dapat mengurangi kadar oksigen terlarut sehingga mencapai nol atau anaerob.
Konsentrasi oksigen yang aman bagi kehidupan harus berada diatas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat racun Pescod 1973. Proses metabolisme
dalam tubuh juga membutuhkan oksigen dalam jumlah banyak dengan
12 meningkatnya suhu perairan. Terdapat suatu hubungan antara kadar oksigen dengan
suhu, dimana semakin tinggi suhu, maka kelarutan oksigen semakin berkurang. Peningkatan suhu sebesar 1
º
C akan meningkatkan konsumsi oksigen sebesar 10. Hampir semua organisme akuatik menyukai kondisi dengan kelarutan oksigen 5
mgliter Effendi 2003.
2.6. Karakteristik Logam Berat
Logam berasal dari kerak bumi yang berupa bahan-bahan murni, organik, dan anorganik. Air sering tercemar oleh berbagai komponen anorganik, diantaranya
berbagai jenis logam berat yang berbahaya, yang beberapa diantaranya banyak digunakan dalam berbagai keperluan sehingga diproduksi secara kontinyu dalam
skala industri. Industri-industri tersebut harus mendapatkan pengawasan yang ketat agar tidak mencemari dan membahayakan lingkungan sekitar.
Pencemaran logam berat sangat merugikan ikan secara fisik dan fisiologik, seperti kerusakan vertebral, kerusakan lamella sekunder pada insang Irianto 2005.
Logam juga dapat masuk kedalam tubuh dan dapat mengumpul di dalam tubuh suatu organisme dan tetap tinggal di dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai
racun yang terakumulasi Kristanto 2004. Logam berat adalah unsur-unsur dengan bobot jenis lebih besar dari 5 grcm
3
, terletak di sudut kanan bawah pada sistem periodik, mempunyai afinitas yang tinggi
terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4 hingga 7. Berdasarkan sifat kimia dan fisiknya, maka tingkat atau daya racun logam berat
terhadap hewan air pada LC-50 selama 48 jam, akibat pengaruh sinergik antar logam, efek sublethal, bioakumulasi, dan bahayanya terhadap orang yang
mengkonsumsi ikan, maka dapat diurutkan dari tinggi ke rendah sebagai berikut, Merkuri Hg, Kadmium Cd, Emas Au, Nikel Ni, Timah Hitam Pb, Arsen
Ar, Selenium Sn, dan Seng Zn Darmono 1995. Namun Kristanto 2004 menyebutkan bahwa logam berat yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan,
yang utama adalah Merkuri Hg, Timbal Pb, Arsenik Ar, Kadmium Cd, Kromium Cr, dan Nikel Ni. Sedangkan Irianto 2005 mengatakan bahwa ada
empat logam berat yang paling intensif dipelajari sifat toksisitasnya, yaitu Cu, Hg, Cd, dan Zn.
13 Sifat toksisitas logam berat dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok,
yaitu bersifat toksik tinggi, sedang, dan rendah. Logam berat yang bersifat toksik tinggi terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu, dan Zn. Untuk logam berat yang
termasuk kedalam golongan toksik sedang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni, dan Co. Sedangkan logam berat yang termasuk ke dalam golongan toksik rendah yaitu unsur
Mn dan Fe. Sifat-sifat logam berat menurut Moore dan Ramamoorthy 1984 yaitu diantaranya sulit didegradasi secara alami, dapat terakumulasi dalam organisme,
memiliki EC
10
dan LC
50
-96 jam yang rendah, memiliki waktu paruh yang tinggi dalam tubuh biota laut, dan faktor konsentrasi rasio antara kadar polutan dalam
tubuh dan kadar polutan di lingkungan yang besar dalam tubuh biota laut.
2.6.1. Timbal Pb
Logam Pb secara alami tersebar luas pada batu-batuan dan lapisan kerak bumi Clark 1986. Logam ini termasuk ke dalam kelompok logam-logam golongan IV-A
dengan nomor atom 82 dan bobot 207,2. Penyebaran Pb di bumi sangat sedikit yaitu 0,0002 dari seluruh lapisan bumi. Logam Pb terdapat di perairan, baik secara
alamiah ataupun sebagai dampak dari aktifitas manusia. Logam ini masuk ke perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Disamping itu,
proses korosifikasi dari batuan mineral akibat hempasan gelombang dan angin, juga merupakan salah satu jalur sumber Pb yang akan masuk ke dalam perairan Palar
2004. Timbal dan persenyawaannya digunakan dalam industri baterai sebagai bahan
yang aktif dalam pengaliran arus elektron. Kemampuan timbal dalam membentuk alloy dengan logam lain telah dimanfaatkan untuk meningkatkan sifat metalurgi ini
dalam penerapan yang sangat luas, contohnya digunakan untuk kabel listrik, konstruksi pabrik-pabrik kimia, kontainer dan memiliki kemampuan tinggi untuk
tidak mengalami korosi Palar 2004. Selain itu, Pb dapat digunakan sebagai zat tambahan bahan bakar dan pigmen timbal dalam cat yang merupakan penyebab
utama peningkatan kadar Pb di lingkungan Darmono 1995. Hampir 10 dari total produksi tambang logam timbal digunakan untuk pembuatan tetraethyl lead atau
TEL yang dibutuhkan sebagai bahan penolong dalam proses produksi bahan bakar bensin karena dapat mendongkrak boosting nilai oktan bahan bakar sekaligus
14 berfungsi sebagai antiknocking untuk mencegah terjadinya ledakan saat
berlangsungnya pembakaran dalam mesin. Ikan yang hidup dalam air yang mengandung logam berat Pb, pada hatinya
akan ditemukan akumulasi logam berat. Besarnya kandungan logam berat dalam air juga mempengaruhi besarnya akumulasi logam berat dalam hati ikan. Semakin
tinggi kandungan logam berat dalam air, akumulasi logam berat dalam hati ikan akan semakin tinggi pula.
Konsentrasi Pb yang mencapai 188 mgL, dapat membunuh ikan. Sedangkan krustase setelah 245 jam akan mengalami kematian, apabila pada badan air
konsentrasi Pb adalah 2,75-49 mgL Palar 2004. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan POM No. 03725BSKVII89 membatasi kandungan logam
berat Pb maksimum pada sumberdaya ikan dan olahannya adalah adalah 2,0 ppm.
2.6.2. Kadmium Cd
Kadmium Cd adalah salah satu logam berat dengan penyebaran yang sangat luas di alam, logam ini bernomor atom 48, berat atom 112,40 dengan titik cair
321
o
C dan titik didih 765
o
C. Di alam Cd bersenyawa dengan belerang S sebagai greennocckite CdS yang ditemui bersamaan dengan senyawa spalerite ZnS.
Kadmium merupakan logam lunak ductile berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas dan gas amonia NH3 Palar 2004. Di perairan, Cd
akan mengendap karena senyawa sulfitnya sukar larut Bryan 1976. Menurut Clark 1986 sumber kadmium yang masuk ke perairan berasal dari:
1. Uap, debu, dan limbah dari pertambangan timah dan seng. 2. Air bilasan dari electroplating.
3. Besi, tembaga, dan industri logam non ferrous yang menghasilkan abu dan uap serta air limbah dan endapan yang mengandung kadmium.
4. Seng yang digunakan untuk melapisi logam mengandung kira-kira 0, 2 Cd sebagai bahan ikutan impurity; semua Cd ini akan masuk ke perairan melalui
proses korosi dalam kurun waktu 4-12 tahun. 5. Pupuk phosfat dan endapan sampah.
Penggunaan Cd yang paling utama adalah sebagai stabilizer penyeimbang dan pewarna pada plastik dan electroplating penyepuhpelapisan logam. Selain itu
15 digunakan pula pada penyolderan dan pencampuran logam serta industri baterai.
Akumulasinya dalam air tanah antara lain diakibatkan oleh kegiatan electroplating pelapisan emas dan perak, pengerjaan bahan-bahan dengan menggunakan
pigmenzat warna lainnya, tekstil dan industri kimia Darmono 1995. Logam kadmium atau Cd akan mengalami proses biotransformasi dan
bioakumulasi dalam organisme hidup tumbuhan, hewan dan manusia. Dalam biota perairan, jumlah logam yang terakumulasi akan terus mengalami peningkatan
biomagnifikasi dan dalam rantai makanan biota yang tertinggi akan mengalami akumulasi Cd yang lebih banyak. Keracunan kadmium bisa menimbulkan rasa
sakit, panas pada bagian dada, penyakit paru-paru akut, dan menimbulkan kematian. Salah satu contoh kasus keracunan akibat pencemaran Cd adalah timbulnya penyakit
itai-itai di Jepang Palar 1994.
2.3.1. Tembaga Cu
Tembaga Cu memiliki berat atom 63,5 densitas 8,90 dan titik cair 1084 C.
Dalam keadaan normal logam Cu merupakan logam esensial bagi hewan air. Tembaga merupakan salah satu logam yang bermanfaat dalam pembentukan
haemosianin sistem darah dan enzimatik hewan air. Penyerapan Cu dilakukan melalui insang dan saluran pencernaan Darmono 1995.
Tembaga banyak digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, gelas dan zat warna yang biasanya bercampur dengan logam lain, seperti Ag, Cd,
Sn, dan Zn. Garam tembaga banyak digunakan dalam bidang pertanian, misalnya larutan bordeaux yang mengandung 1-3 CuSO
4
. Larutan ini digunakan untuk membasmi siput sebagai inang dari parasit cacing, juga untuk mengobati penyakit
kuku pada domba Darmono 1995. Gejala yang timbul pada keracunan Cu akut adalah mual, muntah-muntah,
sakit perut, hemolisis, nefrosis, kejang, dan akhirnya kematian. Pada keracunan kronis, Cu tertimbun dalam hati dan menyebabkan hemolisis. Hemolisis terjadi
karena tertimbunnya H
2
O
2
dalam sel darah merah sehingga terjadi oksidasi dari lapisan sel yang mengakibatkan sel jadi pecah. Defisiensi Cu dapat menyebabkan
anemia dan pertumbuhan terhambat Darmono 1995.
16
2.7. Cara Penyerapan Logam Berat oleh Organisme
Badan air merupakan tempat buangan limbah industri yang diperkirakan mengandung logam berat yang dapat mengganggu kehidupan di dalamnya. Logam
berat secara langsung atau tidak langsung akan masuk ke dalam tubuh manusia melalui rantai makanan. Cara penyerapan logam berat oleh ikan umumnya
mengambil logam berat melalui insang, kemudian ditransfer melalui darah ke ginjal. Bentuk logam berat anorganik disimpan dalam jaringan, kemudian ditransfer ke
ginjal dan dieksresikan. Sedangkan logam organik tidak dieksresikan, tetapi terakumulasi dalam jaringan otot. Selain itu, masuknya logam berat dalam tubuh
ikan juga dapat melalui rantai makanan. Menurut Darmono 1995, ada tiga teori mengenai mekanisme penyerapan
logam berat dalam jaringan organisme, yaitu : 1.
Penyerapan logam melalui mekanisme pengangkutan yang berhubungan dengan mekanisme osmoregulasi, yaitu pengaturan tekanan osmosis oleh organisme
terhadap air di sekitarnya. 2.
Pengikatan ion-ion logam menyentuh bagian tertentu dari permukaan jaringan dan masuk ke dalam sitoplasma.
3. Logam dalam bentuk kristal kecil atau larutan yang segera ditangkap oleh sel
epitel dan secara endositosis logam tersebut dibawa masuk dan dilepas ke sitoplasma.
Melalui proses biologis biotransformasi, logam berat yang terakumulasi dalam tubuh organisme hidup akan terjadi perpindahan, kemudian terjadi
peningkatan kadar logam berat pada tingkat pemangsa yang lebih tinggi yang disebut magnifikasi biologis biomagnifikasi. Secara tidak langsung proses
perikanan atau pertanian dapat tercemar oleh logam berat. Akumulasi biologis dapat terjadi melalui absorbsi langsung terhadap logam berat yang terdapat dalam badan
air, sehingga organisme yang hidup pada perairan tercemar berat oleh logam berat, jaringan tubuhnya akan mengandung kadar logam berat yang tinggi pula.
Logam berat yang masuk ke dalam tubuh ikan dan udang, sebagian akan dieksresikan dan sebagian lagi akan mengalami proses bioakumulasi pada jaringan
organ-organ tertentu. Besarnya kadar logam berat dalam air juga mempengaruhi besarnya akumulasi logam berat dalam hati ikan. Semakin tinggi kadar logam berat
17 dalam air, semakin tinggi pula akumulasi logam berat di dalam hati ikan. Waktu
pemaparan logam berat tidak selalu menambah akumulasi logam berat di dalam hati ikan. Logam berat yang masuk ke dalam hati ikan dan udang menyebabkan
gangguan fisiologis, sehingga ikan berusaha mengeluarkannya sebagai bagian dari proses detoksifikasi. Salah satu mekanisme detoksifikasi adalah mengubah zat
menjadi bentuk senyawa yang mudah dikeluarkan dari dalam tubuh.
2.8. Pengaruh Logam Berat Terhadap Biota Perairan